Selasa, 02 Agustus 2011

Chemical & Physical Restraint of Deer (Axis axis)


Penangkaran Rusa Tutul
di Rumah Dinas Gubernur Bengkulu 
Penangkaran Rusa Tutul (Axis axis)

Penangkaran satwa liar eksotik di Indonesia sudah diminati sejak jaman kolonial Belanda. Pada masa Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811), didatangkan 6 pasang rusa tutul (Axis axis) dari perbatasan India dan Nepal untuk ditangkarkan di Istana Bogor, Jawa Barat. Hingga akhirnya jumlah rusa tutul tersebut sekarang mencapai 860 ekor.

Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia mengeluarkan dasar hukum yang mengatur tentang penangkaran satwa liar, diantaranya Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.142/IV-Set?HO/2006 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Izin Penangkaran Rusa dan Kijang. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian, Nomor: SK.362/Kpts/TN.12/5/1990, rusa merupakan salah satu satwa liar yang mempunyai potensi untuk dikembangbiakan melalui penangkaran.


Peranan Dokter Hewan

Medis mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu upaya penangkaran rusa tutul (Axis axis). Terutama yang berhubungan dengan kontrol kesehatan dan handling untuk berbagai keperluan. Keberhasilan handling satwa liar tidak terlepas dari adanya kerjasama tim yang baik yakni antara tenaga medis dan asistennya dan juga memperhatikan standar penangkapan, transportasi dan penanganan medis selama satwa terimmobilisasi untuk mengurangi resiko kematian.


Obat Bius Pilihan

Physical Restraint
Dalam penangkapan rusa tutul untuk berbagai keperluan dapat dilakukan dengan cara 'physical restraint yakni menggunakan 'a net boma' atau linear nets dan 'rope'. Sedangkan dengan cara chemical restraint bisa menggunakan obat bius : Recommended drug 1,5mg/kg Ketamine + 0,05mg/kg Medetomidine ; Supplement drug 1mg/kg Ketamine ; Antagonist 0,25 mg/kg Atipamezole. Alternative drug 4mg/kg Ketamine + 4mg/kg Xylazine ; Antagonist 0,125mg/kg Yohimbine ; 0,004 mg/kg Carfentanil + 0,125mg/kg Xylazine ; Antagonist 100mg Naltrexone or Naloxone per mg Carfentanil + 0,125mg/kg Yohimbine. Dan untuk rusa yang tenang dapat menggunakan pembiusan dengan 3mg/kg Xylazine ; Antagonist 0,2 mg/kg Yohimbine (Reference : Handbook of Wildlife Chemical Immobilization).

Pembiusan Rusa Tutul
Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan obat bius pada rusa tutul terutama Xylazine. Beberapa efek samping pembiusan pada rusa tutul yang sering terjadi adalah 'stress & shock, hyperthermia, bloat, capture myophaty, cidera', kejang, leher menekuk kebelakang, dll. Hal itu bila tidak dapat diatasi akan menyebabkan kematian.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam handling rusa tutul diantaranya kondisi rusa, umur, temperatur lingkungan, kondisi medan/lapangan, waktu penangkapan, kontrol satwa setelah ditangkap, peralatan yang memadai, ada tidaknya gangguan pada satwa seperti dikejar-kejar atau keramaian, kenyamanan kandang transport, dll.


Monitoring Vital Signs

Monitoring Vital Signs
Pada proses immobilisasi pada rusa tutul perlu adanya kerjasama yang baik dalam satu tim untuk kontrol satwa, karena beberapa perlakukan harus dilakukan saat rusa terbius, yakni kontrol temperature tubuh per 5-10 menit, kontrol pulsus dan respirasi secara rutin, kontrol posisi tubuh satwa, kontrol efek samping yang terjadi sehingga dapat segera dilakukan tindakan untuk penanggulangannya. Upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengontrol suhu tubuh adalah dengan penyemprotan air dengan water pump keseluruh tubuh dan menempatkan rusa pada tempat yang teduh, sedangkan untuk mengurangi stress, kandang harus dalam kondisi tertutup untuk mengurangi kontak langsung dengan lingkungan sekitar dan pemakaian blindfold. Untuk keperluan relokasi perlu menunggu sampai rusa dalam keadaan sadar, kadangkala pemindahan rusa dalam kondisi terbius bisa menyebabkan kematian karena selama perjalanan kontrol satwa selama terimmobilisasi susah untuk dilakukan.


Translokasi Rusa Tutul

Beberapa kali translokasi rusa tutul (Axis axis) untuk keperluan penangkaran sudah berhasil dilakukan, yakni dari Bengkulu ke Kabupaten Lintang Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 7-8 Januari 2011 dan Kabupaten Kapahiang Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 serta translokasi dalam kota Bengkulu pada bulan Pebruari dan April 2011.

Senin, 01 Agustus 2011

Rescue a Sumatran Tiger from the Talang Sebaris Village

Sumatran tiger 'Tarisa' that be captured at Talang Sebaris Village

Since February 15, 2011 there is a sumatran tiger seen wandering through the Talang Sebaris village, in southern region of Bengkulu. The tiger prey on cattle and has injured a villager. Finally the tiger was rescued and relocated to the city of Bengkulu to get a temporary treatment before release back again into Its habitat.

Talang Sebaris Village

Capture Sumatran tiger to mitigate conflicts between tigers and humans is not a good solution if done continuously and also moved out of the province of Bengkulu because over time the tiger's fate will be like the Sumatran rhinoceros, which eventually became extinct because of continued captured and relocated out Bengkulu.

Mitigate Human-Tiger Conflict at Talang Sebaris Village
That should be done is to protect the tiger habitat from damage and not take the tiger from its habitat to be moved to another place. If this is done continuously, so that we will lose Tiger forever in Bengkulu one day.

Sumatran tiger 'Tarisa' in trap

Harimau Sumatera Berkeliaran di Desa Bukit Indah & Desa Pasar Ketahun, Kec. Ketahun, Kab. Bengkulu Utara


Perkebunan Karet PT. Pamor Ganda - Ketahun Bengkulu
Hari Sabtu, tgl. 29 Januari 2011, harimau sumatera muncul di Desa Bukit Indah, Kec. Ketahun, Kab. Bengkulu Utara dan ditemukan seekor sapi mati kemungkinan diterkam oleh harimau tersebut. Pak Jurai, warga Desa Bukit Indah mengaku telah melihat langsung seekor harimau sumatera melintas di kebun karet di areal belakang SMAN 1 Ketahun pada hari Rabu, tanggal 2 Pebruari 2011. Seorang warga Desa Bukit Indah juga mengaku telah melihat harimau sumatera melintas dekat SMPN 2 Ketahun atau di belakang SMK Ketahun. Tiga warga desa lainnya yakni Pak Herman dkk juga telah melihat 2 ekor harimau sedang menyeberang jalan menuju kearah pantai sekitar pukul 08.00 WIB tanggal 2 Pebruari 2011 ketika mereka sedang berangkat bekerja di kebun. Pak Hardi dan Pak Supan juga telah melihat langsung seekor harimau di perkebunan karet milik perusahaan Pamor Ganda (Abling 1), harimau berjalan menuju kearah pantai. Mereka melihat harimau tersebut pada tanggal 4 Pebruari 2011 sekitar pukul 16.30 WIB. Begitu juga dengan pengakuan seorang Satpam PT. Pamor Ganda juga pernah melihat 2 ekor harimau saat melintas di jalan sekitar perkebunan karet perusahaan Pamor Ganda.

Tiger Footprint di Perkebunan Karet Masyarakat Desa Bukit Indah


Munculnya harimau di Desa Bukit Indah dan Desa Pasar Ketahun memang merupakan hal yang aneh, mengingat desa tersebut berada dekat jalan raya lintas Bengkulu-Sumatera Barat, dan lokasi desa tersebut sangat jauh dari hutan. Disekitarnya adalah pemukiman masyarakat dan perkebunan karet dan sawit milik masyarakat maupun perusahaan PT. Pamor Ganda. Timbul pertanyaan yang belum terjawab hingga kini, sebenarnya harimau tersebut selama ini berasal darimana?

Lokasi harimau melintas jalan di Desa Bukit Indah
Setelah beberapa hari mencoba untuk melacak keberadaan harimau tersebut tetapi akhirnya hanya bisa menjumpai jejaknya saja. Harimau telah pergi meninggalkan desa itu, semoga mereka pergi kembali ke tempat hidupnya semula dan bukan menghilang karena diburu manusia. Setelah tidak ada lagi informasi tentang kemunculan harimau di desa itu membuat kami cukup lega, karena akhirnya harimau terbebas dari jebakan kandang perangkap ini berarti terbebas pula dari upaya penangkapan.

Human-Tiger Conflict in the Province of Bengkulu


Seekor harimau sumatera sedang melintas di Desa Mekar Jaya

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam sub-species harimau loreng yang masih bertahan hidup saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah dan masuk dalam red data book yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar di Pulau Sumatera diperkirakan tinggal 300-400 ekor. Provinsi Bengkulu adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang merupakan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Kondisi hutan di beberapa daerah di Bengkulu juga tidak jauh berbeda dengan hutan-hutan di Provinsi lainnya, yakni luasannya terus berkurang akibat konversi lahan untuk perkebunan, pertambangan, pemukiman masyarakat baik areal transmigrasi maupun pemekaran desa juga perambahan hutan dan beberapa faktor penyebab lainnya. Berkurangnya habitat harimau sumatera di Bengkulu menyebabkan adanya konflik harimau sumatera dengan manusia, yakni yang disebabkan harimau memasuki perkebunan ataupun pemukiman masyarakat untuk mencari mangsa ataupun sebaliknya manusia yang memasuki habitat harimau dan membuat harimau semakin terdesak, selain itu perburuan harimau yang masih terus saja terjadi juga menyebabkan terjadinya konflik antar kedua belah pihak. Selama tahun 2007 s/d 2011 telah terjadi konflik harimau dengan manusia di beberapa kabupaten di Provinsi Bengkulu, yakni telah terjadi 16 kali konflik harimau di Kabupaten Seluma, 10 kali konflik harimau di Kabupaten Kaur, 9 kali konflik harimau di Kabupaten Lebong, 6 kali konflik harimau di Kabupaten Muko Muko, 6 kali konflik harimau di Kabupaten Bengkulu Utara, 1 kali konflik harimau di Kabupaten Kepahiang dan 1 kali konflik harimau di Kabupaten Bengkulu Tengah (Data BKSDA Bengkulu).

Selain perburuan, rusaknya habitat harimau merupakan ancaman terbesar terhadap populasi liar saat ini sehingga menyebabkan harimau berada dalam perkebunan dan pemukiman masyarakat, selain itu juga disebabkan semakin berkurangnya satwa mangsa karena perburuan babi dan rusa serta satwa mangsa jenis lainnya. Akhirnya satwa liar tersebut mencari mangsa di areal pemukiman masyarakat berupa hewan ternak atau hewan peliharaan masyarakat lainnya bahkan ada yang telah mengancam jiwa manusia. Hal itu yang akhirnya disebut sebagai gangguan / konflik harimau.