Jumat, 26 April 2013

Harimau sumatera yang malang, Tesa....hanya 62 hari bertahan dalam perawatan

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama TESA hanya mampu bertahan selama 62 hari saat menjalani perawatan medis di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu.  Akhirnya mati setelah mengalami kondisi kritis dan kesulitan bernafas selama dua hari.

Harimau sumatera 'Tesa' sesaat setelah sadar dari pembiusan
Tanggal 22 Pebruari 2013

Rescue (penyelamatan) harimau sumatera bernama Tesa
Hari itu tanggal 21 Pebruari 2013, saya sedang berada di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat di Bengkulu Utara untuk pengobatan gajah bernama Aswita dan Bona yang sedang sakit saat itu, kemudian mendapat informasi bahwa telah diselamatan seekor harimau sumatera dari konflik dengan manusia di Desa Talang Sebaris, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Bengkulu.  Hari itu saya langsung kembali menuju ke kota Bengkulu dengan menggunakan angkutan umum dengan menempuh perjalanan sekitar 4-5 jam untuk bisa sampai ke kota Bengkulu.  Dari camp PKG Seblat saya masih harus menyeberangi Sungai Seblat dengan perahu dayung atau bisa juga menyeberang dengan bantuan gajah jinak, kemudian dilanjutkan dengan ojek motor selama kurang lebih satu jam melewati jalan buruk untuk mencapai jalan lintas antar  provinsi Bengkulu-Sumatera Barat/ Jambi, dari jalan lintas bisa menggunakan mobil travel menuju kota Bengkulu yang ditempuh selama 4 jam.  Kondisi jalan yang harus dilewati pun tidak cukup bagus, karena masih ditemukan beberapa tempat jalan rusak akibat mobil-mobil besar yang melintas dengan muatan melebihi batas beban jalan seperti truk batubara dan lainnya.

Harimau sumatera tersebut yang kemudian diberi nama Tesa, telah berhasil diselamatkan oleh tim rescue dari Seksi KSDA Wilayah II dengan menggunakan box trap dengan umpan seekor kambing, pada hari itu juga harimau tertangkap, selanjutnya dipindahkan ke kantor BKSDA Bengkulu untuk pemeriksaan dan mendapatkan perawatan medis. 


Pemeriksaan awal harimau Tesa
Harimau (Tesa) mengalami paresis pada kedua kaki belakang
Tanggal 22 Pebruari 2013 
Sore hari baru tiba di kota Bengkulu dan saya langsung melihat kondisi harimau tersebut, karena sebelumnya  tim rescue menginformasikan bahwa harimau dalam kondisi sakit, terluka, tidak bisa berjalan normal dan terjerat di leher.  Harimau diletakkan dalam kandang perawatan, yakni box trap yang dialihfungsikan untuk kandang perawatan dengan ukuran sekitar 2mx1mx1m tanpa ada kandang jepit dan lokasi kandang diisolasi agar tidak banyak orang yang melihat kecuali petugas pemberi pakan dan tenaga medis.  Karena satwa liar seperti harimau sumatera bila dipertontonkan ke banyak orang akan memicu stress dan perilakunya menjadi tidak normal. Perawatan harimau liar yang tepat adalah harus diisolasi untuk meminimalkan kontak langsung dengan manusia yang bisa menimbulkan stress pada satwa liar. Tampak tubuh bagian pinggul sampai ujung kedua kaki belakang tampak kusam dan rambut rontok serta terdapat luka gores kemungkinan karena kedua kaki tersebut saat berjalan diseret sehingga terluka.  Juga terdapat luka melingkar pada leher dengan masih terdapat jerat di leher yang belum lepas, luka tersebut kemungkinan terjadi saat harimau mencoba untuk melepaskan jerat sehingga membuat leher bagian atas terdapat luka yang dalam dan sudah terjadi myasis (berulat).  Harimau sangat lemah, saya pun masih bisa memasukkan tangan kedalam kandang untuk mengukur suhu tubuh guna mengetahui apakah harimau tersebut dalam kondisi demam atau tidak.  Serta melakukan palpasi pada tulang vertebrae dari ekor sampai dengan punggung untuk mengetahui apakah ada cidera tulang belakang atau tidak.  Harimau tampak tidak agresif sehingga saya lebih leluasa untuk melakukan pemeriksaan  fisik tanpa pembiusan.  Tapi harus tetap waspada sambil memeriksa dan terus mengamati gerakannya, bagaimanapun dia adalah tetap hewan buas :)

Pengobatan yang dilakukan pada sore itu adalah membersihkan luka terbuka yang terdapat pada leher dan kaki serta ekornya.  Dan harimau diberi minum terlebih dulu dan supplement sebelum dipuasakan untuk persiapan operasi esok harinya.

Luka pada leher karena jerat dan luka pada kaki belakang 
karena diseret saat berjalan, tanggal 21 Pebruari 2013
Saya selanjutnya menggali informasi dari tim rescue tentang kondisi harimau Tesa sebelum direscue.  Menurut informasi masyarakat setempat, bahwa harimau Tesa telah berkeliaran di Desa Talang Sebaris selama dua minggu, dan sudah dalam kondisi lumpuh pada kedua kaki belakangnya menurut warga yang pernah melihat secara langsung.  Berjalan hanya menggunakan kedua kaki depan dan menyeret tubuh bagian belakang dengan pinggul sebagai tumpuan. Harimau tersebut memangsa ternak ayam dan bebek mereka juga anjing kampung disana.  Harimau terkena jerat di leher, jerat tersebut  berupa tali nylon yang digunakan warga untuk menjerat babi hutan. Menurut pengakuan warga, harimau Tesa juga pernah jatuh kedalam jurang karena jalannya yang tidak normal itu dan akhirnya sanggup merangkak naik kembali dan berkeliaran di Desa Talang Sebaris untuk mencari makan.  


Pengobatan Harimau Tesa
Wildlife Rescue Unit - BKSDA Bengkulu
Operasi Harimau Tesa
Esok harinya, tanggal 22 Pebruari 2013 mulai pagi saya dan wildlife rescue unit BKSDA Begkulu  mempersiapkan segala perlengkapan untuk keperluan pembiusan, operasi penjahitan luka dan pengobatan harimau.  Karena peralatan dan obat serta anggota tim masih belum lengkap sehingga operasi ditunda siang harinya setelah shalat jumat. Setiap melakukan pembiusan setidaknya saya membutuhkan empat orang untuk membantu, yakni orang yang bertugas sebagai recorder untuk mencatat physiological data / vital signs selama pembiusan juga melakukan pencatatan tentang anesthesi dan pengobatan apa saja yang dilakukan serta kelainan apa saja yang ditemukan saat pemeriksaan.  Recorder ini juga sangat membantu untuk mengingatkan dokter hewan bila terjadi adverse side dari anesthesi seperti hypothermi/ hyperthermi, henti nafas, pulsus lemah/ hilang dan lain-lain sesuai dengan data yang didapat, sehingga bisa segera dilakukan perbaikan kondisi satwa oleh dokter hewan.  Selain itu juga dibutuhkan orang untuk pengukuran suhu tubuh, frekuensi pernafasan (respirasi) dan denyut jantung ataupun pulsus per 5-10 menit sekali.  Karena keterbatasan peralatan medis sehingga semua itu dilakukan secara manual. Juga memerlukan orang untuk melakukan dokumentasi dari setiap kegiatan yang dilakukan juga mendokumentasikan setiap hal yang ditemukan dalam pemeriksaan medis untuk bahan laporan tertulis, dan satu orang lagi sebagai runner yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh dokter hewan untuk membantu banyak hal sesuai kebutuhan. 

Dalam setiap penanganan harimau sumatera baik saat rescue dari jerat pemburu liar atau konflik dengan manusia, saat pengobatan maupun saat pemeriksaan nekropsi, dari anggota tim yang terlibat hanya saya sendiri yang berlatar belakang kedokteran hewan, sedangkan lainnya adalah mengkaryakan polisi kehutanan (Polhut), PEH (Pengendali Ekosistem Hutan), Penyuluh, Humas, Mahout (pawang gajah) dan lainnya sebagai Vet Nurses, namun mereka sedikit demi sedikit sudah terlatih secara langsung dilapangan dan tahu apa yang musti dikerjakan karena sering membantu saya dalam penanganan satwa liar.

Operasi penjahitan luka karena jerat leher
BKSDA Bengkulu, 22 Pebruari 2013
Pengobatan yang dilakukan setelah melepaskan jerat di leher harimau adalah pembersihan luka akibat jerat dan myasis, dan saya menemukan lebih dari 50 larva lalat (orang awam menyebutnya ulat) dalam otot (daging) yang terdapat didalam luka, kemudian dibuat luka baru sebelum penjahitan untuk penutupan luka, dilakukan juga pengobatan luka pada kedua kaki belakang.  Melakukan palpasi pada tulang vertebrae mulai dari leher sampai pangkal ekor, juga memeriksa seluruh persendian pada kaki terutama kaki belakang.  Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap (hematologi) dan serologi juga sampel lainnya seperti rambut, urine, ektoparasit, serta pemeriksaan lainnya.  Selain itu juga pemberian fluid therapy karena harimau mengalami dehidrasi serta pemberian supplement, antibiotik, anti inflamasi, analgesik juga antiparasit injection.  Disamping pemeriksaan medis dan pengobatan juga dilakukan pengambilan data body measurement dan mendokumentasi corak loreng pada tubuh harimau untuk identifikasi individu.

Setelah harimau mulai sadar, kami kembalikan lagi ke dalam kandang perawatan.  Masih  dilakukan pemberan infuse/ fluid therapy, kemudian penyuntikan antidote agar harimau segera sadar kembali.  Proses sadar kembali dari efek pembiusan merupakan saat-saat yang kritis dan perlu dimonitoring terus kondisinya dan tidak boleh ditinggalkan, karena pada saat-saat seperti itu juga rawan terjadinya kematian.

Pada awalnya saya menduga bahwa pembiusan akan berefek buruk terhadap kondisinya karena sebelumnya harimau tersebut sangat lemah. Ternyata hasil pencatatan data vital signs selama terbius kondisinya sangat bagus dan tidak terjadi komplikasi selama terbius.  Semua berjalan baik, mulai dari saat proses pembiusan, selama terbius sampai saat penyadaran kembali.


Perawatan pasca operasi
Pengobatan luka, 20 April 2013 
Perawatan pasca operasi memang lebih sulit dibandingkan melakukan operasi itu sendiri, karena posisi luka di leher dan dikaki sehingga harimau bisa menggaruk lukanya dengan kaki depan yang kadangkala  menyebabkan luka menjadi terbuka kembali dan infeksi.  Setelah monitoring beberapa hari, ada beberapa jahitan yang terbuka/ jebol karena digaruk dengan kaki depannya tetapi tidak terjadi infeksi, karena luka tersebut dua kali sehari selalu dibersihkan dan disemprot antibiotik lokal pada bekas jahitan.  Akhirnya luka pada leher menutup dan tumbuh rambut kembali, seperti halnya luka di bagian kedua kaki belakang menjadi kering dan tumbuh rambut kembali sehingga tidak tampak kusam lagi.  Bahkan harimau terlihat sering berusaha untuk berdiri tetapi tidak sanggup dan akhirnya hanya berdiri bertumpu pada tulang pinggul. 


Pemberian obat per oral
Nafsu makan harimau cukup bagus sehingga tidak ada masalah dalam pemberian makanan, dan akhirnya pemberian obat (antibiotik, analgesik, supplement, anti inflamasi) secara per oral pun menjadi lancar, hanya terkadang harimau merasa bosan dengan makanan yang kurang bervariasi, sehingga perawat satwa perlu memberikan makanan yang berbeda pada saat harimau sudah mulai bosan dengan makanan yang sejenis dalam waktu lama.  Selain itu juga diperikan pengobatan antibiotik long acting injeksi. 

Sejak hari ketiga berada di BKSDA Bengkulu, tepatnya sehari setelah operasi untuk pengobatan, kondisi harimau semakin membaik, nafsu makan bagus, tidak tampak lemah dan lesu lagi sehingga tidak bisa lagi didekati bahkan dipegang karena dia sudah mulai menerkam dan berusaha mencakar setiap orang yang datang untuk merawatnya dan setiap ada pergerakan orang di dekat kandangnya. Ini terlihat normal seperti harimau-harimau sebelumnya yang pernah kami rawat.

Pada tanggal 19 April 2013, saya mendapatkan laporan dari perawat satwa bahwa harimau Tesa nafsu makannya turun, daging ayam yang diberikan tidak dihabiskan.  Saya meminta perawat satwa untuk mengganti dengan daging sapi, kemungkinan nafsu makannya turun karena sakit atau karena bosan terhadap daging ayam yang diberikan terus-menerus setiap hari. Ternyata semua daging sapi yang diberikan dimakan habis olehnya.  Esok harinya tanggal 20 April 2013, saya menemaninya makan sekalian membantu untuk membersihkan kandang dan mengobati luka decubitus yang telah sembuh menjadi luka kembali, dan terdapat luka baru dipunggung akibat bergesekan dengan jeruji kandang saat pindah posisi.  Saat itu perawat satwa membawa makanan berupa daging ayam, dan Tesa hanya makan beberapa potong saja, tidak semua dimakannya, sehingga saya memintanya untuk mengganti dengan daging lainnya. Semua makanan yang diberikan kepada harimau selalu dalam kondisi segar baru disembelih.  Seperti halnya harimau-harimau sebelumnya, bahkan bila diberi daging yang telah disimpan dalam kulkas (refrigerator) harimau tidak mau makan, untuk itu setiap pemberian pakan pada harimau, kami selalu membeli daging yang masih segar. 

Sebelum memasuki kandangnya, saya memperhatikan dari lubang pintu, harimau Tesa bersuara seperti sapi sehingga menarik perhatianku, beberapa kali dia bersuara seperti sapi.  Akhirnya berhenti bersuara saat dia mengetahui kehadiranku dan bangun menatap kearah pintu yang masih tertutup dengan penuh curiga.  Satwa liar yang satu ini memang sangat sensitif, meskipun saya datang mengendap-endap tanpa bersuara dan memperhatikannya dibalik pintu melalui lubang kecil di pintu, tetapi harimau tahu bahwa dibalik pintu ada orang yang memperhatikannya, mungkin dia tahu dari bau manusia yang sudah dia kenali.  Hari itu harimau masih tampak agresif dan terlihat selalu waspada sambil menghadap dan menyesuaikan dengan posisi orang yang ada di dekatnya, apalagi melihat saya yang sering bergerak di sekitar kandang untuk mengobatinya, membuat dia sangat terganggu dan marah.

Perilakunya mulai tampak tidak normal sejak tanggal 23 April 2013 siang itu harimau tersebut masih terlihat seperti biasa, namun sore harinya sekitar pukul 17.00 WIB saat perawat satwa akan memberi makan, harimau tidur dan tidak merubah posisinya, saat ada orang datang dan tidak tampak agresif. Kemudian pukul 19.00 - 20.00 WIB, saya datang kembali untuk melihat kondisinya sebelum memutuskan untuk pergi ke Pusat Konservasi Gajah Seblat besok paginya tanggal 24 April 2013 guna melakukan vaksinasi dan pemeriksaan gajah rutin serta pemberian obat cacing rutin pada semua gajah disana.  

Nafas harimau terlihat berat, lambat dan dalam, sepertinya ada gangguan dalam pernafasannya dan sesekali batuk seperti mau vomit (muntah).  Saya palpasi perutnya tampak kembung, sehingga malam itu saya melakukan pengobatan kembung terlebih dulu dan saya juga therapy supportive.  Malam itu saya meminta petugas penjaga kantor untuk memeriksanya setiap saat, dan saya meninggalkan kunci kandang untuknya.  Lokasi kandang harimau memang selalu terkunci untuk menghindari orang-orang keluar masuk lokasi tersebut, dan hanya saya dan petugas pemberi pakan dan yang membersihkan kandangnya yang membawa kuncinya.  Petugas penjaga kantor juga memberi penerangan di lokasi kandang agar kondisi harimau mudah dipantau dari luar kandang.  Saya juga berpesan untuk dihubungi sewaktu-waktu bila terlihat kondisi harimau semakin kritis.  Saya kembali pulang dan standby di rumah untuk mendapatkan informasi tentang kondisi harimau atau bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada harimau malam itu.  Saya melewati malam dengan penuh kecemasan, dan sudah berpikir apakah harimau Tesa masih bisa bertahan malam itu.  Paginya saya mendapat telepon bahwa Tesa kondisinya masih sulit bernafas dan sering membantingkan kepalanya ke jeruji kandang.  Seorang teman kantor menjemput saya pagi itu untuk segera ke kantor BKSDA Bengkulu, dengan membawa peralatan medis milik saya sendiri yang lebih lengkap.  Harimau tampak sering kejang, dan membantingkan kepala ke jeruji kandang, mungkin karena adanya rasa sakit yang luar biasa.  Dia hanya sanggup mengangkat kepala, dan menggerakan kaki belakang dan ekor, sedangkan posisi tubuh lainnya tetap seperti hari sebelumnya tanpa ada perubahan. Setelah memberikan obat-obatan injeksi untuk meredakan gejala klinis yang muncul kemudian mencoba memberi makanan hati sapi agar mudah dikunyah dengan cara disuapi, nafsu makan bagus dan sering mengangkat kepalanya untuk minta makanan lagi tapi sepertinya tidak sanggup mengunyah, makanan tersebut dikeluarkan lagi dari mulutnya.  Akhirnya pemberian makanan dicoba diganti dengan pemberian karbonhydrat dalam bentuk cairan yang bisa diberikan melalui infuse.  

BKSDA Bengkulu, tanggal 24 April 2013
Saya sudah merasa bahwa Harimau Tesa akan pergi bahkan sejak malam itu, karena kondisinya sangat lemah, sehingga untuk memegangnya pun bisa dilakukan, namun dia masih bisa angkat kepala, tidak hanya nafas bahkan denyut jantungnya juga sudah abnormal sangat pelan dan tidak teratur.  Meskipun begitu, apapun masih tetap diupayakan untuk memperbaiki kondisinya meskipun kemungkinannya sangat kecil.  Akhirnya tepat pukul 12.33 WIB harimau Tesa dinyatakan mati.  Kami semua yang selama ini merawatnya ada didekatnya dan menemaninya saat menjelang dia akan pergi.  Meskipun tak semua orang memperdulikannya disini, bahkan acuh dan tidak mau tahu, tetapi paling tidak Tesa akan merasakan bahwa masih ada orang-orang yang sudi memperhatikannya selama ini, dan berada disampingnya disaat dia akan menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Harimau sumatera yang malang, kondisinya membuat dia harus ditangkap, dan kondisinya juga yang membuat dia kehilangan nyawa.  Kematian Tesa meninggalkan misteri yang harus dicari jawabannya.  Untuk itu dilakukan pemeriksaan nekropsi (bedah bangkai) untuk mengetahui penyebab kematiannya dan pemeriksaan laboratorium baik histopatologi, bakteriologi dan virologi untuk penegakan diagnosa. Juga untuk mengetahui penyebab kedua kaki belakangnya yang mengalami paresis sehingga tidak bisa dipakai untuk berjalan secara normal, mengingat tidak ditemukan adanya cidera pada tulang belakang (spinal cord injury).  Ditemukan juga pneumonia purulenta karena hampir merata di seluruh permukaan paru-parunya terdapat benjolan/ nodule berisi pus (nanah) dan eksudat warna kehijauan.  Mungkin ini penyebab harimau mengalami kesulitan bernafas. Dan tidak ditemukan adanya endoparasit pada paru yang kadang juga menyebabkan adanya bentukan nodule pada paru yang berisi parasit.  Organ lainnya tampak normal kecuali saluran pencernaan.

Selama ini hanya bisa menduga-duga tentang apa yang dideritanya, tanpa adanya pemeriksaan lain yang mendukung, tanpa adanya peralatan medis yang memadai, dan terbatasnya dana untuk pemeriksaan tentunya bila diperiksa di tempat lain, oleh karena itu tidak banyak yang bisa diperbuat, dan tidak banyak hal yang bisa dideteksi secara dini, sehingga berpengaruhi terhadap therapy yang akan dilakukan. Memiliki peralatan medis yang memadai sudah menjadi kebutuhan mutlak mengingat konflik harimau di Sumatera khususnya di Provinsi Bengkulu makin lama makin meningkat akibat aktifitas manusia yang sudah mulai mempersempit  habitat-habitat harimau sumatera, dan tidak semua harimau yang direscue selalu dalam kondisi sehat tentunya, mengingat untuk meminjam peralatan dari tempat lain pun belum tentu bisa didapatkan dengan mudah, meskipun tujuannya mulia yakni untuk mendukung konservasi harimau sumatera yang sudah masuk kategori critically endangered species di negara ini menurut red list dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).   Hanya dengan menunggu harimau sumatera mati dengan sendirinya tanpa bisa berbuat banyak karena keterbatasan fasilitas untuk penanganan, atau juga terlalu lama menunggu upaya untuk rujukan  ke tempat lain yang memiliki fasilitas yang lebih memadai, semua itu sungguh membuat perasaan tersiksa bagi perawatnya, karena tidak banyak yang bisa diperbuat secara maksimal dan akhirnya pun tidak bisa segera diambil keputusan yang tepat tanpa dasar yang kuat, apakah harimau tersebut harus dieuthanasia, ditranslokasi ke tempat lain untuk pengobatan lebih lanjut ataukah ada kemungkinan bisa pulih kembali dan mampu untuk dilepasliarkan kembali ???  Hal ini dipengaruhi karena selama ini dalam penanganan satwa liar terlebih satwa yang terancam punah, otoritas veteriner belum berlaku karena semua diputuskan oleh penentu kebijakan termasuk hal-hal yang berhubungan dengan medik konservasi, sangat berbeda dengan di negara lain dan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab VII tentang Otoritas Veteriner.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar