Jadi ingat lagi tahun 2012 lalu, saat aku dikembalikan bertugas untuk menangani satwa di Pusat Latihan Gajah Seblat di Bengkulu Utara. Pada saat itu sedang ada masalah serius, yakni seekor bayi gajah sumatera mengalami malnutrisi dan hampir mati. Akhirnya ada instruksi dari pejabat di Jakarta bahwa apapun yang terjadi gajah itu tidak boleh mati.
Saya bekerja di Pusat Latihan Gajah Seblat sudah sejak tahun 2004, dimulai dari menjadi tenaga kontrak sebagai dokter hewan yang digaji 300 ribu per bulan, masih jauh lebih tinggi gaji orang lulusan SMA di kantor tersebut, itupun hanya 50% yang saya terima dan sisanya hilang entah kemana sebagai dalih untuk tips petugas yang mengeluarkan dana. Saya tidak mempermasalahkannya, toh selama ini biasa bekerja sebagai sukarelawan. Saya bersedia juga atas dasar merasa prihatin dengan kondisi gajah-gajah disana tanpa ada dokter hewan. Sampai akhirnya pada tahun 2009 saya memutuskan bersedia menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski pada awalnya ragu dengan pekerjaan itu dan ingin bekerja kembali di Non-Government Organization seperti tawaran yang selalu datang silih berganti selama saya bekerja di Bengkulu. Kala itu saya tidak yakin akan sanggup menjadi seorang PNS, entah mengapa saya berpikiran seperti itu, bagi saya itu beban berat apabila tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik untuk mengabdi pada negara, padahal gaji kami berasal dari pajak rakyat. Atau mungkin saya sudah bisa mengukur dan menilai diri saya sendiri, sebagai seorang yang selalu berpikir kritis dan ingin bisa bekerja totalitas untuk kepentingan satwa liar sesuai dengan latar belakangku sebelumnya yang pernah sebagai aktivis dan relawan untuk konservasi satwa liar di Indonesia, serta cara berpikirku yang sederhana, efektif dan efisien serta cenderung praktis dan logis tanpa mau berbelit-belit, sejak dari awal itu kutakutkan akan menjadi kendala nantinya terutama bila berhubungan dengan kepentingan oranglain, berhubungan dengan birokrasi dan semacamnya. "Apakah saya bisa ?" Pertanyaan yang terus terulang di kepalaku tanpa tahu jawabannya.
Bekerja sebagai pegawai pemerintah kami seringkali dihadapkan dengan pimpinan baru yang datang dan pergi silih berganti dalam jangka waktu yang tidak lama, bisa kurang dari satu tahun atau paling lama lebih dari dua tahun. Masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda, pola pikir yang berbeda sehingga kebijakan yang dihasilkan pun berbeda.
Saya masih ingat betul, saat itu bulan Agustus tahun 2011, saya dipanggil oleh salah seorang pejabat yang mengatakan bahwa mulai saat itu saya tidak perlu lagi menangani hal-hal yang berhubungan dengan medis bahkan termasuk laporannya. Saya kurang tahu apa masalahnya, dan saya mencoba untuk menerka-nerka, apa mungkin mereka keberatan dengan isi laporan saya yang apa adanya tanpa rekayasa, ya itulah diriku dan itulah tuntutan profesiku, semua memang harus dilaporkan apa adanya. Atau tidak menyukaiku secara pribadi, atau tidak menyukai pekerjaanku. Entahlah........
Yang jelas enam bulan setelah itu seekor bayi gajah kondisinya kritis, seperti tulang berbungkus kulit yang lebih mirip plastik hitam dan berjalan sempoyongan. Saat aku mengunjunginya untuk pemasangan microchip bersama Tim dari KKH-Kemenhut, TSI dan Australia Zoo saya mendapatinya dalam kondisi memprihatinkan. Saya pun bertanya-tanya siapa orang yang diberi tanggung jawab untuk kesehatan gajah disana setelah saya diberi instruksi untuk tidak menanganinya.
Bersama kolega dokter hewan dari Australia Zoo Wildlife Hospital dan Gajah Bona sebelum Terapi |
Banyak sekali rintangan yang musti dihadapi selama menjadi Koordinator PLG Seblat. Hampir setiap dua minggu sekali selalu ada tantangan baru, yang lama belum terselesaikan akan datang masalah yang baru dan begitu seterusnya. Terkadang saya sadar, "apa mungkin agar saya tidak bisa fokus bekerja disaat tanggung jawab saya semakin banyak dan semakin luas ?" Saya tidak peduli, ingat lagi dengan nasehat teman bahwa dimanapun kita bekerja pasti ada yang suka dan tidak suka, tergantung kita menyikapinya. Yang penting tidak putus asa dan menyerah begitu saja, agar satwa-satwa itu tidak menjadi obyek semata untuk dikorbankan demi kepentingan segelintir orang yang tidak peduli dengan nasibnya. Berat memang, karena yang saya hadapi bukan orang-orang yang biasa-biasa saja, mereka punya power dan mereka banyak. Saya merasa sendirian saat itu, dan saya dipaksa untuk menghadapinya sendirian dengan smart, penuh strategi dan tanpa konflik.
Gajah Bona di PLG Seblat, Bengkulu setelah Terapi |
Baru saja pindah tugas di tempat yang baru dan tidak berinteraksi dengan gajah lagi, tiba-tiba dua ekor gajah kami sudah dipindahkan ke kebun binatang di Yogyakarta untuk kepentingan wisata/ hiburan, disaat kantor kami ingin mengembangkan ekowisata di PLG Seblat. Saya tidak percaya itu, karena kenyataan yang berbicara. Dan anehnya tak satu pun orang yang bilang tidak setuju akan ide itu, semua mendukung. "Hmmm.......ada apa ini", pikirku. Aku seorang perempuan dan sendirian saat mengatakan menolak pemindahan gajah ke kebun binatang, sedangkan mereka semua laki-laki dan banyak jumlahnya dan tak ada satupun yang berani menolak. Menolak hanya dibelakang tidak ada gunanya. Bekerja memang tidak boleh sekedar bekerja, tapi harus punya prinsip, dengan itu orang punya keberanian.
Yang membuatku heran mengapa tidak ada yang berpikir tentang nasib gajah itu selanjutnya ? Selama di PLG Seblat mereka hidup di hutan, di tempat yang luas, bisa mendapatkan pakan alami saat jalan-jalan di hutan, bebas minum di sungai-sungai dalam hutan, sedangkan di tempat baru sehari-hari mendapat perlakuan dirantai pendek, tidak tersedia pakan sepanjang hari, tidak ada hutan dan pakan alami, jauh dari teman-temannya, dan hanya menunggu jadwal untuk menjadi tunggangan pengunjung kebun binatang, dan itu yang akan jadi rutinitas hariannya. Dan aku pun sudah melihat kondisinya di tempat barunya.
Sejak saya tidak lagi menjadi koordinator pengelolaan disana dan tidak dipercaya pihak-pihak tertentu untuk menangani kesehatan gajah, sudah lima ekor gajah mati dan beberapa karena malnutrisi. Saya hanya bisa sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa karena ada penghalang diantara kami. Sebelumnya saya pun sudah memberikan peringatan, bahwa gajah akan mati bila tidak dilakukan perbaikan pengelolaan. Akhirnya pun terbukti. Dan masih ada empat ekor gajah lagi dengan kondisi mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perawatan khusus.
Gajah Ucok di PLG Seblat sedang mengalami gangguan kesehatan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar