Rabu, 12 Juni 2013

Fishing - Mencari Ikan di Pulau Dua bersama Nelayan


Dua Island

Pulau Dua luasnya sekitar 38,90 Ha, merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil yang ada di Pulau Enggano.  Letaknya tak jauh dari Pelabuhan Kahyapu, yakni bisa ditempuh selama kurang lebih 15 menit menggunakan perahu nelayan.  Jaraknya hanya sekitar 1,5 km dari Pelabuhan Kahyapu.

Dua Island
Photo : Erni Suyanti Musabine
Di sekitar Pulau Dua merupakan perairan yang juga digunakan oleh nelayan untuk mencari ikan.  Bisa dijumpai pondok-pondok nelayan di pulau ini, yang hanya dihuni saat mereka sedang mencari ikan dan bermalam disana atau saat sedang panen kelapa untuk kopra.  Pulau ini digunakan sebagai kebun kelapa oleh masyarakat, dan merupakan penghasil kopra terbesar di Pulau Enggano.  Dapat kita jumpai pohon kelapa yang mendominasi vegetasi di Pulau Dua.  Selain kelapa juga ada pohon sukun disana yang bisa dikonsumsi.  Di beberapa tempat saya juga menjumpai tanaman bunga Amorphophallus sp.


Menembak (memanah) ikan
Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari itu diawal bulan Maret kami baru selesai menelusuri Pulau Enggano dengan menggunakan perahu nelayan yang kami sewa.  Pada tanggal 1 Maret 2011 sekitar pukul 14.42 WIB, untuk mengisi waktu luang yang memang tidak ada kegiatan di hari itu, saya bersama dua orang kawan, yakni Long Sinaga yakni seorang wartawan RRI Bengkulu dan Edo yang merupakan pemuda asli Pulau Enggano memutuskan untuk ikut dua orang nelayan yang akan mencari ikan di laut sekitar Pulau Dua, yakni Pak Ray dan Pak Bahrun, tapi kami lebih suka memanggilnya Pak Busyet dikarenakan beliau sering bilang 'busyet' di setiap berbincang-bincang dengan kami.  Akhirnya namanya pun kami ganti dengan Pak Busyet sampai sekarang, dan beliau tidak keberatan (atau mungkin terpaksa menerima panggilan itu).  Saat saya bertanya kepada mereka waktu mengambil perahu di depan kantor resort Enggano, mereka menjawab akan pergi mencari lauk.  Hmm.....alangkah menyenangkan hidup di daerah terpencil seperti ini, lauk untuk makan pun tersedia melimpah di alam seluas laut itu, tinggal kita mau berusaha untuk mengambilnya atau tidak.  Semua disediakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta secara gratis untuk mereka.  Kesulitan hidup di daerah terpencil, diimbangi dengan kemudahan hidup dengan jalan yang lain yang diberikan oleh Allah SWT pada mereka. 

Menyelam - Berburu Ikan Karang
Photo : Erni Suyanti Musabine
Senjata untuk menangkap ikan
Photo : Erni Suyanti Musabine
Berbeda saat mereka secara berkelompok mengarungi lautan sampai beberapa hari meninggalkan keluarganya untuk mencari ikan  dalam jumlah banyak untuk dijual, dengan menyewa sebuah perahu dan berhutang logistik dan BBM untuk beberapa hari yang akan dibayar dengan ikan hasil tangkapan, belum lagi sisanya akan dibagi-bagi sesuai dengan jumlah orang di anggota kelompok nelayan itu.  Seringkali yang terjadi mereka tidak sanggup membayar hutang karena hasil tangkapan yang tidak mencukupi.  Belum lagi kendala badai di laut yang membuat nelayan tidak bisa melaut atau bahkan membuat nelayan tidak bisa  kembali pulang. Bila mencari ikan untuk lauk-pauk sehari-hari tak membutuhkan waktu lama dan lokasinya tidak jauh dari pemukiman. Dan untuk menangkap ikan tersebut dengan cara dipancing menggunakan tali pancing atau dengan cara menyelam dengan kedalaman sekitar 5-10 meter dan kemudian menembaknya.  Menembak dengan menggunakan panah.  Mereka merupakan penyelam-penyelam yang handal karena sudah terlatih secara alami, tanpa menggunakan peralatan selam hanya kacamata saja yang dipakainya untuk memperjelas pandangan saat memburu ikan-ikan disela-sela batu karang.  Mesin perahu dimatikan, dan mereka mulai menyelam. Saya dan seorang kawan dari Enggano mengambil paddle (dayung) untuk menjaga posisi perahu agar tetap di tempatnya dan untuk membawa perahu mendekati penyelam-penyelam itu bila mereka sudah mendapatkan hasil tangkapan.   Mendayung perahu nelayan lebih berat rasanya dibanding mendayung perahu untuk menyeberang Sungai Seblat. Perairan di sekitar Pulau Dua sangat jernih airnya, sehingga kami pun bisa mengamati aktivitas mereka dan melihat ikan warna-warni yang berenang disela-sela coral dari atas perahu.  Menurut saya lokasi ini sangat bagus untuk snorkeling dan diving, karena pemandangan under water-nya sangat indah.

Ikan Kerapu
Hanya dalam waktu 4 (empat menit) akhirnya mendapat tangkapan pertama, yakni Ikan Kerapu.  Hmm...Ikan Kerapu rasanya sangat enak apalagi bila dimasak gulai kepala ikan.  Saya menyebutnya Ikan Mahal, karena memang harganya sangat mahal.  Di pasar tradisional di Jakarta, Ikan Kerapu yang besarnya hanya setelapak tangan saya saja harganya sudah mencapai Rp. 80.000,-  per ekor, apalagi yang hasil tangkapan ini beratnya ada sekitar 1 kg lebih dan tidak perlu membeli.  Dan dalam jangka waktu satu jam kami mendapatkan berbagai jenis ikan karang berjumlah 11 ekor dengan diselingi waktu istirahat minum kopi diatas perahu.

Menu makan siang di Pulau Dua
Ikan bakar + pepaya + kelapa muda
Pukul 16.32 WIB tiba-tiba langit menjadi gelap dan turun hujan deras disertai angin kencang, memaksa kami segera menuju daratan.  Pulau terdekat adalah Pulau Dua, akhirnya kamipun berteduh disana, di salah satu pondok nelayan sambil menunggu badai reda.  Hujan makin deras dan suara angin kencang serta ombak laut bergemuruh, dalam sekejap terjadi pasang, membuat nelayan pergi memeriksa perahu agar tidak hanyut terseret angin dan ombak.  Selama satu jam kami terjebak badai di Pulau Dua.  Perut terasa lapar karena belum makan siang, juga karena kedinginan, akhirnya Pak Ray membuat perapian dan membakar ikan, sedangkan Pak Busyet dan Edo mencari kelapa muda dan buah pepaya masak yang ada di dekat pondok yang kami anggap sebagai kebun milik bersama.  Sore itu kami makan ikan bakar dengan pepaya dan kelapa muda untuk makan siang di sore hari :)  Kombinasi menu makanan yang aneh bukan ? Tapi dalam kondisi lapar dan tidak ada pilihan lainnya, makanan itu terasa lezat dan habis termakan.

Jenis Ikan Karang Hasil Tangkapan
Photo : Erni Suyanti Musabine

Sekitar pukul setengah enam sore badai telah reda, sehingga kami bersiap-siap untuk kembali ke Desa Kahyapu dengan membawa hasil tangkapan. Pengalaman hari itu sangat mengesankan, saya bisa melihat  langsung salah satu sisi potret kehidupan sehari-hari nelayan di Pulau Enggano. Dan membuatku merenung, satu pelajaran lagi kudapatkan hari itu, bahwa " Hidup dalam keterbatasan itu tidak mudah, penuh dengan perjuangan untuk bisa bertahan hidup ". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar