Selasa, 29 Juli 2014

Rabu, 16 Juli 2014

Let it be free


Penyelamatan beruang madu (Helarctos malayanus) dari jerat pemburu sudah dilakukan, pemeriksaan kesehatan pun telah selesai dan luka pada kaki depan sebelah kanan karena jerat sling tidak terlalu serius. Beruang pun masih bisa menapakan kakinya dan memanjat. Dan kami merencanakan untuk melepasliarkannya sesegera mungkin.

'Winnie' Sun bear (Helarctos malayanus)

Persiapan pun dilakukan. Saya menghubungi dan meminta bantuan kepada Tim PHS-KS (Perlindungan Harimau Sumatera-Kerinci Seblat) yang membantu secara teknis pelepasan beruang di salah satu hutan konservasi dibawah pengelolaan BKSDA Bengkulu. Dan mereka menyetujui. Sebelumnya PHS telah berpengalaman dalam pelepasliaran beruang madu ke habitatnya. Melakukan pemeriksaan kesehatan, pemberian deworming (obat cacing) minimal tiga hari sebelum dilepasliarkan. Juga memberikan pengobatan untuk luka jerat dengan antibiotik, antiinflamasi, analgesik, antiparasit dan supplement guna membantu mempercepat pertumbuhan jaringan dan penyembuhan serta koleksi sampel. Kemudian kami juga berkoordinasi dengan Kepala Resort KSDA setempat, Kepala Seksi Wilayah setempat juga Kepala Balai KSDA Bengkulu. Mereka menyetujui beruang madu dilepas lagi secepatnya ke lokasi yang telah kami sepakati bersama. Untuk memperkuat rencana itu pun saya telah mempersiapkan laporan medis dan rekomendasi medis bahwa beruang tersebut layak untuk dilepasliarkan segera. Tim kami juga telah mempersiapkan Berita Acara Pelepasliaran serta Surat Perintah Tugas pun sudah diturunkan. Tinggal menunggu dua hari lagi kami akan melepas beruang tersebut ke hutan konservasi.

'Rong Rong' Leopard cat (Prionailurus bengalensis)
Tidak hanya beruang madu, kami juga berencana melepasliarkan kembali seekor kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis). Dia sudah sehat sejak hampir dua tahun yang lalu dan perilakunya pun masih liar. Terlalu lama berada di kantor tanpa tujuan yang jelas dalam kandang sempit juga akan menyiksanya terus-menerus. Hutan adalah tempat tinggal yang terbaik untuknya dan bukan di dalam kandang.

Kami sudah melakukan persiapan secara matang, semua binatang liar itu sudah berada di dalam kandang angkut sebelum kami berangkat. Sehari sebelum pelepasliaran kami sudah musti berangkat karena lokasinya cukup jauh. Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini adalah semua Polhut (Polisi Kehutanan) dari Resort setempat yang berjumlah 4 orang, Penyuluh, PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) serta dokter hewan dan dibantu oleh 3 orang dari PHS-KS. Kami merencanakan berangkat untuk kegiatan pelepasliaran tersebut hari Rabu tanggal 16 Juli 2014 selesai  shubuh. Sehingga satwa liar itu bisa dilepaskan pagi. Sehari sebelumnya Selasa, 15 Juli 2014 kami sudah harus berkumpul di resort setempat untuk briefing teknis release beruang dan kucing hutan.

Tim kami sudah bersiap-siap dari pagi, menunggu dan menunggu sampai siang hari bahkan berlanjut sampai sore hari. Kondisi menjadi berubah, tiba-tiba tidak ada keputusan yang pasti. Salah seorang dari pejabat-pejabat tersebut menolak Beruang madu dilepasliarkan kembali namun tanpa alasan apapun. Lagi-lagi orang yang sama, yang tak pernah punya kebijakan yang jelas dan tak pernah konsisten. Sudah beberapa kali saya menghadapi perilakunya seperti itu dan bagi saya ini yang paling membuat kecewa banyak orang karena menyangkut nasib satwa liar. Dan yang menyedihkan lagi dia pun tak pernah mau bertanggung jawab terhadap keputusannya, membantu dan mendukung perawatan satwa selama berada di kantor pun tidak. Sepertinya selalu lepas tangan, dan bila diberi solusi yang terbaik selalu bertentangan untuk menolak tanpa alasan.

Anehnya tak pernah dia ungkapan itu sebelumnya padaku meskipun berjam-jam saya duduk bersama dan berbincang-bincang dengannya. Bisa kupahami, karena pasti saya akan mempertanyakan alasan dari keputusannya menolak, dan tentunya saya hanya akan menerima alasan yang ilmiah dan realistis. Bila tidak, dia pasti akan kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya sehubungan dengan itu untuk mengetahui alasan penolakan itu. Dan itu yang dia hindari, karena bila itu masalah besar yang menghambat rencana pelepasliaran tersebut, tentu kami akan mencarikan jalan keluarnya. Tapi bila hanya bersikap menolak tanpa mau menjelaskan alasannya tentu kami tidak bisa mencari jalan keluarnya. Bagi saya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan bila ada saling keterbukaan.

Winnie - Beruang madu
Kendala transportasi yang tidak didukung oleh otoritas sendiri sudah kami carikan jalan keluarnya. Kendaraan dinas di kantor itu jumlahnya banyak, bila tidak boleh dipakai untuk bekerja di lapangan sungguh keterlaluan, plat nomornya saja berwarna merah, itu artinya kendaraan milik negara dan yang dibeli dengan uang negara untuk bekerja dan bukan kendaraan pribadi yang dikuasai perorangan. Bila tidak ada dana sepeserpun dari otoritas yang berwenang yang memang sesungguhnya pekerjaannya untuk konservasi satwa liar dan seharusnya mendukung pengembalian satwa liar ke habitatnya, tidak masalah bila hanya sekedar untuk membeli BBM dan logistik diperjalanan, resort setempat sudah mendukung biayanya. Bila alasannya takut pelepasliaran akan memicu konflik satwa liar dengan manusia, jelas itupun juga bukan alasan. Karena pemilihan lokasi juga bukan sembarangan dan persyaratan pelepasan satwa liar juga tidak sembarangan, perilaku alami yang masih normal dan kondisi kesehatan yang baik merupakan syarat utama dan sudah terpenuhi. Kondisi habitat terjaga karena ada patroli hutan rutin, masih ada ketersediaan pakan yang melimpah dan air, itupun juga terpenuhi. Kami biasa bekerja secara profesional dan bukan yang terbiasa dengan bekerja pada proyek abal-abal, maksudnya SPJ dan laporan bagus dan lengkap namun tujuan pekerjaan yang semestinya tak tercapai. Karena hasil pekerjaan kami bisa diukur secara riil dan bukan dinilai sebatas diatas kertas saja. Di lokasi pelepasliaran tersebut juga jauh dari masyarakat, jadi akan konflik dengan siapa, apa konflik dengan perusahaan sawit asing, bukankah mereka yang merambah kawasan konservasi sehingga mempersempit habitat satwa liar disana. Jadi alasan apa lagi ? Kalaupun takut menimbulkan konflik, toh selama ini yang menangani setiap konflik satwa liar kami sendiri di lapangan, dan yang mau bertanggung jawab perawatan satwa pasca rescue juga kami sendiri meskipun kadang tidak ada dukungan dana dari pihak otoritas. Dan kemana orang yang mengatakan menolak pelepasliaran itu ? Apakah dia pernah membantu ikut bertanggung-jawab terhadap satwa liar yang terlibat konflik dan perawatan pasca konflik ? Saya bisa menjawab dengan lantang.....TIDAK ! Bahkan saat Beruang madu gagal dilepasliarkan pun tidak mau tahu akan diberi makan apa dan siapa yang akan merawatnya dan akan diletakkan dimana, tidak mungkin dia akan berada di kandang angkut yang sempit itu terus-menerus. Sikap penolaknnya sungguh tidak relevan dengan tanggung-jawabnya. Bisanya hanya menolak, namun tidak mau bertanggung jawab terhadap nasib satwa liar itu selanjutnya. Mungkin ini tulisan saya yang paling emosional.

Selama ini solusi yang selalu diberikan bahwa satwa liar hanya digunakan sebagai obyek eksploitasi dan komoditi yang menghasilkan uang namun sulit sekali mengajak berpikir untuk mendukung konservasi in-situ. Bekerja untuk konservasi satwa liar itu tidak sebatas ada di logo seragam yang kita pakai, tapi perlu dipatri dalam hati, agar kita memperlakukan binatang tidak seenaknya namun sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai hak hidup bebas di rumahnya sendiri.

" The best home for wild animal is in the wild ! "


Minggu, 13 Juli 2014

This is my Sun Bear " Winnie "



Took some photos of the bear when we did health check before release it back into the conservation forest


Winnie


Recovery after anaesthetization


Sleepy


Sleepy


Taking a nap


Eating fruit


Taking medicine


Drinking freshwater

Rescue Beruang Madu dari Jerat Pemburu Liar di Kabupaten Kaur - Bengkulu



Beruang madu (Helarctos malayanus) merupakan satwa liar dilindungi UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena statusnya sudah terancam punah, dan sudah dilindungi di Indonesia sejak tahun 1973. Merupakan beruang terkecil dibandingkan dengan kedelapan jenis beruang yang ada di dunia. Hidup di hutan tropis Asia termasuk di Pulau Sumatera dan Kalimantan.




Rabu malam tanggal 9 Juli 2014 saya mendapat telepon (emergency call) dari seorang pejabat BKSDA Bengkulu yang menginformasikan bahwa ada seekor beruang madu terkena jerat pemburu di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Kejadian tersebut baru diketahui pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB. Malam itu saya tidak jadi tidur, dan mulai mempersiapkan peralatan dan obat-obatan untuk keperluan rescue satwa liar, serta mempersiapkan peralatan pribadi dalam ransel yang berbeda, karena dalam setiap rescue satwa liar kita harus selalu berpikir bahwa kegiatan itu tidak selalu selesai dalam waktu satu hari, seringkali perlu menginap di lokasi.

Malam itu hujan deras dan tak kunjung reda, akhirnya salah satu Kepala seksi di BKSDA Bengkulu mengatakan bahwa kami akan berangkat besok pagi. Akhirnya saya manfaatkan waktu malam harinya untuk diskusi secara on line dengan kolega dokter hewan yang pernah bekerja untuk beruang guna mendapatkan informasi tambahan, selain saya sibuk membaca beberapa referensi tentang chemical restraint untuk beruang madu dan segala efek samping yang menyertainya.

Pagi itu, Kamis tanggal 10 Juli 2014, setelah selesai membuat daftar dosis obat-obatan yang akan dipakai , saya berangkat ke kantor BKSDA Bengkulu dengan membawa dua buah ransel, yakni satu berisi peralatan rescue dan obatan-obatan, satunya lagi berisi perlengkapan pribadi. Sesampainya di kantor tersebut saya bertemu dengan salah satu Kepala Seksi yang kebetulan lokasi beruang madu yang terjerat berada di wilayah kerjanya, dan untuk menanyakan dengan siapa saja saya akan berangkat hari itu. Sedikit kecewa saat mengetahui tim rescue yang akan berangkat belum ditentukan, ternyata antar pejabat di internal BKSDA Bengkulu sendiri saling melempar tanggung jawab dan ironisnya lagi tidak ada yang berani membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Tentu saya tidak mau lama menunggu sampai ada keputusan, akhirnya membuat keputusan sendiri dengan menentukan sendiri petugas siapa saja yang akan berangkat bersama saya ke lokasi kejadian. Tentu saya memilih orang-orang yang kerjanya profesional. Saya memutuskan dua orang polisi kehutanan yang juga anggota SPORC (Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat) yang sudah punya banyak pengalaman menangani penyelamatan satwa liar dan satunya lagi punya kemampuan dalam pemetaan, serta mengajak seorang pegawai baru calon PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) yang baru bekerja beberapa bulan di BKSDA Bengkulu untuk bergabung dengan maksud agar dia punya pengalaman baru dalam rescue satwa liar. Selain itu saya juga memasukan polisi kehutanan (polhut) yang bekerja di resort setempat untuk bergabung dalam rescue ini. Bagiku petugas tidak perlu banyak yang penting bisa bekerja secara efektif dan efisien baik dari segi tenaga dan dana.

Rescue Sun Bear from Poacher's Snare
Dengan menggunakan sebuah mobil patroli kehutanan dan dengan membawa kandang angkut, kami berempat berangkat menuju Kabupaten Kaur pada pukul 11.47 WIB. Sesampainya di Kabupaten Bengkulu Selatan kami menjemput seorang Polhut dan PEH yang akan ikut serta ke lokasi. Tiba di Desa Sinar Pagi, Kecamatan Kaur Selatan, Kabupaten Kaur sudah menjelang maghrib. Desa tersebut merupakan lokasi dimana beruang madu terjerat.  Lokasinya berada di perkebunan karet masyarakat, dan tak jauh dari komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Kaur yang berjarak kurang lebih 500 meter. Dari pondok warga yang memasang jerat tersebut jaraknya sekitar 150 meter. Di lokasi kami bertemu dengan kepala resort KSDA Bintuhan dan salah satu tenaga honorer disana. Kami diperkenalkan dengan pemilik pondok yang juga berprofesi sebagai penjerat babi hutan di kebun karet sekitar pondoknya. Malam itu pun saya melihat seekor babi hutan yang sudah terbunuh dan siap dijual masih tergeletak di depan pondoknya, ada bekas darah di bagian dadanya. Kami langsung mengecek kondisi beruang, binatang buas itu terlihat berontak saat melihat kami mendekatinya. Kayu pengikat jerat bagian atas telah putus dan tinggal tali sling di bagian bawah yang mengikat kaki depan bagian kiri. Beruang berusaha menggali tanah dengan cepat untuk melepaskan diri dari jerat pemburu dan mungkin juga merasa terancam karena kedatangan kami.

Mendadak muncul ide untuk lekas mengevakuasinya sebelum jerat sling benar-benar lepas dan masih menempel di kakinya, tentu bila lepas beruang masih akan berkeliaran sambil membawa jerat sling di kaki depannya bila dia berhasil melepaskan diri dari pengikat di tanah. Kami kembali menuju pondok dan membawa kandang angkut mendekat ke lokasi. Separuh jalan kandang masih bisa dibawa dengan mobil patroli namun selebihnya kami harus mengangkatnya beramai-ramai. Hari sudah gelap dan sudah waktunya berbuka puasa, namun karena tidak ada makanan dan minuman, kami tetap meneruskan pekerjaan untuk segera menyelamatkan beruang ini. Kami pun pembagian tugas, ada tim yang rescue beruang dan ada juga yang mempersiapkan logistik buat kami berbuka puasa. Saat itu saya mempunyai dua rencana guna rescue beruang ini, Plan A : yakni kandang angkut didekatkan lokasi beruang dengan pintu menghadap ke arahnya. Dengan dipancing makanan tentunya. Sedangkan Plan B : bila Plan A gagal maka akan dilakukan pembiusan. Kenapa saya menghindari pembiusan karena hari sudah gelap, keterbatasan lampu senter dan pastinya akan kesulitan monitoring vital signs selama terbius. Dan itu sangat berbahaya. Semua orang setuju dengan usulan itu.

Saat kandang angkut didekatkan, beruang berulang kali berusaha menyerang kami.  Dan juga berusaha melepaskan diri dari jerat di tanah dengan menggali tanah. Kami harus bekerja cepat sebelum beruang berhasil lepas dan menyerang. Dalam kondisi darurat seperti itu saya pun sudah menyiapkan peralatan pembiusan untuk menghindari hal-hal tak terduga. Dalam kegelapan malam kami musti terus waspada dengan beruang yang warnanya juga hitam, sulit terlihat dan gerakan beruang sangat cepat saat menyerang.

Sun Bear (Helarctos malayanus)
Untuk mengarahan beruang agar menuju ke pintu kandang, saya tidak kehabisan akal, saya mengambil ranting pohon dan saya tetesi madu, ujung ranting saya arahkan ke beruang dan ujung lainnya di depan pintu kandang. Dalam kandang pun saya tetesi madu dan juga diberi buah pepaya di ujung kandang, agar beruang benar-benar masuk kandang untuk mendapatkannya. Yesss !!! Seperti apa yang saya inginkan, beruang akhirnya menuju pintu kandang, tapi.....yang dia lakukan diluar dugaan, dia naik kandang dan menutup pintu kandang. Untuk percobaan pertama gagal. Namun kami harus segera mengulang kembali sebelum beruang melepaskan diri dari jerat, dan yang kedua kalinya berhasil. Beruang akhirnya masuk ke dalam kandang angkut dengan jerat sling masih tertanam di tanah di luar kandang. Tali jerat berupa sling kawat kopling motor. Kondisi kaki yang terjerat tidak ada luka yang serius dan tidak mengakibatkan kaki membusuk sehingga untuk sementara waktu jerat masih melekat dikakinya tidak akan menghambat peredaran darah karena jerat tidak ketat. Kami segera memotongnya, kemudian menutup kandang dan mengangkut kandang menuju mobil. Menutup kandang sangat penting bila melakukan rescue pada satwa yang masih liar untuk mengurangi stress karena lingkungan sekitarnya. Kandang angkut kami naikan ke mobil patroli dan membawanya ke pondok penjerat babi hutan yang juga penjerat beruang madu tersebut.

Breaking Fast
Salah satu petugas memberi makan dan minum pada beruang karena sudah tiga hari kehausan dan kelaparan tentunya. Setelah semua pekerjaan selesai, sekitar pukul 20.00 WIB kami berbuka puasa bersama dengan makanan dan minuman yang telah dibeli. Dan salah satu orang dari kami menginterogasi pelaku.

Rencana semula bahwa setelah dilepaskan dari jerat bila kondisi kaki yang terjerat tidak busuk dan tidak cacat maka akan langsung kami lepasliarkan kembali. Namun karena informasi dari pelaku bahwa masih banyak orang yang berburu di sana tidak hanya babi hutan tetapi juga kijang, harimau dan beruang maka rencana tersebut kami batalkan. Menurut pengakuan salah satu warga yang kami jumpai di lokasi bahwa dulu di daerah tersebut juga masih sering dijumpai harimau namun setelah adanya pembukaan hutan untuk keperluan perkebunan dan komplek perkantoran Kabupaten Kaur, harimau itu sudah tidak terlihat lagi. Yaa..begitulah, pikirku. Hal seperti itu terjadi dimana-mana, pembukaan hutan habitat harimau, perburuan satwa mangsa terus-menerus juga akan berefek langsung pada harimau, pemburu harimau akan lebih mudah mendapatkannya saat hutan telah dibuka atau mendorong harimau untuk mencari mangsa di lokasi yang masih tersedia satwa mangsa. Dan menurut pengakuan kepala resort bahwa di waktu yang bersamaan juga sedang terjadi konflik antara harimau dan manusia di empat lokasi. Tentu ini akan semakin sering terjadi bila pengrusakan habitat harimau masih terus terjadi.

Winnie - Sun Bear at BKSDA Bengkulu

Akhirnya malam itu juga kami membawa beruang kembali ke Kota Bengkulu untuk mendapatkan perawatan sementara dan pemeriksaan medis sebelum dilepasliarkan kembali sesegera mungkin. Tiba di kota Bengkulu hari Jumat tanggal 11 Juli 2014 esok harinya sekitar pukul 05.00 pagi. Bekerja untuk konservasi satwa liar memang tidak mengenal waktu dan kita tidak bisa menuntut materi untuk mengganti waktu dan tenaga kita yang terpakai seperti halnya buruh-buruh pabrik/ perusahaan. Bekerja dengan satwa liar perlu ketulusan dan empati dan tidak semua waktu bisa dihargai dengan materi, cukup kepuasan pribadi karena telah membantu makhluk lainnya yang membutuhkan uluran tangan manusia.

Rabu, 09 Juli 2014

My favorite photos with my favorite animal......Tigerrrrrr !



Playing with tigers. This was an unforgetable experience in my life with this beautiful creatures. Really loooooove it so much.
























































Photo by Giles Clark & Amber Gillett

Selasa, 08 Juli 2014

Zoo Check - Taman Remaja Kota Bengkulu



Hari itu tanggal 30 Juni 2014, saya bersama seorang teman R. Tri Prayudhi (Kojek) dari Animals Indonesia mengunjungi Taman Remaja di Kota Bengkulu. Taman Remaja tersebut berupa sebuah Taman Satwa dibawah pengelolaan Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Bengkulu atau Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu. Ini bukan pertama kalinya kami mengunjungi tempat ini, beberapa tahun sebelumnya kami juga pernah ke tempat ini hanya sekedar untuk melihat kondisi satwa liar disana.  Selain sebagai tempat rekreasi di Kota Bengkulu, beberapa tahun silam Taman Remaja juga pernah digunakan sebagai tempat penitipan satwa liar hasil penyitaan BKSDA Bengkulu dari kepemilikan illegal, perdagangan illegal juga konflik dengan manusia. Satwa liar yang dititipkan perawatannya berupa buaya muara, trenggiling, ular phyton dan lainnya.

Primata
Siamang Gibbon (Symphalangus syndactylus)
Dari tahun ke tahun kondisi satwa liar disana tidak jauh berubah setelah 10 tahun berlalu, ini kami bandingkan saat kami ke tempat itu pertama kali sampai kembali lagi melihat kondisinya di akhir bulan Juni 2014. Seekor siamang (Symphalangus syndactylus) masih tetap di dalam kandangnya semula yang berdampingan dengan kandang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Namun Macaca tersebut sedikit beruntung mempunyai kandang yang lebih luas dengan kondisi jauh lebih bersih. Berbeda dengan kandang siamang yang berdinding tembok sehingga sirkulasi udara terbatas. Meski beratap dan tidak kepanasan di siang hari dan kehujanan namun kandangnya sempit penuh dengan kotoran dari fecesnya sendiri juga bekas makanan, bahkan yang memprihatinkan lagi lantainya dipenuhi oleh sampah plastik dan tampaknya tidak dibersihkan. Tidak ada environmental enrichment didalamnya, hanya ada shelter dari semen di dinding kandang, pergerakannya hanya terbatas di jendela berjeruji besi dan ke tempat shelter, sedangkan bagian lainnya dari kandang telah dipenuhi oleh feces dan sampah bekas makanan dan plastik sehingga siamang pun enggan untuk menginjak lantai yang kotor tersebut. Tampaknya juga tidak tersedia air minum ad libitum (yang tersedia sepanjang hari).

Long tail Macaque (Macaca fascicularis)
Di samping kandang Macaca tersebut masih ada kandang lainnya yang juga berisi Macaca fascicularis dengan kondisi jauh lebih mengenaskan. Salah seekor Macaca jantan berada dalam kandang besar dengan kondisi diikat rantai pendek di lehernya sehingga pergerakannya terbatas. Tampak alat kelaminnya terpotong. Di tempat ini ada sekitar 5 ekor monyet ekor panjang, masing-masing diletakkan dalam kandang besar yang berdampingan. Tidak ada environmental enrichment dan tempat minum di dalamnya. 

Selain itu masih ada koleksi primata lainnya yakni dua ekor siamang yang diletakan di kandang berbeda dan tidak berdekatan dengan primata ini. Kondisinya pun tak jauh berbeda, yakni di dalam kandang tampak kotor penuh sampah plastik menutup lantai. Pengunjung pun bisa berinteraksi langsung / bersentuhan dengan siamang ini. Banyak orang tidak menyadari bahwa primata punya potensi menularkan penyakit zoonosis yang berbahaya ke manusia dan juga sebaliknya, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri juga parasit. Diantaranya adalah Cercopithecinae Herpes Virus (CVH-1) yang ditularkan melalui air liur lewat gigitan atau cakaran; dan yang lebih berbahaya lagi adalah Simian Immunodeficiency Virus (SIV), yang punya potensi menularkan ini adalah monyet ekor panjang dan beruk yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun; kemudian virus Hepatitis B yang bisa ditularkan oleh orangutan dan gibbon; juga Tuberculosis (TB), penularannya penyakit ini sangat mudah, TB yang menyerang manusia sama dengan TB yang menyerang primata. Sehingga perlu diwaspadai berdekatan/ bersentuhan dengan primata apalagi yang tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara berkala. 

Agile Gibbon (Hylobates agilis agilis)
Di kandang besar yang berjauhan dengan kandang primata lainnya terdapat seekor Owa Sumatera (Hylobates agilis agilis). Kandang cukup besar berlantai tanah yang tertutup rumput, ada shelter seperti goa di bagian tengah. Kandang tersebut dikelilingi parit berisi air dan pagar tembok. Namun sayangnya tidak dilengkapi dengan environmental enrichment agar owa bisa beraktivitas seperti di habitat aslinya. Tidak adanya enrichment membuat owa tersebut sering terlihat berjalan di tanah, tidak ada pohon untuk dipanjat dan berayun. Saat kami melihatnya primata ini sedang mencari sisa-sisa makanan yang hanyut di dalam parit, serta berjalan-jalan diantara rerumputan tinggi untuk mencari serangga.

Makanan primata ini di alam berupa buah, daun, bunga dan beberapa jenis serangga kecil. Pada umumnya Owa makan sambil bergelantungan pada dahan dan memetik satu per satu buah, biji, bunga atau daun muda. Pemeliharaan satwa liar yang tidak berdasar pada behavior (perilaku alaminya) memaksa satwa untuk berubah perilakunya.

Griffith Silver leaf monkey
(Tracypithecus cristatus)
Di dekat pintu masuk ada kandang kecil berisi seekor Lutung (Tracypithecus (cristatus) villosus). Usianya masih remaja. Ada tali plastik melingkar di lehernya. Kandang terlalu kecil untuknya, hanya ada ranting kering untuk enrichment. Sepertinya tidak ada pemeriksaan kesehatan pada satwa liar di tempat itu, baik pemeriksaan pada satwa yang baru datang maupun pemeriksaan rutin bagi satwa liar penghuninya. Bila ada pemeriksaan kesehatan mungkin tali plastik itu tidak lagi melingkar di lehernya.

Mammalia jenis lainnya yang dikoleksi adalah satwa eksotik yakni Rusa totol (Axis axis) sebanyak 2 ekor berada di kandang besar berdekatan dengan kandang monyet ekor panjang. Juga terdapat Rusa Sambar (Cervus unicolor), yakni rusa yang berasal dari Sumatera. Rusa jantan ini ukurannya besar hampir sebesar sapi. Tidak ada pasangan dalam kandang sehingga tidak bisa berkembang biak. 

Beberapa tahun tidak mengunjungi tempat ini sudah banyak yang berubah terutama penempatan satwa liar koleksinya, juga jenis satwa liar yang ada di dalamnya. Ada yang sudah tidak ada lagi seperti yang kulihat sebelumnya dan ada juga koleksi baru seperti lutung, siamang, owa, rusa sambar dan burung hantu.

Reptil
Koleksi reptil yang ada di Taman remaja ini ada Buaya muara (Crocodylus porosus), 3 ekor biawak, kedua jenis satwa liar itu kondisinya obesitas.  Kandang besar yang di dalamnya terdapat kolam melingkar berisi air keruh, selain itu juga ada kura-kura.

Aves
Disamping kandang burung paling besar di Taman Remaja terdapat kandang kecil yang letaknya berdampingan berisi seekor Julang mas (Aceros undulatus) yang tampaknya tidak bisa terbang dan terdapat seekor burung Pelikan. Kondisi burung Julang mas yang menyedihkan, berdiri di sudut kandang dengan mulut dibuka dan dikeluarkan dari sela-sela jeruji kandang. Cukup lama kami berada di depan kandang itu dan mengamatinya, sepertinya dia tetap berada di tempatnya tanpa ada keinginan untuk berpindah tempat. Ada apa dengannya ? 

Spizaetus cirrhatus (Changeable-Hwak Eagle)
Tiga ekor jenis elang juga menghuni Taman Remaja ini, yakni Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Ular bido (Spilornis cheela) dan Elang Hitam (Ictinaetus malayensis). Semua jenis elang ini termasuk satwa liar dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, begitu juga dengan Julang mas.

Kondisi elang brontok dan elang hitam tidak bisa terbang, bahkan elang brontok tidak mau berdiri dengan posisi seperti ayam mengeram terus-menerus. Hanya elang ular bido yang bisa bertengger di ranting kering yang ada di dalam kandang. Elang brontok ini terletak satu kandang dengan elang ular bido, sedangkan elang hitam terletak terpisah berdampingan dengan kandang burung hantu. 

Burung hantu adalah salah satu satwa nocturnal atau aktif di malam hari, namun kandang yang diberikan tidak jauh berbeda dengan kandang burung lainnya yang aktif di siang hari. 

Pengelolaan satwa liar seharusnya berpedoman pada perilaku alami satwa di alam serta pakan alaminya selain itu juga diperlukan perawatan kesehatan secara berkala. Untuk itu adanya pengkayaan kandang (enrichment) mutlak dibutuhkan, karena satwa dalam kurungan itu seperti orang dipenjara, semakin lama tanpa aktivitas akan menjadi bosan. Bosan adalah pemicu stress, sedangkan stress yang berkepanjangan tentu mempengaruhi kesehatan satwa. Dengan adanya enrichment bisa mengurangi rasa bosan karena ada fasilitas untuk membuat satwa menjadi sibuk beraktifitas. Begitu juga dengan pakan, bila tidak sesuai dengan pakan alaminya juga akan berpengaruh terhadap selera juga kesehatannya. Sedangkan perawatan kesehatan diperlukan untuk memastikan bahwa satwa tersebut bebas dari penyakit terutama penyakit zoonosis yang bisa ditularkan ke manusia atau satwa lainnya, sehingga aman bagi petugas dan pengunjung.


Pemeliharaan satwa yang sembarangan tidak hanya menyiksa satwa dalam jangka waktu lama, namun juga tidak memenuhi prinsip-prinsip animal welfare (kesejahteraan hewan). Satwa liar dalam kurungan kualitas hidupnya sangat tergantung pada manusia yang merawatnya, tentu saja juga harus didukung dengan fasilitas dan dana yang mencukupi dari pihak berwenang. Dasar hukumnya jelas yakni Permenhut Nomor P.31/ Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi Ex-situ, semua kriteria untuk memelihara satwa liar diluar habitat aslinya untuk tujuan wisata ada di peraturan perundangan tersebut.

Jangan jadikan satwa liar hanya sebagai obyek semata untuk mendatangkan uang, namun diperlukan juga empati dan kepedulian manusia yang merawatnya agar kualitas hidup satwa lebih baik meski berada dalam kandang. Bekerja dengan satwa liar harus dengan hati, tidak bisa hanya berorientasi uang semata. 

They need people who care about their life and their future, please help them for better life !!!