Selasa, 16 April 2013

Kedokteran Forensik 'Pemeriksaan Satwa Liar karena Keracunan'

Definisi RACUN menurut Taylor : setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatip kecil, bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian.

Cara racun masuk ke dalam tubuh
Berdasarkan kecepatan kerjanya, racun dapat menimbulkan efek samping pada tubuh sebagai berikut (mulai dari yang paling cepat ke yang paling lambat) : 
inhalasi - injeksi - per oral - per rektal atau per vaginal - kulit

Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk Urea dan NPK
di Perkebunan sawit PT ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007
Beberapa Jenis Racun


Bahan yang terdapat di rumah tangga
1.    Desinfektan
2.    Detergen
3.    Insektisida
Bahan pertanian dan perkebunan
1.    Pestisida
2.    Herbisida
Bahan medis
1.    Hipnotika
2.    Sedativa
3.    Tranquillizer
4.    Anti-depressan
5.    Analgetika
6.    Narkotika
7.    Antibiotika
Bahan industri dan laboratorium
1.    Asam dan basa kuat
2.    Logam berat
Bahan yang terdapat di alam bebas
1.    Opium
2.    Ganja
3.    Cocain
4.    Amygdala (Sianida dalam tumbuhan)
5.    Racun Jamur
6.    Racun pada hewan berbisa



Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk
di Perkebunan sawit PT. Sapta Buana, Bengkulu Utara
Tanggal 3 Maret 2011
Mekanisme kerja racun dalam tubuh


Racun yang bekerja secara lokal
Zat-zat korosif
1.    Lisol
2.    Asam kuat
3.    Basa kuat
Bersifat irritant
1.    Arsen
2.    HgCl2
Bersifat anestetik
1.    Kokain
2.    Asam karbol
Racun yang bekerja secara sistemik
Berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
1.    Narkotika
2.    Barbiturat
3.    Alkohol
Berpengaruh terhadap jantung
1.    Digitalis
2.    Asam oksalat
Berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel
1.    Karbon monoksida
2.    Sianida
Berpengaruh terhadap hati
Insektisda
1.    Chlorinated hydro carbon
2.    Phospor organik
Berpengaruh terhadap medulla spinalis
1.    Strichnine
Berpengaruh terhadap ginjal
2.    Cantharides
3.    HgCl2
Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
1.    Asam oksalat
2.    Asam karbol
3.    Arsen
4.    Garam Pb


Pemeriksaan nekropsi gajah liar yang mati
karena keracunan pupuk di perkebunan sawit
PT. ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007

Diagnosa pada Korban Keracunan
Kriteria diagnostik pada kasus keracunan adalah :
  • Anamnesa adanya kontak antara korban dengan racun.
  • Adanya gejala (tanda-tanda klinis) keracunan sesuai dengan gejala dari jenis racun yang diduga.
  • Hasil nekropsi (bedah bangkai) menunjukkan kelainan yang sesuai dengan jenis racun yang diduga, dan tidak ditemukan adanya penyebab kematian lainnya.
  • Hasil pemeriksaan laboratorium (analisa kimia atau pemeriksaan toxicology) harus dapat dibuktikan adanya racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban secara sistemik.

Dalam melakukan pemeriksaan korban keracunan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Gajah liar yang keracunan tanaman beracun yang mengandung
Phorbol ester di perkebunan sawit - Kab. Muko Muko
Bengkulu, tahun 2006

Mengumpulkan informasi mengenai korban dari orang-orang yang mengetahui kejadian tersebut.
Pemeriksa tidak boleh merokok, mempergunakan banyak air, menggunakan desinfektan atau air freshner untuk menghilangkan bau tak sedap, dan bahan-bahan kimia lainnya yang dapat mengganggupenafsiran saat pemeriksaan.

Kelainan atau perubahan yang terjadi pada korban keracunan


Rapid poisoning death
Kongesti organ dalam
Edema paru, otak dan ginjal
Tanda-tanda korosif
Bila penyebabnya racun korosif
Bau yang khas dari hidung dan mulut
Bila penyebabnya racun dari sianida, insektisida dan alkohol atau racun yang punya bau yang khas
Lebam bangkai yang khas, merah terang, cherry red, merah coklat
Bila racunnya menyebabkan perubahan pada warna darah maka warna lebam bangkai pun mengalami perubahan
Delayed poisoning death
Terdapat kelainan yang khas untuk tiap jenis racun
Pigmentasi, hiperkeratosis, rontoknya rambut
Keracunan arsen
Perlunakan pada globus pallidus, perdarahan berbintik pada substantia alba, perdarahan pada mm. Papillares,  adanya ring haemorrhages pada otak
Keracunan karbon-monoksida
Cirrhosis hepatis, perdarahan pada saluran pencernaan
Keracunan alkohol


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lebam pada bangkai
  • Warna merah terang : bila keracunan sianida atau terkena benda yang bersuhu rendah (es)
  • Warna cheery red : bila keracunan karbon-monoksida.
  • Warna coklat kebiruan (slaty) : bila keracunan anilin, nitrobenzena, kina, potassium-chlorate dan acetanilide.
Pemeriksaan bercak, warna disekitar mulut dan distribusinya
  • Warna kulit menjadi hitam : bila keracunan yodium.
  • Warna kulit menjadi kuning : bila keracunan nitrat.
  • Luka bakar berwarna merah coklat : bila keracunan zat-zat korosif.
  • Distribusi memberi informasi tentang cara kematian (bercak tidak beraturan, bercak beraturan atau tidak khas).
Pemeriksaan bau hidung dan mulut 
(dengan cara menekan dinding dada dan dekatkan hidung pemeriksa pada mulut dan hidung korban untuk mengetahui bau yang keluar)
  • Berbau amandel : bila keracunan sianida.
  • Berbau khas dan mudah dikenali : bila keracunan alkohol, insektisida, eter dan asam karbol.
Pemeriksaan lainnya
  • Kulit menjadi kuning : bila keracunan fosfor, tembaga dan keracunan chlorinated hydrocarbon insecticide.
Pemeriksaan Bedah Bangkai
a. Rongga Tengkorak
Perhatikan bau yang keluar, warna jaringan otak (cherry red pada keracunan CO), menjadi lebih coklat pada keracunan zat yang menyebabkan terjadinya met-Hb. 

b. Rongga Dada
Perhatikan warna dan bau yang keluar, pada keracunan zat yang mengakibatkan terjadinya hemolisi seperti bisa ular, pyrogallol, hydroquinone atau arsine, darah dan organ menjadi coklat kemerahan dan gelap, pada keracunan zat yang mengganggu trombosit akan tampak adanya pendarahan pada otot-otot.

Rongga dada & rongga perut Harimau sumatera  yang ditemukan mati karena keracunan
pestisida di sekitar Taman Nasional  Kerinci Seblat. Jambi, tanggal 9 April 2013

Lambung gajah liar yang mati
karena keracunan di perkebunan
sawit PT. ISA - Jambi, tgl 3 Maret 2007
c. Rongga Perut
Bila masuknya racun per oral (melalui mulut) maka kelainan terutama terdapat pada lambung, selain juga perlu memperhatikan bau yang keluar serta perubahan warna dari jaringan tubuh.


Adapun kelainan pada lambung sebagai berikut :


Hiperemi
Sering dijumpai pada daerah curvatura mayor


Keracunan zat korosif
Perlunakan
Dijumpai pada daerah curvatura mayor dan perlu dibedakan dengan perlunakan akibat proses pembusukan
Keracunan zat korosif alkalis
Ulserasi
Ulkus tampak rapuh, tipis dan dikelilingi tanda peradangan
Keracunan zat korosif
Perforasi
Perlu dibedakan dengan tanda proses pembusukan
Keracunan asam sulfat pekat
Mukosa lambung mengkerut, warna coklat atau hitam
Keracunan zat korosif an-organik bersifat asam (asam sulfat, asam khlorida, asam nitrat
Mukosa seperti kering dan hangus terbakar
Mukosa lambung lunak, sembab dan basah, warna merah atau coklat
Keracunan zat korosif an-organik bersifat basa
(natrium hydroksida, kalium hydroksida, garam-garam karbonat dan ammonia
Diraba seperti sabun (karena terjadi proses penyabunan)
Tampak pseudomembran warna abu-abu kebiruan atau abu-abu kekuningan akibat terjadinya penetrasi dan koagulasi protein sel dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam sehingga terjadi nekrose.  Pseudomembran terbentuk dari jaringan-jaringan yang nekrotik
Keracunan zat korosif golongan fenol (asam karbol, lisol, kresol)
Mengakibatkan membran mukosa menjadi mengkerut, mengeras dan berwarna kelabu
Keracunan zat korosif formaldehid
Racun yang berbentuk gas akan ditemukan kelainan pada saluran pernafasan (sembab, hiperemi, tanda-tanda iritasi dan kongesti)
Racun yang bekerja pada saraf pusat akan ditemukan kelainan / tanda-tanda asfiksia dan disertai ciri khusus dari racun itu sendiri, yakni :
Racun strychnine : tubuh korban melengkung, opistotonus, emperosthotonus atau pleurosthotonus

Keracunan karena beberapa jenis zat yang mengakibatkan perubahan warna urine

Urine warna merah – kuning kecoklatan
Keracunan asam pikrat
Urine warna merah anggur
Keracunan sulfat kronis dan barbital
Urine warna hijau kecoklatan dan hijau gelap
Keracuna fenpl atau salisilat
Urine warna merah coklat atau coklat kehitaman
Keracunan yang mengakibatkan terbentuknya met-Hb


Cara pengambilan sampel pada satwa liar yang mati karena keracunan
Pada prinsipnya pengambilan sampel pada kasus yang diduga keracunan adalah dengan mengambil sampel sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan sebagai cadangan untuk pemeriksaan histopatologi.

Pemeriksaan nekropsi harimau sumatera
di Taman Nasional Kerinci Seblat
Jambi, tanggal 11 April 201
3
Pemeriksaan nekropsi macan dahan
di BKSDA Bengkulu, 19 Juli 2012
Secara umum sampel yang diambil adalah 
  • Lambung dengan isinya.
  • Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
  • Darah yang berasal dari jantung dan yang berasal dari perifer (vena jugularis, arteri femoralis dan lain-lain), sebanyak 50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet NaF 1% dan satunya tidak diberi bahan pengawet.
  • Hati sebagai tempat detoksifikasi racun, diambil sebanyak 500 gr.
  • Ginjal diambil dua-duanya, terutama pada kasus keracunan logam berat dan urine tidak tersedia.
  • otak diambil sebanyak 500 gr khusus untuk keracunan khlorofom dan keracunan sianida. Hal ini karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk merentensi racun, walaupun telah mengalami pembusukan.
  • Urine diambil seluruhnya, penting karena pada umumnya racun diekskresikan melalui urine, khususnya untuk test penyaring pada keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
  • Empedu, fungsinya seperti urine, diambil karena merupakan tempat ekskresi berbagai racun terutama narkotika.

Dan ada lagi cara pengambilan sampel yang direkomenadsikan untuk pemeriksaan toksin / residu / pestisida, sebagai berikut :
  • Ambil isi lambung dan sisa-sisa makanan yang dicurigai.
  • Ambil sampel organ hati dan ginjal.
  • Jangan diberi pengawet dan dinginkan.
  • Dapat juga diambil sampel darah dari pembuluh darah telinga dan lainnya bila satwa liar belum mati atau dari jantung bila satwa telah mati.
Bahan pengawet yang digunakan
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel. Bahan pengawet yang dianjurkan sebagai berikut :
  • Alkohol absolut.
  • Larutan garam jenuh (untuk daerah di Indonesia paling ideal)
  • Natrium fluoride 1%.
  • Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg untuk setiap 10 ml sampel.
  • Natrium benzoat dan phenyl mercuric nitrate.
(Alkohol dan larutan garam jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sampel cair, sedangkan Na benzoat dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine)

Note :
Tiap sampel ditaruh pada kemasan yang terpisah.
Penyegelan dilakukan oleh penyidik dan dokter hewan sebagai saksi.
Permintaan pemeriksaan dibuat oleh penyidik dan dokter hewan menyertakan laporan singkat serta racun yang diduga sebagai penyebab kematian.
Setiap pengiriman sampel harus disertai dengan pengiriman contoh bahan pengawet untuk kontrol.
Dokter hewan bertugas dalam pengambilan sampel dan memasukkan ke dalam masing-masing kemasan.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toxicology dilakukan sebelum bangkai diawetkan.
Bila korban masih hidup maka alkohol tidak direkomendasikan sebagai desinfektan sewaktu dokter hewan melakukan pengambilan sampel darah, sebagai penggantinya dapat menggunakan sublimat 1: 1000 atau mercury-chloride 1%.

Referensi :
Kedokteran Forensik edisi pertama oleh dr. Abdul Mun'im Idries
Pedoman pengambilan sampel oleh Balai Besar Penelitian Veteriner
Anatomiahumana.ucv.cl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar