Senin, 07 April 2014

Akhirnya kaki depan seekor harimau sumatera bernama Elsa harus diamputasi



Seekor Harimau sumatera terjerat pemburu di Kabupaten Kaur, 
Bengkulu. Kamis, tanggal 3 April 2014
Saya bersama tim recsue baik dari BKSDA Bengkulu atau Tiger Protection and Conservation Unit - Kerinci Seblat atau Conservation Response Unit - PKG Seblat, telah menyelamatkan harimau sumatera yang terjerat tali sling pemburu liar sejak tahun 2007, dari semua harimau yang diselamatkan pada akhirnya harus kehilangan kakinya karena telah nekrosis (mengalami kematian jaringan). Begitu juga seekor harimau sumatera yang kami beri nama Elsa yang telah diselamatkan dari jerat pemburu pada tanggal 3 April 2014 di sekitar HGU perkebunan sawit PT. Dinamika Selaras Jaya Divisi 1 yang berlokasi di Desa Beriang Tinggi, Kecamatan Tanjung Kemuning, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Harimau yang ditemukan dalam kondisi terjerat pada tanggal 2 April 2014 oleh tim Tata Batas HGU dari Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Kemudian tim rescue BKSDA Bengkulu diturunkan ke lokasi untuk menyelamatkan harimau tersebut.

Menyelamatkan harimau yang terjerat tali sling pemburu liar bukanlah hal yang mudah, kami bekerja seperti berlomba kecepatan dengan para pemburu. Bila kami telat datang maka pemburu liar yang lebih dulu membunuh dan membawa lari bangkainya. Seperti yang pernah kami alami di Ulu Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Untuk mencapai lokasi harimau terjerat yang berada di dalam kawasan hutan, kami harus berjalan kaki dari desa terdekat dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB tanpa istirahat, dengan melewati perbukitan dan belasan kali menyeberangi sungai besar bagian hulu. Tiba di lokasi tali sling telah terputus dan harimau sudah tidak ditemukan lagi. Tali sling yang diputus oleh harimau itu sendiri ataupun diputus oleh manusia sangat berbeda kondisinya. Begitu juga saat kami akan melepaskan harimau yang terjerat sling pemburu liar di dalam kawasan Hutan Produksi Air Rami di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Untuk mencapai lokasi kami berjalan kaki selama dua hari, melewati perbukitan dan sungai Tembulun bagian hulu. Pada saat kami berjalan masuk hutan, kami juga mendapat informasi bahwa pemburu harimau juga memasuki hutan yang sama. Seperti pepatah, "siapa cepat, siapa dapat". Untuk itu kami beradu cepat siapa yang akan mencapai lokasi terlebih dulu untuk mendapatkan harimau tersebut. Akhirnya kamipun masih bisa menyelamatkan harimau itu sebelum pemburu membunuhnya dan mengulitinya.

Namun dari setiap upaya penyelamatan harimau terjerat yang membuat saya sangat bersedih dan emosional adalah kondisi kaki yang terjerat selalu rusak karena tali sling. Tali sling yang mengikat ketat di kaki harimau membuat peredaran darah terhambat dan lama-kelamaan jaringannya mati dan akhirnya membusuk. Harimau yang spontan berontak karena terjerat juga memperparah kondisi, kaki yang terjerat menjadi mengelupas karena berusaha melepaskan diri dari sling dan seringkali terlihat luka terbuka dan hanya tinggal tulang jari menonjol keluar yang terikat tali sling.

Kaki depan kanan harimau sumatera telah membusuk 
karena jerat pemburu. Jumat, tanggal 4 April 2014
Begitu juga seekor harimau sumatera yang kami lepaskan dari jerat pemburu pada hari Kamis, tanggal 3 April 2014, kondisi kaki depan sebelah kanan telah membusuk begitu juga dengan telapak kakinya. Baunya pun menyengat seperti bau bangkai saat pertama kami temukan. Akhirnya sayapun harus membuat keputusan yang sangat berat, saya harus mengamputasi kakinya sesegera mungkin sebelum mengakibatkan infeksi sekunder yang lebih serius dan membahayakan nyawa harimau.

Banyak orang yang menyayangkan saya mengamputasi kaki harimau tersebut, karena mereka tidak tahu kondisi yang sebenarnya, dan mereka juga tidak paham bahaya yang akan terjadi bila kaki tersebut tidak segera diamputasi. Jaringan bila sudah nekrosis itu tidak bisa diselamatkan. Memang, kaki depan fungsinya sangat vital bagi harimau terutama dalam mencari mangsa untuk bertahan hidup. Namun, bila kaki telah nekrosis dan membusuk bila tidak cepat diamputasi, harimau pun juga tidak akan bertahan hidup karena bisa kehilangan nyawanya karena infeksi yang menyebabkan kerusakan lebih serius.


Jumat, 4 April 2014

Dari hasil pemeriksaan kondisi harimau sangat baik, sehingga hanya diperlukan waktu agar harimau bisa beristirahat dengan tenang setelah stress karena penangkapan dan transportasi. Namun upaya ini pun tidak berjalan dengan baik, pada saat harimau sedang istirahat masih juga ada orang-orang dengan berbagai kepentingan ingin melihatnya di kandang perawatan yang tentu saja sangat mengganggu dan membuat harimau berontak karena melihat kehadiran banyak orang. Menurut saya harimau perlu kondisi tenang  dan tidak boleh diganggu dengan kehadiran siapapun dan untuk keperluan apapun, karena akan menjalani operasi amputasi esok harinya. Namun tak semua orang mau memahami sesuai dengan yang saya harapkan.

Setelah selesai melakukan koordinasi dengan tim rescue, maka hari itu administrasi dan birokrasi dipersiapkan, yakni pembuatan Surat Perintah Tugas (SPT) untuk operasi amputasi kaki harimau bernama Elsa di BKSDA Bengkulu.


Sabtu, 5 April 2014

Persiapan operasi amputasi di BKSDA Bengkulu
Sabtu, tanggal 5 April 2014
Bekerja untuk satwa liar memang tidak mengenal hari libur. Karena kami bekerja sesuai dengan kondisi satwa dan bukan menyesuaikan dengan kalender. Akhir pekan itu akan menjadi hari yang sibuk bagi kami. Pagi itu pukul 08.00 WIB kami merencanakan akan memulai pekerjaan untuk melakukan pembiusan harimau untuk menghindari terjadinya hyperthermia bila dilakukan di siang hari yang panas. Namun terkadang rencana tidak sesuai dengan yang diharapkan, tiba-tiba pagi itu kondisi kesehatan saya memburuk, sebelumnya saya memang kurang sehat. Saya kehilangan tenaga dan merasa lemas. Saya menginformasikan kepada tim saya agar kegiatan ditunda satu jam karena saya perlu waktu untuk tidur sebentar sebelum bekerja. Pukul 09.00 WIB saya baru berangkat ke kantor BKSDA dengan kondisi masih lemah. Saya tidak bisa menunda lagi untuk operasi amputasi kaki harimau karena kondisinya sudah membusuk, karena bila diundur waktunya kondisinya akan semakin memburuk. Namun saya sendiri merasa khawatir tidak mampu melakukan operasi yang tentu membutuhkan waktu lama karena kondisi kesehatan saya sendiri yang menurun. Maka sebelum melakukan operasi harimau, sesampainya di kantor saya periksa dan berobat dulu ke rumah sakit Rafflesia yang berada di depan kantor BKSDA dengan diantar seorang teman. Saya disarankan untuk ke UGD (Unit Gawat Darurat).  Sudah dua kali saya masuk UGD di rumah sakit ini, yang pertama karena pingsan yang disebabkan tekanan darah terlalu rendah. Selesai periksa dan berobat akhirnya saya kembali ke kantor dan mulai bekerja. Saya tidak sanggup bekerja dengan berdiri lama akhirnya saya lebih memilih bekerja sambil duduk.

Operasi amputasi kaki depan kanan seekor harimau sumatera 
di Balai KSDA Bengkulu Sabtu, tanggal 5 April 2014
Harimau sumatera bernama Elsa menjalani puasa sebelum dilakukan pembiusan untuk operasi amputasi. Selama pembiusan tidak ada komplikasi, yang biasanya seringkali terjadi pada harimau yang diimmobilisasi dengan menggunakan obat anaesthesia Ketamine 10% dikombinasikan dengan sedativa Xylazine 10%. Kondisi frekuensi nafas, pulsus dan detak jantung, temperatur tubuh dan lain-lain selama terimmobilisasi cukup baik dan dimonitor secara rutin oleh teman-teman yang membantu saya, sehingga operasi amputasi bisa berjalan dengan lancar. Dalam setiap menjalankan penanganan medis pada satwa liar hanya saya yang punya latar belakang kedokteran hewan, teman-teman yang membantu saya semua staff BKSDA Bengkulu memiliki latar belakang jabatan yang beragam, ada polisi kehutanan (Polhut), PEH (Pengendali Ekosistem Hutan), Penyuluh Kehutanan, Humas dan lain-lain.  Saya tidak memiliki Vet Nurse atau Vet Tech atau paramedis (perawat). Mereka itu yang memiliki multi talent, disaat saya sedang membutuhkan asisten, mereka semua bisa menjadi Vet Nurses. Di BKSDA Bengkulu kami memiliki tim rescue satwa liar yang anggota timnya beragam latar belakang jabatan. Kebetulan mereka seringkali mendampingi saya dalam menangani satwa liar tidak hanya harimau tetapi juga rusa dan lain-lain, sehingga mereka terlatih dengan sendirinya.  Dalam setiap menangani satwa liar, saya sudah tidak perlu repot karena mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan sehingga saya bisa fokus dengan pengobatan. Seperti halnya dalam pembiusan harimau sumatera untuk operasi amputasi kaki, satu orang sudah mencukur rambut di kaki harimau dan membersihkan luka dengan antiseptic sebelum saya mengamputasinya, satu orang lagi mencukur rambut harimau di ekor atau paha untuk pemasangan infuse (terapi cairan), dan mereka juga melakukan monitoring pernafasan, pulsus dan suhu tubuh secara rutin tanpa diminta, dan ada juga yang bagian recording. Tanpa diinstruksi mereka juga melakukan koleksi sampel dan morfometri (body measurement), dan satu orang membantu saya untuk mengambilkan peralatan bedah yang saya butuhkan, ada juga yang bertugas membersihkan darah dengan tampon dan masih banyak lagi lainnya. Mereka juga sudah tahu tentang kondisi kritis saat pembiusan, bila hasil pemeriksaan mereka ada nilai yang tidak normal mereka langsung memberitahu saya untuk tindakan emergency. Memiliki teman kerja yang sudah terlatih dan terbiasa menangani satwa liar akan mempermudah pekerjaan, sehingga saya tinggal fokus pada operasi amputasi kaki depan harimau. Empat jari telah saya potong dan menyisakan jempol kaki depan karena kondisinya masih bagus dan jaringannya tidak nekrosis.

Setelah selesai operasi amputasi, tanggal 5 April 2014
Operasi amputasi kaki depan harimau berjalan selama 2 jam, karena harus membersihkan jaringan-jaringan yang telah nekrosis serta adanya pembuluh darah besar disela-sela jari yang mempersulit amputasi. Selain itu juga diberikan pengobatan antibiotik long acting, anti inflamasi, pain killer dan lain-lain. Pengambilan sampel rambut untuk pemeriksaan DNA, sampel darah untuk pemeriksaan hematologi dan serologi, sampel ektoparasit. Selama harimau masih terbius, sampel bisa dikoleksi dengan mudah karena bila sadar kembali kami tidak bisa melakukannya lagi.

Selama bertahun-tahun kami belum memiliki kandang perawatan harimau yang layak, yang dilengkapi dengan kandang jepit, serta tidak memiliki fasilitas untuk ruang bedah. Kami biasa melakukan operasi harimau dimana saja tanpa ada ruangan yang steril. Memang, sepertinya penanganan satwa liar belum menjadi prioritas, karena usulan-usulan tentang pemenuhan sarana prasana medis untuk itu tidak pernah ditanggapi meski kami selalu belajar dari pengalaman bahwa kasus seperti ini sudah berulang kali terjadi. Namun, untuk bisa berbuat untuk satwa liar tidak harus menunggu memiliki fasilitas yang memadai, karena tidak pernah tahu sampai kapan akan dipenuhi. Dengan fasilitas ataupun tanpa fasilitas kami harus tetap bisa bekerja.

1 komentar:

  1. pengalamannya sangat menarik dan banyak.. suatu saat aku ingin seperti mbak yanti.. tolong dibantu jika saya membutuhkannya nanti utk informasi pekerjaan dokter hewan di konservasi seperti ini :D

    BalasHapus