Kucing kuwuk atau Leopard cat (Prionailurus bengalensis) dulu dalam bahasa latin disebut Felis bengalensis adalah salah satu satwa liar Indonesia yang dilindungi oleh UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena keberadaannya terancam punah. Telah banyak diburu dan diperjualbelikan secara illegal di pasar gelap sebagai pet animal. Pada tanggal 29 Oktober 2012 Balai KSDA Bengkulu telah merescue seekor leopard cat dari dalam toilet di sebuah Pondok Pesantren di Bengkulu. Punggung kucing tersebut mengalami luka serius selebar 5 cm. Setelah menjalani operasi penjahitan luka dan perawatan pasca operasi dengan pengobatan antiseptik, antibiotik, anti inflamatory, analgesik, fluid therapy dan anti parasit dari tanggal 29 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 5 November 2012, serta dibantu dengan pemakaian elizabeth colar akhirnya kucing tersebut telah sembuh kembali dengan baik.
Kandang lama untuk Leopard cat (Prionailurus bengalensis) |
Setiap waktu saat melihatnya, berangsur-angsur rambutnya terlihat kusam dan rambut terlihat rontok di beberapa bagian punggungnya, tampak tidak sehat dan stress, perilakunya pun berubah, selalu diam di pojok kandang, panting karena kepanasan dan kehausan, salah satu penyebabnya adalah kandang sempit yang dipenuhi dengan bekas kotoran dan sisa pakan, beratap seng dengan cuaca panas serta air minum tidak disediakan sepanjang hari. Selalu membuat sedih bila melihat kondisinya, dan tak satupun orang yang tergerak hatinya untuk membantu memperbaiki keadaan. Banyak yang merasa prihatin namun tak berbuat. Ingin sekali melepasnya kembali ke hutan guna mengurangi penderitaannya namun apadaya tidak tersedia fasilitas transportasi dan tim relawan untuk itu dan tentu itu akan dianggap kegiatan yang melanggar perintah pengambil kebijakan.
Kandang baru untuk Leopard cat bernama Rong Rong |
Beberapa bulan terakhir aku mengecek sekeliling kantor Balai KSDA, berharap ada sesuatu yang bisa ditemukan dan dimanfaatkan untuk mengganti kandangnya yang sempit dan panas sementara waktu sebelum dilepasliarkan kembali. Sebelumnya aku mengajak mahasiswa Kedokteran Hewan UGM untuk membantu pelepasliaran leopard cat tersebut, namun karena kucing dalam kondisi tidak sehat maka rencana itu dibatalkan dan perlu perawatan medis terlebih dulu untuk diobati sebelum direlease kembali. Rencana dirubah untuk pemindahan kandang yang lebih layak. Kebetulan saat ini ada empat buah kandang harimau yang baru datang terbuat dari jeruji besi dan belum terpakai serta ada dua buah kandang transportasi untuk rusa, kandang tertutup berdinding triplek tebal dan sedikit ventilasi udara. Aku memilih kandang harimau yang lebih besar dengan ukuran 2m x 1m x 1m, menurutku ini yang lebih layak sebagai tempat perawatan medis sementara untuk leopard cat sebelum dilepasliarkan kembali. Tinggal memberi environmental enrichment didalamnya. memberi atap yang menutup sepertiga kandang dan jaring/ waring untuk menutup dinding kandang. Memberi tempat minum dan tempat makanan yang mudah diambil dan dibersihkan. Di dalam kandang juga ditumbuhi rumput liar, akan terlihat lebih alami dan bisa dimanfaatkan kucing untuk tidur di hari yang panas serta dimakan untuk menghilangkan rasa mual.
Kesempatan pemindahan kandang bagi leopard cat tersebut dimanfaatkan juga untuk pemeriksaan kesehatan. Karena pemindahan kandang kami lakukan dengan cara pembiusan (chemical restraint) yang dikombinasi dengan physical restraint dengan menggunakan jaring. Sehingga selama terbius kami bisa melakukan pemeriksaan medis. Pemeriksaan medis yang dilakukan diantaranya sebagai berikut :
No
|
Medical Activities
|
Comments
|
1
|
Estimasi Body weight dan physical
restraint
|
Estimasi berat badan sekitar 2 kg.
Restraint dengan
menggunakan jaring
|
2
|
Persiapan obat bius dan emergencies drugs
Pembiusan
(handinject/ handsyringe)
|
Menggunakan
alternative drug Ketamine HCl 50mg/ml dengan Immobilizing dose : 22mg/kg BB IM
dan Maintenance dose : 11mg/kg BB IM (Handbook
of Wildlife Chemical Immobilization, Terry J. Kreeger, MS, DVM, PhD, 1996)
|
3
|
Pengamatan
fase-fase pembiusan
|
|
4
|
Menutup
mata dan telinga selama pembiusan
|
|
5
|
Monitoring
vital signs
|
Monitoring
frekuensi pernafasan per menit, frekuensi detak jantung per menit dan
temperature tubuh selama pembiusan setiap 5 menit sekali
|
6
|
Sexing
|
Berjenis
kelamin jantan
|
7
|
Physical
examination
|
mata,
mucosa, kulit & rambut, extremitas, rongga mulut, dll
|
8
|
Pengobatan
|
Antibiotik,
anti inflamasi, anti parasit, fluid therapy, antiseptik, rectal untuk memasukan cairan, dll.
|
9
|
Pemberian
salep mata
|
|
10
|
Koleksi
sampel
|
Sampel
darah (serum) dan scrapping kulit
|
11
|
Pemasangan
microchip
|
Di punggung
bagian caudal dari scapula
|
12
|
Scanning
microchip
|
Microchip
code : 000647A2FD
|
13
|
Body
measurement
|
Data
yang dikoleksi adalah panjang tubuh, panjang ekor, panjang kepala dari
pangkal telinga sampai hidung, tinggi badan, keliling leher, keliling dada, keliling perut, keliling kepala, jarak
antar mata, jarak antar telinga, panjang dan lebar telapak kaki depan dan
belakang, panjang taring.
|
14
|
Recording
|
Mencatat
semua hasil pemeriksaan, pembiusan dan pengobatan, mulai obat bius disuntikan
sampai satwa sadar kembali
|
15
|
Pemindahan
kandang
|
Ukuran
kandang 2m x 1m x 1m lebih layak bagi seekor leopard cat dibanding kandang
yang sempit tanpa enrichment. Pemindahan dilakukan setelah kucing dalam kondisi sadar kembali.
|
Kegiatan pembiusan leopard cat ini juga sekaligus untuk training bagi calon dokter hewan dari Universitas Gajah Mada yang sedang magang di BKSDA Bengkulu tentang Wildlife Physical Restraint and Chemical Immobilization dan Medical Examination untuk satwa liar, terutama jenis kucing-kucingan. Dan memberi gambaran kepada mereka seperti itulah yang biasa kami lakukan untuk pemeriksaan harimau sumatera korban perburuan dan konflik dengan manusia, meskipun tidak semua kegiatan medis yang dilakukan untuk harimau bisa kami praktekan semua disitu, masih ada beberapa pemeriksaan medis yang tidak bisa kami lakukan. Namun, paling tidak mereka bisa memahami prinsip-prinsip dasar anesthesia pada satwa liar. Dan yang perlu terus ditekankan bahwa pembiusan satwa liar itu tidak mudah, perlu persiapan yang matang baik obat-obatan pilihan yang tepat disesuaikan dengan species satwa dan jumlahnya memadai, peralatan yang sesuai serta kerjasama tim yang baik, serta diperlukan strategi dalam menghadapi satwa liar target selain itu yang seringkali terlupakan perlu monitoring vital signs terus menerus pada satwa liar setelah pembiusan sampai sadar kembali. Kenapa, karena nyawa taruhannya, keselamatan tim juga keselamatan satwanya, terutama apabila yang kita hadapi adalah satwa liar jenis kucing besar atau satwa liar buas lainnya.
Persiapan pembiusan. Pemilihan obat bius yang tepat, penghitungan dosis sesuai species satwa, persiapan alat, persiapan emergencies drugs. |
Pembiusan bukan sekedar untuk mempermudah handling/ pekerjaan dalam menghadapi satwa liar yang buas, dan bukan sekedar mempermudah petugas untuk memindahkannya dari satu tempat ke tempat lainnya dengan aman bagi manusia. Namun dalam setiap pembiusan satwa liar, kita sudah harus memahami resiko pembiusan, efek samping yang buruk dari setiap obat bius yang kita gunakan juga kondisi lingkungan sekitarnya yang juga berpengaruh terhadap kondisi satwa selama terbius. Untuk satwa liar dalam kandang lebih baik melakukan pembiusan pagi atau sore hari disaat cuaca tidak panas karena akan mengurangi resiko hyperthermia. Hypertermia yang tidak tertangani bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian.
Sedangkan untuk satwa liar di habitat kita tidak bisa berkompromi dengan waktu, karena perlu kecepatan dalam setiap tindakan rescue, jadi yang diperlukan adalah persiapan antisipasi tindakan apa yang musti dilakukan bila terjadi hypertermia atau efek samping yang buruk lainnya seperti hypotermia, depresi nafas/ gagal nafas, henti jantung, shock, dan lain-lain. Sebelum pembiusan hal itu sudah harus dipahami oleh dokter hewan dan anggota tim sehingga bisa bertindak cepat untuk menormalkan kembali bila itu terjadi.
Vet student Raka Bayu sedang monitoring temperature tubuh Leopard cat |
Pembiusan leopard cat berjalan lancar meskipun kondisi satwa sebelum dibius kurang sehat, hanya terjadi hypertermia selama 13 menit, yakni suhu tubuh mencapai 40°C - 40.2°C pada awal pembiusan. Hal ini kemungkinan disebabkan kucing aggressive dan over exercise sebelum dibius saat physical restraint dan detak jantung yang kencang (tachycardia). Namun kami sebelumnya sudah mempersiapkan air dingin untuk mengompresnya serta dilakukan flushing cairan melalui rectal dengan menggunakan slang kecil yang dilakukan oleh Vet Student, Raka Bayu. Inilah cara yang sangat efektif untuk menurunkan suhu yang hypertermia. Kami telah mencoba cara ini beberapa kali pada rusa dan harimau. Akhirnya suhu tubuh kucing normal kembali berkisar antara 37.7°C - 38.5°C sampai kucing sadar kembali. Sedangkan respirasi (frekuensi nafas) normal selama terbius.
Vet student Raka Bayu sedang melakukan flushing cairan per rectal untuk penanganan hypertermia. |
Vet student Adinda Medina and me are searching V. Femoralis for Fluid therapy and Blood sample collecting |
Selain itu juga dilakukan pengambilan data Body measurement yang dilakukan oleh Wahyu staff PEH BKSDA Bengkulu. Pemberian salep mata, karena selama pembiusan mata akan terbuka lebar dan tidak bisa berkedip, untuk itu guna mencegah terjadinya infeksi mata maka mata ditutup dengan kain dan diberi salep mata. Juga dilakukan pemasangan microchip dan scanning microchip yang dilakukan oleh Vet student Ade Fitria Alfiani. Fluid therapy dan koleksi sampel darah dilakukan oleh Vet student Adinda Medina bersama saya sendiri sebagai dokter hewan yang memberikan pelatihan teknis pada mereka.
Vet Student Ade Fitria Alfiani melakukan pemasangan microchip untuk penandanaan individu dan scanning microchip |
Setelah satwa mulai sadar dari pembiusan dilakukan persiapan kandang baru yang lebih layak bagi kucing tersebut. Pemindahan/ transportasi dan pelepasan satwa liar direkomendasikan setelah satwa dalam kondisi sadar dari pengaruh obat bius dan sudah bisa mereposisi sendiri tubuhnya, bila tidak maka akan menyulitkan kita melakukan monitoring kondisinya terutama vital signs. Kondisi fisiologi yang tidak terkontrol selama pembiusan bisa berakibat buruk bagi satwa liar bahkan kematian.
Persiapan kandang untuk perawatan sementara leopard cat dilakukan oleh Wahyu staff PEH dan Pipiet staff Penyuluh BKSDA Bengkulu. Selama dalam kandang perawatan ini kucing akan mendapatkan pengobatan sampai kondisinya sehat kembali dan siap dilepasliarkan ke habitatnya.
Memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita untuk memberi tempat tinggal yang lebih welfare pada satwa liar bukanlah hal yang menyalahi aturan menurutku meskipun hal itu tidak selalu mendapat dukungan. Justru kebijakan/ keputusan untuk meletakkan satwa liar dalam kandang sempit yang sangat tidak layak tanpa ada kejelasan untuk tujuan apa selama bertahun-tahun itu yang patut dipertanyakan. Dan seharusnya kita malu bila bekerja di lembaga yang seharusnya melindungi satwa liar namun tidak peduli kondisi satwa liar yang sehari-hari ada di sekitar kita. Padahal sekecil apapun bisa kita lakukan. Dan tidak ada hukum apapun yang memperbolehkan kita menyiksa hewan atau satwa liar. Satwa liar yang dikurung dalam kandang hidupnya tergantung pada manusia, dan sebagai manusia seharusnya kita yang lebih bijak memperlakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar