Gajah jinak di PKG Seblat. Photo : Erni Suyanti Musabine |
Sepertinya dua tahun terakhir ini dan tahun berikutnya saya akan lebih sering menangani gangguan kesehatan gajah akibat kurangnya intake nutrisi dibandingkan karena agen penyakit. Kedua penyebab tersebut sama-sama berakibat terhadap gangguan kesehatan pada gajah jinak. Dan keduanya mempunyai cara penanganan yang sangat berbeda. Penanganan gajah karena penyakit akan terlihat lebih mudah bila telah diketahui agen penyebabnya dan kemudian bisa diberikan pilihan obat yang tepat. Pengobatannya pun tak perlu membutuhkan pendekatan khusus terhadap perawatnya (mahout). Berbeda halnya dengan gangguan kesehatan gajah jinak karena malnutrisi, hal ini sangat erat hubungannya dengan cara pengelolaan, dan untuk memperbaikinya tidak hanya dibutuhkan tambahan pakan yang bergizi selama therapy tetapi juga dibutuhkan kesadaran dari perawatnya untuk merubah pola penggembalaan sehingga gajah jinak mendapat intake nutrisi yang berkecukupan. Dan merubah pola pikir dan pola kerja seseorang itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu pendekatan agar mereka mau mengikuti saran yang kita berikan. Disamping itu juga pemenuhan kebutuhan alaminya musti diperhatikan.
Gajah Bona bersama Desi, 10 April 2011 Photo : Erni Suyanti Musabine |
Gajah Bona mendapat pakan extra, 22 Juli 2011 |
Gajah Bona bersama Aswita, TWA Seblat, 2 Maret 2012 Photo : Erni Suyanti Musabine |
Mengajari Gajah Bona Mencari Pakan Alami Photo : Erni Suyanti Musabine |
Sebelumnya diawal tahun 2012 saya juga telah menghubungi seorang kolega yang bekerja dengan gajah untuk membantu, tetapi karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum bantuan bisa diberikan dan kami kesulitan memenuhi persyaratan yang diajukan sesegera mungkin maka pemberian bantuan tidak bisa diberikan secepatnya sesuai dengan yang kami perlukan. Dalam penanganan satwa liar dalam kondisi kritis tidak bisa ditunda-tunda dan tidak bisa menunggu, harus dilakukan sesegera mungkin, oleh karena itu saya segera mencari alternatif lainnya, yakni menghubungi beberapa orang yang saya kenal dengan baik untuk bisa membantu dan berdiskusi terutama dokter hewan yang bekerja untuk gajah Asia. Biaya perawatan bayi gajah jauh lebih besar dibandingkan gajah dewasa, sehingga untuk menambah kekurangan biaya dari operasional PKG Seblat, pada waktu awal perbaikan kondisi bayi gajah, bantuan didapatkan dari seorang teman dari Tiger Protection and Conservation Unit untuk penyediaan pakan tambahan berupa susu dan solid food selama tiga bulan. Teman saya yang satu itu selalu siap sedia membantu saya bila sedang mengalami kesulitan dalam penanganan satwa liar dalam kondisi kritis. Selain itu juga dibantu oleh Taman Safari Indonesia atas dukungan dari Ditjen PHKA, Kementerian Kehutanan, berupa obat-obatan dan mineral. Kami juga mendapatkan bantuan dari PT. Agricinal yang berdekatan dengan PKG Seblat. Sebelumnya pada tahun 2011 untuk perawatan bayi gajah sejak direscue dibantu oleh Asian Elephant Support secara rutin melalui seorang teman yakni Linda Reifschneider dan Veterinary Support for Sumatran Wildlife Conservation untuk pengadaan pakan tambahan berupa susu, bubur, buah-buahan, tebu dan pakan tambahan lainnya setiap bulan. Kemudian pemberian bantuan untuk bayi gajah tersebut diteruskan oleh volunteers Australia berkat jasa seorang teman saya dari Australia Zoo Dr. Amber Gillets. Sebagai dokter hewan mempunyai networking yang luas itu sangat bermanfaat dan mempermudah pekerjaan, karena persoalan medis yang dihadapi bisa dicarikan solusi secara bersama-sama dengan kolega lainnya.
Satu bulan terakhir saya mendapati kasus yang serupa, yakni seekor induk gajah yang sudah terlihat kurus sejak beberapa bulan sebelumnya. Saya berpikir bahwa gajah itu tidak akan berumur panjang bila tidak dirubah cara pemeliharaannya, karena semakin hari terlihat semakin kurus, padahal sebelumnya dia bisa mencapai berat badan lebih dari 2,5 ton (> 2500 kg). Sebagai dokter hewan, saya hanya bisa menawarkan beberapa opsi kepada mahout-nya (pawang gajahnya) tentang perlunya merubah cara perawatan dengan beberapa alternatif yang bisa dilakukan, yakni tidak boleh diikat dengan rantai agar gajah bebas mencari pakan alami selama di hutan dan selama therapy diberi makanan tambahan berupa rumput gajah, pisang, gabah, tebu dan dibuatkan supplemental fodder dari bahan-bahan olahan yang mengandung nutrisi tinggi. Tetapi itu diperlukan komitmen dari perawatnya bila benar-benar ingin gajahnya pulih kembali kondisinya. Tidak ada obat-obatan kimiawi yang bisa menyembuhkan malnutrisi dan hanya bisa digunakan untuk memperbaiki kondisinya sementara, yang bisa digunakan untuk therapy hanyalah makanan yang cukup dan bergizi untuk gajah.
Bila kondisi tersebut tidak cepat diperbaiki lama-kelamaan bisa menyebabkan gajah menjadi kurus, lemah dan kurang tenaga, bahkan bisa menyebabkan kematian. Pengalaman saya pada bulan Desember tahun 2005 saat saya menjadi sukarelawan dokter hewan di Pusat Konservasi Gajah Minas, Riau, saya mendapati dua ekor gajah dengan kondisi yang sama, yakni mengalami malnutri, yang pada akhirnya mati setelah kondisinya sangat parah dan tidak dirubah pola penggembalaannya dan pola makannya sehingga tidak bisa tertangani. Kondisi malnutrisi secara laboratoris bisa menunjukkan tanda-tanda kurang darah (anemia) dan hypoproteinemia. Sebagai diagnosa deferensial adalah kasus infestasi endoparasit (cacing) dalam jumlah banyak ataupun karena parasit darah. Namun dalam kasus infestasi parasit biasanya juga disertai dengan tingginya nilai limfosit dari hasil pemeriksaan hematologi. Hasil pemeriksaan umum juga ditemukan adanya peningkatan temperatur tubuh bisa mencapai 40-41C pada kasus parasit darah, dan gajah mengalami kekurusan, berdasarkan penilaian body condition index (BCI) score-nya adalah 1, mucosa tampak pucat (mulut dan belalai), lemah dan kaki tremor (gemetar) saat bergerak serta seringkali roboh dan tidak bisa bangun sendiri. Beberapa gajah juga bisa menunjukkan gejala klinis edema ventralis terutama pada bagian mandibula, leher dan perut bagian bawah, sering menggaruk-garukan badan karena gatal, kulit menjadi mudah terluka dan kering seperti dilapisi plastik. Lama-kelamaan bila dibiarkan bisa menyebabkan kematian.
Langkah-langkah yang diambil adalah pemberian obat-obatan supportive, infuse karbonhydrat dan memindahkan gajah dengan bantuan gajah jinak lainnya dari lokasi penggembalaan yang panas dan tak banyak ketersediaan pakan alami menuju ke camp PKG Seblat untuk mendapatkan terapi pakan tambahan yang bernutrisi tinggi selama beberapa hari sampai tenaganya pulih kembali, tidak lemah dan tidak sering roboh lagi. Setelah satu hari menjalani terapi pakan, gajah tersebut sudah bisa bangun sendiri tanpa bantuan gajah jinak lainnya, dan saat kondisinya benar-benar pulih gajah tersebut dilepaskan ke hutan untuk mencari pakan alami sendiri dengan dilakukan kontrol setiap pagi dan sore hari.
Dalam penanganan kasus seperti itu maka yang perlu dilakukan adalah segera melakukan monitoring pola makan dan penggembalaan guna mengetahui nafsu makan dan variasi makanan yang tersedia bagi gajah di lokasi penggembalaan. Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hematologi, serologi dan parasitologi dari sampel feces dan blood smear (preparat ulas darah) untuk mengetahui ada tidaknya infestasi parasit pada gajah. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut dan hasil pemeriksaan di lapangan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan bagaimana therapy (pengobatan) yang akan dilakukan. Dan yang tidak kalah penting adalah perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dengan mahout (pawang gajah) yang menangani gajah tersebut dan petugas pakan gajah, karena pengobatan gajah tidak bisa dilakukan oleh dokter hewan sendiri, atau tidak bisa dilakukan oleh perseorangan tanpa melibatkan peran penting dari mahout dan petugas pakan serta diperlukan dukungan penuh dari pihak management authority, semua dari komponen tersebut harus saling mendukung untuk keberhasilan suatu upaya pengobatan gajah. Bila salah satu pihak tersebut ada yang kurang mendukung maka perbaikan kondisi kesehatan gajah akan sulit dilakukan, sehingga diperlukan kesadaran semua pihak bahwa penyelamatan satwa liar dilindungi yang terancam punah itu sangat penting, tidak kalah pentingnya dengan kegiatan-kegiatan di bidang kehutanan lainnya. Apalagi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) telah dimasukan dalam kategori critically endangered species menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Selain itu captive wildlife management sangat berbeda dengan pengelolaan kegiatan di bidang kehutanan lainnya.
Note :
Bekerja menangani makhluk hidup harus dengan hati, diperlukan orang yang punya idealisme dan loyalitas kerja tinggi untuk tujuan konservasi satwa liar dan bukan hanya bekerja dengan tendensi keproyekan saja, juga perlu pengetahuan luas terutama tentang wildlife managament termasuk didalamnya tentang behavior, animal welfare dan beberapa hal yang menunjang pengelolaan, serta juga diperlukan networking yang luas dengan pihak-pihak terkait yang mendukung.
Gajah Tria roboh karena malnutrisi, TWA Seblat, 5 Mei 2012 Photo : Erni Suyanti Musabine |
Rescue Gajah Tria - 5 Mei 2013
Video created by Erni Suyanti Musabine
Dalam penanganan kasus seperti itu maka yang perlu dilakukan adalah segera melakukan monitoring pola makan dan penggembalaan guna mengetahui nafsu makan dan variasi makanan yang tersedia bagi gajah di lokasi penggembalaan. Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hematologi, serologi dan parasitologi dari sampel feces dan blood smear (preparat ulas darah) untuk mengetahui ada tidaknya infestasi parasit pada gajah. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut dan hasil pemeriksaan di lapangan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan bagaimana therapy (pengobatan) yang akan dilakukan. Dan yang tidak kalah penting adalah perlu adanya koordinasi dan kerjasama yang baik dengan mahout (pawang gajah) yang menangani gajah tersebut dan petugas pakan gajah, karena pengobatan gajah tidak bisa dilakukan oleh dokter hewan sendiri, atau tidak bisa dilakukan oleh perseorangan tanpa melibatkan peran penting dari mahout dan petugas pakan serta diperlukan dukungan penuh dari pihak management authority, semua dari komponen tersebut harus saling mendukung untuk keberhasilan suatu upaya pengobatan gajah. Bila salah satu pihak tersebut ada yang kurang mendukung maka perbaikan kondisi kesehatan gajah akan sulit dilakukan, sehingga diperlukan kesadaran semua pihak bahwa penyelamatan satwa liar dilindungi yang terancam punah itu sangat penting, tidak kalah pentingnya dengan kegiatan-kegiatan di bidang kehutanan lainnya. Apalagi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) telah dimasukan dalam kategori critically endangered species menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Selain itu captive wildlife management sangat berbeda dengan pengelolaan kegiatan di bidang kehutanan lainnya.
Note :
Bekerja menangani makhluk hidup harus dengan hati, diperlukan orang yang punya idealisme dan loyalitas kerja tinggi untuk tujuan konservasi satwa liar dan bukan hanya bekerja dengan tendensi keproyekan saja, juga perlu pengetahuan luas terutama tentang wildlife managament termasuk didalamnya tentang behavior, animal welfare dan beberapa hal yang menunjang pengelolaan, serta juga diperlukan networking yang luas dengan pihak-pihak terkait yang mendukung.
mbak saya tertarik ingin membahas endoparasit pada feses gajah terutama pada gajah sumatera yg merupakan gajah endemik di indonesia.
BalasHapusapakah ada jurnal yg terkait dengan artikel yg mbak buat?