Jumat, 26 Juli 2013

Bersama Tim Ape Warrior - Centre for Orangutan Protection Membantu Memperbaiki Kesejahteraan Hewan bagi Orangutan di Taman Satwa



Saya bergabung dengan Centre for Orangutan Protection (COP) sejak November 2012, sebelumnya saya tidak begitu banyak mengetahui tentang aktivitas yang dilakukan oleh lembaga non-profit ini dalam  mendukung pelestarian orangutan di Indonesia.  Bahkan orang-orang di sekitar saya pun sering salah paham dan berpikir negatif terhadap lembaga ini yang terkenal kritis dalam menanggapi permasalahan kejahatan terhadap orangutan dan habitatnya serta sering berkegiatan keluar masuk kebun binatang, mungkin ini yang menyebabkan beberapa orang bersikap sinis dan penuh pertanyaan, "ada hubungan apakah antara COP dengan kebun binatang ?"  Dibalik negative thinking dari beberapa orang, saya tetap tertarik untuk membantu dan bergabung dengan mereka, yang tak lain adalah kawan-kawan yang telah lama saya kenal yang sejak dulu merupakan aktivis konservasi satwa liar di Indonesia, beberapa orang dari mereka adalah Hardi Baktiantoro, Wahyuni, Daniek Hendarto, Heri Susanto dan Ramadhani.  Selama ini orang selalu beranggapan bahwa yang peduli konservasi satwa liar di Indonesia adalah orang berkulit putih dan berambut pirang atau orang dari negara lain.  Dan itu sepenuhnya tidak benar, bahwa anak muda di negeri ini juga sudah sejak lama sangat peduli dengan itu.  Dengan segala hambatan dan tantangan yang ada, mereka masih bisa berbuat bagi satwa liar di negara sendiri, mereka datang dari segala macam latar belakang, bersedia menghabiskan waktu dan menyumbangkan tenaganya untuk tujuan yang sama, yakni untuk kepentingan satwa liar.

Orangutan Kirno
Dengan keterbatasan waktu yang saya miliki selama ini, saya hanya bisa membantu sebatas sebagai konsultan medis jarak jauh untuk orangutan dan menjadi bagian dari anggota dewan penasehat (board advisory of COP), tetapi akhirnya pada tahun 2013 ini yang bertepatan dengan bulan Ramadhan bagi umat muslim, saya mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan Centre for Orangutan Protection (COP) dengan bergabung bersama tim Ape Warrior yang akan berkegiatan di Yogyakarta dan Surakarta.  Selama ini COP memiliki kerjasama dengan beberapa kebun binatang dan taman satwa dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup terutama kesejahteraan hewan (animal welfare) bagi orangutan yang tinggal di dalam kandang di sana.  Namun tujuan mulia itu tidak serta merta disambut baik oleh beberapa kebun binatang yang captive management untuk orangutannya kurang maksimal, ada juga yang mengalami penolakan tegas dan ada juga yang membutuhkan pendekatan cukup lama dan kesabaran untuk bisa membantu. Dengan semangat juangnya tanpa kenal menyerah, tim Ape Warrior terus berusaha untuk bisa membantu dengan satu tujuan semua demi kesejahteraan orangutan yang tinggal di dalam kandang seumur hidupnya.  Setelah mengenal lebih dekat dengan mereka, sebenarnya pola pikir saya sama dengan mereka, mereka juga bukan tipe orang yang menyetujui satwa liar dipenjarakan seumur hidupnya dalam kandang meskipun mereka berkegiatan keluar masuk kebun binatang,  mereka lebih menyukai satwa liar tetap bisa hidup bebas dan menjalankan fungsinya di alam.  Tetapi dengan melihat kondisi kesejahteraan hewan di beberapa kebun binatang, jelas itu tidak akan membuat kita hanya bisa berdiam diri dan menghujat terus kebun binatang dari luar saja dengan memanfaatkan media on line untuk menggalang masa ataupun demonstrasi.  Yang dibutuhkan adalah solusi dan aksi nyata bila kita ingin merubah kondisi seperti yang kita harapkan dengan bersama-sama bekerja membantu internal mereka dan memahami permasalahan yang mereka hadapi untuk melakukan perubahan, dan bukan hanya sekedar bicara sana-sini dan menjadi ahli dalam berpendapat  dan menghujat. Solusi dan aksi nyata yang bisa dilakukan pun beragam dan tidak harus kita punya latar belakang kedokteran hewan, kehutanan (konservasi) atau biologi, berlatar belakang apapun masih bisa berbuat untuk satwa liar bahkan orang-orang yang kurang beruntung dan tidak bisa mengenyam pendidikan formal yang tinggi pun bisa berkonstribusi untuk itu, yang diperlukan hanya kesungguhan berbuat untuk kesejahteraan satwa liar dalam kurungan.

Pemeriksaan Parasitologi
Dengan memberikan presentasi tentang Human-Wildlife Conflict pada acara COP School Batch #3 sebulan yang lalu, akhirnya membawa saya kembali lagi ke Yogyakarta dengan menaiki kereta api dari Pasar Senen Jakarta menuju stasiun Tugu Yogyakarta untuk ikut terlibat menjadi relawan di Centre for Orangutan Protection bersama relawan lainnya dari berbagai latar belakang dan sebagian besar adalah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan siswa sekolah, kami bergabung dalam tim Ape Warrior. Kegiatan utama bulan ini adalah merelokasi orangutan Kirno dari kandang sempit ke sebuah pulau, sebelumnya mempersiapkan pulau dan membuat enrichment agar orangutan Kirno bisa mengekspresikan perilaku alaminya seperti di alam liar.  Juga memperbaiki dan memperbanyak enrichment untuk orangutan Dony dan Yeti.  Selain itu Ape Warrior juga membantu dokter hewan lokal dan memberi training bagi mahasiswa kedokteran hewan yang magang untuk melakukan pemeriksaan parasitologi yang sebelumnya belum pernah dilakukan, dan selanjutnya ini diharapkan akan menjadi agenda rutin di taman satwa tersebut sebagai kontrol penyakit parasiter pada satwa liar koleksinya serta bagaimana membuat medical record tidak hanya pencatatan tentang pengobatan tetapi juga tentang koleksi data hasil kegiatan immobilisasi dan nekropsi serta inventarisasi obat dan peralatan medis.  Selain itu juga mensupervisi para relawan dan dokter hewan lokal bagaimana mendeteksi permasalahan kesehatan satwa dalam kandang melalui monitoring perilaku, nafsu makan, feces (kotoran) serta pengamatan kondisi fisik secara rutin.

Tidak hanya orangutan yang dibantu tetapi juga untuk primata jenis lainnya seperti Owa Sumatra, Owa Kalimantan, Lutung Jawa, Macaca, juga Beruang madu. Dan karena latar belakang saya saat ini lebih punya spesialisasi sebagai dokter hewan untuk harimau sumatera dan gajah sumatera, maka juga ditawarkan untuk membantu kedua jenis satwa liar tersebut selama kami berada disana.  Disini COP membantu kebun binatang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup satwa liar dalam kurungan tetapi juga mencarikan dana untuk memperbaiki fasilitas disana terutama dalam pembuatan environmental enrichment.  Jadi pihak yang dibantu hanya cukup untuk menyetujuinya dan terima jadi.  Imbalan balik yang didapatkan cukup merasa bahagia melihat satwa liar lebih baik dari kondisi semula dengan bebas mengekspresikan perilaku alaminya.

Sebelumnya kami mondar-mandir Yogyakarta - Surakarta untuk bernegosiasi dengan pihak manajemen TSTJ guna memperbaiki kondisi orangutan disana. Setelah ada persetujuan kemudian kami kembali menuju ke Surakarta, ada yang menggunakan mobil Ape Warrior dan mobil seorang relawan, ada juga yang naik kereta api juga naik sepeda motor dengan membawa peralatan yang dibutuhkan serta membawa bantuan.  Kegiatan dimulai dengan mempersiapkan pulau untuk hunian baru bagi orangutan Kirno.  Mempersiapkan tempat minum, tempat makan, environmental enrichment, dan lain-lain yang dilakukan setiap hari selama satu minggu, di waktu yang bersamaan juga dilakukan kegiatan untuk memperbaiki enrichment di kandang orangutan Dony dan Yeti serta beberapa kegiatan medis lainnya.


Orangutan Kirno dirawat dalam kandang sempit
di TSTJ pasca penyitaan oleh BKSDA Jateng
Menurut informasi yang saya dapatkan dari COP bahwa dulunya orangutan Kirno dipelihara oleh pemilik sebelumnya dalam kandang sempit berukuran 2 x 1,5 meter, tak banyak akses sinar matahari, dan ditemukan banyak sampah plastik dalam kandang yang bercampur dengan kotoran dan air kencingnya sendiri.  Terpenjara dalam kandang beton selama kurang lebih lima tahun.  Kondisi orangutan yang mengenaskan itu membuat BKSDA Jawa Tengah yang dibantu sepenuhnya oleh Centre for Orangutan Protection (COP) melakukan penyitaan.  BKSDA menitipkan Kirno di Taman Satwa Taru Jurug Surakarta, Jawa Tengah untuk perawatan lebih lanjut, namun Kirno masih juga diletakkan di kandang sempit berjeruji besi dengan ukuran sekitar 1m x 1,5m x 1m, kondisi kandang sangat kotor menunjukkan bahwa tempat baru Kirno pun juga jarang dibersihkan dan tempat minum ad libitum juga tidak tersedia, wajar bila terlihat si Kirno selalu merasa kehausan dan kondisi itu berlangsung selama berbulan-bulan. Awalnya diperkirakan berada dalam kandang sempit ini bersifat sementara, namun kenyataannya Kirno sudah menghuni tempat itu sejak 14 Desember 2012 sampai dengan 18 Juli 2013, tanpa ada solusi yang pasti dari pihak BKSDA Jawa Tengah mengenai orangutan ini akan dikemanakan.  Sepertinya hal seperti ini sudah menjadi penyakit kronis dari management authority, bahwa kegiatan yang dilakukan hanya sebatas penyitaan satwa liar saja sedangkan tindakan selanjutnya untuk kepentingan satwa liar pun tidak tahu harus bagaimana, yang selalu akan jadi korbannya adalah satwa liar yang disita, membuat hidupnya tidak juga jauh lebih baik dari tempat semula.  Dan untuk membuat kondisi orangutan menjadi lebih baik tidak harus menunggu adanya dana dari pemerintah dan tidak harus menunggu kegiatan tersebut masuk proyek/ DIPA baru bisa bergerak merubah kondisi, sebuah alasan yang selalu menuntut semua orang bisa memakluminya. Padahal yang dibutuhkan hanyalah pihak berwenang cukup menggunakan tenaga dan kuasanya melakukan kerja sama dengan mitra/ lembaga yang peduli terhadap orangutan serta pihak terkait yang dititipi sementara seperti TSTJ dengan memberi dukungan penuh dan solusi demi nasib orangutan tersebut agar tidak terkatung-katung dan tinggal lama dalam kandang sempit dan kotor seperti seolah-olah diabaikan dan ditelantarkan begitu saja setelah dievakuasi dari kepemilikan illegal sebelumnya yang juga kurang bertanggung jawab. Tidak hanya disiksa bertahun-tahun dalam kandang sempit, tetapi Kirno juga ditemukan dalam kondisi terluka di dekat telinganya yang sudah bernanah dan berbau busuk serta mengalami pembengkakan di wajah, menunjukkan bahwa pemiliknya juga sangat tidak peduli. Informasi yang saya dapatkan tentang apa yang terjadi pada orangutan ini cukup membuat saya emosional.  Orangutan adalah satwa liar yang paling saya sukai selain harimau dan gajah, dan saya sudah menganggap golongan mereka itu adalah mirip kita juga, seperti manusia karena mereka juga punya perasaan.  Menyakiti mereka sama artinya dengan kita  menyakiti orang lain.

Pulau yang merupakan rumah baru bagi orangutan Kirno

Melihat kondisi seperti itu akhirnya Centre for Orangutan Protection melakukan pendekatan kepada pihak Taman Satwa Taru Jurug dengan memberikan solusi terbaik bagi kehidupan orangutan Kirno untuk kedepan, tidak hanya sekedar usulan tetapi juga menawarkan untuk bekerja bersama relawan menyiapkan lokasi baru bagi Kirno, yakni sebuah pulau yang tidak dimanfaatkan di areal taman satwa tersebut.  Tempat tersebut sangat ideal buat Kirno sementara waktu sambil menunggu keputusan dari BKSDA Jawa Tengah, bila tidak ada solusi jangka panjang untuk Kirno dari mereka, yang pasti lokasi itu jauh lebih layak daripada orangutan tersebut terus dibiarkan tetap tinggal di kandang sempit dalam jangka waktu lama tanpa bisa mengekspresikan perilaku alaminya.  Selanjutnya Kepala Taman Satwa Taru Jurug juga menghubungi Kepala Balai KSDA Jawa Tengah untuk mendapatkan persetujuan.

Ape Warrior Team
Membuat Enrichment
Para relawan bekerja selama satu minggu penuh dari pagi hingga sore hari di bulan puasa untuk mempersiapkan pulau tersebut sebagai rumah baru Kirno, dengan membuat tempat minum yang bisa dialiri air setiap saat agar air minum tersedia ad libitum, pembuatan tempat makan, shelter juga membuat fasilitas environmental enrichment untuk merangsang perilaku alaminya muncul kembali dan membuat orangutan menjadi kreatif dan terhindar dari kebosanan.  Para relawan beserta Staff COP benar-benar kerja keras, tetapi semua merasa bahagia dan semangat, semata-mata untuk tujuan yang sama membuat hidup orangutan di taman satwa lebih sejahtera.  Mereka adalah anak-anak muda Indonesia yang ingin berbuat untuk satwa liar terancam punah di negeri sendiri. Membuatku bangga pada mereka.

Ape Warrior - Centre for Orangutan Protection dan Relawan/ Orangutan Friends
Mempersiapkan tempat tinggal baru untuk orangutan Kirno
(dari kiri ke kanan : Yanti, Aji, Agil, Zabeth, Wawan, Weti, Hardi, Dian, Ade)
Hari itu, kamis tanggal 18 Juli 2013, hari yang dinanti-nanti yakni mentranslokasi orangutan Kirno dari kandang jeruji yang sempit ke sebuah pulau yang telah disiapkan.  Kami melakukan briefing untuk persiapan pemindahan itu sudah satu hari sebelumnya serta melakukan pembagian tugas. Pagi itu saya bersama rombongan tim Ape Warrior sudah tiba di TSTJ untuk mempersiapkan obat-obatan dan peralatan medis guna proses pemindahan orangutan Kirno dan mempersiapkan lokasi serta membuat skenario mengenai proses pemindahan agar berjalan lancar tanpa terganggu oleh kondisi sekitarnya.  Kebetulan saya fokus di kegiatan medis yakni pembiusan, translokasi sampai dengan pelepasan orangutan di pulau.  Saat proses pemeriksaan medis dan pengambilan sampel, saya dibantu oleh dokter hewan TSTJ, mahasiswa kedokteran hewan UGM dan relawan COP sebagai pencatat data medis.  Sedangkan relawan dan staff COP lainnya fokus di kegiatan lain yang juga masih berhubungan dengan kegiatan translokasi orangutan Kirno seperti dokumentasi, mempersiapkan transportasi dan berurusan dengan media massa. Adapun orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini sebagai berikut :

Daniek
Kapten Ape Warrior-COP
Penanggung jawab kegiatan
koordinasi dengan pihak-pihak terkait
dan publikasi dengan media massa
Hardi
Executive Director of COP
Dokumentasi (photo)
dan koordinasi dengan pihak terkait
Heri
COP
Dokumentasi (video)
Yanti
Tim Medis
(relawan dokter hewan COP)
Penanggung jawab anaesthesi, pemasangan microchip.
Tim translokasi dan release orangutan di pulau
Debby
Tim Medis
 (dokter hewan TSTJ)
Pemeriksaan medis (vital signs)
dan koleksi sampel
Ade
Tim Medis (relawan COP-Vet Student)
Pemeriksaan medis (vital signs)
dan pengobatan
Elizabeth
Tim Medis (relawan COP)
Pencatatan data medis
Wawan
COP
Tim translokasi dan release orangutan di pulau
Angga
Relawan COP
Tim translokasi dan release orangutan di pulau
Aji
Relawan COP
Tim translokasi dan release orangutan di pulau
Inoy
Relawan COP
Tim translokasi dan release orangutan di pulau
Pak Wi
Animal Keeper TSTJ
Tim translokasi dan release orangutan di pulau

Selain dilakukan kegiatan translokasi tersebut, sebelumnya juga telah mempersiapkan sebuah pulau untuk tempat tinggal baru bagi orangutan Kirno dan pembuatan enrichment, selain orang-orang yang tersebut diatas masih ada beberapa orangutan friends yang membantu kegiatan ini seperti Weti, Dian, Agil dan lainnya.

Untuk melengkapi peralatan medis yang ada, saya mendatangkan peralatan rescue satwa liar saya dari Bengkulu, sehingga saya tidak merasa khawatir lagi dalam melakukan pembiusan orangutan karena peralatan dan obat-obatan emergency sudah tersedia di peralatan yang saya miliki. Sesuai dengan prosedur yang selalu  saya gunakan dalam bekerja dengan satwa liar, saya sangat membatasi orang yang berada disekitar kandang orangutan pada saat pembiusan akan dilakukan, dan melarang wartawan meliput pada proses ini, untuk menghindari orangutan stress sebelum dibius karena akan menyebabkan efek dari pembiusan tidak akan berjalan optimal.  Hanya ada petugas dokumentasi (camera dan video), keeper orangutan, dokter hewan TSTJ dan saya sendiri sebagai penanggung jawab anaesthesia.  Pembiusan yang dilakukan dengan cara handsyringe (suntik langsung) untuk menghindari orangutan menjadi trauma bila melihat sumpit bius, dan ini akan mempersulit dokter hewan setempat untuk kedepannya bila orangutan tersebut sakit dan akan diobati setelah dilepaskan di pulau.  Pembiusan berjalan lancar bahkan orangutan Kirno tidak menyadari telah disuntik bius dan tetap bermain-main dengan animal keeper dan dokter hewan setempat.  Obat bius pilihan yang digunakan adalah Xylazine 10% dikombinasi dengan Ketamin HCl 10%.  Lima menit kemudian dia sudah tertidur.  Kemudian baru memberi kode kepada kawan-kawan lainnya bahwa sudah bisa mendekat dan meliput. Setelah orangutan dikeluarkan dari kandang dilakukan penimbangan berat badan.  Sebelumnya kami hanya melakukan estimasi berat badan saja sebelum pembiusan.  Penimbangan berat badan selesai kemudian baru dilakukan pemeriksaan medis dan pengambilan sampel, kegiatan yang dilakukan berupa :
  • Menutup mata dan telinga selama terimmobilisasi
  • Photo gigi untuk estimasi umur.
  • Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hematologi dan serologi.
  • Di hari sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan parasitologi dari sampel feces.
  • Pemasangan microchip dilanjutkan dengan scan microchip untuk mengetahui microchip code-nya.
  • Pengambilan sidik jari.
  • Pengambilan sampel rambut.
  • Penyuntikan antibiotik long acting.
  • Pemberian salep mata.
  • Pencegahan penyakit parasiter dengan penyuntikan Ivomec (Ivermectin)
  • Body measurement.
Selama kegiatan tersebut berlangsung tim medis yang telah dibentuk terus melakukan monitoring vital signs seperti pernafasan, pulsus dan detak jantung serta suhu tubuh per 5-10 menit sekali mulai dari saat terbius sampai sesaat sebelum direlokasi.  Monitoring ini sangat penting artinya untuk mengetahui kondisi orangutan selama terimmobilisasi.  Bila di klinik atau rumah sakit hewan kita cukup menggunakan peralatan medis yang lengkap untuk monitoring ini, tetapi dalam kondisi di lapangan semua biasa dilakukan secara manual, sehingga diperlukan tim medis yang sudah punya tugas masing-masing dalam handling satwa liar. Semua data yang diperoleh tersebut dicatat oleh petugas recorder. Bila dari hasil monitoring vital signs ditemukan kondisi abnormal dari hasil pantauan tersebut maka akan cepat dilaporkan ke dokter hewan untuk penanganan lebih lanjut, misalnya seperti terjadi hypothermia/ hyperthermia, depressi nafas, shock, gagal jantung, dll. Proses immobilisasi dan translokasi ini berjalan dengan lancar, tanpa ada komplikasi dari pembiusan. Kondisi physiology orangutan cukup bagus.


Orangutan Kirno setelah dipindahkan ke pulau
Permasalahan hanya terjadi saat semua kegiatan medis selesai, orangutan sadar kembali sebelum dinaikan dalam perahu karet untuk dilepaskan ke pulau.  Pada saat saya akan mengambil obat bius lagi, Kirno memegang erat kaki saya sehingga tidak bisa berjalan untuk menggapai peralatan medis....hehe :) Akhirnya dilakukan penambahan obat bius 1/2 dosis dari semula, tetapi orangutan Kirno tidak terbius secara optimal. Lingkungan sekitar yang ramai sekali membuat orangutan Kirno sulit tertidur.  Akhirnya kami membawanya pergi menjauhi keramaian dengan perahu karet menuju pulau.  Saat diturunkan di pulau beberapa saat kemudian orangutan Kirno baru terbius, karena suasana sekitarnya tenang dan tidak banyak orang sehingga efek obat bius baru bekerja, hanya ada saya sendiri beserta seorang animal keeper dan 2 orang relawan COP dan seorang staff COP yang membantu menandu orangutan, dan seorang lagi skipper perahu karet yang stand by di perahu. Selama perjalanan dengan perahu dan sesampainya di pulau saya masih monitoring vital signs.  Suhu tubuhnya sempat turun dari nilai normal.  Sehingga sampai di pulau kami menyelimutinya. Kemudian saya menyuntikan antidote dengan menggunakan Atipamezole secara intra vena, 5 menit kemudian orangutan Kirno sadar kembali dan mulai melakukan orientasi tempat barunya dengan berjalan-jalan mengelilingi pulau dan mencoba enrichment yang telah dibuat, namun karena sudah terlalu lama hidup di kandang sempit  tanpa enrichment sebelumnya membuat orangutan ini menjadi bodoh dan belum bisa memanjat kembali.  Butuh waktu untuk bisa belajar memanjat pohon dan enrichment, membuat sarang, dan selalu berada di atas pohon.  Kami memantaunya dari atas perahu tak jauh dari pulau tersebut sampai benar-benar yakin bahwa orangutan bisa ditinggalkan dengan aman.


Yeti di tempat tidurnya yang baru
Tori dan bayinya 
Sebelumnya Centre for Orangutan Protection juga telah berhasil memindahkan sepasang orangutan (Pongo pygmaeus) dari kandang ke sebuah pulau lainnya di TSTJ, sampai pada akhirnya orangutan tersebut telah beranak.  Dan berhasil menghilangkan kebiasaan buruk orangutan tersebut yang gemar merokok akibat ulah nakal dari pengunjung yang berwisata ke TSTJ yang seringkali memberinya rokok.   Dan sekarang orangutan yang diberi nama Didik dan Tori beserta bayinya tersebut sudah gemar memanjat pohon tinggi yang ada di pulau dan bermain dengan enrichment yang telah disediakan. Diharapkan selanjutnya anak orangutan itu setelah disapih oleh induknya bisa direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali ke habitatnya di Kalimantan dan itu impian kawan-kawan yang belum bisa terwujud.  Selain itu di waktu yang sama kami juga membuat enrichment untuk sepasang orangutan lainnya yang bernama Dony dan Yeti, hal ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan satwa liar dalam kandang.

 Bila ingin berbuat sesuatu untuk memperbaiki kesejahteraan satwa liar dalam kurungan, lakukanlah sesuai dengan kemampuan yang kamu miliki, karena dengan hanya menghujat kondisi yang buruk 
terhadap pengelolaan satwa liar tidak selalu bisa merubah kondisi satwa  
menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan.  
" Action is better than just talking "