Jumat, 06 Februari 2015

Wild Animal Watching

"Mengisi waktu luang untuk memotret dan mengamati perilaku satwa liar"


Selasa, 3 Pebruari 2015

Sore itu, begitu sampai di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Seblat, tempat dimana Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat berada, saya disambut oleh sekelompok burung bondol haji (Lonchura maja) yang terbang rendah di rerumputan depan camp kami. Sudah lama sekali saya ingin bisa memotret burung ini dari jarak dekat karena kamera saya memang tidak mempunyai fasilitas untuk dapat memotret jarak lebih dari 30 meter dengan bagus, namun hingga kini belum terwujud. Saya hanya bisa mengamatinya makan bunga-bunga rumput dan terbang kesana kemari bila didekati tanpa bisa memotretnya. Saya yakin suatu saat saya akan bisa mendapatkan photonya, hanya perlu kesabaran dan kesempatan saja.

Tak ada mammalia besar yang tampak di sekitar camp sore itu, bahkan gajah dan babi hutan yang biasanya banyak berkeliaran pun tidak muncul. Hari itu mungkin waktu yang kurang tepat untuk menyalurkan hobbyku memotret. Saya hanya mendengar suara-suara binatang liar saja yang ada disekitarku tanpa melihat wujudnya, burung gagak bersaut-sautan, suara burung rangkong yang entah mereka sedang bertengger dimana, dan tengah malam terbangun mendengar suara terompet gajah liar yang ternyata memang berada tidak jauh dari tempatku tinggal. Sepertinya mereka sedang berpesta pora malam itu menikmati tanaman sawit di sekitar kawasan PKG Seblat.


Rabu, 4 Pebruari 2015

Pagi itu terdengar sangat keras teriakan siamang (Symphalangus syndactylus) dan owa (Hylobates spp) saling bersaut-sautan di dalam hutan di belakang kamarku, tapi pasti sulit untuk bisa melihatnya dengan jelas. Diiringi suara burung rangkong yang tak mau kalah kerasnya. 


Saat saya sedang berada di dapur sore itu, tiba-tiba saya mendengar suara burung rangkong mendekat, ternyata burung itu bertengger di pohon kenanga yang tak jauh dari tempatku berdiri. Tanpa pikir panjang saya langsung berlari menuju kamar untuk mengambil kamera, meski hanya beberapa detik saja namun saat saya kembali dia sudah terbang berpindah tempat ke pohon petai. Saya harus memotretnya karena kesempatan seperti ini tidak datang dua kali. Beberapa tahun yang lalu masih sangat mudah menjumpai burung rangkong yang berterbangan di depan ataupun di belakang camp kami dan jumlahnya lebih dari satu dari berbagai jenis. Namun sekarang sudah jarang bisa melihatnya dari dekat karena maraknya perburuan rangkong. Bahkan lokasi rangkong untuk mencari makan di hutan ini pun kawasannya sudah dialihfungsikan dan saat ini sudah mulai digunduli oleh para perambah hutan. 



Untuk mengisi waktu di sore hari saya berjalan-jalan di sekitar camp dan lebih tertarik untuk memotret gajah 'Nelson', seekor gajah jinak PKG Seblat. Tak pernah bosan untuk memotretnya. Dia seekor gajah yang photogenic :)  

Tak lama kemudian seorang mahout memanggil saya karena mendengar suara kijang (Muntiacus muntjak), saya pun langsung lari keluar camp sambil membawa kamera, karena suaranya sangat dekat. "Iya benar, saya juga mendengar suaranya, kataku". Tapi karena hujan turun akhirnya saya urungkan niat untuk mencari kijang itu daripada kamera saya rusak terkena hujan. 


Kamis, 5 Pebruari 2015


Pagi itu dikagetkan oleh kedatangan gajah Aswita ke camp saya, ternyata mahoutnya ingin menyerahkan sampel feces gajah untuk saya periksa di Klinik. Hari itu memang jadwalku untuk melakukan pemeriksaan parasitologi dari sampel feces gajah untuk diagnosis penyakit parasiter. Saya melihat sekitar untuk mencari gajah kecil kami 'Bona', karena bila ada Aswita pasti ada Bona di dekatnya, karena Aswita adalah induk angkat Bona setelah dia kehilangan keluarganya. Saya pun berhasil memotret gajah Bona yang saat itu sedang pergi ke hutan untuk mencari makanan alaminya.



Saya mendengar suara primata di hutan belakang tempat tinggalku, saya hafal betul dengan suara itu, meski tanpa melihat dulu binatangnya namun hanya dengan mendengar suaranya sudah bisa diidentifikasi, yakni Presbytis melalophos. Wajahnya yang cantik dan warna rambutnya coklat keemasan selalu menarik untuk difoto. Namun sayang, saya sangat malas beranjak dari tempat duduk untuk berpindah mencari posisi yang strategis, akhirnya tidak bisa mendapatkan foto yang bagus.



Sore harinya saya berjalan-jalan ke arah sungai untuk mencari jejak kijang dan berharap bisa menemukan kotorannya juga, karena saya akan memeriksanya sebagai pembanding dan untuk mengetahui apakah endparasit pada gajah jinak juga sama dengan endoparasit di mammalia liar jenis lainnya. Dalam perjalanan bertemu dengan seekor babi hutan, akhirnya saya mengambil beberapa photo sampai binatang tersebut masuk ke dalam hutan.



Seekor burung terbang melintas di depanku. Karena warnanya menarik, biru adalah warna favoritku membuatku segera memotretnya sebelum dia terbang kembali ke pohon lainnya. Sayang sekali gagal fokus. Sebenarnya masih banyak obyek photo lainya yang menarik disekitarku, seperti berbagai jenis burung berkicau, serangga, monyet ekor panjang, namun kali ini saya tidak tertarik memotretnya.


Jumat, 6 Pebruari 2015


Sungai Seblat terlihat sedang banjir karena hujan deras semalaman, membuat rencanaku gagal pulang ke Kota Bengkulu siang ini. Pagi harinya saya masih mempunyai kegiatan pemeriksaan sampel feces gajah jinak, disela-sela waktu menunggu solar cell siap digunakan maka memanfaatkan waktu di pagi hari untuk memancing ikan di rawa-rawa belakang camp mengingat logistik yang saya bawa habis hari ini. Ternyata saya lebih tertarik untuk memotret karena disekitar rawa-rawa banyak burung berterbangan beraneka warna. Seekor burung berwarna merah terbang melintas, membuatku penasaran untuk mendekat dan memotretnya. Gagang pancing kutinggalkan begitu saja tak peduli ikan akan menyambar umpannya atau tidak, demi mendapat photo burung tersebut. Mencari posisi duduk yang strategis dan berdiam diri lebih dari 15 menit hanya untuk memotret satu ekor burung saja. Dan saya pun tak peduli tanah yang saya duduki basah dan bertebaran kotoran gajah. Akhirnya dapat juga, meski hasilnya tidak maksimal. Duh, seandainya saya punya kamera bagus, pastilah tidak mengeluh dengan hasilnya. Kamera saya jangkauan terjauhnya hanya 15 meter namun saya paksakan untuk memotret jarak 30 meter.



Diwaktu yang bersamaan di pohon sebelah kiriku terlihat anak siamang sedang bergelantungan di atas sana, diikuti induk dibelakangnya. Mereka tidak bersuara, hanya pindah dari satu ranting pohon ke pohon lainnya. Spontan kameraku kuarahkan ke mereka, sedih rasanya tidak bisa mengikuti pergerakannya yang cepat kemudian menghilang dibalik dedaunan yang rimbun. Ada sekitar 10 menit saya menunggu daun-daun yang bergerak itu berharap siamang akan muncul kembali. Sia-sia, siamang tidak mau menampakkan diri dan hujan pun turun. Saya terpaksa harus kembali ke camp. Dan sebelum kembali saya sempat memotret burung ini yang bertengger di puncak pohon.



Setelah selesai melakukan pemeriksaan parasitologi dari sampel feces gajah binaan Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat sebagai upaya kontrol penyakit parasiter, saya mendengar suara burung elang yang sedang terbang berputar-putar diatas hutan depan klinik. Kemudian saat burung predator tersebut hinggap di salah satu pohon yang berjarak sekitar 100 meter atau mungkin lebih, saya memotretnya. Hasilnya memamg tidak terlalu bagus karena keterbatasan jangkauan dari fasilitas kamera saya yang tidak mendukung.



Di depan klinik juga tampak burung berkicau suku Pynonotidae yang sedang hinggap di pohon makanan kijang. Saya pun tak melewatkan kesempatan ini untuk memotretnya sebelum kembali melanjutkan pekerjaan lainnya memberikan obat cacing pada gajah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar