Hanya ingin berbagi beberapa cara pembiusan satwa liar dan cara penanganannya selama terbius. Digunakan pada saat kita melakukan rescue (penyelamatan) satwa liar di habitat baik dari daerah konflik, dari perburuan maupun karena penyakit, dan restraint untuk keperluan pemeriksaan medis pasca rescue, pemasangan transponder pada tubuh satwa untuk tujuan research dan penandaan individu serta pelepasliaran kembali ke habitat. Mengingat setiap spesies satwa liar memiliki teknik yang berbeda dalam penanganannya, begitu juga dengan kondisi satwa dan kondisi lingkungan sekitarnya saat dilakukan pembiusan. Peralatan yang minimalis yang bisa dibawa ke lapangan juga berpengaruh karena tidak akan bisa seperti penanganan satwa liar di rumah sakit atau klinik hewan yang cenderung dilengkapi dengan fasilitas medis yang cukup memadai.
Beberapa cara pembiusan satwa liar :
Chemical Restraint
at Malilangwe Wildlife Reserve, Zimbabwe - Africa. Photo : Michael Sibalatani |
Cara pembiusan gajah, badak, jerapah liar di Africa, dengan kondisi habitat terbuka atau satwa liar bisa terlihat dengan mudah dengan tembak bius. Helicopter bergerak mengikuti satwa target yang berlari kencang di bawah. Pembiusan dilakukan dari atas helicopter.
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Cara pembiusan singa liar di Africa, yakni singa dipancing keluar dari perbukitan berbatu dengan menggunakan rekaman suara zebra yang merupakan salah satu satwa mangsanya, dengan menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke perbukitan tempat singa berada. Dan disediakan bangkai zebra untuk memancing singa mendekat sesuai dengan yang kita inginkan. Pembiusan dilakukan dari mobil yang bisa melihat dengan jelas kearah singa tersebut. Bila pembiusan dilakukan untuk pergantian alat transponder semacam Radio-Frequency Identification yang ditanam di tubuh satwa, maka digunakan juga alat detektor untuk mendeteksi keberadaan singa dan mengidentifikasi singa yang menjadi target pembiusan diantara kelompoknya dan pembiusan dilakukan dengan cara tembak bius dari atas mobil yang diparkir tak jauh dari kelompok singa tersebut.
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Cara pembiusan keledai (donkey) dalam kandang luas. Menggunakan tembak bius dari luar kandang.
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Photo : Erni Suyanti Musabine |
Cara pembiusan wildebeest di habitat. Wildebeest juga hidup berkelompok dalam jumlah besar, bahkan seringkali bercampur dengan zebra dan satwa liar lainnya. Kawanan wildebeest digiring dengan menggunakan air craft (pesawat kecil) dan diarahkan menuju lokasi yang sudah dibatasi terpal yang disekat-sekat dengan bentuk mengerucut, semakin menyempit. Begitu wilebeest berlarian memasuki lokasi yang dibatasi terpal tersebut, maka langsung ditutup dengan terpal lainnya, sampai akhirnya wildebeest memasuki kandang yakni areal yang telah disekat dengan papan seng. Tembak bius wildebeest dilakukan dari atas mobil atau dari atas kandang.
Sumpit bius harimau terjerat. Photo : BKSDA Bengkulu |
Cara pembiusan harimau terjerat. Kondisi harimau terjerat pasti sangat stress sehingga perlu berhati-hati dalam pembiusan. Perlu tindakan rescue yang tidak memicu stress harimau seperti diupayakan kehadiran tim rescue tidak terlihat oleh harimau bila memungkinkan. Tidak berpakaian mencolok dan tidak menggunakan bau-bauan yang menyengat seperti parfum, merokok dan lain-lain saat berada dilokasi sekitar satwa target. Batasi petugas yang mendekati satwa target, hanya orang yang berkepentingan saja yang mendekati satwa, seperti dokter hewan, seorang petugas dokumentasi dan seorang petugas yang bersenjata untuk mengamankan tim tersebut. Petugas lainnya lebih baik menunggu di lokasi yang jauh dan tidak terlihat oleh satwa target. Pembiusan dilakukan di tempat tersembunyi dengan cara sumpit bius ataupun tembak bius dengan kecepatan dan kekuatan tembak yang tidak terlalu kencang (pilih peluru warna hijau/ untuk jarak dekat) dan ada peredam suara. Tetapi sumpit bius akan lebih baik dibandingkan dengan tembak bius.
Sumpit bius harimau dalam kandang Photo : BKSDA Bengkulu |
Pembiusan dengan hand inject |
Cara pembiusan harimau di dalam kandang. Bila kandang sempit bisa menggunakan sumpit bius, dan bila kandang luas bisa menggunakan tembak bius, serta jika mempunyai fasilitas kandang jepit maka pembiusan bisa dilakukan dengan cara suntik dengan tangan langsung.
Penanganan satwa liar selama terbius
Reposisi
Reposisi (memperbaiki posisi) tubuh satwa pasca pembiusan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya efek samping yang buruk selama terbius seperti depresi nafas. Pembiusan pada badak, posisi tubuh satwa harus sternal recumbency berbeda dengan pembiusan pada gajah, maka posisi yang aman dan tepat adalah lateral recumbency atau bisa juga dengan posisi standing sedation. Bila posisi satwa tidak seperti itu maka perlu cepat-cepat direposisi untuk menghindari efek samping yang buruk terjadi.
Physical restraint.
Terkadang tidak cukup dengan pembiusan saja untuk restraint, juga perlu dikombinasikan dengan physical restraint selama pembiusan seperti contohnya menggunakan tali untuk mempertahankan posisi satwa. Bisa juga dibantu dengan net (jaring) dan peralatan lainnya yang disesuaikan dengan jenis satwa.
Menutup telinga dan mata
Reposisi (memperbaiki posisi) tubuh satwa pasca pembiusan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya efek samping yang buruk selama terbius seperti depresi nafas. Pembiusan pada badak, posisi tubuh satwa harus sternal recumbency berbeda dengan pembiusan pada gajah, maka posisi yang aman dan tepat adalah lateral recumbency atau bisa juga dengan posisi standing sedation. Bila posisi satwa tidak seperti itu maka perlu cepat-cepat direposisi untuk menghindari efek samping yang buruk terjadi.
Reposisi tubuh Badak (Whiterhino) dan Gajah liar pasca anesthesia. Photo : Erni Suyanti Musabine |
Physical restraint.
Terkadang tidak cukup dengan pembiusan saja untuk restraint, juga perlu dikombinasikan dengan physical restraint selama pembiusan seperti contohnya menggunakan tali untuk mempertahankan posisi satwa. Bisa juga dibantu dengan net (jaring) dan peralatan lainnya yang disesuaikan dengan jenis satwa.
Physical Restraint pada Jerapah, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Impala Photo : Erni Suyanti Musabine |
Menutup telinga dan mata
Pembiusan Badak (Whiterhino), Jerapah, Impala, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera. Photo : Erni Suyanti Musabine |
Recording.
Semua tindakan yang dilakukan di setiap tahap pembiusan perlu dicatat dalam immobilization worksheet.
Memeriksa frekuensi detak jantung dan pulsus per 5-10 menit sekali
Pemeriksaan frekuensi detak jantung pada Harimau Sumatera dan Badak Afrika (Whiterhino). Photo : Erni Suyanti Musabine |
Memeriksa frekuensi pernafasan per 5-10 menit sekali
Memeriksa suhu tubuh per 5-10 menit sekali
Pemeriksaan suhu tubuh pada Gajah Afrika, Badak Afrika, Harimau Sumatera dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti Musabine & Martin Mulama |
Pemberian oksigen
Pengambilan sampel darah.
Selain sampel darah juga bisa dilakukan pengambilan sampel lainnya seperti feces, rambut, parasit, untuk berbagai keperluan seperti tes DNA, pemeriksaan parasitologi, dan lain-lain
Selain sampel darah juga bisa dilakukan pengambilan sampel lainnya seperti feces, rambut, parasit, untuk berbagai keperluan seperti tes DNA, pemeriksaan parasitologi, dan lain-lain
Koleksi sampel darah Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine |
Pengobatan dan Pencegahan
Pemberian antibiotik long acting, untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada bekas suntik bius.
Pemberian salep mata
Fluid Therapy (jika diperlukan).
Therapy cairan yang direkomendasikan adalah melalui intra vena, pemberian secara sub cutaneus pada rescue satwa liar kurang banyak membantu.
Pemberian obat-obatan emergency dan tindakan medis untuk memperbaiki kondisi bila terjadi efek samping yang merugikan selama pembiusan, seperti hypothermia/ hyperthermia; henti nafas; henti jantung; shock; seizure (kejang); bloat dan lain-lain.
Pemberian antibiotik long acting pasca tembak bius/ sumpit bius pada Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera Photo : Erni Suyanti Musabine |
Fluid Therapy (jika diperlukan).
Therapy cairan yang direkomendasikan adalah melalui intra vena, pemberian secara sub cutaneus pada rescue satwa liar kurang banyak membantu.
Fluid therapy pada gajah liar dan harimau sumatera saat rescue dari jerat Photo : BKSDA Bengkulu |
Pemberian obat-obatan emergency dan tindakan medis untuk memperbaiki kondisi bila terjadi efek samping yang merugikan selama pembiusan, seperti hypothermia/ hyperthermia; henti nafas; henti jantung; shock; seizure (kejang); bloat dan lain-lain.
Salah satu cara penangan bila terjadi henti nafas |
Penyemprotan dengan air atau diberi peneduh atau pemberian air dingin per rectal. Fungsinya untuk mencegah dan therapy hypertermia sebagai efek samping dari pembiusan dan kondisi temperatur lingkungan yang panas.
Mencegah hyperthermia pada Badak (Whiterhino), Jerapah, Harimau Sumatera dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti Musabine & BKSDA Bengkulu |
Body measurement. Pada gajah body measurement bisa digunakan untuk estimasi berat badan.
Photo : BKSDA Bengkulu |
Photo gigi. Photo gigi harimau dan orangutan dapat digunakan untuk estimasi umur.
Gigi Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine |
Pemberian antidote
Antidote diberikan setelah semua tindakan yang diperlukan selesai dilakukan, untuk golongan alpha-2 Antagonists yakni Reversine (Yohimbin) diberikan secara intra vena sedangkan Antisedan (Atipamezole) bisa diberikan dengan cara kombinasi antara intra muscular dan intra vena. Sedangkan untuk golongan opioid antagonists seperti M5050 (Diprenorphine) diberikan secara intra vena.
Antidote diberikan setelah semua tindakan yang diperlukan selesai dilakukan, untuk golongan alpha-2 Antagonists yakni Reversine (Yohimbin) diberikan secara intra vena sedangkan Antisedan (Atipamezole) bisa diberikan dengan cara kombinasi antara intra muscular dan intra vena. Sedangkan untuk golongan opioid antagonists seperti M5050 (Diprenorphine) diberikan secara intra vena.
Penyuntikan antidote pada Gajah Afrika dan Keledai. Photo : Erni Suyanti Musabine |
Dalam setiap rescue (penyelamatan) satwa liar di habitatnya ataupun daerah konflik dengan berbagai penyebab perlu adanya pembatasan petugas yang melakukan chemical restraint, yakni pembiusan guna mencegah satwa panik dan stress melihat kehadiran banyak orang karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembiusan (dalam kondisi stress maka obat bius tidak akan bisa bekerja dengan sempurna) dan keselamatan tim terancam bila satwa panik dan berontak atau terlepas dari jerat dan menyerang petugas guna mempertahankan diri. Itu sifat alami satwa liar dalam kondisi terdesak pasti akan berusaha untuk mempertahankan diri. Tim yang diperlukan saat pertama kali mendekati satwa liar guna pembiusan adalah (untuk rescue harimau) :
- Dokter hewan dan atau seorang petugas dibawah supervisi dokter hewan;
- Seorang petugas yang bersenjata (Polisi kehutanan, Polisi, TNI) untuk melindungi dokter hewan saat mendekati satwa target;
- Petugas dokumentasi.
Petugas lainnya menunggu dalam jarak tertentu yang tidak terlihat oleh satwa. Bila satwa tersebut sudah aman didekati atau sudah terbius baru mendekat ke lokasi untuk mulai bekerja.