Senin, 09 Februari 2015

Liburan akhir pekan mengunjungi Desa Karangpanggung di Provinsi Sumatera Selatan



Liburanku akhir pekan pada tanggal 7 - 8 Pebruari 2015 dimanfaatkan untuk mengunjungi sebuah desa di Provinsi Sumatera Selatan, yang tidak jauh dari perbatasan Bengkulu, yakni Desa Karangpanggung, Kecamatan Selangit, Kabupaten Musirawas. Sudah beberapa kali saya mengunjungi desa tersebut, yakni sejak Animals Indonesia berencana mempunyai proyek konservasi disana dengan akan membangun Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Liar Sumatera di daerah itu bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Desa itu juga merupakan salah satu lokasi yang menjadi fokus project dari GIZ-Biodiversity & Climate Change.

Namun kali ini saya kesana untuk sekedar berlibur bersama dua orang teman dari Bengkulu yakni Marini Sipayung seorang jurnalis Kantor Berita Antara dan Deska Ayu Safitri seorang mahasiswa salah satu universitas di Bengkulu. Salah satu tokoh masyarakat disana yang juga salah satu tokoh dibidang lingkungan hidup dan sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan kalpataru dari Presdien RI serta salah satu anggota keluarganya juga pernah menjadi anggota tim Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU) Kerinci Seblat, tentu membuatku semakin tidak asing dengan mereka karena saya juga sering bekerja bersama tim tersebut dalam upaya penyelamatan harimau sumatera dari jerat pemburu liar. Mereka sudah seperti keluarga sendiri sehingga membuat saya sering bersilahturahmi kesana dan membuat saya tidak bingung lagi mencari tempat untuk menginap di desa itu :)

Berangkat dari Kota Bengkulu pagi hari pukul 09.00 WIB, sesampainya di Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan sekitar pukul 13.00 WIB. Kami dijemput di Lubuk Linggau, dan siang itupun kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Karangpanggung, sebelumnya menyempatkan diri terlebih dulu untuk berbelanja ke pasar di kota itu.   

Saya melihat sekeliling, ada yang berubah dengan desain rumah itu, halaman belakang rumah dulunya tempat untuk menyimpan bibit tanaman buah, kini disulap menjadi tempat nongkrong yang sangat nyaman, dilengkapi dengan tempat duduk dan colokan listrik serta tampak bersih, sejuk dan yang menyenangkan lagi signal internet di tempat itu lebih kuat dibandingkan di dalam rumah ataupun di teras depan. Sekarang berubah, semua aktivitas orang di dalam rumah itu terpusat di halaman belakang rumah. 


Belajar Memasak

Kami semua langsung menuju ke halaman belakang. Siang itu ada yang menyiapkan perapian untuk barbeque, sebelumnya kami telah membeli ikan nila dan ikan mas untuk hidangan makan kami hari itu. Memasak ikan bakar dengan cara tradisional, hanya dengan batu bata yang ditumpuk rapi dan kayu bakar dan kami pun mendapatkan tips bagaimana cara bakar ikan yang praktis dan rasanya enak. Kebetulan sedang banyak tamu yang juga menginap di rumah itu, tidak hanya kami saja. Kami pun berbicara dengan banyak bahasa, ada yang bicara dengan bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Lembak, bahasa Bengkulu, bahasa Indonesia dan bahasa Rejang, kami tinggal memilih berbicara tergantung bahasa mana yang dikuasainya, tak perlu khawatir karena kami juga bisa sedikit mengerti pembicaraan orang lain dengan bahasa yang berbeda-beda. Ini yang aku sukai bila travelling ke tempat yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda, akhirnya kita bisa mengenal dan menghargai perbedaan itu. Itu juga yang membuatku sangat mencintai keanekaragaman budaya, bahasa, agama, suku, ras, adat istiadat yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Menurutku itu keunikan bangsa ini yang patut dilestarikan.

Proses Pengolahan Kopi Luwak secara Tradisional
Siang itu saya juga mengutarakan ingin membuat kopi luwak tetapi dengan cara mengolahnya sendiri. Keinginan saya langsung disetujui. Disaat orang membakar ikan, kami juga menyiapkan tungku untuk mengolah kopi luwak. Ini akan menjadi pengalaman yang menarik buat kami, karena belum pernah melakukan hal itu sebelumnya. Saya dan teman-teman mendapat tugas untuk memilih biji kopi yang bagus, dan yang kondisinya jelek dibuang. Kami bertiga akhirnya sibuk membersihkan biji kopi yang akan dimasak. Biji kopi tersebut didapatkan dari feces (kotoran) Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) yang ada di kebun kopi masyarakat. Kotoran luwak itu dikumpulkan oleh anak-anak kecil desa itu dari kebun kopi dan dijual. Kemudian dibersihkan sampai tinggal biji kopinya saja dan dikeringkan. Dan kami menyeleksi biji-biji kopi yang sudah kering untuk mendapatkan biji kopi terbaik. Kemudian saya mencucinya lagi sampai bersih, sambil menunggu tungku siap digunakan. Penggorengan dari tanah liat sudah disiapkan diatas tungku, dan kami pun bergantian mengaduk biji kopi tersebut sampai masak. Hmm.......ternyata waktu yang dibutuhkan cukup lama, dimulai sekitar pukul 04.00 WIB sampai dengan pukul 05.15 WIB hanya untuk mengsangrai/ memasak biji kopi hingga masak. Benar-benar seperti olahraga dibuatnya, belum lagi rasa panas terasa di kulit karena berdekatan dengan api. Masih ada proses berikutnya, yakni penggilingan dan penyaringan agar bubuk kopi lembut. Teman-temanku pun tak sabar untuk mencicipi kopi buatan sendiri. Dan saya juga membawa beberapa bungkus untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Bangga dan bahagia rasanya bisa mengolah sendiri biji kopi menjadi minuman.

Pohon Sagurisi
Sore harinya masih berhubungan dengan kegiatan masak-memasak, kami mendapat pengalaman baru tentang bahan makanan alternatif yang terbuat dari batang pohon sagurisi sejenis palm yang biasanya tumbuh liar di sekitar sungai yang dapat diolah menjadi bahan makanan dan aneka macam kue. Tentu ini menarik bukan ? Belum banyak penduduk sekitar yang memanfaatkan ini, tapi ibu dari keluarga ini telah memperkenalkan makanan dari bahan sagurisi di berbagai ajang pameran pertanian di banyak tempat, tidak sebatas di Provinsi Sumatera Selatan saja, tapi juga diluar Sumatera. Bahkan beliau punya cita-cita untuk pengembangan home industri di desa itu dengan memanfaatkan bahan olahan dari tanaman liar seperti itu yang tidak dimanfaatkan untuk menjadi sumber bahan makanan alternatif, sekaligus juga memperkenalkan tentang produksi kopi luwak di desa itu yang tentu ramah lingkungan dan tanpa menyiksa binatang, juga memanfaatkan hasil pertanian yang melimpah seperti pisang dan lain-lain untuk bahan makanan yang memiliki nilai jual. Saya sangat senang bila bertemu dengan orang-orang inovatif dan kreatif karena bisa memberi energi positif bagi diri sendiri serta mendorong dan menginspirasi kita agar bisa juga berbuat positif bagi lingkungan sekitarnya.

Kopi luwak dan Kue sagurisi 

Waktu di sore hari kami manfaatkan untuk ngobrol di halaman belakang sambil menikmati kopi luwak dan kue sagurisi. Nikmatnya hidup di pedesaan, penuh kekeluargaan dan hidup lebih alami. Dan satu lagi tak ada rasa individualistis disini seperti saat saya tinggal di kota-kota besar, orang sibuk dengan diri sendiri dan apapun dinilai dengan uang, disini semua dilakukan dengan rasa kebersamaan. Adakalanya saya sangat merindukan lingkungan yang seperti ini. Mungkin itu juga sebabnya saya menyukai menjelajahi daerah-daerah pedesaan dan pedalaman, dan berinteraksi dengan mereka yang tinggal disana.

Makanan tradisional : Dodol durian dan Nogosari
Malam harinya kegiatan belum usai, ibu di keluarga ini hobbynya memasak, jadi tak heran bila setiap berada disana kita dimanjakan dengan makanan. Malam itu orang-orang mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat kue nogosari, makanan yang tak asing lagi bagiku, karena dari kecil aku sudah sering memakannya. Kue yang terbuat dari tepung beras dan santan yang diisi dengan pisang. Melimpahnya panen pisang di kebunnya membuat orang berpikir kreatif untuk memanfaatkannya menjadi berbagai macam makanan olahan. Oya, kami juga disuguhi dodol durian yang juga dibuat sendiri pada saat daerah itu musim durian. Rasanya cukup enak, tidak seperti rasa dodol durian yang pernah saya makan sebelumnya, yang ini benar-benar berbeda. Dan makan malam kami hari itu adalah ikan bakar yang dimasak ramai-ramai siang harinya.

Kami bertiga tidur di lantai dua, akhir-akhir ini saya suka membaca buku sebelum tidur sampai terasa mengantuk, dan itu kulakukan hampir tiap hari, seperti ritual yang musti dilakukan sebelum tidur....hehe ! Dan aku pun punya hobby baru akhirnya, rajin mengunjungi tempat penjualan buku untuk melihat apakah ada diskon buku baru untuk dibeli. Orang sepertiku pasti akan mencari harga murah dan terjangkau :P 

Kebun Pembibitan Tanaman Endemik Sumatera
Hujan seharian sampai pagi membuat kami merasa nyaman dan malas beranjak dari tempat tidur, padahal hari minggu itu kami berencana untuk pergi ke kebun dekat lokasi Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Sumatera yang akan didirikan oleh Animals Indonesia disana, kami juga akan melihat-lihat kebun pembibitan tanaman endemik sumatera serta berencana untuk mandi di Sungai Lakitan. Sesampainya di kebun pembibitan, kami ngobrol-ngobrol sebentar di gubuk dekat kolam ikan, Dan setelah hujan agak reda akhirnya kami bertiga diajak jalan-jalan untuk melihat pembibitan dan tanaman hutan yang telah ditanam. Konsep perkebunan yang dilakukan disini adalah agroforestry, yakni menanami lahan perkebunan tidak dengan tanaman monokultur seperti karet atau sawit saja, tapi dengan tumbuhan hutan endemik sumatera dan akan diselingi dengan tanaman pertanian atau perkebunan. Mereka melarang menanam sawit di daerah itu bahkan melarang perusahaan perkebunan masuk ke daerah itu bila menanam sawit, karena bagi mereka yang paling penting adalah menyelamatkan sumber air dan menyelamatkan daerah aliran sungai karena ini penting bagi irigasi pertanian mereka, dan mereka lebih tertarik dengan berkebun yang ramah lingkungan.


Belajar Identifikasi Tumbuhan Endemik Sumatera


Ada sekitar 18 tumbuhan endemik yang sedang ditanam di kebun tersebut. Kami diajari cara identifikasi tumbuhan hutan itu, agar bisa membedakan jenis yang satu dengan yang lainnya. Namun tak ada yang bisa kami ingat dengan baik, hanya beberapa saja. Padahal itu baru nama tumbuhan dengan bahasa lokal belum bahasa latinnya. Mungkin ini bisa dimaklumi karena latar belakang kami bertiga tidak ada yang berhubungan dengan ilmu kehutanan dan ilmu botani. Tapi tak ada salahnya juga kami belajar hal-hal baru yang tidak kami ketahui. Meski susah menghafal nama-nama tumbuhan dan identifikasinya secara fisik, tapi yang jelas saya tak asing dengan tumbuhan-tumbuhan itu karena sering menjumpainya bila sedang masuk kawasan hutan konservasi di Bengkulu. 

Saya juga berencana untuk menanam 700 pohon tumbuhan hutan endemik Sumatera untuk langkah awal. Mungkin ini awal yang bagus untuk investasi dibidang agroforestry, karena saya suka konsepnya yang ramah lingkungan dan bisa untuk investasi jangka panjang.

Siang itu kami gagal untuk rencana mandi di Sungai Lakitan. Hujan deras sejak tadi malam hingga siang itu membuat debit air sungai naik dan warnanya tidak jernih lagi. Kami kembali berjalan-jalan mengelilingi kebun pembibitan untuk belajar identifikasi jenis pohon disana, serta sesekali mengambil foto di tempat-tempat yang menarik.

Selain itu tempat tersebut tidak hanya untuk pembibitan dan penanaman tanaman hutan endemik Sumatera yang dikombinasi dengan tanaman pertanian dan perkebunan seperti palawija, karet serta buah-buahan, tetapi juga ada ternak kambing dari berbagai jenis yang sedang mulai dikembangkan, bisa dimanfaatkan susu dan dagingnya. Urine dan feces kambing dimanfaatkan untuk pupuk kandang bagi tanaman pertanian dan perkebunan, karena mereka menghindari pemakaian pupuk anorganik. Jumlah kambing semakin banyak kulihat dari waktu ke waktu dibandingkan saat kunjungan saya sebelumnya. 

Hari sudah siang, kami kembali ke pondok, banyak pekerja kebun yang sedang beristirahat disana. Siang itu kami harus cepat kembali ke rumah karena sore harinya harus sudah berada di Kota Lubuk Linggau dan kembali ke Kota Bengkulu. Saat menunggu mobil berangkat ke Bengkulu kami pun menyempatkan diri jalan-jalan di Kota Lubuk Linggau, dan ternyata pandangan kami tak luput dari trend saat ini dimana banyak orang sangat menggilai batu akik dan berhenti sejenak untuk melihat-lihat. Tidak hanya di Kota Palembang saja, tetapi saat berada di Kota Lubuk Linggau, kawan-kawanku mengajak untuk melihat-ligat benda yang satu ini, disaat aku sendiri belum menemukan dimana daya tariknya. Dan akhirnya kawanku membelinya untuk koleksi..... hmmm !!!  

Liburan kali ini tidak hanya menyenangkan tetapi juga sangat bermanfaat karena mendapat pengalaman baru, bertemu orang-orang kreatif di sebuah desa terpencil yang tak jauh dari Taman Nasional Kerinci Seblat. Sebagai anak muda tentu kita akan merasa termotivasi bila melihat orang-orang tua seperti mereka masih produktif dan selalu berpikir untuk kepentingan penyelamatan lingkungan sekitarnya di sisa usianya, tentu seharusnya lebih banyak yang bisa kita perbuat mengingat energi yang kita miliki jauh lebih banyak, pendidikan yang kita miliki lebih tinggi dan kesempatan kita jauh lebih luas dan panjang. Sudah saatnya kita berpikir untuk tidak selalu menuntut tetapi seharusnya berpikir tentang apa yang bisa kita perbuat untuk lingkungan di sekitar kita.

1 komentar:

  1. Thanks infonya. Oiya ngomongin akhir pekan, kamu penasaran ga sih aktivitas apa aja yang biasa dilakukan oleh orang sukses untuk mengisi hari liburnya tersebut. Nah, daripada nebak-nebak, yuk liat aja sederet kegiatan mereka di artikel yang saya temuin ini: Aktivitas orang sukses saat akhir pekan

    BalasHapus