Sabtu, 13 April 2013

Bersama Tiger Protection & Conservation Unit dan Taman Nasional Kerinci Seblat melakukan investigasi penyebab kematian harimau sumatera di Jambi

" Kedokteran forensik juga diperlukan dalam dunia medik konservasi.  Pemeriksaan nekropsi dan  pemeriksaan specimen  di laboratorium dari bangkai satwa liar yang mati digunakan untuk mengetahui penyebab kematiannya dan juga dapat membantu petugas dalam penegakan hukum terhadap wildlife crime "

Pemeriksaan Nekropsi Harimau Sumatera
Sungai Penuh, 11 April 2013
Pagi itu saya mendapat informasi tentang adanya kematian seekor harimau sumatera yang ditemukan di Desa Tiangko Panjang, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.  Saya langsung berkemas menyiapkan peralatan pribadi dan peralatan nekropsi dan peralatan untuk koleksi specimen.  Dan kemudian menghubungi beberapa mobil travel dari Bengkulu ke Sungai Penuh, Kerinci, Jambi.  Ternyata semua mobil travel telah berangkat pagi itu sekitar pukul 08.00 WIB.  Perjalanan antara kota Bengkulu menuju Sungai Penuh membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam dengan melewati jalan lintas yang berada di Taman Nasional Kerinci Seblat.  Dan dua jam lagi bangkai harimau sudah sampai di Sungai Penuh.  Kemudian disarankan untuk menyimpan bangkai harimau yang telah dibungkus plastik ke dalam cold box agar bangkai tidak basah dan tidak cepat busuk.  Saya mencari alternatif lainnya untuk bisa berangkat ke Sungai Penuh hari itu, akhirnya mendapat saran untuk menaiki mobil travel dari Kota Bengkulu ke Kota Padang, Sumatera Barat yang melewati Tapan.  Saya berangkat pukul 11.47 WIB dari kota Bengkulu dan akan turun di Tapan.  Sesampainya di Tapan, Sumatera Barat sekitar pukul 20.30 WIB. Rencananya dari Tapan-Sumatera Barat menuju Sungai Penuh, Kerinci, Jambi saya akan naik mobil travel lagi, tetapi sesampainya disana saya melihat mobil Ford Ranger milik Tiger Protection & Conservation Unit sedang diparkir di dekat persimpangan jalan yang menuju ke Kerinci - Bengkulu - Padang. Saya tidak asing lagi dengan mobil itu, yang biasa kami pakai untuk rescue harimau dan mitigasi human-tiger conflict di wilayah Bengkulu dan Jambi bersama tim TPCU, serta juga pernah untuk mobil operasional Tim Conservation Response Unit (CRU) PLG Seblat.  Mereka, Tim TPCU (saya menyebutnya tim tiger), karena mereka selama ini saya kenal sebagai para pejuang konservasi harimau di Sumatera. Mereka memang dari awal berencana menjemput saya di Tapan, Sumatera Barat.  Saya turun dari mobil travel dan dibantu sopir travel untuk menaruh dua ransel saya ke mobil Ford Ranger tersebut.  Tidak ada orang di mobil itu, kemudian saya menghubungi mereka untuk memberi tahu bahwa saya sudah sampai.  Tak lama kemudian saya bertemu dengan kawan-kawan dari tim tiger, yakni Bang M dan Bang Jay.  Malam itu kami bertiga langsung menuju mess tiger di Sungai Penuh dan sampai disana sekitar pukul 23.30 WIB.  Sudah larut malam,  beberapa orang sudah tidur dan ada dua orang teman belum tidur dan masih bicara di ruang tamu. Berada di tempat ini seperti pepatah 'perawan disarang penyamun' karena kawan kerja saya yang menginap disana memang laki-laki semua :)  

Malam itu saya tidak langsung tidur, tetapi masih ada pekerjaan yang harus dilakukan yakni mengetik dan mencetak worksheet untuk pemeriksaan nekropsi (makroskopis) ditemani seorang polisi kehutanan dari Taman Nasional Kerinci Seblat, Pukul 01.30 WIB baru selesai menyiapkan worksheet untuk pemeriksaan nekropsi dan langsung tidur.  

Pegunungan yang mengelilingi Kerinci - Jambi
Biasanya di daerah ini suhunya sangat dingin, karena dikelilingi oleh gugusan pegunungan dan Taman Nasional Kerinci Seblat, seperti saat saya menginap beberapa tahun yang lalu untuk pemeriksaan harimau sumatera.  Untuk itu sebelum berangkat ke Sungai Penuh, dalam peralatan pribadi saya tidak lupa mengemas jacket tebal, beberapa kaos kaki, syal leher dan juga sleeping bag.  Namun yang saya rasakan sekarang berbeda, temperatur lingkungan disini tidak lagi sedingin dahulu.  Mungkin ini juga salah satu efek dari adanya perubahan lingkungan.

Esok harinya saya bangun pagi-pagi, menyiapkan peralatan untuk koleksi sampel yang dibutuhkan, juga
Persiapan Nekropsi 
peralatan nekropsi.  Ada beberapa bahan media specimen yang belum ada, akhirnya pagi itu dengan kedua orang teman dari tim tiger berbelanja untuk melengkapi peralatan yang dibutuhkan.  Dan kami juga mencari bahan kimia seperti Formalin 10% untuk bahan media pemeriksaan histopatology dan Glyserin untuk media pemeriksaan bakteriology dan virology ke Dinas Peternakan Kabupaten Kerinci. Kami menuju bagian Keswan (Kesehatan Hewan), dan menemui dan berkenalan dengan dokter hewan yang ada disana.  Kemudian kami mendapatkan bantuan larutan Glyserin, Aquadest, Alkohol 70% serta ice pack secara cuma-cuma.  Mendapatkan larutan Formalin dari apotek sangat sulit karena tidak dijual bebas untuk menghindari disalahgunakan untuk pengawetan makanan.  Pagi itu saya membuat resep guna pembelian formalin di apotek untuk keperluan dokter. Dan ternyata sangat sulit mendapatkan Formalin di kota kecil seperti Sungai Penuh ini.  Alternatif lainnya adalah, dengan memaketkan formalin beserta peralatan medis dan obat-obatan dari  mess tiger di Bangko untuk dibawa ke mess tiger di Kabupaten Kerinci hari itu juga.

Setelah semua peralatan dan bahan-bahan media lengkap, kami melakukan otopsi (bedah bangkai) harimau
Pulmo (Paru)
salah satu organ yang  abnormal
sumatera bersama tim tiger.  Specimen dikoleksi dari seluruh organ baik yang abnormal maupun yang normal, guna pemeriksaan histopatologi, toxicologi, bakteriologi, parasitologi serta virologi.  Sedangkan media yang digunakan adalah formalin 10%, glyserin 50%, alkohol 70%.  Dan metode pengambilan sampel yakni dengan koleksi potongan organ 0,5-1cm per sampel yang direndam dengan media sesuai dengan tujuan pemeriksaan.  Sedangkan untuk pemeriksaan toxicologi (racun) yang diambil hanya sampel hepar (hati), ren (ginjal), isi lambung dan usus.  Selain itu juga mengambil sampel ektoparasit yang ditemukan di rambut harimau, swab rongga mulut, rongga hidung, anus dan rongga telinga. Serta koleksi sampel otak untuk investigasi penyakit infeksius yang disebabkan oleh penyakit viral.  

Sebelum dilakukan otopsi, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan fisik / seluruh tubuh harimau untuk mengetahui kondisi harimau secara umum.  Juga dilakukan pengambilan sampel rambut untuk pemeriksaan DNA. Pengambilan sampel darah dari jantung sudah tidak bisa dilakukan karena darah telah beku dan lysis. 

Hari itu selain disibukkan oleh kegiatan otopsi, pengemasan sampel, kemudian disibukkan juga dengan pembuatan laporan tertulis untuk Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) di Sungai Penuh dan selanjutnya laporan tersebut akan diteruskan untuk Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Kementerian Kehutanan RI di Jakarta tentang hasil pemeriksaan nekropsi (makroskopis), setelah itu juga melayani wawancara wartawan yang ingin mengetahui hasil otopsi harimau tersebut.

Sebagai dokter hewan, saya belum pernah belajar khusus tentang kedokteran forensik, bahkan kesempatan untuk mengikuti training khusus tentang forensik satwa liar terlewatkan begitu saja karena tidak adanya rekomendasi dari pimpinan untuk mengikuti training yang sangat penting itu.  Sehingga saya musti belajar secara otodidak dengan membaca buku-buku kedokteran forensik untuk manusia kemudian saya aplikasikan pada satwa liar.  Terutama tentang penyebab kematian satwa liar dilindungi karena tertembak, keracunan, luka traumatik dan lain-lain dengan segala teknik pemeriksaannya. Mengingat selama kuliah kedokteran hewan lebih banyak mempelajari patologi dan histopatologi hewan -hewan yang mati karena penyakit dan bukan karena animal crime. Mengungkap penyebab kematian satwa liar dilindungi sangat penting untuk membantu penegakan  hukum terhadap kejahatan pada satwa liar dilindungi.  Selain itu juga berguna untuk mengetahui penyakit pada satwa liar yang selanjutnya dapat dilakukan strategi pembinaan species tertentu untuk mendukung konservasi satwa liar in-situ.

Sambil mengisi waktu, saya bersama teman dari tim tiger menginventarisasi obat-obatan dan peralatan medis yang digunakan rescue harimau, juga peralatan untuk pengambilan sampel.  Semua sudah saya kemas sesuai dengan fungsinya dalam box plastik, mulai dari obat bius dan peralatan pembiusan, peralatan medis, peralatan untuk pengambilan sampel, obat-obatan dan lain-lain untuk mempermudah pekerjaan.  Selain itu saya juga mengencerkan formalin dengan konsentrasi 10% dan pengenceran glyserin menjadi 50% sehingga bila digunakan sewaktu-waktu semua bahan kimia tersebut telah siap digunakan.

Esok harinya baru kami mengemas kembali specimen harimau tersebut untuk siap dikirim ke laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) di Bogor.  Juga menyiapkan surat pengantar specimen dari BBTNKS ke BBALITVET Bogor.  Pengiriman sampel organ hasil otopsi tidaklah mudah, ada beberapa prosedur yang harus diikuti mulai dari pemberian media yang tepat sampai ke pengemasan specimen yang benar dan aman serta mengikuti birokrasi yang ada.  Semua itu sudah biasa kami lakukan jadi tidak ada hambatan dalam proses itu.  Saat pengiriman melalui pos diluar dugaan timbul masalah, karena pihak kantor pos tidak memiliki jasa pengemasan dengan box kayu seperti untuk pengemasan barang pecah belah. Waktu itu menunjukkan  pukul 11.00 WIB, kami disarankan untuk pengemasan dengan box kayu dilakukan diluar kantor pos.  Kami mencari lokasi orang yang bisa mengemas sampel dengan box kayu, akhirnya menemukan seorang tukang kayu dan meminta bantuannya untuk  membuatkan box kayu tempat sampel yang akan kami kirim.  Kami hanya punya waktu satu jam. Dan si tukang kayu tampak kebingungan membuat kotak yang kami pesan jadi pekerjaannya terkesan begitu lambat. Lebih dari pukul 12.00 WIB baru bisa diselesaikan, tentunya membuat kami cemas.  Kemudian kami cepat-cepat kembali ke kantor pos berharap mereka masih menunggu kami sebelum semua barang paket dikirim, dan ternyata mereka masih menunggu.     

Pemeriksaan nekropsi (makroskopis) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa sangat berguna untuk mengetahui penyebab kematian satwa liar.  Bila kematian satwa liar disebabkan karena tindakan wildlife crime maka hasil pemeriksaan tersebut bisa membantu petugas untuk penegakan hukum.  Untuk itu peran dokter hewan dalam kedokteran forensik sangat penting dalam membantu penegakan hukum kejahatan pada satwa liar.  Selain itu kedokteran forensik juga sangat penting dalam investigasi dan inventarisasi penyakit pada satwa liar di habitatnya yang akhirnya hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk pembinaan species satwa liar dilindungi untuk mendukung konservasi in-situ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar