Taman Satwa Taru Jurug atau lebih dikenal dengan sebutan Kebun Binatang Jurug di Solo, Jawa Tengah merupakan tempat wisata di kota Solo, yang berlokasi di timur Kota Solo dekat perbatasan dengan Karanganyar. Kebun binatang ini terletak di tepian Sungai Bengawan Solo dan berbatasan dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Lokasinya bisa anda lihat pada peta di bawah ini :
Taman Satwa Taru Jurug Solo (Solo Zoo) - Jawa Tengah. Sumber : Google Earth |
Saya mengunjungi Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) sejak tahun 2013 lalu bersama Tim Ape Warrior - Centre for Orangutan Protection (COP). Kebetulan COP telah banyak membantu untuk perbaikan kesejahteraan orangutan di TSTJ dengan pembuatan environmental enrichment bagi orangutan dan primata lainnya serta membantu pembangunan klinik dan karantina disana. Pada kesempatan kunjungan pertama, saya bersama COP yang pada saat itu diwakili oleh Hardi Baktiantoro dan Daniek Hendarto, kami mendapat kesempatan berdiskusi langsung dengan pengelolanya dan menyampaikan kesediaan untuk membantu secara sukarela hal-hal yang berhubungan dengan captive wildlife management terutama manajemen kesehatan satwa liar, diantaranya tentang pembuatan laporan medis, pemeriksaan parasitologi, prosedur pemeriksaan kesehatan satwa, prosedur pembiusan satwa liar, cara pengisian worksheet immobilization, morfometri untuk primata, harimau dan gajah, serta pelatihan dokter hewan setempat dalam pembiusan satwa liar untuk berbagai keperluan seperti pemeriksaan medis, pemasangan microchip dan pengobatan. Bisa membantu satwa liar untuk memperbaiki kesejahteraannya dan membantu orang-orang yang bekerja untuk satwa liar terutama yang berhubungan dengan penanganan medis satwa liar adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya meskipun semua dilakukan secara sukarela. Bagi saya bekerja tidak selalu untuk mencari dan mendapatkan uang, karena uang bukanlah tolak ukur sumber kebahagiaan seseorang, tetapi bekerja juga untuk mencari kepuasan batin dengan berbuat sesuatu untuk satwa liar dimanapun berada sesuai dengan profesi kita.
Mungkin tidak semua orang menyukai kebun binatang, begitu juga dengan saya sendiri ikut membantu kebun binatang bukan berarti saya menyetujui satwa liar berada dalam kurungan. Tapi bukan berarti kita menjadi tidak peduli terhadap mereka yang ada di kebun binatang dan tempat lain sejenisnya. Karena mereka semua ada disana bukan atas kemauan mereka sendiri tetapi karena manusia. Bila ada satwa liar penghuni kebun binatang kondisinya buruk, itupun juga bukan keinginan mereka tetapi perilaku manusialah yang membuat mereka menjadi korban karena hidup mereka tergantung pada manusia yang mengelolanya. Dan bagi saya sendiri saya tidak tertarik untuk ikut campur dalam mengkritik kebun binatang yang fasilitasnya buruk dalam merawat satwa liarnya, karena dengan hanya mengkritik saja tidak akan bisa membuat kondisi menjadi lebih baik, saya dan teman-teman lebih menyukai terjun langsung ke lapangan melihat permasalahan dan membantu sesuai dengan kemampuan untuk memperbaiki keadaan, semua dilakukan hanya demi satwa liar.
Mungkin tidak semua orang menyukai kebun binatang, begitu juga dengan saya sendiri ikut membantu kebun binatang bukan berarti saya menyetujui satwa liar berada dalam kurungan. Tapi bukan berarti kita menjadi tidak peduli terhadap mereka yang ada di kebun binatang dan tempat lain sejenisnya. Karena mereka semua ada disana bukan atas kemauan mereka sendiri tetapi karena manusia. Bila ada satwa liar penghuni kebun binatang kondisinya buruk, itupun juga bukan keinginan mereka tetapi perilaku manusialah yang membuat mereka menjadi korban karena hidup mereka tergantung pada manusia yang mengelolanya. Dan bagi saya sendiri saya tidak tertarik untuk ikut campur dalam mengkritik kebun binatang yang fasilitasnya buruk dalam merawat satwa liarnya, karena dengan hanya mengkritik saja tidak akan bisa membuat kondisi menjadi lebih baik, saya dan teman-teman lebih menyukai terjun langsung ke lapangan melihat permasalahan dan membantu sesuai dengan kemampuan untuk memperbaiki keadaan, semua dilakukan hanya demi satwa liar.
Sampai dengan awal tahun 2014 ini sudah lebih dari lima kali saya mengunjungi TSTJ Solo. Kebetulan TSTJ mempunyai program kerja untuk pemasangan microchip pada satwa koleksinya, dan dokter hewan disana meminta bantuan untuk pembiusan satwa terutama orangutan dan harimau sumatera guna keperluan pemeriksaan kesehatan dan pemasangan microchip. Akhir tahun lalu kami telah memberikan training untuk dokter hewan setempat dan relawan mahasiswa Kedokteran Hewan UGM tentang prosedur pembiusan orangutan, dan bulan Januari 2014 ini pada harimau sumatera.
Harimau Sumatera bernama Septi di TSTJ Solo. Photo : Erni Suyanti Musabine |
Kegiatan ini dibantu oleh Centre for Orangutan Protection (COP) yang menurunkan tiga timnya sekaligus yakni Ape Warrior, Ape Crusader dan Ape Defender serta melibatkan relawan COP. Pagi itu tanggal 14 Januari 2014 pukul 06.00 WIB kami telah bersiap-siap berangkat dari kantor Ape Warrior di Yogyakarta menuju TSTJ Solo, Jawa Tengah, saat itu saya ditemani oleh staff COP yakni Wawan, Ramadhani, Reza serta volunteer COP yakni Weti dan Elizabeth Laksmi. Sebelumnya saya masih menunggu peralatan medis dan obat-obatan milik saya pribadi untuk keperluan pembiusan satwa liar dikirimkan dari Bengkulu ke Yogyakarta. Karena paket telah sampai kami pun siap beraksi.
Seperti biasa sebelum melakukan pembiusan satwa liar, saya melakukan check list obat-obatan baik obat bius yang akan digunakan maupun obat-obatan untuk keperluan emergency selama pembiusan, dan mengecek peratan pembiusan, masih berfungsi dengan baik atau tidak, tak lupa kami juga melakukan sterilisasi peralatan pembiusan terlebih dahulu. Peralatan pembiusan yang tidak steril bisa berakibat buruk bagi satwa liar. Juga menyarankan kepada dokter hewan setempat agar harimau tersebut dipuasakan terlebih dahulu.
Harimau Sumatera 'Septi' |
Dalam kegiatan ini kami juga tekankan agar setiap orang memahami prosedur pembiusan satwa liar, seperti harus dalam suasana tenang atau tidak ramai sehingga satwa tidak menjadi stress, gelisah, waspada, bahkan agresif sebelum dibius karena akan mempengaruhi respon obat bius terhadap satwa. Pemilihan waktu yang tepat untuk pembiusan. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan emergency sebelum pembiusan dilakukan untuk penanganan efek samping yang buruk karena pembiusan bila itu terjadi. Kata-kata yang selalu saya ingat setiap saya akan melakukan pembiusan satwa liar adalah "The best way to handle anaesthetic emergencies is to predict the next problem and be ready before It happens !!!" Dan kata-kata itu seolah-olah sudah melekat erat di pikiranku. Itu juga yang membuat saya lebih baik menunda pekerjaan bila peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk pembiusan satwa liar belum lengkap sesuai dengan kebutuhan.
Pembiusan Harimau Sumatera bernama Septi di TSTJ Solo. Sumber Photo : Centre for Orangutan Protection |
Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, dan kami harus mulai bekerja karena bila terlalu siang suhu lingkungan akan panas dan bisa berpengaruh terhadap suhu tubuh harimau menjadi hyperthermia selama terbius. Yang menjadi target hari itu adalah harimau sumatera bernama Septi, berusia 9 tahun, yang lahir di TSTJ Solo. Selesai menyiapkan obat-obatan bersama dokter hewan TSTJ, Drh. Tiara Debby Carinda, kami melakukan pembiusan. Pilihan obat yang digunakan adalah kombinasi antara Xylazine dan Ketamine. Pembiusan yang dilakukan hanya selama 1 jam 17 menit saja untuk keperluan pemasangan microchip, pemeriksaan fisik, pengukuran tubuh, photo gigi dan loreng serta pengambilan sampel darah. Hasil monitoring vital signs, temperatur tubuh normal berkisar 36,8C; frekuensi detak jantung dan pulsus adalah 84-86X per menit; frekuensi pernafasan 7-40X per menit, selama 3 kali pemeriksaan terjadi penurunan frekuensi nafas yakni 7-8X per menit kemudian normal kembali. Monitoring vital signs dilakukan setiap 5-10 menit sekali selama pembiusan. Semua berjalan dengan baik sampai harimau dibangunkan kembali dengan penyuntikan antidote.
Observasi harimau tidak hanya dilakukan selama pembiusan tetapi juga pada saat satwa akan sadar kembali karena itu juga merupakan waktu rawan terjadinya efek samping yang buruk. Masih ada empat ekor lagi harimau sumatera di TSTJ Solo yang juga akan dilakukan pemasagan microchip. Berharap kegiatan hari itu akan bermanfaat bagi dokter hewan setempat dan keeper harimau bila akan melakukan pembiusan untuk keperluan apapun, tidak hanya pemasangan microchip tetapi juga untuk pemeriksaan kesehatan, pengambilan sampel dan pengobatan. Mengingat TSTJ Solo tidak memiliki kandang jepit untuk keperluan tindakan medis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar