Rabu, 26 September 2012

Short Training : Chemical and Physical Restraint of Sumatran Tiger for TPCU and Forest Rangers at Kerinci Seblat NP


a Training for Tiger Protection and Conservation Unit
and Forest Rangers Kerinci Seblat National Park
about Chemical and Physical Restraint of
Sumatran Tiger at Bangko, Merangin, 
Province of Jambi
Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana strategis pemulihan harimau sumatera (National Tiger recovery Program / NTRP) sebagai wujud komitmen mensukseskan Global Tiger Recovery Program (GTRP) dengan target 'double population' di tahun 2022.  Melalui Kementerian Kehutanan, pemerintah telah mengeluarkan Permenhut No. 48 tahun 2008 untuk merespon permasalahan konflik antara manusia dengan satwa liar termasuk harimau sumatera.  Namun demikian konflik antara harimau dan manusia masih saja terus terjadi seiring dengan terus berkurangnya habitat harimau sumatera karena tumpang tindih kepentingan antara manusia dengan satwa liar terhadap kawasan hutan, begitu juga dengan perburuan liar, dengan adanya fragmentasi habitat harimau akibat berbagai aktivitas illegal maupun legal dalam suatu kawasan hutan akan mempermudah akses masuk bagi pelaku perburuan liar, baik perburuan harimau maupun satwa mangsanya.  Perburuan harimau seringkali mengakibatkan harimau terbunuh dan juga cacat seumur hidup karena jerat pemburu liar.

Penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar telah ada panduan yang jelas yakni dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2008 tanggal 25 Agustus 2008.  Didalam pedoman tersebut berisi antara lain prinsip-prinsip penanggulangan konflik.  Diharapkan pedoman tersebut menjadi panduan bagi semua pihak yang terkait agar dapat segera mengambil keputusan secara cepat dan tepat di lapangan yang didasari oleh penilaian berbagai faktor dan komponen yang terlibat dalam sebuah konflik.  Namun untuk panduan dalam penyelamatan satwa liar terutama harimau sumatera dari jerat pemburu liar dan berbagai bentuk aktivitas perburuan lainnya belum ada sehingga tidak semua pihak terkait terutama petugas di lapangan mengerti dan memahami tentang prosedur yang seharusnya dilakukan dalam upaya penyelamatan dan penanganan pra dan pasca rescue bagi satwa liar terutama harimau sumatera tersebut.  Mengingat tindakan penyelamatan harimau sumatera dari perburuan liar tidaklah mudah, perlu adanya ketrampilan dan pengetahuan khusus tentang itu agar harimau dapat diselamatkan dalam kondisi hidup.  Untuk itu diperlukan pelatihan khusus bagi petugas di lapangan agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang standar dalam upaya penyelamatan  satwa liar terutama harimau sumatera.

Pengetahuan dan ketrampilan rescue satwa liar tersebut sekarang ini mutlak diperlukan  oleh petugas mengingat kasus konflik harimau sumatera dengan manusia hampir terjadi setiap bulan di beberapa lokasi, serta kasus perburuan liar terhadap harimau sumatera masih terus terjadi dan menjadi ancaman yang serius hingga kini, dengan indikasi masih adanya perdagangan harimau sumatera dan bagian-bagiannya serta masih sering ditemukannya jerat harimau di beberapa kawasan hutan yang merupakan habitat harimau sumatera.  

Pada tahun 2007 telah dievakuasi seekor harimau sumatera dari jerat pemburu di areal HGU perkebunan karet dan kakao PT . Mercu Buana, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, yang dilakukan oleh Tim gabungan dari BKSDA Bengkulu, Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU) - TNKS, masyarakat, Polsek dan Koramil setempat.  Pada tahun 2008 kembali terdapat kasus harimau terjerat di Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu.  Namun sayangnya, setelah tim rescue berjalan kaki mulai dari pukul 09.00 WIB pagi hari itu sampai tiba di lokasi kejadian sekitar pukul 15.00 WIB dan yang ditemukan hanya tinggal potongan jerat dan jejak harimau yang masih baru serta sisa makanan. Kemungkinan harimau berhasil melepaskan diri dari jerat pemburu sebelum tim rescue datang. Bulan desember 2012 telah diselamatkan seekor anak harimau yang sakit di perkebunan karet masyarakat di Desa Karang Tinggi, Kabupten Bengkulu Tengah, oleh Tim gabungan TPCU-TNKS, BKSDA Bengkulu dan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Pada bulan Mei tahun 2010 telah dievakuasi seekor harimau sumatera yang tertembak di Muara Emat, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi yang berhasil diselamatkan oleh Tim TPCU-TNKS. Pada bulan November 2011 juga telah diselamatkan seekor harimau sumatera dari jerat pemburu liar di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi oleh Tim TPCU-TNKS. Kemudia tahun 2012 terdapat dua kali kasus harimau terjerat perangkap yang dipasang pemburu liar, yakni pada bulan Januari terjadi di Desa Mangkurajo, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu yang berhasil dievakuasi oleh tim gabungan Wildlife rescue Unit BKSDA Bengkulu, TPCU-TNKS, Polsek dan masyarakat setempat. Bulan Pebruari ditemukan lagi seekor harimau sumatera yang terjerat pemburu liar di Hutan Produksi Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu oleh tim Patroli TPCU-TNKS. Harimau tersebut berhasil diselamatkan oleh Tim gabungan Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu, CRU-PLG Seblat dan TPCU-TNKS, dan didukung sarana-prasarana dari Taman Safari Indonesia dan PT. Alno Agro Utama group. Selain itu tahun 2012 juga telah diselamatkan seekor hariau sumatera yang terlepas dari jerat pemburu liar di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi oleh Tim Patroli TPCU-TNKS bekerjasama dengan BKSDA Jambi.  

Begitu banyaknya kasus harimau terjerat yang harus dievakuasi dan melibatkan Tim Patroli TNKS maka perlu adanya pelatihan khusus guna meningkatkan kualitas SDM petugas TNKS dalam rescue satwa liar terutama harimau sumatera. Pengetahuan dan ketrampilan dasar yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut mutlak diperlukan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut akhirnya pada tanggal 11-13 September 2012 diadakan pelatihan bagi Tim Patroli TNKS yakni anggota Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU) serta Polisi Kehutanan. Tiga hari adalah waktu yang singkat, sehingga materi yang diberikan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan baik pengetahuan dan ketrampilan dasar yang wajib diketahui dan dikuasai oleh setiap peserta untuk kepentingan rescue satwa liar. Adapun  materi pelatihan sebagai berikut :


Date
Time
Presentation / Practice
Comments
Tuesday, 11/09/2012
09.00 AM
04.00 PM
Anaesthetic emergencies
Presentation
The introduction of anesthesia equipments  for wildlife
Presentation and Practice
Method of filling drugs into blowpipe syringe
Practice
The basics of safe anaesthesia in Tigers
Presentation
Discussion
Wednesday, 12/09/2012
09.00 AM
04.00 PM
Technique of using blowdart syringe
Presentation (video)
Technique of using blowdart syringe
Practice
Method of filling drugs into blowpipe syringe
Practice
Technique of using blowpipe
Practice
Evaluation and discussion
Thursday, 13/09/2012
09.00 AM
04.30 PM
Ballistic and Projectile Darting Systemns
Practice
Method of sterilizing of anaesthesia equipments
Practice
Animal anaesthetic and monitor vital signs
Practice
Evaluation and discussion


Berbagai Kasus Harimau Sumatera yang Dijerat oleh Pemburu Liar
yang berhasil diselamatkan oleh  Tim Rescue BKSDA Bengkulu
dan Tim Patroli TNKS-TPCU serta Tim CRU-PLG Seblat 

Mengapa pelatihan seperti ini mutlak diperlukan bagi petugas ?
Ada beberapa fakta yang terjadi dilapangan saat tim sedang melakukan rescue satwa liar, yakni :
  • Terbatasnya dokter hewan yang bisa terjun langsung ke lapangan saat dibutuhkan untuk rescue satwa liar.  Dalam setiap upaya penyelamatan satwa liar terutama dari jerat pemburu liar tidak pernah terlepas dari tindakan pembiusan pada satwa liar.
  • Petugas di lapangan diharapkan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang seragam mengenai kondisi darurat selama pembiusan satwa liar,  dapat merencanakan dengan baik tentang pertolongan pertama yang akan dilakukan, mampu melakukan penilaian tentang kondisi satwa serta mencegah terjadinya komplikasi atau efek samping pembiusan pada satwa, dan mampu menangani kondisi darurat saat satwa terimmobilisasi.
  • Petugas diharapkan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan dalam pembiusan satwa liar, mampu mengenali fase-fase pembiusan, pengenalan peralatan dan obat-obatan yang digunakan serta cara penggunaannya.
  • Permasalahan yang seringkali terjadi di lapangan bahwa tidak semua petugas mengerti bagaimana cara mengisi obat-obatan kedalam syringe sumpit bius atau tembak bius saat akan melakukan upaya penyelamatan satwa liar.  Ini adalah pengetahuan dan ketrampilam mendasar yang harus dimiliki oleh tim rescue satwa liar.
  • Petugas rescue satwa liar juga diharapkan mempunyai ketrampilan dalam penggunaan sumpit bius atau senjata bius untuk upaya penyelamatan satwa liar.
Note :
  1. Untuk meningkatkan kualitas SDM petugas di lapangan dalam upaya penyelamatan satwa liar maka diperlukan pelatihan serupa secara berkelanjutan tidak hanya di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat tetapi juga UPT dilingkup PHKA, Kementerian Kehutanan serta pihak-pihak terkait yang sering menangani kasus-kasus seperti itu, karena keberhasilan upaya penyelamatan satwa liar dari berbagai bentuk aktivitas perburuan liar sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM petugas di lapangan dalam melakukan rescue dan penanganan satwa liar pra dan pasca rescue.
  2. Semua pengetahuan dasar dan ketrampilan yang diberikan selama pelatihan tersebut diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yakni UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain yang merugikan terutama yang bertentangan dengan upaya konservasi satwa liar.
  3. Setiap tindakan pembiusan terhadap satwa liar hanya dapat dilakukan oleh DOKTER HEWAN atau pihak-pihak terkait dibawah supervisi dokter hewan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yakni UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Jumat, 07 September 2012

Peran Profesi Dokter Hewan dalam Membantu Aparat Penegak Hukum

Sebagai dokter hewan yang bekerja untuk konservasi satwa liar, tugasnya tidak hanya melakukan program perawatan kesehatan satwa saja baik pencegahan maupun pengobatan serta penyelamatan satwa dari aktivitas perburuan liar, tetapi juga terkadang dilibatkan dalam membantu proses penegakkan hukum, seperti melakukan pemeriksaan nekropsi dan membuat visum et repertum untuk membantu pihak aparat penegak hukum guna keperluan penyidikan dan  sebagai saksi ahli dalam persidangan di pengadilan sesuai dengan bidang/ profesi yang digeluti.  

Gajah sumatera 'Dino'
Tanggal 2 September 2012
Seperti halnya dengan adanya kasus kematian seorang mahasiswa yang terbunuh oleh seekor gajah jantan  jinak bernama Dino di dalam kawasan TWA Pantai Panjang tanggal 1 September 2012 lalu.  Gajah tersebut dipelihara oleh salah satu hotel di areal wisata Pantai Panjang, Bengkulu, digunakan untuk gajah tunggangan bagi pengunjung yang berwisata di Pantai Panjang.

Saat sedang berada di Pusat Konservasi Gajah Sebelat bersama kolega melakukan program perawatan kesehatan gajah rutin serta program pelatihan seekor anak gajah, saya mendapat panggilan darurat dari BKSDA siang itu, bahwa ditugaskan untuk segera melakukan investigasi dan evaluasi terhadap adanya kasus kematian seorang mahasiswa karena diserang gajah jinak di kota Bengkulu dan melakukan pemeriksaan terhadap gajah tersebut.  Sebelum berangkat ke lokasi kejadian, kami melakukan koordinasi segera dengan management hotel selaku pemelihara gajah, dan dengan management authority yakni BKSDA untuk mencari informasi tentang kejadian tersebut sehingga diketahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.  

Informasi awal yang saya dapatkan saat itu dari pihak management hotel, sebagai berikut :
"Ada tiga orang mahasiswa yang sedang outbound di areal Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang yang juga merupakan lokasi tempat pengangonan gajah bernama Dino dan Natasya. kemudian gajah Dino tersebut mengejar mereka, dua orang bisa melarikan diri dan menghindar, sedangkan satu orang terjatuh dan akhirnya diinjak gajah dan ditusuk dengan gadingnya hingga tewas."

Dan sebelum mendatangi lokasi kejadian saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka seperti dibawah ini :
  1. Dimana lokasi kejadian perkara (TKP) ?
  2. Pukul berapa kejadian tersebut terjadi ?
  3. Apakah gajah Dino sedang dalam kondisi musth ?
  4. Apakah ketiga orang tersebut mendekati areal tempat pengangonan gajah dalam jarak dekat atau gajah yang mendatangi mereka ?
  5. Apakah saat kejadian gajah tersebut sedang bersama mahout (pawang gajah) atau tidak ?
  6. Apakah saat sebelum kejadian gajah Dino dalam kondisi diikat rantai atau dalam kondisi bebas ?
  7. Apakah gajah Dino sedang bersama gajah Natasya atau diangon sendirian ?
  8. Apakah gajah Dino masih bisa diperintah/ dikendalikan oleh mahout setelah kejadian tersebut  atau tidak ?
Beberapa pertanyaan diatas untuk memberikan gambaran singkat pada saya apa yang sebenarnya terjadi sebelum kami melakukan pemeriksaan secara detail terhadap gajah itu dan pihak-pihak terkait, sehingga bisa mempersiapkan peralatan, dan mungkin obat-obatan untuk keperluan chemical restraint dan juga petugas yang sekiranya bisa membantu dalam penanganan kasus ini.


Gajah sumatera bernama Dino dan Mahoutnya
Tanggal 2 September 2012
Setelah selesai melakukan pelatihan dasar pada anak gajah Bona di PKG Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, malam itu pukul 07.00 saya bersama tim yakni seorang kolega dokter hewan dari mitra PKG Seblat dan polisi kehutanan berangkat menuju kota Bengkulu.  Sampai di kota Bengkulu sekitar pukul 01.30  dini hari. Dan menginap di hotel tempat kedua gajah tersebut dipelihara.  Pukul 06.30 pagi itu, saya berkeliling hotel dan menuju ke lokasi gajah berada.  Kulihat dari jauh, gajah Dino dan Natasya sedang ditambat.  Tujuan saya saat itu adalah ingin bertemu dengan mahout (pawang gajah) disana sebelum kami mulai bekerja.  Karena mereka adalah kawan-kawan saya dan saya juga salah satu dokter hewan konsultan bagi perawatan kesehatan gajah-gajah mereka sejak 3 tahun terakhir, dan juga sudah mengenal gajah-gajah mereka.  Pagi itu saya bertemu keluarga mahout gajah Dino, dan saya mendapat informasi pertama dari mahout yang menangani kedua gajah disana pada hari terjadinya musibah itu.  Dan saya juga bertemu dan diskusi dengan mahout lainnya yang merupakan kawan baik saya sejak lama.  Kemudian kami mendekati gajah Dino namun tidak lama berada disana karena saya harus cepat-cepat menuju ke rumah dinas Kepala Balai KSDA untuk rapat koordinasi sebelum kami mulai bekerja melakukan pemeriksaan terhadap gajah tersebut dan lainnya.  Kemudian saya dan tim kembali lagi ke hotel yang pelihara gajah tersebut untuk mulai melakukan pemeriksaan.

TKP - TWA Pantai Panjang
Tanggal 2 September 2012 pukul 09.50 pagi, dimulai dengan pemeriksaan TKP (Tempat Kejadian Perkara) di Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang, didampingi oleh mahout gajah Dino, kepala Resort KSDA Kota Bengkulu, beberapa  Polhut dan PEH, dengan memeriksa tempat tambatan gajah saat pengangonan, dan lokasi korban dibunuh gajah.  Setelah mendapat informasi yang cukup dari mahout gajah Dino, kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan interview mahout yang dimulai pukul 10.26 dan pada pukul 10.42   dilanjutkan dengan pemeriksaan perilaku gajah dengan melihat sejauh mana gajah bisa menerima komando dari mahout dan menjalankannya, pemeriksaan kesehatan serta pemeriksaan peralatan yang digunakan untuk handling gajah. Pukul 11.14 dilakukan pemeriksaan terhadap pihak management.  Setiap informasi yang kami peroleh dan hasil pemeriksaan gajah dan TKP selanjutnya akan menjadi bahan rekomendasi yang akan disampaikan ke Balai KSDA dan kemudian untuk membantu keperluan penyidikan kepolisian serta evaluasi perijinan pemeliharaan gajah oleh pihak ketiga.


Terbunuhnya seseorang oleh gajah jantan yang telah dijinakkan, siapa yang patut dipersalahkan, manusia atau gajah ?
Kasus gajah jantan menyerang orang hingga tewas sudah beberapa kali terjadi di Sumatera.  Sebelum kejadian di kota Bengkulu pada tanggal 1 September 2012, yakni seorang mahasiswa yang sedang melakukan survey untuk outbound di Taman Wisata Alam Pantai Panjang tewas setelah dikejar, diinjak dan ditusuk dengan gading oleh seekor gajah jantan bernama Dino, juga pernah terjadi kematian seorang mahout yang dibunuh oleh seekor gajah jantan yang sedang dalam periode musth di Pusat Konservasi Gajah Holiday Resort, Sumatera Utara dan gajah jantan bernama Reno telah menyerang dan menginjak koordinator Pusat Konservasi Gajah Minas, Riau yang pada akhirnya meninggal dunia dua minggu kemudian setelah kejadian tersebut. Untuk memahami mengapa gajah jantan berperilaku seperti itu, mungkin kita perlu tahu mengenai  perilaku alami (behavior) gajah jantan.
Gajah sumatera bernama Dino dan Natasya
Pantai Panjang, Bengkulu - 2 September 2012
Gajah jantan dewasa di alam liar hidup secara soliter (sendiri) tanpa kelompok, hanya kadang-kadang dia akan mendekati kelompok gajah betina yang mana bila ada dari mereka yang siap untuk dikawini kemudian kembali pergi meninggalkan kelompok betina untuk menjelajah sendiri.  Dalam kehidupannya yang soliter, gajah jantan terbiasa mengambil keputusan sendiri untuk setiap apa yang dia mau lakukan tanpa adanya perintah atau tekanan dari gajah lainnya. Saat gajah jantan dijinakkan maka dia dipaksa untuk mengikuti perintah manusia meskipun itu tidak sesuai dengan perilaku alaminya yang tidak tunduk pada siapapun.  Gajah jantan dewasa adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, dia tidak tunduk pada gajah jantan lain dan juga tidak sebagai pemimpin bagi gajah jantan lainnya.  Bila orang bisa menjadi lebih dominan pada gajah jantan dewasa maka gajah tersebut akan mengikutinya, tetapi bila gajah jantan bisa menunjukkan bahwa dia lebih dominan dari manusia maka dia tidak akan bisa dikendalikan atau tidak mau diatur oleh manusia. Gajah jantan dewasa juga mengalami perubahan perilaku saat dalam periode musth, yakni kondisi dimana secara fiisk gajah jantan mengalami pembengkakan pada kelenjar temporal dan selanjutnya keluar cairan terus-menerus pada bagian tersebut, sering urinasi, tidak merespon perintah dengan baik dan cenderung agresif pada siapa saja dan apa saja yang ada didekatnya. Musth bisa terjadi sampai dengan dua bulan lamanya, kadang kurang atau lebih lama dari itu dan berbeda pada setiap individu gajah.  Kasus kematian orang diserang gajah biasanya terjadi pada periode ini, terutama disaat awal atau akhir periode musth karena tanda-tanda musth belum tampak secara jelas sehingga orang kurang mewaspadai kalau gajah sedang dalam kondisi musth.
Selain itu diluar periode musth, gajah jantan harus tetap diwaspadai karena secara alami gajah jantan dewasa hidup sendiri, dengan kehadiran manusia didekatnya dan manusia bersikap mendominasi sehingga memaksa gajah jantan untuk berperilaku diluar perilaku alaminya, dan dalam kondisi seperti itu dia juga akan punya keinginan untuk melawan bila ada kesempatan dan bila dia telah berhasil menunjukkan bahwa dia bisa menjadi dominan.
Dan ini sangat berbeda dengan perilaku alami pada gajah betina, karena gajah betina di alam liar hidup dalam kelompok dan mengenal adanya atasan dan bawahan, dan terbiasa hidup dalam kendali gajah lain yang menjadi pimpinannya dalam suatu kelompok sehingga saat berada dekat dengan manusia maka gajah betina lebih terbiasa menerima perintah dan lebih mudah dikendalikan.