Kamis, 3 Juli 2014
Tampak dari kejauhan perbukitan Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Selatan. Photo by Erni Suyanti Musabine |
Seorang teman dari Animals Indonesia (iAnimals) mengajakku untuk melihat lokasi Pusat Penyelamatan Satwa yang akan dibangun di Provinsi Sumatera Selatan atas kerjasama antara Centre for Orangutan Protection dan Animals Indonesia dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan. Dari kota Bengkulu kami mengendarai sepeda motor menuju kota Curup di Kabupaten Rejang Lebong, sekitar 2 jam perjalanan dari kota Bengkulu. Pemandangan yang menyejukkan saat kami melewati pegunungan dan kawasan hutan habitat Rafflesia arnoldi dan juga merupakan habitat berbagai satwa liar termasuk didalamnya harimau sumatera, yakni Cagar Alam Taba Penanjung dan Hutan Lindung Bukit Daun yang berada di kiri dan kanan jalan lintas Kota Bengkulu - Rejang Lebong. Udara pun sejuk seperti udara di daerah pegunungan pada umumnya, tidak seperti saat melewati jalan-jalan di kota Bengkulu yang panas karena orang-orang tidak gemar menanam pohon di sepanjang jalan. Saat melewati Cagar Alam Taba Penanjung kami berniat berhenti sejenak untuk melihat bunga Rafflesia yang sedang mekar namun tidak ada, yang kami temui malah beberapa remaja sedang berburu primata di kawasan konservasi tersebut dari pinggir jalan raya dengan senjata. Sungguh memprihatinkan mental generasi muda yang tidak peduli dengan lingkungan dan satwa liar. Sesampainya di Kota Curup akhirnya kami menginap di rumah seorang teman di kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dan esok harinya kami bertiga akan berangkat ke lokasi PPS tersebut.
Jumat, 4 Juli 2014
Pukul 08.00 WIB kami berangkat menuju Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, yang tak jauh dari Provinsi Bengkulu karena lokasinya dekat dengan perbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Disana kami menuju rumah Pak Suratmin yang sudah sejak lama menjadi aktivis lingkungan. Beliau sangat berjasa dalam memberikan solusi bagi desa-desa yang kesulitan air, dan pernah mendapatkan penghargaan kalpataru dari Presiden Republik Indonesia. Kini beliau masih berjuang menyelamatkan sumber-sumber air di daerahnya dari ancaman perusahaan-perusahaan sawit berskala besar dan berani bersuara lantang menolak kebijakan pemerintah daerah setempat dalam mencegah perusahaan sawit masuk ke daerahnya yang tentu akan mengancam ketersediaan sumber air bagi penduduk dan persawahan mereka.
Tracypithecus sp penghuni ladang warga |
Lokasi PPS |
Hari itu kami diskusi tentang banyak hal, dan mendengar cerita suka duka Pak Suratmin dalam memperjuangkan lingkungannya. Waktu telah menjelang sore, kami pun harus buru-buru kembali ke Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Daerah perbatasan antara Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan sangat rawan terhadap perampokan sehingga kami berencana melewati daerah tersebut sebelum hari gelap. Menjelang berbuka puasa kami telah kembali ke Kota Curup. Perjalanan hari itu sangatlah menyenangkan. Bagi saya pribadi perjalanan hari itu menambah jaringan komunikasi dengan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Dan ini tentu sangat bermanfaat. Kami mendapat oleh-oleh bibit mangga dan bubuk kopi luwak, yang didapat dari hasil memungut kotoran musang liar di kebun kopi dan diproses menjadi kopi yang lezat :)
Sabtu, 5 Juli 2014
Pagi itu aku kembali ke Kota Bengkulu, sedangkan seorang teman lainnya melanjutkan perjalanan ke Palembang, Sumatera Selatan. Berharap Wild Animal Rescue Centre (Pusat Penyelamatan Satwa) ini bisa cepat diwujudkan, guna menampung satwa liar korban konflik dengan manusia, perburuan dan perdagangan illegal dengan fasilitas yang lebih layak. Adanya Pusat Penyelamatan Satwa sudah menjadi kebutuhan untuk saat ini seiring dengan masih banyaknya konflik satwa liar dengan manusia untuk berebut hutan sebagai tempat hidup serta masih maraknya perburuan dan perdagangan illegal yang terjadi. Dukungan dari BKSDA Sumatera Selatan terhadap pembangunan PPS ini patut diapresiasi. Suatu saat diharapkan tempat ini tidak hanya sebagai rescue centre tetapi juga dimanfaatkan sekaligus untuk rehabilitasi satwa liar tertentu untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya, sebagi pusat pendidikan tentang satwa liar dan penelitian. Seandainya fasilitas seperti ada di wilayah Bengkulu, pasti kami akan menyambut dengan baik dan memanfaatkannya semaksimal mungkin sesuai dengan fungsinya. Namun sayangnya usulan serupa seperti itu sejak empat tahun yang lalu ke BKSDA Bengkulu tak kunjung mendapatkan respon meskipun faktanya kami sangat membutuh tempat yang layak untuk perawatan satwa liar hasil rescue dan penyitaan. "We will never know the real answer, before we try. And nothing is impossible. Anything can happen as long as we believe".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar