Penyelamatan beruang madu (Helarctos malayanus) dari jerat pemburu sudah dilakukan, pemeriksaan kesehatan pun telah selesai dan luka pada kaki depan sebelah kanan karena jerat sling tidak terlalu serius. Beruang pun masih bisa menapakan kakinya dan memanjat. Dan kami merencanakan untuk melepasliarkannya sesegera mungkin.
Persiapan pun dilakukan. Saya menghubungi dan meminta bantuan kepada Tim PHS-KS (Perlindungan Harimau Sumatera-Kerinci Seblat) yang membantu secara teknis pelepasan beruang di salah satu hutan konservasi dibawah pengelolaan BKSDA Bengkulu. Dan mereka menyetujui. Sebelumnya PHS telah berpengalaman dalam pelepasliaran beruang madu ke habitatnya. Melakukan pemeriksaan kesehatan, pemberian deworming (obat cacing) minimal tiga hari sebelum dilepasliarkan. Juga memberikan pengobatan untuk luka jerat dengan antibiotik, antiinflamasi, analgesik, antiparasit dan supplement guna membantu mempercepat pertumbuhan jaringan dan penyembuhan serta koleksi sampel. Kemudian kami juga berkoordinasi dengan Kepala Resort KSDA setempat, Kepala Seksi Wilayah setempat juga Kepala Balai KSDA Bengkulu. Mereka menyetujui beruang madu dilepas lagi secepatnya ke lokasi yang telah kami sepakati bersama. Untuk memperkuat rencana itu pun saya telah mempersiapkan laporan medis dan rekomendasi medis bahwa beruang tersebut layak untuk dilepasliarkan segera. Tim kami juga telah mempersiapkan Berita Acara Pelepasliaran serta Surat Perintah Tugas pun sudah diturunkan. Tinggal menunggu dua hari lagi kami akan melepas beruang tersebut ke hutan konservasi.
Tidak hanya beruang madu, kami juga berencana melepasliarkan kembali seekor kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis). Dia sudah sehat sejak hampir dua tahun yang lalu dan perilakunya pun masih liar. Terlalu lama berada di kantor tanpa tujuan yang jelas dalam kandang sempit juga akan menyiksanya terus-menerus. Hutan adalah tempat tinggal yang terbaik untuknya dan bukan di dalam kandang.
Kami sudah melakukan persiapan secara matang, semua binatang liar itu sudah berada di dalam kandang angkut sebelum kami berangkat. Sehari sebelum pelepasliaran kami sudah musti berangkat karena lokasinya cukup jauh. Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini adalah semua Polhut (Polisi Kehutanan) dari Resort setempat yang berjumlah 4 orang, Penyuluh, PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) serta dokter hewan dan dibantu oleh 3 orang dari PHS-KS. Kami merencanakan berangkat untuk kegiatan pelepasliaran tersebut hari Rabu tanggal 16 Juli 2014 selesai shubuh. Sehingga satwa liar itu bisa dilepaskan pagi. Sehari sebelumnya Selasa, 15 Juli 2014 kami sudah harus berkumpul di resort setempat untuk briefing teknis release beruang dan kucing hutan.
Tim kami sudah bersiap-siap dari pagi, menunggu dan menunggu sampai siang hari bahkan berlanjut sampai sore hari. Kondisi menjadi berubah, tiba-tiba tidak ada keputusan yang pasti. Salah seorang dari pejabat-pejabat tersebut menolak Beruang madu dilepasliarkan kembali namun tanpa alasan apapun. Lagi-lagi orang yang sama, yang tak pernah punya kebijakan yang jelas dan tak pernah konsisten. Sudah beberapa kali saya menghadapi perilakunya seperti itu dan bagi saya ini yang paling membuat kecewa banyak orang karena menyangkut nasib satwa liar. Dan yang menyedihkan lagi dia pun tak pernah mau bertanggung jawab terhadap keputusannya, membantu dan mendukung perawatan satwa selama berada di kantor pun tidak. Sepertinya selalu lepas tangan, dan bila diberi solusi yang terbaik selalu bertentangan untuk menolak tanpa alasan.
Anehnya tak pernah dia ungkapan itu sebelumnya padaku meskipun berjam-jam saya duduk bersama dan berbincang-bincang dengannya. Bisa kupahami, karena pasti saya akan mempertanyakan alasan dari keputusannya menolak, dan tentunya saya hanya akan menerima alasan yang ilmiah dan realistis. Bila tidak, dia pasti akan kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya sehubungan dengan itu untuk mengetahui alasan penolakan itu. Dan itu yang dia hindari, karena bila itu masalah besar yang menghambat rencana pelepasliaran tersebut, tentu kami akan mencarikan jalan keluarnya. Tapi bila hanya bersikap menolak tanpa mau menjelaskan alasannya tentu kami tidak bisa mencari jalan keluarnya. Bagi saya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan bila ada saling keterbukaan.
Kendala transportasi yang tidak didukung oleh otoritas sendiri sudah kami carikan jalan keluarnya. Kendaraan dinas di kantor itu jumlahnya banyak, bila tidak boleh dipakai untuk bekerja di lapangan sungguh keterlaluan, plat nomornya saja berwarna merah, itu artinya kendaraan milik negara dan yang dibeli dengan uang negara untuk bekerja dan bukan kendaraan pribadi yang dikuasai perorangan. Bila tidak ada dana sepeserpun dari otoritas yang berwenang yang memang sesungguhnya pekerjaannya untuk konservasi satwa liar dan seharusnya mendukung pengembalian satwa liar ke habitatnya, tidak masalah bila hanya sekedar untuk membeli BBM dan logistik diperjalanan, resort setempat sudah mendukung biayanya. Bila alasannya takut pelepasliaran akan memicu konflik satwa liar dengan manusia, jelas itupun juga bukan alasan. Karena pemilihan lokasi juga bukan sembarangan dan persyaratan pelepasan satwa liar juga tidak sembarangan, perilaku alami yang masih normal dan kondisi kesehatan yang baik merupakan syarat utama dan sudah terpenuhi. Kondisi habitat terjaga karena ada patroli hutan rutin, masih ada ketersediaan pakan yang melimpah dan air, itupun juga terpenuhi. Kami biasa bekerja secara profesional dan bukan yang terbiasa dengan bekerja pada proyek abal-abal, maksudnya SPJ dan laporan bagus dan lengkap namun tujuan pekerjaan yang semestinya tak tercapai. Karena hasil pekerjaan kami bisa diukur secara riil dan bukan dinilai sebatas diatas kertas saja. Di lokasi pelepasliaran tersebut juga jauh dari masyarakat, jadi akan konflik dengan siapa, apa konflik dengan perusahaan sawit asing, bukankah mereka yang merambah kawasan konservasi sehingga mempersempit habitat satwa liar disana. Jadi alasan apa lagi ? Kalaupun takut menimbulkan konflik, toh selama ini yang menangani setiap konflik satwa liar kami sendiri di lapangan, dan yang mau bertanggung jawab perawatan satwa pasca rescue juga kami sendiri meskipun kadang tidak ada dukungan dana dari pihak otoritas. Dan kemana orang yang mengatakan menolak pelepasliaran itu ? Apakah dia pernah membantu ikut bertanggung-jawab terhadap satwa liar yang terlibat konflik dan perawatan pasca konflik ? Saya bisa menjawab dengan lantang.....TIDAK ! Bahkan saat Beruang madu gagal dilepasliarkan pun tidak mau tahu akan diberi makan apa dan siapa yang akan merawatnya dan akan diletakkan dimana, tidak mungkin dia akan berada di kandang angkut yang sempit itu terus-menerus. Sikap penolaknnya sungguh tidak relevan dengan tanggung-jawabnya. Bisanya hanya menolak, namun tidak mau bertanggung jawab terhadap nasib satwa liar itu selanjutnya. Mungkin ini tulisan saya yang paling emosional.
Selama ini solusi yang selalu diberikan bahwa satwa liar hanya digunakan sebagai obyek eksploitasi dan komoditi yang menghasilkan uang namun sulit sekali mengajak berpikir untuk mendukung konservasi in-situ. Bekerja untuk konservasi satwa liar itu tidak sebatas ada di logo seragam yang kita pakai, tapi perlu dipatri dalam hati, agar kita memperlakukan binatang tidak seenaknya namun sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai hak hidup bebas di rumahnya sendiri.
'Winnie' Sun bear (Helarctos malayanus) |
Persiapan pun dilakukan. Saya menghubungi dan meminta bantuan kepada Tim PHS-KS (Perlindungan Harimau Sumatera-Kerinci Seblat) yang membantu secara teknis pelepasan beruang di salah satu hutan konservasi dibawah pengelolaan BKSDA Bengkulu. Dan mereka menyetujui. Sebelumnya PHS telah berpengalaman dalam pelepasliaran beruang madu ke habitatnya. Melakukan pemeriksaan kesehatan, pemberian deworming (obat cacing) minimal tiga hari sebelum dilepasliarkan. Juga memberikan pengobatan untuk luka jerat dengan antibiotik, antiinflamasi, analgesik, antiparasit dan supplement guna membantu mempercepat pertumbuhan jaringan dan penyembuhan serta koleksi sampel. Kemudian kami juga berkoordinasi dengan Kepala Resort KSDA setempat, Kepala Seksi Wilayah setempat juga Kepala Balai KSDA Bengkulu. Mereka menyetujui beruang madu dilepas lagi secepatnya ke lokasi yang telah kami sepakati bersama. Untuk memperkuat rencana itu pun saya telah mempersiapkan laporan medis dan rekomendasi medis bahwa beruang tersebut layak untuk dilepasliarkan segera. Tim kami juga telah mempersiapkan Berita Acara Pelepasliaran serta Surat Perintah Tugas pun sudah diturunkan. Tinggal menunggu dua hari lagi kami akan melepas beruang tersebut ke hutan konservasi.
'Rong Rong' Leopard cat (Prionailurus bengalensis) |
Kami sudah melakukan persiapan secara matang, semua binatang liar itu sudah berada di dalam kandang angkut sebelum kami berangkat. Sehari sebelum pelepasliaran kami sudah musti berangkat karena lokasinya cukup jauh. Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini adalah semua Polhut (Polisi Kehutanan) dari Resort setempat yang berjumlah 4 orang, Penyuluh, PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) serta dokter hewan dan dibantu oleh 3 orang dari PHS-KS. Kami merencanakan berangkat untuk kegiatan pelepasliaran tersebut hari Rabu tanggal 16 Juli 2014 selesai shubuh. Sehingga satwa liar itu bisa dilepaskan pagi. Sehari sebelumnya Selasa, 15 Juli 2014 kami sudah harus berkumpul di resort setempat untuk briefing teknis release beruang dan kucing hutan.
Tim kami sudah bersiap-siap dari pagi, menunggu dan menunggu sampai siang hari bahkan berlanjut sampai sore hari. Kondisi menjadi berubah, tiba-tiba tidak ada keputusan yang pasti. Salah seorang dari pejabat-pejabat tersebut menolak Beruang madu dilepasliarkan kembali namun tanpa alasan apapun. Lagi-lagi orang yang sama, yang tak pernah punya kebijakan yang jelas dan tak pernah konsisten. Sudah beberapa kali saya menghadapi perilakunya seperti itu dan bagi saya ini yang paling membuat kecewa banyak orang karena menyangkut nasib satwa liar. Dan yang menyedihkan lagi dia pun tak pernah mau bertanggung jawab terhadap keputusannya, membantu dan mendukung perawatan satwa selama berada di kantor pun tidak. Sepertinya selalu lepas tangan, dan bila diberi solusi yang terbaik selalu bertentangan untuk menolak tanpa alasan.
Anehnya tak pernah dia ungkapan itu sebelumnya padaku meskipun berjam-jam saya duduk bersama dan berbincang-bincang dengannya. Bisa kupahami, karena pasti saya akan mempertanyakan alasan dari keputusannya menolak, dan tentunya saya hanya akan menerima alasan yang ilmiah dan realistis. Bila tidak, dia pasti akan kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya sehubungan dengan itu untuk mengetahui alasan penolakan itu. Dan itu yang dia hindari, karena bila itu masalah besar yang menghambat rencana pelepasliaran tersebut, tentu kami akan mencarikan jalan keluarnya. Tapi bila hanya bersikap menolak tanpa mau menjelaskan alasannya tentu kami tidak bisa mencari jalan keluarnya. Bagi saya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan bila ada saling keterbukaan.
Winnie - Beruang madu |
Selama ini solusi yang selalu diberikan bahwa satwa liar hanya digunakan sebagai obyek eksploitasi dan komoditi yang menghasilkan uang namun sulit sekali mengajak berpikir untuk mendukung konservasi in-situ. Bekerja untuk konservasi satwa liar itu tidak sebatas ada di logo seragam yang kita pakai, tapi perlu dipatri dalam hati, agar kita memperlakukan binatang tidak seenaknya namun sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai hak hidup bebas di rumahnya sendiri.
" The best home for wild animal is in the wild ! "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar