CATATAN PERJALANAN
Perjalanan dari Western Australia ke Queensland
Pagi itu pukul 06.00 waktu Perth saya telah dijemput oleh taxi di apartement saya yang berada di Charles ST, tak jauh dari lokasi Kebun Binatang Perth. Hari itu saya akan menuju airport dan selanjutnya melakukan penerbangan menuju ke Brisbane, Queensland, yakni negara bagian lainnya di benua Australia yang terletak di ujung timur. Hmmm.....sepertinya hari itu saya akan melintasi benua Australia dari ujung barat ke ujung timur dengan menggunakan penerbangan Qantas. Dan saya pun tidak perlu membayar ongkos taxi, karena semua sudah ditanggung biayanya oleh Perth Zoo, hanya tinggal tanda-tangan di bill kemudian sopir taxi akan melakukan tagihan ke Perth Zoo atas jasa taxi yang saya pakai. Penerbangan saya pun dari Perth menuju Brisbane juga telah disediakan oleh Australia Zoo, sehingga saya tinggal berangkat saja tanpa mengeluarkan biaya apapun :)
Siang itu saya sampai juga di Brisbane, airport tidak terlalu ramai. Saat saya sedang menunggu bagasi, tiba-tiba seorang wanita kulit putih menyapa saya, "Are you, Yanti ?" Spontan saya menoleh padanya, "Yes, I am." Dari seragam yang dipakainya saya langsung mengenali bahwa dia bekerja di Australia Zoo dan saya langsung tahu bahwa dialah yang menjemput saya di Brisbane, Dr. Amber Gillett yakni dokter hewan dari Australia Zoo Wildlife Hospital. Mungkin dia juga langsung bisa mengenali saya karena saya berwajah Asia diantara para orang kulit putih yang ada di sekitarku, dan kebetulan saya juga menggunakan identitas dengan memakai T-Shirt 'Tiger Protection and Conservation Unit - Kerinci Seblat National Park' dengan logo TNKS dan FFI. Karena TPCU merupakan salah satu project konservasi harimau di Sumatera yang disupport oleh Australia Zoo.
Sebelum menuju ke Australia Zoo yang berada di Beerwah, Amber mengajak saya mampir ke klinik dokter di Brisbane, saat dia sedang berobat, saya menunggu di cafe di lokasi tersebut sekalian membeli roti untuk makan siang. Setelah lama menunggu akhirnya dia muncul juga, dan kami melanjutkan perjalanan menuju Beerwah. Di tengah perjalanan kami harus berhenti karena ada badai, diluar kaca jendela mobil tampak salju turun, padahal saat itu sudah menjelang musim panas, dan yang membahayakan lagi hujan balok es ukuran kecil-kecil seperti kerikil berjatuhan, menurut Amber kadang itu bisa menyebabkan kaca mobil pecah. Sambil menunggu badai reda, saya sibuk memotretnya, bagi saya itu adalah obyek yang menarik untuk difoto :)
Hari sudah malam saat kami sampai di lokasi Australia Zoo, kami berhenti di depan areal Karantina Harimau dimana seoarang kawan lainnya berada, Giles Clark telah menunggu. Kemudian dia muncul menyapa kami. Saya sudah mengenal dia sebelumnya, saat bertemu di sebuah workshop di Jambi, Sumatera. Dan dialah yang memfasilitasi saya untuk bisa menjadi volunteer di Australia Zoo Wildlife Hospital atas rekomendasi seorang teman yakni Debbie Martyr yang bekerja di Fauna and Flora International untuk konservasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Tempat Tinggal
Setelah berbincang-bincang sebentar, akhirnya kami berdua meninggalkannya dan menuju tempat tinggal Amber. Sebelumnya Giles memang memberitahu saya via email bahwa saya akan tinggal bersama Amber dan juga dua staff Australia Zoo lainnya, yakni Julie Tasker yang bekerja sebagai front office di Wildlife Hospital dan Pete bekerja sebagai kangaroo keeper, selama saya berada di Beerwah. Rumah yang akan saya tinggali seperti perumahan, tertata rapi dan lumayan jauh dari pintu masuk kebun binatang Australia, meskipun arealnya bersebelahan. Dan trasnportasi satu-satunya yang bisa diandalkan memang harus memiliki kendaraan sendiri, karena untuk keluar jalan raya terlalu jauh. Saya pun untuk menuju Wildlife Hospital setiap hari menumpang mobil Amber, dan bila dia sedang libur, saya ganti menumpang mobil Julie. Tidak hanya saya, tapi masih ada seorang dokter hewan yang juga mahasiswa di Murdoch University - Western Australia yang kebetulan sedang melakukan research di Wildlife Hospital juga menumpang mobil yang sama, dia akan menunggu di pinggir jalan saat kami berangkat.
Setelah berbincang-bincang sebentar, akhirnya kami berdua meninggalkannya dan menuju tempat tinggal Amber. Sebelumnya Giles memang memberitahu saya via email bahwa saya akan tinggal bersama Amber dan juga dua staff Australia Zoo lainnya, yakni Julie Tasker yang bekerja sebagai front office di Wildlife Hospital dan Pete bekerja sebagai kangaroo keeper, selama saya berada di Beerwah. Rumah yang akan saya tinggali seperti perumahan, tertata rapi dan lumayan jauh dari pintu masuk kebun binatang Australia, meskipun arealnya bersebelahan. Dan trasnportasi satu-satunya yang bisa diandalkan memang harus memiliki kendaraan sendiri, karena untuk keluar jalan raya terlalu jauh. Saya pun untuk menuju Wildlife Hospital setiap hari menumpang mobil Amber, dan bila dia sedang libur, saya ganti menumpang mobil Julie. Tidak hanya saya, tapi masih ada seorang dokter hewan yang juga mahasiswa di Murdoch University - Western Australia yang kebetulan sedang melakukan research di Wildlife Hospital juga menumpang mobil yang sama, dia akan menunggu di pinggir jalan saat kami berangkat.
Sweety, yang menemaniku tidur setiap malam |
Dia selalu tidur diatas selimutku seperti ini |
Makanan
Di rumah itu, kami semua masak sendiri, tinggal beli bahan makanan di supermarket dan dimasak sendiri, di dapur telah tersedia kompor listrik, refrigerator untuk menyimpan bahan makanan, microwave-oven, dll. Kebetulan saya juga sedang tidak berpuasa, saat itu bulan ramadhan, sehingga memang harus belanja dan memasak sendiri. Karena bahan makanan yang tersedia di supermarket dan yang sesuai dengan selera lidahku terbatas, saya hanya membeli beras yang sudah dipacking dalam plastik kecil sekitar 1 kg (produk Thailand), indomie (produk Indonesia), telur, sayuran, mentega dan bumbu instan. Di hari pertama saya tidak memasak untuk bekal bekerja, memilih membeli french fries (kentang goreng) seharga AUD 20 (20 Australian Dollar) untuk makan siang saya di wildlife hospital, karena porsinya terlalu banyak saya tidak sanggup untuk menghabiskannya. Kebiasaan disana, kami biasa berbagi makanan, bila tidak habis kawan lainnya yang akan membantu menghabiskan makanan kita. Akhirnya seorang Vet Nurse menawarkan diri untuk menghabiskan makanan saya. Di tempat ini makan siang saya lebih bervariasi dibandingkan saat saya tinggal di Perth-Western Australia, setiap makan siang hanya makan 6 buah nugget dan sebungkus kecil french fries yang saya beli dari cafe di dalam zoo dengan harga miring yakni AUD 7, itu harga khusus untuk staff dan volunteer di zoo tersebut. Bila dijual untuk umum seharga AUD 10, hanya kadang-kadang saja saya makan di restoran Malaysia disekitar zoo dengan menu dan cita rasa masakannya tidak jauh beda dengan Indonesia tetapi tentunya harganya pun cukup mahal sekitar AUD 20-25 per porsi (kurs rupiah per dollar Australia pada saat itu berkisar antara Rp. 8000 - Rp. 9000). Dan terkadang ditraktir kawan animal keeper dengan membelikan sepotong roti untuk makan siang :)
Di hari kedua dan selanjutnya saya selalu masak sendiri, begitu juga untuk makan siang saya sudah menyiapkannya dari rumah (membawa bekal dari rumah), seperti nasi goreng, omelet telur, mie goreng, dll yang praktis memasaknya dan cocok dengan lidah saya, setiap pagi memasak untuk sarapan sekalian untuk bekal makan siang, malam harinya baru masak lagi. Seringkali untuk makan malam saya mendapatkan makanan dari kawan-kawan serumah bila kebetulan mereka membeli makanan dari luar dalam porsi banyak sehingga masih ada sisa untuk dibagi-bagi ke kawan serumah lainnya, atau kadang mendapat undangan makan malam dari beberapa teman. Berbeda dengan di daerah sendiri, bila mendapat undangan makan malam bersama tidak berarti kita akan makan gratis, tetapi semua tetap bayar sendiri-sendiri hanya makannya secara bersama-sama dengan banyak teman. Tapi karena saya orang asing, terkadang mereka menawarkan diri untuk membayar makanan dan minuman saya :)
Suatu hari, saya mendapat makanan dari Julie, karena dia akan pulang ke Brisbane maka makanannya diberikan pada saya. Disana makanan cepat dingin. Malam itu saya ingin memanaskan makanan sebelum makan malam, dan karena saya lupa, makanannya pun hangus dan asap dimana-mana memenuhi ruangan. Spontan kawan-kawan saya keluar dari kamarnya dan menanyakan, "What's going on, Yanti ?" Saya jadi merasa bersalah dan meminta maaf 'Ooh....I've made trouble', akhirnya Pete membantu saya membersihkan dapur.
Relawan Dokter Hewan di Wildlife Hospital
Ruang Rawat Inap Koala |
Ruang Rawat Inap Koala dilengkapi dengan biosecurity |
Volunteer sedang bekerja di ruang rawat inap koala |
Kandang koala terdapat dalam satu bangunan yang disekat-sekat dengan dinding kawat, setiap kandang dilengkapi dengan enrichment didalamnya dan makanan alami koala diletakkan seperti pohon hidup. Setiap pintu masuk ruangan dilengkapi dengan biosecurity baik untuk mencuci kaki maupun tangan, masing-masing diletakkan di depan pintu yang kami lewati. Kami mengecek satu persatu pasien, dan itu rutinitas setiap hari. Tidak hanya koala, tetapi ada juga burung, penyu, kanguru dan satwa-satwa native Australia di kandang lainnya yang terpisah.
Australia Zoo Wildlife Hospital |
Kesan saya pertama memasuki rumah sakit itu, ramai dan sangat sibuk serta terkesan sempit karena banyak sekali peralatan medis yang memenuhi ruangan, mulai dari front office, lemari obat, laboratorium, peralatan radiologi, meja periksa dan meja bedah, peralatan anaesthesia, yang semuanya itu terletak dalam satu ruangan besar, kemudian ada nursery dan ruang rawat inap untuk beberapa satwa seperti koala, kanguru, burung dan ular yang memerlukan inkubator dan fluid therapy, juga di ruangan lainnya terdapat peralatan sterilisasi dan toilet. Selain itu masih ada lokasi lagi ruangan kerja dokter dan vet nurse serta perpustakaan. Bisa dibayangkan ramainya seperti apa. Setiap hari banyak sekali pasien yang datang hasil rescue yang dilakukan oleh masyarakat maupun tim Australia Zoo Rescue Unit dan ratusan yang rawat inap dan memerlukan kontrol serta pengobatan setiap hari. Setiap pasien satwa liar hasil rescue yang baru datang masing-masing diberi nama, dan ada pasien baru yang diberi nama Yanti seperti namaku....hehe! Sebelumnya saya telah menonton aksi mereka di televisi Indonesia yang membuat saya kagum dengan aksi-aksi yang mereka lakukan, dan akhirnya saya pun mendapat kesempatan untuk terlibat langsung bekerja dengan mereka melakukan rescue satwa liar di Queensland, benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Bersama Koala bernama Tony yang mengalami fracture |
Kami hanya punya waktu istirahat siang hari disaat makan siang, itu sekaligus waktu untuk istirahat sejenak dan ngobrol santai dengan kawan. Diluar waktu itu dari pagi sampai sore bahkan malam terus-menerus melakukan pemeriksaan pasien yang baru datang dan therapy satwa liar. Bahkan terkadang juga ada panggilan untuk menangani satwa-satwa yang berada di enclosure Australia zoo. Bekerja di rumah sakit itu benar-benar merasakan capek yang luar biasa, semuanya bekerja keras dari tenaga fisik sampai pikiran.
Pemandangan sekitar yang membuat saya terpesona, hampir setiap hari saya melihat masyarakat datang ke rumah sakit mulai dari anak-anak sampai orang dewasa bahkan para lansia, dari yang berpenampilan menarik sampai yang berwajah preman, dengan wajah cemas mereka datang ke rumah sakit sambil membawa satwa liar yang mereka temukan di jalan raya atau di tempat manapun dan perlu mendapatkan pertolongan segera, mulai dari burung, kadal, possum, kanguru, koala, ular, dll. Mereka ingin menyelamatkan satwa itu, yang terkena badai, tertabrak mobil, digigit anjing, dan berbagai penyebab lainnya. Kesadaran masyarakat cukup tinggi terhadap perlindungan satwa liar disana. Bila menjumpai satwa yang sakit dan korban kecelakaan mereka tidak akan berdiam diri dan tidak peduli, tetapi mengambilnya untuk dibawa ke rumah sakit satwa liar atau dengan cara menelpon rumah sakit satwa liar ataupun tim rescue untuk menyelamatkannya. Hampir setiap hari saya selalu mengamati pemandangan seperti itu. Dan mereka terkadang tidak begitu saja pulang setelah mengantarkan satwa liar ke rumah sakit, tetapi juga sabar menunggu saat dokter hewan memeriksanya, mengobatinya bahkan melakukan bedah, dan menunggu penjelasan dari dokter hewan tentang kondisi satwa yang mereka bawa apakah bisa disembuhkan ataukah harus dieuthanasia untuk mengurangi penderitaannya karena terlalu parah. Kesadaran terhadap konservasi satwa liar telah diajarkan oleh para orangtua sejak usia dini, karena tidak sedikit anak-anak kecil yang datang membawa satwa liar ke rumah sakit yang didampingi orangtuanya. Sambil memperhatikan, saya pun sambil berkhayal seandainya di negaraku masyarakatnya juga punya kesadaran seperti itu terhadap satwa liar disekitarnya. Namun faktanya hanya sebagian kecil saja mereka yang benar-benar peduli satwa liar dibandingkan yang tidak peduli.
Dr. Stacey bersama Vet Student |
Dr. John sedang melakukan bedah orthopedic pada burung |
Koleksi sampel darah gajah |
Aloe vera untuk obat luka infeksi |
Pemandangan menggelikan yang terlihat sehari-hari di rumah sakit, yakni bila ada dokter hewan yang akan melakukan pemeriksaan radiologi, cukup teriak "X-Ray', yang lainnya akan serentak menyingkir keluar ruangan semua meninggalkan kegiatan yang sedang dilakukan atau bersembunyi untuk menghindari terkena radiasi. Dan setiap saat kami pun harus siap-siap diusir bila ada yang akan melakukan X-Ray, karena tidak tersedia ruang khusus yang tertutup untuk pemeriksaan radiologi dan terpisah dari ruangan lainnya di rumah sakit itu.
Bila sedang tidak banyak pasien, kami punya waktu untuk duduk dan istirahat sejenak, saya lebih suka menggunakan waktu itu untuk melihat buku-buku yang tertata rapi di dekat kandang-kandang rawat inap untuk saya baca dan catat bila ada yang penting. Saat di Perth zoo, saya bisa langsung foto copy sendiri karena di Exotic Office-nya tersedia mesin foto copy yang bebas untuk digunakan, tapi di wildlife hospital itu tidak tersedia, jadi musti rajin membaca dan mencatat.
Terkadang disaat senggang dan ingin bersantai, saya memilih untuk keluar ruangan karena di dalam rumah sakit suhunya sangat dingin dan membuatku menggigil dan tulang-tulang terasa linu. Dan bila ruangan rumah sakit tidak dibuat dingin, mereka yang ganti tidak bisa bekerja karena kepanasan, kata mereka.
Saya lebih memilih duduk-duduk di teras dengan udara luar yang lebih hangat, biasanya ditemani oleh burung parot yang pandai bicara yang dilepaskan di halaman depan rumah sakit dan suka menirukan kami bicara, juga sering ditemani seorang dokter hewan yang merupakan mahasiswa S2 dari Murdoch University yang sedang research penyakit koala di rumah sakit itu. Tapi biasanya kami lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang sifatnya pribadi, dan bukan tentang medis dan pekerjaan. Ternyata dia juga pernah berkunjung ke Lampung, Sumatera untuk research parasit pada badak sumatera.
Saya membayangkan bila seandainya di Bengkulu memiliki wildlife clinic seperti itu, semua peralatan medis yang dibutuhkan tersedia, alangkah semua menjadi lebih mudah dalam menangani satwa liar. Pasien yang datang langsung ditangani dengan cepat, ada dokter hewan yang dibantu oleh vet nurse dan volunteer dari vet student. Bila diagnosa dari hasil anamnesa, pemeriksaan umum dan gejala klinis masih kurang jelas dan diperlukan penegakan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium, bisa langsung dilakukan pemeriksaan karena fasilitas untuk itu pun sudah tersedia dan bisa langsung dilihat hasilnya saat itu juga, kemudian baru diputuskan, therapy apa yang akan dilakukan dan bahkan apa perlu tindakan euthanasia untuk mengurangi penderitaannya bagi yang kemungkinannya kecil untuk bisa diselamatkan. Melihat pemamandangan seperti itu setiap hari, muncul rasa cemburu, seandainya kami di Indonesia memiliki peralatan seperti itu, banyak yang bisa dilakukan oleh dokter hewan Indonesia yang bekerja untuk satwa liar di habitatnya.
Seorang praktisi dokter hewan pasti mempunyai keinginan yang sama, yakni memiliki fasilitas yang menunjang pekerjaannya untuk kepentingan pengobatan. Mungkin tak banyak orang tahu bahwa terkadang kami sebagai dokter hewan bisa menjadi emosional bila menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi kami bisa berbuat sesuatu untuk mengobati satwa sesegera mungkin tetapi disisi lainnya kami terhambat karena tidak mempunyai peralatan yang memadai di lapangan sehingga satwa tidak bisa diselamatkan. Biasanya hal-hal seperti itu yang membuat kami merasa sangat bersalah yang mendalam karena tidak bisa berbuat banyak.
"Yes, maybe I'm crazy"
Membuatku teringat lagi, kenapa saya bisa sampai berada di tempat ini, di Australia Zoo Wildlife Hospital. Sekitar 6 bulan sebelumnya, saya diminta untuk rescue harimau terjerat di sebuah perkebunan karet dan kakao PT. Mercu Buana yang berlokasi di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara. Itu adalah pengalaman saya untuk pertama kalinya menangani harimau sumatera, dan sekarang sudah 11 ekor harimau sumatera yang telah saya tangani, belum termasuk macan dahan dan kucing jenis lainnya. Saat itu saya hanya memiliki obat bius, yakni Xylazine 2% dan Ketamine 10% saja. Peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk rescue satwa liar saya tidak punya dan institusi tempat saya bekerja pun tidak punya, seperti blowpipe, blow syringe, blow needle, obat-obatan emergency seperti antidote, diazepam, doxapram, epinephrine, antibiotic, meloxicam, dan lain-lain. Dan tidak memungkinkan lagi untuk mencari kekurangan peralatan dan obat-obatan dalam setiap rescue harimau secara mendadak, karena akan mengakibatkan harimau hilang diambil pemburu sebelum tim rescue sampai ke lokasi. Dalam perjalanan saya meminta kawan-kawan saya untuk membantu membuat imitasi blowsyringe, needle dan blow pipe dari pipa paralon, dan yang kami dapatkan dari toko pun tidak sesuai dengan ukuran yang kami butuhkan. Masyarakat, polisi, tentara, karyawan perusahaan mendesak saya untuk cepat melakukan pembiusan karena jerat sling tampak seperti hampir putus, tanpa mereka peduli apakah peralatan bius saya sudah siap dipakai apa belum. Mereka melupakan satu hal, bahwa yang kami hadapi di depan mata itu adalah seekor harimau liar yang tidak bisa didekati bahkan dipegang begitu saja dan sangat agresif karena terluka. Mereka terus mendesak saya untuk cepat melakukan pembiusan sebelum jerat putus. Semua orang yang ada dibelakang saya sudah berada di atas pohon karet untuk menyelamatkan diri, tinggalah saya ditemani oleh seorang tentara dari koramil Ketahun dan polisi kehutanan berada dibawah dan diguyur hujan deras. Kami menyumpit bergantian, tetapi lagi-lagi tidak berhasil karena pipa paralon yang dipakai diameternya terlalu lebar dan blowsyringe bocor. Lagi-lagi mereka yang menonton kami dan berada di tempat aman hanya bisa berteriak agar saya cepat melakukan pembiusan. Lalu, saya meminta tentara tersebut untuk melindungi saya dari belakang, saya mengatakan, "saya akan suntik bius harimau itu pakai tangan saja". Mereka tampak heran dengan ucapan saya. Beberapa orang saya minta untuk berada di depan harimau untuk mengalihkan perhatian agar fokus kepada mereka, kemudian saya bersama seorang tentara mengendap-endap dari belakang harimau tersebut, dengan gerakan cepat saya berhasil menyuntikan obat bius ke bagian pantatnya, dan langsung menyelamatkan diri sesaat setelah harimau tersebut menoleh ke arahku untuk siap menyerang. Akhirnya harimau yang kami beri nama Putri Buana itupun berhasil diselamatkan dari jerat pemburu. Tapi dibalik itu, saya mendapat kritikan keras dari banyak orang, "Yanti, you're crazy." Sebenarnya, bukan masalah saya telah bertindak gila atau tidak, tapi karena kondisi fasilitas medis yang tidak memadai, kondisi sekitar saya yang terus mendesak tanpa peduli apakah peralatan yang saya miliki tersedia apa tidak, menurut saya itu bukan tindakan gila, tapi tindakan nekat karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik untuk dilakukan. Tindakan ceroboh yang saya lakukan itulah, akhirnya membawa saya mendapatkan beasiswa dan kesempatan untuk belajar rescue dan penanganan satwa liar di Australia Zoo Wildlife Hospital.
Bedah tulang |
Seorang praktisi dokter hewan pasti mempunyai keinginan yang sama, yakni memiliki fasilitas yang menunjang pekerjaannya untuk kepentingan pengobatan. Mungkin tak banyak orang tahu bahwa terkadang kami sebagai dokter hewan bisa menjadi emosional bila menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi kami bisa berbuat sesuatu untuk mengobati satwa sesegera mungkin tetapi disisi lainnya kami terhambat karena tidak mempunyai peralatan yang memadai di lapangan sehingga satwa tidak bisa diselamatkan. Biasanya hal-hal seperti itu yang membuat kami merasa sangat bersalah yang mendalam karena tidak bisa berbuat banyak.
"Yes, maybe I'm crazy"
Rescue harimau Putri Buana dari jerat pemburu di Bengkulu |
Jalan-Jalan ke Australia Zoo
Ruang Karantina
Kedua dokter hewan sama-sama penyuka big cat yang sedang bermain dengan pasiennya, harimau sumatera (Saya bersama Dr. Amber Gillett) |
Saya juga mendapat kesempatan untuk masuk kedalam enclosure di Australia Zoo, terutama di enclosure big cat, disana ada Cheetah dan Harimau Sumatera. Sore itu, sehabis pulang dari rumah sakit saya diberi tahu oleh Amber bahwa Giles meminta kami untuk datang ke karantina harimau malam itu juga. Tentu saya sangat antusias untuk pergi kesana, sehabis mandi kami langsung ke karantina, Giles ingin menunjukkan harimau yang dirawatnya pada saya. Begitu memasuki ruangan karantina, kulihat ada tiga ekor anak harimau di dalam areal yang telah disekat oleh pagar pendek. Disitulah tempat anak-anak harimau tersebut bermain-main, karena juga dijumpai adanya mainan harimau di dalam kandang itu. Dia mengijinkan saya untuk masuk kedalam kandang dan bermain dengan harimau-harimau itu, akhirnya kami bertiga pun masuk kedalam kandang, tentu sangat menyenangkan, setiap melihat kaki, tangan dan tubuh kami bergerak, harimau itu akan lari menerkam, mencakar dan menggigit kaki, tangan, punggung dan leher. Well...sepertinya mereka ingin mengajak kami bermain dengan cara harimau, tapi tak mengapa meski banyak luka cakaran dan gigitan yang terasa perih, tapi bisa bermain dengan harimau-harimau itu jauh lebih menyenangkan :) Tak lupa saya juga melihat medical record tentang harimau itu yang ada di whiteboard dan diskusi dengan Amber dan Giles tentang perawatannya, siapa tahu suatu saat saya juga mendapati kasus merescue anak harimau dari perburuan atau konflik dengan manusia maupun anak harimau yang sakit.
Big Cat
Big Cat Office |
Sehari keliling Australia Zoo
Koala |
Wombat |
Gajah Asia
Ada tiga ekor gajah asia disini Bimbo, Shabu and Siam |
Harimau Sumatera
Dari lokasi gajah saya kembali menuju ke lokasi harimau. Di perjalanan bertemu dengan Pete, teman satu rumah, yang menurut saya gayanya mirip pemeran Harry Potter dengan kacamata bulat di wajahnya :) Di big cat office saya melihat gudang penyimpanan daging untuk makanan kucing besar, di hutan harimau sumatera makan rusa sambar, disini makan daging kanguru. Dan meilhat pembuatan souvenir 'telapak kaki harimau' dan akhirnya saya pun dapat bonus foot print-nya harimau bernama Kant sebagai kenang-kenangan yang masih saya simpan sampai sekarang. Seorang animal keeper mengajak saya menuju halaman dimana sudah ada dua ekor anakan harimau yang sedang bermain-main, tampak sangat agresif. Kemudian saya ditawari untuk berfoto dengan salah satu harimau tersebut. Dia duduk begitu santai saat berfoto dengan saya tanpa animal keeper disampingnya, berbeda saat saya pertama kali melihatnya yang begitu agresif.
Bekerja bersama Australia Zoo Rescue Unit
Mobil untuk Rescue |
Ular berbisa yang terdapat di dalam tumpukan kayu perapian |
Kemudian kami masih harus melakukan rescue ular yang berada dibawah kolong mobil di tempat yang berbeda. Pemilik mobil itu ketakutan. Sesampainya di lokasi kami memeriksa kolong mobil dan areal disekitarnya, tapi tak menemukan ular yang dicari. Kemungkinan ular itu telah pergi.
Queensland |
Kami menuju ke pantai, untuk mencari satwa liar yang harus diselamatkan sesuai dengan laporan warga. Dalam perjalanan ada sms masuk ke hand phone saya dari kawan-kawan kerja di Pusat Konservasi Gajah Seblat untuk mengucapakan selamat hari raya Idul Fitri. Diakhir bulan ramadhan itu saya memang sedang tidak berpuasa, saya pun tak teringat lagi bahwa hari itu adalah hari raya idul fitri bagi umat islam yang ada di seluruh dunia. Saya menceritakan itu kepada kawan-kawan saya, tim rescue, kemudian mereka langsung mengucapkan, "Happy Id, Yanti". Selama tinggal di Beerwah, saya tidak pernah melihat masjid juga orang muslim, tidak seperti saat masih tinggal di Perth masih bisa sering bertemu dengan orang Indonesia dan Malaysia dan orang-orang berjilbab, sehingga suasana ramadhan dan lebaran pun pastinya masih bisa terasa disana. Sesampainya di pantai, kami memeriksa sekitar batu coral dipinggir pantai tetapi tidak menemukan apapun. Akhirnya kami pun bersantai sejenak di pantai untuk mengambil photo. Kawan-kawan menunjukkan pada saya tampak dari kejauhan ikan paus sedang menyemburkan air ke atas, namun saya tidak bisa melihatnya dengan jelas. Indah sekali tempat itu, lumayan kami bisa menikmati pemandangan indah itu sejenak.
Volunteer sedang merawat bayi kangaroo |
Saat sampai di depan wildlife hospital saya menjumpai sepasang suami istri yang mungkin usianya sekitar 70-80 tahun, sudah tampak sangat tua namun masih tetap energik dan terlihat bersemangat, mereka berseragam T-Shirt bertuliskan 'Wildlife Warrior' turun dari mobil sambil menggendong koala yang diselamatkannya. Saya bertanya pada kawan tim rescue, "Siapa mereka ?" Ternyata mereka adalah volunteer Australia Zoo yang menjadi relawan tim rescue, pekerjaannya sehari-hari melakukan rescue satwa liar kemudian membawanya ke widllife hospital untuk mendapatkan perawatan. Sungguh mulia hati mereka, di usianya yang telah lanjut pun mereka tidak memilih istirahat di rumah tetapi malah aktif membantu tim rescue untuk menyelamatkan satwa liar. Selain mereka juga masih ada orang-orang lanjut usia yang menjadi relawan di rumah sakit, pekerjaan yang mereka lakukan sangat beragam, ada yang sehari-hari mensterilisasi peralatan bedah dan handuk untuk alas meja periksa dan alas kandang rawat inap satwa liar, merawat bayi, merawat satwa liar yang ada di ruang rawat inap, membersihkan kandang dan memberi makan, membersihkan ruangan rumah sakit serta pekerjaan lainnya. Mereka semua relawan. Indah sekali melihat pemandangan sehari-hari seperti itu, hubungan yang harmonis antara manusia dan satwa liar. Selain itu Australia zoo wildlife hospital juga merupakan tempat magang bagi mahasiswa kedokteran hewan dari banyak negara, tidak hanya dari Australia saja tetapi juga negara-negara diluar Australia. Saat saya berada disana, saya menjumpai vet students yang magang berasal dari Queensland dan United State.
Waktuku menjadi volunteer dokter hewan di Australia Zoo Wildlife hospital akan segera berakhir dan saya pun harus kembali ke Indonesia. Dihari-hari terakhir saya sudah mulai packing barang-barang saya yang hanya berupa 1 buah travel bag dan 1 buah daypack kecil. Kawan-kawan yang bekerja di wildlife hospital mengajak saya makan malam bersama di sebuah restoran, dan akhirnya sampai juga setelah mencari-cari alamat restoran yang telah disepakati untuk bertemu, memasuki restoran saya berubah cemas karena baru menyadari bila dompet saya ketinggalan di rumah. Bila ada undangan untuk dinner bersama biasanya harus bayar makanannya sendiri-sendiri. Amber mengajakku untuk memesan makanan dan kawan lainnya memintaku untuk memesan minumanku sendiri dan akhirnya membuatku untuk berterus terang pada mereka bahwa saya tidak membawa uang :) Kesalahan fatal yang saya lakukan di malam terakhir itu, ketinggalan dompet karena terburu-buru.
Pengobatan Penyu |
Mbak saya tertarik kayak mbaa gini. Gmn caranya bisa begitu yah? Aku suka binatang soalnya hehe
BalasHapusGood job Dokter yanti., so the motivation for me as a candidate doter animals.
BalasHapusProud to be a vet :) . VIVA VETERINER !!!
Hi Dr yanti, saya journalist dari Jawa Pos. Ada email yang bisa dihubungi kah? Trims
BalasHapus