Minggu, 22 Mei 2016

Narasumber COP School Batch #6


Peserta COP School Batch #6
Ketiga kalinya saya ikut terlibat mengisi acara COP School yang diadakan rutin oleh Centre for Orangutan Protection (COP). COP School merupakan sebuah wadah untuk para generasi muda dan relawan dengan latar belakang beragam, guna mendapatkan pembekalan dan pembelajaran serta informasi tentang upaya-upaya konservasi satwa liar  yang ada di Indonesia dan materi lainnya yang relevan.  COP School diadakan setiap tahun di Yogyakarta dengan peserta berasal dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari negara lain. Alumni COP School banyak yang menjadi relawan untuk kegiatan-kegiatan konservasi bahkan ada yang telah bekerja untuk konservasi satwa liar di banyak lembaga.

Tahun 2015 lalu saya tidak bisa mengikuti acara COP School Batch #5 karena waktunya bersamaan dengan kegiatan saya membantu persiapan penelitian yang dilakukan oleh Copenhagen Zoo bersama Taman Nasional Baluran di Situbondo, Jawa Timur. Saya membantu memberikan pelatihan tentang pembiusan  kucing besar dan penanganannya untuk keperluan penelitian.

Animals Indonesia mengisi acara COP School Batch #6
Tahun ini saya mendapatkan kesempatan untuk terlibat kembali dalam memberikan materi di acara COP School Batch #6 di Yogyakarta yang diadakan bulan Mei 2016. Dalam acara tersebut juga melibatkan beberapa lembaga besar seperti Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Orangutan Land Trust, Animals Indonesia, Mongabay dan lain-lain yang diundang untuk berbagi informasi mengenai upaya-upaya konservasi satwa liar di Indonesia selain dari Centre for Orangutan Protection (COP) sendiri. Biasanya juga melibatkan Orangutan Information Centre (OIC) dan Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP). Kebetulan di bulan Mei saya disibukkan dengan banyaknya pekerjaan di BKSDA Bengkulu maka tidak seperti biasanya, saya tidak bisa mengikuti acara tersebut full time. Kebetulan saya mendapat bagian tugas untuk memberikan materi tentang Animal Welfare, yang dihubungkan dengan Medik Konservasi yang merupakan bidang kerja saya selama ini. Di acara COP School sebelumnya saya memberikan materi tentang Wildlife Rescue, Human-Wildlife Conflicts, kemudian tentang Lembaga Konservasi Eksitu dan regulasinya. Bahan presentasi yang akan saya sampaikan pun baru dapat saya kerjakan di airport sambil menunggu penerbangan, karena hanya itulah kesempatan yang saya punya saat itu. Sebelumnya waktu saya sudah banyak tersita untuk kegiatan di Pusat Latihan Gajah Seblat, juga di kantor balai maupun seksi, membuat lima proposal kegiatan, desain kandang dan rencana kegiatan untuk membantu teman -teman di kantor Seksi dan Kantor Resort, membantu Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Bagian Kerjasama.

Jumat, tanggal 20 Mei 2016 pukul 16.10 WIB, saya berangkat menuju Yogyakarta dari Bengkulu dengan menggunakan penerbangan Garuda Indonesia, transit terlebih dulu di Bandara Soekarno Hatta, karena delay akhirnya baru sampai di Bandara Adi Sucipto pukul 10 malam. Seorang alumni COP School dan sekarang sebagai pengurus kegiatan COP School Batch #6 telah menunggu untuk menjemput saya di bandara, yang saya ingat bahwa lokasi COP School itu berada di daerah terpencil di lereng Gunung Merapi, tentu akan sulit untuk mencari makan malam disekitar lokasi kegiatan. Saya putuskan untuk mencari makan malam dulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju Ledok Sambi, Kaliurang yang merupakan lokasi kegiatan. Makanan yang saya cari tidak ditemukan meski kami berdua telah menelusuri jalan dan ternyata sudah banyak rumah makan yang tutup karena waktu sudah menjelang tengah malam. Sampai di lokasi sudah jam 22.30 WIB, teman-teman COP dan volunteer belum tidur, kami pun masih terlibat perbincangan dan saya menyelesaikan presentasi saya sebelum istirahat dan dilanjutkan pagi harinya.

Sabtu, tanggal 21 Mei 2016

Esok harinya adalah jadwal saya untuk berbagi informasi dan presentasi tentang Animal Welfare dalam mendukung Medik Konservasi kepada para peserta COP School Batch #6, dan diakhiri dengan simulasi tentang tugas kelompok dengan mencoba membuat desain kandang untuk satwa liar dengan memperhatikan 5 aspek kesejahteraan satwa yang harus dipenuhi. Hal ini untuk mendorong kreativitas seseorang dalam menciptakan lingkungan yang sesuai dengan spesies masing-masing satwa liar yang dikandangkan tanpa mengabaikan kesejahteraan satwa. Kenapa ini penting ? karena ini adalah hak dasar satwa yang harus dipenuhi selama dalam perawatan manusia. Banyak permasalahan kesehatan dan gangguan psikologis pada satwa terjadi pada saat kesejahteraan satwa kurang diperhatikan. Dalam presentasi tersebut saya memberikan contoh-contoh nyata satwa liar yang akhirnya mengalami gangguan kesehatan dan psikologis saat hak-hak mereka untuk hidup lebih sejahtera tidak terpenuhi, dan bagaimana cara mengobatinya dan menanganinya. Penanganan dan pengobatan gangguan kesehatan yang bersifat fisik jauh lebih mudah dilakukan dibandingkan gangguan kesehatan akibat gangguan psikologis yang membutuhkan waktu lama untuk menormalkan kembali. Untuk itu kita dituntut memahami behavior satwa, kondisi lingkungan alami, dan disesuaikan juga dengan tingkat usia. Saya sendiri hanya pernah belajar sedikit teori-teori tentang animal welfare, dan lebih banyak mendapatkan pengalaman langsung dari lapangan dan dituntut untuk kreatif mengatasinya dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada. Pengalaman-pengalaman seperti itu sangat berharga, dan saya ingin berbagi pengalaman tersebut kepada para peserta COP School Batch #6.

Bersama peserta COP School Batch #6 dari Universitas Riau Sumatera
dan Kalimantan Barat
Dalam acara COP School kali ini saya banyak bertemu dengan orang baru sehingga menambah pertemanan dan ada juga yang sudah saya kenal sebelumnya, selain itu saya juga dipertemukan dengan kolega dokter hewan yang sama-sama merupakan alumni Universitas Airlangga Surabaya. Diantara para peserta COP School Batch #6 diantaranya juga ada mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dari Universitas Brawijaya Malang, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Hasanudin Makasar.

Hari itu saya mendapat khabar bahwa mahasiswa saya dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada juga telah sampai di Bengkulu yang akan belajar di tempat saya yang merupakan bagian dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan / Ko-Asistensi. Mereka harus menunggu dua hari karena terlebih dulu mereka harus mengurus simaksi di Kantor BKSDA Bengkulu di hari Senin. Akhirnya saya meminta bantuan pada teman-teman di BKSDA Bengkulu dalam menyediakan tempat tinggal sementara bagi mereka selama berada di Kota Bengkulu, dan mengurus pemesanan mobil untuk transportasi pada hari Senin tanggal 22 Mei 2016 menuju ke lokasi praktek di kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara, karena praktek kali ini akan difokuskan pada perawatan medis untuk gajah dan harimau sumatera disana.

Berbagi pengalaman dengan peserta COP School Batch #6
Minggu, tanggal 22 Mei 2016 pukul 12.20 WIB adalah penerbangan saya kembali ke Bengkulu. Namun hari itu ternyata saya masih harus presentasi sekali lagi di acara COP School. Materi tersulit bagi saya untuk disampaikan, karena bukan tentang medik konservasi atau tentang satwa liar, namun kali ini saya diminta untuk berbagi cerita tentang perjalanan hidup saya bekerja untuk konservasi satwa liar baik di dalam maupun di luar negeri. Cerita ini untuk memberi inspirasi dan semangat bagi para peserta COP School yang ingin bekerja untuk konservasi satwa liar atau ingin menjadi relawan dibidang itu. Semua orang dengan latar belakang apapun dapat berkonstribusi bagi konservasi satwa liar di Indonesia. Dan yang perlu dipahami bahwa bekerja untuk konservasi satwa liar tidak selalu mudah, terkadang banyak tantangan dan permasalahan sehingga dituntut kepedulian dan pengorbanan yang tinggi serta kesabaran dan semangat pantang menyerah dalam menjalaninya. Dan jangan terlalu banyak berharap imbalan dengan apa yang telah kita lakukan, karena pekerjaan ini dilakukan dengan hati, dan dengan bahagia karena bisa menolong makhluk lainnya, memperbaiki nasibnya agar menjadi lebih baik, tanpa ditunggangi kepentingan apapun.

Saya tidak punya banyak waktu untuk diskusi dan tanya - jawab karena selesai memberikan presentasi, saya langsung menuju bandara untuk kembali ke Bengkulu. Sesampainya di Bengkulu malam hari, dan perjalanan saya selanjutnya adalah menuju ke hutan untuk penanganan gajah. Terpaksa mahasiswa FKH UGM pun saya tinggalkan dan meminta teman-teman di Kantor BKSDA Bengkulu untuk membantu pengurusan simaksi dan transportasi menuju TWA Seblat, disaat saya sendiri sudah berada di lapangan untuk gajah. Bekerja untuk satwa liar memang harus selalu siap sedia, karena permasalahan satwa liar bisa terjadi sewaktu-waktu tanpa diduga.

"Hidup ini akan menjadi lebih berarti disaat kita mampu berbagi. Begitu juga dengan pengetahuan dan pengalaman, akan menjadi lebih bermakna bila kita bisa berbagi pada sesama"