Selasa, 08 Juli 2014

Zoo Check - Taman Remaja Kota Bengkulu



Hari itu tanggal 30 Juni 2014, saya bersama seorang teman R. Tri Prayudhi (Kojek) dari Animals Indonesia mengunjungi Taman Remaja di Kota Bengkulu. Taman Remaja tersebut berupa sebuah Taman Satwa dibawah pengelolaan Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Bengkulu atau Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu. Ini bukan pertama kalinya kami mengunjungi tempat ini, beberapa tahun sebelumnya kami juga pernah ke tempat ini hanya sekedar untuk melihat kondisi satwa liar disana.  Selain sebagai tempat rekreasi di Kota Bengkulu, beberapa tahun silam Taman Remaja juga pernah digunakan sebagai tempat penitipan satwa liar hasil penyitaan BKSDA Bengkulu dari kepemilikan illegal, perdagangan illegal juga konflik dengan manusia. Satwa liar yang dititipkan perawatannya berupa buaya muara, trenggiling, ular phyton dan lainnya.

Primata
Siamang Gibbon (Symphalangus syndactylus)
Dari tahun ke tahun kondisi satwa liar disana tidak jauh berubah setelah 10 tahun berlalu, ini kami bandingkan saat kami ke tempat itu pertama kali sampai kembali lagi melihat kondisinya di akhir bulan Juni 2014. Seekor siamang (Symphalangus syndactylus) masih tetap di dalam kandangnya semula yang berdampingan dengan kandang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Namun Macaca tersebut sedikit beruntung mempunyai kandang yang lebih luas dengan kondisi jauh lebih bersih. Berbeda dengan kandang siamang yang berdinding tembok sehingga sirkulasi udara terbatas. Meski beratap dan tidak kepanasan di siang hari dan kehujanan namun kandangnya sempit penuh dengan kotoran dari fecesnya sendiri juga bekas makanan, bahkan yang memprihatinkan lagi lantainya dipenuhi oleh sampah plastik dan tampaknya tidak dibersihkan. Tidak ada environmental enrichment didalamnya, hanya ada shelter dari semen di dinding kandang, pergerakannya hanya terbatas di jendela berjeruji besi dan ke tempat shelter, sedangkan bagian lainnya dari kandang telah dipenuhi oleh feces dan sampah bekas makanan dan plastik sehingga siamang pun enggan untuk menginjak lantai yang kotor tersebut. Tampaknya juga tidak tersedia air minum ad libitum (yang tersedia sepanjang hari).

Long tail Macaque (Macaca fascicularis)
Di samping kandang Macaca tersebut masih ada kandang lainnya yang juga berisi Macaca fascicularis dengan kondisi jauh lebih mengenaskan. Salah seekor Macaca jantan berada dalam kandang besar dengan kondisi diikat rantai pendek di lehernya sehingga pergerakannya terbatas. Tampak alat kelaminnya terpotong. Di tempat ini ada sekitar 5 ekor monyet ekor panjang, masing-masing diletakkan dalam kandang besar yang berdampingan. Tidak ada environmental enrichment dan tempat minum di dalamnya. 

Selain itu masih ada koleksi primata lainnya yakni dua ekor siamang yang diletakan di kandang berbeda dan tidak berdekatan dengan primata ini. Kondisinya pun tak jauh berbeda, yakni di dalam kandang tampak kotor penuh sampah plastik menutup lantai. Pengunjung pun bisa berinteraksi langsung / bersentuhan dengan siamang ini. Banyak orang tidak menyadari bahwa primata punya potensi menularkan penyakit zoonosis yang berbahaya ke manusia dan juga sebaliknya, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri juga parasit. Diantaranya adalah Cercopithecinae Herpes Virus (CVH-1) yang ditularkan melalui air liur lewat gigitan atau cakaran; dan yang lebih berbahaya lagi adalah Simian Immunodeficiency Virus (SIV), yang punya potensi menularkan ini adalah monyet ekor panjang dan beruk yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun; kemudian virus Hepatitis B yang bisa ditularkan oleh orangutan dan gibbon; juga Tuberculosis (TB), penularannya penyakit ini sangat mudah, TB yang menyerang manusia sama dengan TB yang menyerang primata. Sehingga perlu diwaspadai berdekatan/ bersentuhan dengan primata apalagi yang tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara berkala. 

Agile Gibbon (Hylobates agilis agilis)
Di kandang besar yang berjauhan dengan kandang primata lainnya terdapat seekor Owa Sumatera (Hylobates agilis agilis). Kandang cukup besar berlantai tanah yang tertutup rumput, ada shelter seperti goa di bagian tengah. Kandang tersebut dikelilingi parit berisi air dan pagar tembok. Namun sayangnya tidak dilengkapi dengan environmental enrichment agar owa bisa beraktivitas seperti di habitat aslinya. Tidak adanya enrichment membuat owa tersebut sering terlihat berjalan di tanah, tidak ada pohon untuk dipanjat dan berayun. Saat kami melihatnya primata ini sedang mencari sisa-sisa makanan yang hanyut di dalam parit, serta berjalan-jalan diantara rerumputan tinggi untuk mencari serangga.

Makanan primata ini di alam berupa buah, daun, bunga dan beberapa jenis serangga kecil. Pada umumnya Owa makan sambil bergelantungan pada dahan dan memetik satu per satu buah, biji, bunga atau daun muda. Pemeliharaan satwa liar yang tidak berdasar pada behavior (perilaku alaminya) memaksa satwa untuk berubah perilakunya.

Griffith Silver leaf monkey
(Tracypithecus cristatus)
Di dekat pintu masuk ada kandang kecil berisi seekor Lutung (Tracypithecus (cristatus) villosus). Usianya masih remaja. Ada tali plastik melingkar di lehernya. Kandang terlalu kecil untuknya, hanya ada ranting kering untuk enrichment. Sepertinya tidak ada pemeriksaan kesehatan pada satwa liar di tempat itu, baik pemeriksaan pada satwa yang baru datang maupun pemeriksaan rutin bagi satwa liar penghuninya. Bila ada pemeriksaan kesehatan mungkin tali plastik itu tidak lagi melingkar di lehernya.

Mammalia jenis lainnya yang dikoleksi adalah satwa eksotik yakni Rusa totol (Axis axis) sebanyak 2 ekor berada di kandang besar berdekatan dengan kandang monyet ekor panjang. Juga terdapat Rusa Sambar (Cervus unicolor), yakni rusa yang berasal dari Sumatera. Rusa jantan ini ukurannya besar hampir sebesar sapi. Tidak ada pasangan dalam kandang sehingga tidak bisa berkembang biak. 

Beberapa tahun tidak mengunjungi tempat ini sudah banyak yang berubah terutama penempatan satwa liar koleksinya, juga jenis satwa liar yang ada di dalamnya. Ada yang sudah tidak ada lagi seperti yang kulihat sebelumnya dan ada juga koleksi baru seperti lutung, siamang, owa, rusa sambar dan burung hantu.

Reptil
Koleksi reptil yang ada di Taman remaja ini ada Buaya muara (Crocodylus porosus), 3 ekor biawak, kedua jenis satwa liar itu kondisinya obesitas.  Kandang besar yang di dalamnya terdapat kolam melingkar berisi air keruh, selain itu juga ada kura-kura.

Aves
Disamping kandang burung paling besar di Taman Remaja terdapat kandang kecil yang letaknya berdampingan berisi seekor Julang mas (Aceros undulatus) yang tampaknya tidak bisa terbang dan terdapat seekor burung Pelikan. Kondisi burung Julang mas yang menyedihkan, berdiri di sudut kandang dengan mulut dibuka dan dikeluarkan dari sela-sela jeruji kandang. Cukup lama kami berada di depan kandang itu dan mengamatinya, sepertinya dia tetap berada di tempatnya tanpa ada keinginan untuk berpindah tempat. Ada apa dengannya ? 

Spizaetus cirrhatus (Changeable-Hwak Eagle)
Tiga ekor jenis elang juga menghuni Taman Remaja ini, yakni Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Ular bido (Spilornis cheela) dan Elang Hitam (Ictinaetus malayensis). Semua jenis elang ini termasuk satwa liar dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, begitu juga dengan Julang mas.

Kondisi elang brontok dan elang hitam tidak bisa terbang, bahkan elang brontok tidak mau berdiri dengan posisi seperti ayam mengeram terus-menerus. Hanya elang ular bido yang bisa bertengger di ranting kering yang ada di dalam kandang. Elang brontok ini terletak satu kandang dengan elang ular bido, sedangkan elang hitam terletak terpisah berdampingan dengan kandang burung hantu. 

Burung hantu adalah salah satu satwa nocturnal atau aktif di malam hari, namun kandang yang diberikan tidak jauh berbeda dengan kandang burung lainnya yang aktif di siang hari. 

Pengelolaan satwa liar seharusnya berpedoman pada perilaku alami satwa di alam serta pakan alaminya selain itu juga diperlukan perawatan kesehatan secara berkala. Untuk itu adanya pengkayaan kandang (enrichment) mutlak dibutuhkan, karena satwa dalam kurungan itu seperti orang dipenjara, semakin lama tanpa aktivitas akan menjadi bosan. Bosan adalah pemicu stress, sedangkan stress yang berkepanjangan tentu mempengaruhi kesehatan satwa. Dengan adanya enrichment bisa mengurangi rasa bosan karena ada fasilitas untuk membuat satwa menjadi sibuk beraktifitas. Begitu juga dengan pakan, bila tidak sesuai dengan pakan alaminya juga akan berpengaruh terhadap selera juga kesehatannya. Sedangkan perawatan kesehatan diperlukan untuk memastikan bahwa satwa tersebut bebas dari penyakit terutama penyakit zoonosis yang bisa ditularkan ke manusia atau satwa lainnya, sehingga aman bagi petugas dan pengunjung.


Pemeliharaan satwa yang sembarangan tidak hanya menyiksa satwa dalam jangka waktu lama, namun juga tidak memenuhi prinsip-prinsip animal welfare (kesejahteraan hewan). Satwa liar dalam kurungan kualitas hidupnya sangat tergantung pada manusia yang merawatnya, tentu saja juga harus didukung dengan fasilitas dan dana yang mencukupi dari pihak berwenang. Dasar hukumnya jelas yakni Permenhut Nomor P.31/ Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi Ex-situ, semua kriteria untuk memelihara satwa liar diluar habitat aslinya untuk tujuan wisata ada di peraturan perundangan tersebut.

Jangan jadikan satwa liar hanya sebagai obyek semata untuk mendatangkan uang, namun diperlukan juga empati dan kepedulian manusia yang merawatnya agar kualitas hidup satwa lebih baik meski berada dalam kandang. Bekerja dengan satwa liar harus dengan hati, tidak bisa hanya berorientasi uang semata. 

They need people who care about their life and their future, please help them for better life !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar