Selasa, 22 Oktober 2013

Menjadi Relawan Dokter Hewan di Rumah Sakit Hewan, Woodland Park Zoo, Seattle - Washington


Saat saya mendapat pemberitahuan bahwa saya termasuk salah satu dokter hewan yang menerima beasiswa untuk mengikuti konferensi international di Salt Lake City, Utah, U.S.A, saya menghubungi kawan-kawan dokter hewan yang bekerja di zoo di United States yang sudah lama saya kenal, dan beberapa orang dari mereka menjawab email saya dan sepertinya kami akan bertemu kembali saat konferensi tersebut.  Salah seorang kolega yakni Dr. Darin Collins menawarkan pada saya untuk bersedia bekerja bersamanya di animal hospital Woodland Park Zoo selama satu atau dua minggu setelah acara konferensi selesai, dan saya pun langsung menyanggupinya.  Dan salah seorang kolega dokter hewan dari Denver Zoo, yakni Dr. David E. Kenny juga berharap saya bisa mengunjunginya.

Woodland Park Zoo, Seattle - Washington, U.S.A.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Jumat, 4 Oktober 2013

Tanggal 4 Oktober 2013 sore itu acara konferensi selesai, dan saya berangkat menuju airport bersama Dr. Darin dengan menggunakan kendaraan fasilitas Hotel Sheraton yang menyediakan pelayanan gratis antar jemput dari airport ke Hotel Sheraton dan sebaliknya.  Seorang teman dari Nepal yang juga merupakan salah satu partisipan international menemani saya disaat-saat terakhir berada di Salt Lake City sampai menjelang saya berangkat.  Dia adalah kawan baik saya selama konferensi yang saya kenal sejak hari pertama setelah saya presentasi di International Business Meeting.  Sekitar pukul 03.00 pm kami berangkat bersama 3 orang dokter hewan lainnya dengan tujuan yang sama, yakni Salt Lake City Airport.  Sore itu udara sangat dingin, bahkan malam sebelumnya sudah turun salju. Tidak cukup bagi saya dengan hanya memakai jaket polar untuk menahan dingin tetapi juga perlu memakai syal leher.  Sesampainya di airport kami masih kebingungan untuk menemukan lokasi check in untuk penerbangan Alaska Airlines meski telah disebutkan bahwa satu gate dengan Delta Airlines.  Kebetulan penerbangan saya berbeda, Dr. Darin menggunakan Delta Airlines dan saya sendiri menggunakan Alaska Airlines jenis Boeing 737-800 pada pukul 5.10 pm dan akan sampai di Seattle Tacoma Airport pukul 6.15 pm dengan biaya $306.90. Namun waktu keberangkatan kami hampir bersamaan sehingga sampai di Seattle-Tacoma Airport juga hampir bersamaan, hanya berbeda beberapa menit saja. Setelah bertanya dengan petugas akhirnya kami tahu bahwa lokasi check in penerbangan kami di ruangan yang sama.  Untuk bagasi saya dikenakan biaya US$ 20 per bagasi, ini lebih murah daripada menggunakan pernerbangan Delta Airlines yang harus membayar US$ 25 per bagasi. Sebelumnya saat berangkat ke Salt Lake City - Utah dari Seattle - Washington, kebetulan saya menggunakan pernerbangan Delta Airlines.  

Saat berada di ruang tunggu ada seorang wanita lanjut usia yang kehilangan suaminya di bandara, kemudian ditolong oleh petugas untuk mencari keberadaan suaminya. Wanita itu tampak tidak sabar menunggu petugas yang sedang mencari informasi ke bagian check in perihal suaminya.  Karena wanita itu pun hanya tahu nama suaminya tanpa mengetahui penerbangan apa yang akan dia pakai untuk bepergian bersama suaminya, sehingga petugas tidak dengan mudah menemukan di gate mana suaminya check in dan akan boarding. Kami pun ikut cemas melihat itu, dan ikut merayu nenek itu agar sabar menunggu petugas dan tidak pergi sendirian untuk mencari suaminya di airport yang begitu luas dan ramai.

Dr. Darin menghubungi saya via email untuk mengabarkan bahwa dia telah boarding, tak lama kemudian baru saya yang memasuki pesawat. Baru kali ini saya merasakan di dalam pesawat sangat ramai sekali orang berbincang-bencing satu sama lain sepanjang penerbangan seperti sedang naik angkutan kota di Indonesia saja. Di dalam pesawat saya habiskan waktu untuk istirahat dan saya pun tertidur sampai penerbangan hampir sampai, sehingga melewatkan waktu makan.  Sore itu rasanya lelah dan mengantuk sekali, mungkin akibat dari begadang semalaman saat pesta perpisahan dengan teman-teman dokter hewan di bar sampai tengah malam,  sekembalinya ke hotel pun saya tidak langsung istirahat dan tidur, dan masih duduk di depan lobby hotel untuk internetan dengan memanfaatkan fasilitas free wifi bagi peserta AAZV conference, karena bila internetan dari dalam kamar hotel maka akan dikenakan biaya sekitar US $9 per hari.  Bagi saya, bandara di Seattle Tacoma lebih membingungkan daripada di Salt Lake City karena begitu turun dari pesawat untuk mengambil bagasi, penumpang masih harus menaiki kereta terlebih dulu.  Keluar dari kereta saya langsung menuju tempat pengambilan bagasi sesuai petunjuk yang ada, dari jauh saya sudah melihat Dr. Darin duduk menunggu sambil membawa bagasi saya, Darin sepertinya mengenali travel bag milik saya. Kami langsung keluar pintu kedatangan dan menunggu kawan lainnya datang menjemput.  Itulah untuk pertama kalinya saya mengenal Kevin, dan selanjutnya kami beberapa kali bertemu dan saya pun menikmati masakan hasil karyanya untuk dinner dan lunch yang sangat lezat.  Dia seorang yang pintar memasak menurutku.

Malam itu, mereka menawariku untuk menginap di rumahnya sebelum tinggal di zoo apartment. Dalam perjalanan dari bandara menuju rumahnya saya mengantuk sekali dan akhirnya tertidur di dalam mobil, begitu terbangun yang terlihat pemandangan kiri kanan jalan banyak pepohonan rimbun tampak seperti hutan, dan saat berhenti saya pun bertanya, "apakah tempat ini bagian dari kebun binatang ?"  Dan Darin pun menjawab, "Ini rumah kami."   Wow.....keren sekali, rumah ditengah hutan, sangat tenang dan terlihat alami. Dan saya pun kembali bertanya, "Apakah rumahmu ini dekat taman nasional atau kawasan hutan ?" Karena saya masih merasa heran melihat banyak pohon besar yang tumbuh alami di sekitar rumahnya. Ternyata tidak juga, tetapi pohon-pohon dibiarkan tumbuh alami dan berukuran besar-besar. Menurut mereka kadangkala juga tampak rusa dan satwa liar lainnya, benar-benar serasa berada di tengah hutan.


Sabtu, tanggal 5 Oktober 2013

Penguin di Woodland Park Zoo
Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari pertama saya kerja relawan di Kebun binatang Woodland Park Zoo.  Jam kerja dimulai dari pukul 08.00 am s/d 05.00 pm, tapi hari itu kami berangkat agak terlambat, baru sampai animal hospital sekitar pukul 09.30 am. Pagi itu pukul 10.00 am saya mendapatkan briefing dari Dr. Darin, yang merupakan dokter hewan dan sekaligus Direktur Animal Hospital WPZ mengenai worksheet jadwal harian kegiatan medis di hospital, dan juga arti dari setiap kode yang dituliskan dalam worksheet, rekomendasi pengobatan dari dokter hewan untuk animal keeper dan vet tech (vet nurse), serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan hal tersebut. Di hari pertama, pada pukul 11.00 am saya mendampingi Dr. Darin melakukan pemeriksaan medis pada dua ekor penguin di enclosure yang mengalami gangguan mata.  Mendengarkan penjelasan dari animal keeper yang merawat tentang penguin tersebut. Kemudian dilakukan pemeriksaan medis dan selanjuntnya diberikan rekomendasi pengobatan. Lalu kami menuju family farm, untuk pemeriksaan domestic chicken betina umur sekitar 6 tahun. Sampai dilokasi kami mendengarkan penjelasan dari animal keeper yang merawatnya, ayam layer tersebut tidak aktif dan menghabiskan sebagian besar waktunya di sarang. Kotorannya normal dan matanya normal.  Kemudian dilakukan pemeriksaan untuk selanjutnya dokter hewan akan memberikan rekomendasi pengobatannya.


Minggu, tanggal 6 Oktober 2013

Merupakan hari libur bagi saya, kebetulan saya mendapat libur dua hari setiap minggunya, yakni setiap hari minggu dan senin.  Pagi itu Darin dan Kevin menjemput saya di zoo apartment, kami bertiga berencana sarapan pagi bersama di restoran Indonesia yang pernah saya ceritakan ke mereka sebelumnya, yakni Waroeng Jajanan yang berada di Edmonds.  Ini adalah untuk kedua kalinya saya kesana dan saya pun belum hafal lokasinya, hanya bisa mengingat nama daerahnya dan ingat bahwa restoran tersebut berada di pinggir jalan raya.  Dengan bantuan GPS akhirnya kami menemukan tempat tersebut meskipun sebelumnya nyasar terlebih dulu.  Kami kecewa karena restoran ternyata masih tutup dan baru buka siang hari, waktu itu menunjukkan pukul 10.00 am, dan kami pun telah merasa lapar dan tidak bisa menunggu sampai siang. Akhirnya Kevin mengusulkan untuk berbelanja bahan makanan untuk dimasak di rumah, kami akan branch bersama (sarapan merangkap makan siang) di rumah mereka.  Mereka juga mengantar saya berbelanja di supermarket yang menjual bahan makanan Asia untuk bekal saya di apartemen.  Sampai di rumah Darin, seperti biasa, Kevin yang memasak, dan dia tidak ingin saya membantunya karena saya pun juga tidak tahu harus membantu apa, dia adalah seorang yang pintar memasak, tidak diragukan lagi, hasil masakannya selalu terasa lezat.  Hari itu menunya sosis ayam dengan roti dan telur mata sapi serta sayuran, dengan makanan penutup buah nanas.  "Bon appetit ", katanya dengan bahasa Perancis sebelum kami memulai makan. Setelah selesai saya menawarkan diri untuk mencuci piring dan peralatan masak yang habis digunakan karena hanya itu yang bisa saya bantu, dan dia pun menyetujuinya.

Siang harinya, saya dan Darin pergi kembali ke restoran dan Indonesian store 'Waroeng Jajanan' tanpa Kevin, karena dia tidak bisa ikut.  Disana kami bertemu dengan Bu Ira, pemilik Waroeng Jajanan.  Dan saya hanya bisa berkomunikasi dengan Pak Yoyon, suami ibu Ira hanya lewat telepon untuk mengabarkan bahwa saya sudah kembali ke Seattle.  Akhirnya Darin pun saya perkenalkan dengan Pak Yoyon melalui telepon. Tampak banyak orang asal Indonesia disana.  Darin memilih makanan seperti combro untuk dicicipinya, sedangkan saya mengambil soto betawi untuk dibawa pulang buat makan malam. Sepulang dari Waroeng Jajanan saya langsung diantarkan di zoo apartment.  Saat memasuki lokasi kebun binatang (Woodland Park Zoo), dia memberitahu saya bahwa ada rose garden di depan animal hospital.  "Jadi ada taman bunga mawar dan saya tidak tahu ", pikirku, tentu membuatku tertarik untuk mengunjungi.  Begitu sampai di apartemen, saya langsung meletakkan semua barang belanjaan dan keluar lagi menuju rose garden sambil membawa camera.  Udara terasa dingin di musim gugur, tapi tak mengurungkan niatku untuk tetap berjalan-jalan di taman bunga tersebut sambil memotret.  Banyak juga orang yang mengunjungi tempat itu bersama anak-anaknya, anjing kesayangannya, juga pasangannya serta ada juga yang hanya melintas untuk jogging saja. Ketika hari sudah mulai gelap baru kembali ke apartemen sambil membawa hasil memotret bunga mawar hari itu.


Senin, 7 Oktober 2013

Sloth, mammalia arboreal yang bergerak lambat ini
penghuni hutan Amerika Selatan dan Tengah
Sumber : jezebel.com
Hari itu sebenarnya saya masih libur, tetapi sebelumnya saya telah menyanggupi saat ditawari Dr. Kelly untuk ikut melakukan pemeriksaan karantina sloth (mammalia yang berasal dari Amerika Selatan dan Tengah) bersamanya di hari Senin pukul 11.00 am.  Untuk pertama kalinya saya melihat Sloth. Sebelum dilakukan pemeriksaan, Sloth dibius terlebih dahulu dengan menggunakan kombinasi Ketamine dan Medetomidine dengan injeksi intra muscular. Pemeriksaan karantina yang dilakukan diantara penimbangan berat badan, pengambilan sampel darah, swab cloaca untuk kultur bakteri dan X-Ray.  Untuk membangunkan kembali digunakan anditode Atipamezole.

Pagi itu saya terlambat bangun, sekitar pukul 09.00 am saya baru terbangun dan mandi.  Kemudian saya menuju perpustakaan untuk membaca buku dan mencari referensi sambil menghabiskan waktu sampai pukul 11.00 am.  Saya tidak mengikuti rapat pagi yang dilakukan setiap pukul 08.30 am, akhirnya saya mendapat teguran dari Dr. Kelly.  Saya sendiri berasumsi karena hari Senin adalah hari libur bagi saya, jadi tidak perlu mengikuti rapat pagi.   Pukul 11.00 am seorang vet tech memanggil saya agar menuju ruang periksa yang berada di lantai underground karena pemeriksaan sloth akan segera dilakukan.


Selasa, 8 Oktober 2013

Patas Monkey (Erythrocebus patas).
Habitat primata ini dari Afrika Barat sampai
Afrika Timur.  Sumber : www.flickriver.com
Dimulai dengan rapat pagi pukul 08.30 am untuk semua staff animal hospital yang dipimpin oleh Dr. Darin.   Kebetulan hari itu juga sedang ada seorang dokter hewan dari negara bagian lainnya yang sedang berkunjung ke hospital. Pagi itu kami berdua diminta waktunya untuk memperkenalkan diri kepada semua staff animal hospital. Pukul 10.30 am jadwal kami mengikuti Dr. Darin dalam pemeriksaan karantina seekor monyet asal Africa (Patas Monkey), menurutku primata ini mirip dengan beruk namun berekor panjang. Sebelumnya dilakukan pembiusan dengan menggunakan kombinasi Ketamine dan Medetomidine secara intra muscular. kemudian dipindahkan keatas meja periksa, dan dilanjutkan dengan anaesthesi inhalasi dan pemeriksaan karantina, yakni dilakukan penimbangan berat badan, pemeriksaan fisik, X-Ray, koleksi sampel darah, swab cloaca, Tuberculosis/ TB test intra dermal pada mata kanan, dan vaksinasi tetanus.  Setelah semua pemeriksaan dan pengambilan sampel selesai dibangunkan kembali dengan penyuntikan antidote Atipamezole.  Recovery tampak lambat. 

Kemudian bersama Dr. Kelly, kami melakukan pemeriksaan bebek yang mengalami gangguan mata.  Saya pun ikut memeriksanya dengan menggunakan alat agar bisa melihat bagian mata dengan jelas, tampak seperti bentukan berwarna putih yang menutup mata bebek.   Dan dilanjutkan menuju ruang necropsy untuk bedah bangkai seekor kadal.  Kami bertiga melakukan pengambilan sampel organ, kulit, otot dan cairan yang ditemukan dalam rongga perut.  Selain itu juga melakukan swab bagian dalam hati dan cairan tersebut untuk pemeriksaan laboratorium.


Rabu, 9 Oktober 2013

Gorilla. Primata terbesar. Habitat mendiami Hutan Afrika Tengah
Sumber : pin.primate.wisc.edu
 
Pukul 8.30 rapat pagi dengan semua staff animal hospital dipimpin oleh Dr. Darin.  Pada rapat setiap pagi kami akan diberi informasi mengenai jadwal kegiatan kami hari itu, baik untuk dokter hewan maupun perawat (Vet Tech) di animal hospital.  Pukul 10.00 am jadwal kegiatan saya mengikuti Dr. Darin untuk melakukan pemeriksaan ulang kondisi gorilla di kandang. Keluar ruangan rumah sakit dan menuju kandang kebun binatang selalu membuatku kedinginan meskipun sudah memakai jaket tebal. Ada 12 ekor gorilla disana, dan saya pun mendapat kesempatan melihat satu per satu dari mereka dan mendekatinya untuk memberi makan.  Kondisi kedua telapak tangan gorilla yang tangannya kami periksa tampak persendian antara telapak tangan dan jari berkerak, kering berwarna putih dan tampak luka telah mengering.

Perjalanan kembali ke animal hospital kami berkeliling kebun binatang sejenak untuk melihat gudang tempat penyimpanan pakan satwa, enrichment dan  beruang India, tapir, hyena, babi rusa serta orangutan. Orangutan di Woodland Park Zoo merupakan hasil crossbreed antara orangutan sumatra dengan orangutan kalimantan yang didapatkan dari kebun binatang lainnya di Amerika Serikat.



Corn Snake  Habitatnya di Amerika Utara.  
Sumber : www.hertrips.com
Pukul 11.00 am jadwal saya bersama Dr. Darin melakukan pemeriksaan ular corn (corn snake) di rumah sakit. Pemeriksaan yang dilakukan berupa penimbangan berat badan, physical examinaton ada pembengkakan keras di tubuhnya, pemeriksaan radiologi (X-Ray) terlihat adanya fracture spinal cord di tiga lokasi yakni diantara tulang ekor dan tulang rusuk serta ada pembengkakan, koleksi sampel darah dari vena di bagian medial ekor, serta swab cloaca. 

Pukul 1.00 pm jadwal saya ikut melakukan pemeriksaan dan training untuk kambing di family farm bersama vet tech. Ada gangguan pada extremitas maka perlu dilakukan training, semacam Physiotherapy. Selain itu satu ekor kambing lainnya kurus dan lemah, juga diberikan training.



Kamis, Tanggal 10 Oktober 2013


Berang-berang di Woodland Park Zoo.
Photo : Erni Suyanti Musabine
Seperti biasa pagi itu kegiatan dimulai dengan rapat pagi pukul 8.30 am di ruang konferensi rumah sakit, hari itu ada kunjungan dokter hewan dari Tacoma zoo, yakni Dr. Kadie Anderson.  Dia seorang wanita yang masih sangat muda. Dia akan jadi teman saya hari ini. Pada pukul 10.00 am-12.00 pm akan dilakukan pemeriksaan dan vaksinasi berang-berang di enclosure.  Dingin sekali suhu pagi itu, hari masih berkabut, sudah menggunakan jaket tebal dan syal leher pun masih tersana dingin. Kami bertiga, Dr. Darin, Dr. Kadie dan saya didampingi dua orang Vet Tech berjalan menuju kandang berang-berang.  Dengan mendengar suara dan baunya saya sudah bisa langsung mengenali kalau itu tempat berang-berang. Sebelumnya dibagi menjadi dua kelompok kerja, saya dan seorang Vet Tech dan seorang animal keeper bersama Dr. Darin, sedangkan lainnya bersama Dr. Kadie.  Saat physical restraint anak berang-berang tersebut menggigit jaket animal keeper dan membuat rongga mulutnya terluka dan mulutnya terbuka lebar dan tidak bisa menutup kembali.  Setelah diperiksa mulut berdarah dan sepertinya terjadi fracture pada mandibula.  Dr. Darin menghubungi Dr. Kelly yang sedang berada di hospital untuk mempersiapkan peralatan untuk pembiusan dan pemeriksaan berang-berang tersebut.  Sebelum dibawa ke animal hospital untuk pengobatan selanjutnya masih sempat dilakukan pengambilan sampel swab cloaca, scan microchip dan vaksinasi. Setelah itu kami meninggalkan kandang dengan berjalan cepat menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit dilakukan pemberian anaesthesi inhalasi, penimbangan berat badan dan photo X-Ray pada bagian os. mandibula sinister.  Dilakukan swab cloaca lagi dan koleksi sampel darah dari nena jugularis. Pengobatan sementara dengan pemberian antibiotik, analgesik dan anti radang.  Satwa diletakkan di kandang karantina untuk monitoring selama 24 jam sebelum operasi reposisi patah tulang esok harinya. Karena ada kasus fracture pada berang-berang ini maka pemeriksaan ular berbisa yang rencananya dilakukan pukul 11.00 am dibatalkan. 

Pukul 1.00 pm di lakukan euthanasia corn snake untuk mengurangi penderitaannya karena kemungkinan kecil untuk disembuhkan.  Saya membenci melihat kematian pada satwa liar. Dulu hal seperti ini membuat saya stress saat menjadi relawan dokter hewan di Australia Zoo Wildlife Hospital beberapa tahun yang lalu. Sekarang saya harus melihat pemandangan seperti ini lagi, tapi tidak masalah itu semua demi kebaikan bagi satwa liar itu sendiri.  Saya melihat ekspresi animal keepernya yang tampak sedih dan musti rela kehilangan satwanya dan mendengarkan ungkapan perasaannya.


Pukul 1.30-3.00 pm, saya bersama dengan Dr. Kadie melakukan necropsy corn snake di ruang necropsy yang terletak di bagian belakang dari rumah sakit.  Karena saya pernah menggunakan ruangan itu sebelumnya untuk necropsy kadal, akhirnya saya yang menjadi penunjuk jalan dan menunjukkan tempatnya dan menjelaskan letak peralatan dan media untuk pengawetan specimen. Hasil pemeriksaan makroskopis menunjukkan ada kerusakan serius yakni fracture di tiga lokasi di spinal cord, kerusakan hati yang menyeluruh, juga adanya daging tumbuh liar di antara genitalia interna. Setelah selesai necropsy saya melakukan pembersihan alat-alat necropsy sedangkan Dr. Kadie membersihkan meja necropsy.  Hari itu sungguh capek luar biasa.  Keluar dari ruangan necropsy saya langsung memberitahukan pada Vet Tech bahwa kegiatan telah selesai, dan tinggal membereskan bangkai dan mengambil sampel yang telah kami koleksi di ruang necropsy. Kami berdua menuju ruang konferensi dan melanjutkan mengetik dan makan siang.  Dia menawariku makan siang karena dia membeli dalam porsi banyak.  Tapi saya sudah punya makan siang sendiri, yakni saya biasa di siang hari hanya makan biskuit dan strawberry saja serta minuman instan juice mangga atau juice sersak.  Sambil makan siang saya on line untuk berbagi photo  hasil necropsy dengan Dr. Kadie dan Dr. Darin melalui e-mail.  Sore itu Dr. Kadie berpamitan pulang lebih dulu, dia bertanya sampai kapan saya di Woodland Park Zoo untuk memastikan bahwa kami masih bisa bertemu kembali.  Dia tampak menulis surat untuk ditinggalkan di hospital sebelum pergi.  Sejak berbncang-bincang dengannya saya tertarik untuk mengunjungi Tacoma Zoo yang memiliki banyak koleksi harimau sumatera. Saya merencanakan hari Senin minggu depan akan berkunjung kesana disaat saya libur kerja. Setelah waktu menunjukkan pukul 5.00 pm saya langsung kembali ke apartemen untuk beristirahat, capek sekali rasanya hari itu.


Pukul 8.00 pm Dr. Darin akan datang kembali lagi ke hospital dan mengajak saya untuk memeriksa berang-berang di kandang karantina malam itu, dan kemungkinan akan diulang lagi pukul 10.00 pm.  Saat kami datang tampak ada empat buah mangkok kecil yang telah berisi berbagai jenis makanan berang-berang yang telah dihaluskan untuk mempermudah berang-berang makan, karena kondisi rahangnya yang patah membuat mulutnya selalu terbuka, rahang bawahnya jatuh dan tidak bisa menjilat.  Kami masuk ke dalam kandang, dan Darin membujuk dan mendekatinya agar mau makan, tetapi dia bersembunyi dibalik selimut dan menghindar.  Satwa ini hanya mau disuapi makanan oleh keepernya, anak berang-berang ini tidak jauh berbeda perilakunya dengan anak kecil, hanya mau didekati dan diberi makan oleh orang yang dikenalnya dengan baik saja. Malam nanti keeper yang jaga malam akan membersihkan makanannya untuk dipuasakan guna persiapan operasi esok hari. 



Jumat, 11 Oktober 2013 

Rapat pagi itu dimulai pukul 8.30 am tanpa Dr. Kelly ikut serta dalam rapat hari itu karena jadwalnya libur, setiap hari Jumat dan Sabtu dia libur, sedangkan saya dan Darin libur setiap hari Minggu dan Senin.  Seperti biasa rapat pagi itu dipimpin oleh Dr. Darin membahas berang-berang yang mengalami patah tulang dan evaluasi teknik penangkapannya dan pembagian jadwal kerja masing-masing staff animal hospital untuk hari itu. Pukul 11.00 am, kebetulan saya mendapat jadwal kegiatan untuk mengikuti operasi orthopedic pada berang-berang bersama Dr. Darin dan dua orang Vet Tech dan seorang animal keeper dan kepala animal keeper.  Kami berangkat bersama dengan menggunakan mobil ambulance menuju rumah sakit rujukan yang memiliki ahli bedah ortopedhic dan peralatan bedah tulang yang lebih lengkap.  Namun, kami juga membawa peralatan sendiri dari animal hospital yang dibutuhkan. 

Saya tak ingat lagi nama rumah sakit itu dan nama daerahnya, lumayan jauh juga dari animal hospital Woodland Park Zoo.  Di Seattle, Washington State banyak dijumpai rumah sakit hewan hampir di setiap tempat yang kami lewati, karena populasi animal domestic terutama anjing peliharaan di Seattle paling banyak dibandingkan kota lainnya.  Ada rumah sakit khusus perawatan gigi yang dikelola oleh dua orang dokter hewan spesialis gigi hewan yang gedungnya terletak di pinggir jalan raya.  Setiap saya jalan-jalan ke Edmonds dari Aurora selalu melewatinya, dan masih ada beberapa rumah sakit lainnya yang terlihat dari jalan raya.




Dr. Alex Aguila. Operasi Bedah Tulang pada Berang-Berang
Photo : Erni Suyanti Musabine
Sesampainya di rumah sakit tersebut kami disambut oleh seorang vet tech dan meminta kami untuk masuk dan membawa berang-berang tersebut.  Selanjutnya diletakkan di meja pemeriksaan, untuk anaesthesi inhalasi, penimbangan berat badan, mempersiapkan infuse intra vena, pencukuran bulu dan membersihkannya dengan antiseptic ,  semua itu dilakukan oleh vet tech (perawat) yakni dua orang dari animal hospital Woodland Park Zoo dan seorang lagi dari rumah sakit setempat.  Dokter hewan bedah yang akan melakukan bedah tulang adalah Dr. Alex Aguila dari rumah sakit tersebut.  Kemudian Dr. Alex memeriksa tulang mandibula yang patah untuk mengetahui ukuran plate yang sesuai.   Begitu semua persiapan operasi telah selesai, berang-berang dipindahkan ke ruang operasi yang steril.  Vet Tech mempersiapkan ruangan dan satwa, serta memasang hasil X-Ray sebelumnya dari animal hospital WPZ untuk mengetahui jenis fracturenya. Kami semua memakai masker dan penutup kepala sebelum memasuki ruang operasi, sedangkan Dr. Alex memakai baju operasi. Operasi berang-berang dilakukan mulai pukul 12.00 pm sampai dengan 2.30 pm. Operasi dilakukan oleh Dr. Alex dibantu dengan seorang Vet Tech (perawat) laki-laki. Sedangkan untuk monitoring vital signs dan anaesthesi dilakukan oleh dua orang Vet Tech wanita.  Selesai operasi dilakukan pemeriksaan X-Ray kembali di ruang radiologi yang dilakukan oleh Vet Tech untuk evaluasi pemasangan plate. Kemudian kami, Dr. Alex, Dr. Darin dan saya mengamati hasil photo X-Ray tersebut satu per satu.  

Sore itu, sekembalinya dari operasi berang-berang, seorang teman saya dari Indonesia yang tinggal di Marysvile, Washington State menghubungi melalui message di facebook bahwa akan menemui dan menjemput saya di animal hospital.   Sebelumnya kami memang telah ada janji bahwa hari Jumat sore kami ingin bertemu dan jalan-jalan bersama.  Dia adalah seorang dokter hewan alumni Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, kami satu almamater. Saya tidak bisa meninggalkan rumah sakit hewan sebelum jam 5 sore karena jam kerja saya sampai pukul 5.00 am, di Amerika Serikat orang-orang sangat disiplin dengan waktu jadi kami harus mematuhinya. Pukul 5.00 am dia menunggu saya di depan hospital, sebelum pergi saya memperkenalkannya terlebih dulu kepada Dr. Darin yang merupakan dokter hewan di Woodland Park Zoo tempat saya bekerja. Kami keluar jalan-jalan sampai dengan pukul 9.00 pm. Kami hanya makan malam bersama di sebuah restoran Indonesia 'Waroeng Jajanan' di Edmonds milik teman baru saya di Seattle dan belanja makanan di supermarket yang menjual bahan makanan Asia.


Sabtu, 12 Oktober 2013

Selesai rapat pagi pukul 10.30 am, Dr. Darin mengajak saya untuk memeriksa ular kobra yang baru datang dan masih berada di kandang karantina di luar hospital.  Pukul 12.00 pm, dia mengajak saya untuk melihat pameran di Downtown dan makan siang disana disaat kami sedang istirahat kerja di siang hari.  Downtown merupakan lokasi rumah-rumah tua di Seattle yang umurnya ratusan tahun.  Sepanjang jalan memang tampak rumah kuno berdinding papan tapi masih terlihat bersih dan rapi. Darin ingin melihat pameran furniture, dan disana pun saya bertemu dengan orang Indonesia, pengusaha furniture tersebut.

Pukul 5.00 am waktu kerja selesai, saya kembali ke apartemen untuk meletakkan backpack dan mengambil jaket tebal, syal leher, camera dan langsung keluar lagi untuk berjalan-jalan di rose garden yang lokasinya di depan animal hospital.  Hampir setiap sore hari sepulang kerja saya mendatangi tempat itu untuk memotret bunga-bunga mawar yang indah dengan berbagai warna, menjelang petang baru kembali ke apartemen untuk mandi dan memasak makan malam.



Minggu, 13 Oktober 2013


Green Lake, Seattle Washington
Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari ini saya libur kerja sehingga saya bebas mengisi waktu luang saya.  Saya tertarik untuk berjalan-jalan ke Green Lake hari itu. Sebelumnya Dr. Darin mengatakan bahwa Green Lake tidak jauh dari Woodland Park Zoo (WPZ), tepatnya berada di belakang WPZ.  Tapi dia menyarankan bila saya berjalan-jalan ke tempat tersebut jangan sampai hari gelap, mungkin tidak aman bagi saya. Saya berencana pagi itu setelah sarapan pagi keluar berjalan kaki menuju kesana, tetapi karena kabut masih tebal diluar sana dan belum tampak sinar matahari pasti udara sangat dingin, jadi saya menundanya.  Siang hari baru saya keluar apartemen dan mencari jalan menuju ke Green Lake.  Saya berjalan menuju jalan raya dan mencoba mengingat-ingat posisi danau itu di sebelah mana, dan saya akan terus berjalan ke arah sana.  Suhu tak terasa dingin lagi karena sinar matahari telah muncul membuatku nyaman berjalan sendirian menyusuri jalan raya tanpa harus merasa kedinginan.  Seingat saya danau itu disebelah kanan jalan raya, sedangkan woodland park zoo di sebelah kiri jalan raya bila saya melewati Aurora dalam perjalanan ke Edmonds.  Dan jalan raya itupun saya temukan, akhirnya mencari cara bagaimana bisa menyeberangi highway itu.  Dengan mengikuti orang jogging akhirnya saya menemukan jembatan penyeberangan menuju ke danau.  Akhirnya saya pun sampai ke Green Lake dan mengelilinginya dari mulai pukul 12.33 pm - 2.27 pm, sambil menyalurkan hobby photography dan berbincang-bincang dengan orang yang sedang berjalan-jalan disana.

Ternyata disamping gedung animal hospital ada jalan setapak menuju jembatan penyeberangan menuju ke Green Lake.  Seandainya saya tahu lebih awal mungkin saya tidak perlu berjalan jauh memutar melewati perumahan dan jalan raya untuk menuju kesana. Melalui jalan disamping rumah sakit jauh lebih dekat.


Pukul 6.00 pm Dr. Darin akan menjemput saya di apartemen untuk diajak menghadiri acara pertemuan Perhimpunan Dokter Hewan Amerika Serikat cabang Seattle di Woodland Park Zoo.  Mengenakan kemeja warna hitam dan syal batik tulis bercorak putih hitam untuk menghiasi kemeja, tak lupa membawa jaket tebal karena malam itu suhu udara sangat dingin.  


Veterinarian Meeting at Seattle
Photo : Erni Suyanti Musabine
Ruang Necropsy dibelakang Hospital
Di acara tersebut saya bisa bertemu dan berkenalan dengan dokter hewan di Seattle dengan berbagai profesi, tidak hanya dokter hewan yang bekerja untuk satwa liar di kebun binatang tapi juga bekerja untuk hewan kecil (pet animal) dan ternak besar.  Saya melihat Dr. Alex Aguila ada di ruangan tersebut, dokter bedah itu penampilannya sangat santai, hanya memakai celana jeans dan T-Shirt, dan duduk santai di lantai saat mendengarkan presentasi Dr. Darin tentang Woodland Park Zoo. Setelah selesai makan malam bersama di ruangan tersebut, saya mengambil minuman, seperti biasa saya memilih coke (coca cola) karena saya tidak minum minuman beralkohol.  Saya menghampiri meja tempat Dr. Alex berada yang sedang berbincang-bincang dengan kolega yang lain, saya menghampirinya dan menyapanya.  Dia lalu memperkenalkan saya kepada kolega yang ada disitu, dan mengatakan bahwa saya adalah dokter hewan dari Indonesia yang bekerja untuk konservasi harimau dan gajah di habitat.  Ternyata Dr. Alex tahu mengenai saya padahal sebelumnya saya tidak pernah bercerita tentang pekerjaan saya, kami hanya bertemu sekali saat operasi berang-berang di rumah sakit tempat dia praktek.  Mungkin Dr. Darin telah bercerita tentang saya kepadanya waktu itu.  Padahal tujuan saya malam itu ingin berkenalan dengan dokter bedah itu karena pekerjaannya sangat mengagumkan, ternyata dia telah mengenaliku :)

Malam itu setelah mendengarkan presentasi Dr. Darin tentang Woodland Park Zoo, kami diberi kesempatan tour melihat fasilitas animal hospital di kebun binatang tersebut.  Udara sangat dingin tapi tetap membuat kami bersemangat untuk berjalan menuju rumah sakit dan melihat-lihat fasilitas yang ada didalamnya, seperti ruang periksa, ruang bedah, ruang karantina, ruang necropsy, ruang obat, laboratorium, ambulance dan lain-lain.  Saat presentasi malam itu Dr. Darin juga memperkenalkan saya kepada seluruh kolega dokter hewan yang hadir.  Beberapa orang dari mereka jadi tertarik untuk berbincang-bincang dengan saya karena ingin mengetahui lebih jauh tentang pekerjaan saya di Indonesia untuk satwa liar.


Senin, 14 Oktober 2013


Fall - Washington Park Arboretum.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Hari ini saya masih libur kerja.  Mendadak charger komputer/ laptop saya rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Kebetulan hari itu saya ada janji dengan teman saya orang Indonesia untuk berjalan-jalan mengunjungi Washington Park Arboretum.  Saya menginformasikan kepada teman saya bahwa yang terpenting bagi saya adalah membeli charger laptop karena tanpa itu saya tidak bisa bekerja dan mempersiapkan bahan presentasi, baru kemudian ke arboretum.  Akhirnya tujuan kami pertama ke North Gate, sempat berputar-putar karena tidak tahu arah, dengan bantuan google map akhirnya sampai juga ke tempat yang dicari. Akhirnya mendapatkan charger original seharga $70 dan colokan listrik untuk berbagai negara seharga $30. Kami pun makan siang disana.  Selanjutnya mampir ke Downtown untuk membeli makanan kecil dan minuman baru melanjutkan perjalanan menuju Washington Park Arboretum. Saat ini sedang musim gugur, atau Fall...orang Amerika menyebutnya, banyak tanaman yang daunnya akan berubah warna dan terlihat indah, mengunjungi arboretum menurut kami adalah hal yang menarik karena disana banyak tanaman, dan saya akan mengabadikannya dengan bidikan camera karena saya menyukai photography. Sampai menjelang sore kami berjalan-jalan mengelilingi arboretum, disana juga terdapat danau tetapi kami tidak punya banyak waktu untuk melihat-lihat secara keseluruhan tempat tersebut.  Dan dilanjutkan berjalan-jalan ke pusat kota. Fish Market dan sekitarnya dan menikmati sunset dipinggir pantai hingga hari gelap.

Fish Market merupakan salah satu icon kota Seattle
Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari itu sebenarnya saya diundang untuk ikut datang merayakan hari Thanksgiving. Orang asal Indonesia yang berada di Canada akan datang ke Seattle untuk merayakannya di sebuah restoran Indonesia milik teman baru saya di Edmonds. Washington State memang berbatasan langsung dengan wilayah Canada. Sebenarnya restoran tutup setiap hari senin, tetapi karena ada acara itu akan dibuka setengah hari.  Mereka akan menyantap makanan khas Indonesia dan telah dipersiapkan juga life music. Ada perbedaan tanggal dalam perayaan Thanksgiving di United States dan Canada, pada tahun 2013 orang Canada merayakan thanskgiving pada tanggal 14 Oktober sedangkan orang Amerika Serikat baru akan merayakan thanksgiving pada tanggal 28 November.  Namun saya tidak bisa menghadiri acara ini.


Selasa, 15 Oktober 2013

Rapat pagi ini bersama seluruh staff animal hospital berlangsung selama satu jam, dimulai pukul 8.30 - 9.30 am.  Kemudian langsung dilanjutkan pemeriksaan kesehatan tiga species satwa liar di ruang periksa di lantai bawah. Pertama yang diperiksa adalah kura-kura, satwa ini masih dalam masa karantina sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui status kesehatannya.  Ada dua ekor kura-kura yang akan diperiksa, kura-kura pertama berjenis kelamin betina dan tampak stress saat dihandling, berulangkali vomit (muntah), defekasi dan diare serta terus menerus bersuara gaduh.  Kamipun sibuk membersihkan bekas muntahan dan diarenya yang tercecer di meja, lantai dan kandang angkutnya.  Pemeriksaan medis yang dilakukan seperti biasanya yakni, X-Ray, swab rongga mulut, koleksi sampel darah dan sampel feces, physical examination. Pada kura-kura yang kedua dilakukan pemeriksaan yang sama yakni X-Ray, periksa mata, physical examination, swab cloaca, koleksi sampel darah.  Pengambilan sampel darah pada kura-kura bisa dilakukan di Vena Esophageal, Ext. Jugularis, Caudalis, Brachialis, dan Femoralis.

Kontrol pasca operasi  pada berang-berang di kandang karantina.  Bekas jahitan operasi sudah mengering hanya ada bagian sedikit yang mengalami inflamasi.  Diberikan pengobatan untuk perawatan pasca operasi dengan analgesik, anti inflamasi, fluid therapy dan antibiotik long acting melalui injeksi.  Setelah dua minggu akan dilakukan pemeriksaan ulang seperti pemeriksaan satwa pada masa karantina, yakni X-Ray, koleksi sampel darah, swab cloaca, penimbangan berat badan dan physical examination.



Gila Lizard.  Sumber : desertusa.com
Pasien berikutnya adalah Gila Lizard, reptil ini berumur 34 tahun.  Dilakukan pemeriksaan fisik dan rongga mulut. Kemudian direkomendasikan untuk membersihkan gigi dengan Chlorhexidine 0.12% menggunakan sikat gigi.

Sisa waktu biasanya saya pakai untuk menulis rangkuman hasil pemeriksaan medis hari itu di ruang rapat, atau dengan mencari referensi dan membaca buku di perpustakaan rumah sakit, banyak buku-buku bagus disana.  




Rabu, 16 Oktober 2013

Pukul 8.30 am kami memulai kegiatan dengan rapat pagi seluruh staff animal hospital.  Hari itu saya akan bekerja bersama Dr. Kelly.  Pasien pertama adalah kura-kura, pemeriksaan dilakukan atas permintaan keeper.  Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan  X-Ray dan pengambilan sampel.  Diagnosa sementara adalah defisiensi calcium.  Selanjutnya diperlukan analisa laboratorium guna menegakkan diagnosa.

Pukul 1.30 pm bersama Dr. Kelly, kami menuju kandang gajah.  Kali ini yang perlu diperiksa adalah seekor gajah Afrika, telinga kanannya terluka menurut laporan keeper. Sebelumnya saya diperkenalkan terlebih dahulu dengan perawat gajah-gajah disana sebelum melakukan pemeriksaan.  Mereka memiliki koleksi gajah Afrika dan Gajah Asia. Berbeda dengan di tempat saya di Pusat Konservasi Gajah Seblat, Bengkulu, Sumatra, kami biasa kontak langsung dengan gajah setiap melakukan pemeriksaan medis, tetapi di kebun binatang barat sebaliknya, kami tidak boleh kontak langsung dengan gajah, pemeriksaan dilakukan dari balik jeruji kandang dan melihat dari jarak tertentu tidak bisa mendekat, ini karena gajah merupakan salah satu satwa liar yang sangat berbahaya. Dari kejauhan tampak luka sudah mengering, kemudian oleh Dr. Kelly saya dimintai saran untuk merekomendasi pengobatannya.  Dan saya mengatakan bila luka seperti itu cukup dibersihkan dengan Chlorhexidine dan diberi antibiotik ointment, seperti pink swat ointment atau sejenisnya seperti sulfadiazine ointment karena anti air dan tidak akan luntur terkena air.  Saya diberi kesempatan untuk melihat gajah Asia, setelah dipanggil namanya akhirnya gajah tersebut mendatangi kami dan dia memberikan belalainya, dan saya pun bisa memegangnya untuk mengucapkan  'nice to meet you' (lol)  



Kamis, 17 Oktober 2013

Pagi itu pukul 8.30 am adalah rapat terakhir yang dipimpin oleh Dr. Darin sebelum dia mengambil cuti esok harinya untuk pergi ke San Francisco. Pukul 9.30 am mulai dilakukan pemeriksaan karantina untuk dua ekor angsa.  Seperti biasa yang dilakukan pemberian anaesthesi inhalasi, X-Ray, koleksi sampel darah, penimbangan berat badan, physical examination, dan swab cloaca.

Pukul 11.00 am bersama Dr. Darin melakukan kontrol ulang untuk ayam layer di enclosure family farm. Meskipun sudah siang namun suhu udara di luar tetap dingin di musim gugur ini yang membuat kaki dan tanganku kesemutan. Kondisi ayam layer sudah membaik, nafsu makan pun normal.  Dalam perjalanan, Darin bertanya pada saya, "apa rencanamu untuk pergi ke airport tanggal 20 Oktober nanti ? " Saya bilang, "saya belum ada rencana untuk saat ini ".  Informasi mendadak mengenai dia akan pergi ke negara bagian lainnya saat meeting pagi ini membuat saya berpikir bahwa saya akan menghadapi masalah saat pulang nanti terutama bagaimana caranya pergi ke airport dan saya harus mendapatkan solusinya hari ini juga.


Pukul 11.30 am kami kembali ke hospital dan bersama Vet Tech menuju ke kandang karantina untuk kontrol berang-berang.  Luka bekas operasi sudah mengering dan tidak ada infeksi. Injeksi Meloxicam dan Buprenorphine HCl diberikan sebagai strong pain killer.


Kegiatan pemeriksaan satwa hari itu telah selesai, saya masih berada di ruang pharmacy untuk melihat-lihat koleksi obat-obatan yang digunakan disana dan mencatatnya sebagai referensi.  Seorang perawat mengatakan bila saya membutuhkan daftar obat tertentu saya diminta untuk melihat di beberapa file yang dia tunjukkan di ruang obat itu dan bila butuh untuk meng-copy-nya saya tinggal menghubunginya untuk mendapat copy-nya. Kemudian saya kembali ke lantai atas untuk mengetik di ruang meeting tentang kegiatan medis hari itu.  Dr. Kelly mendatangi saya sambil membawa candy (permen) dan saya diminta untuk mengambilnya. Dia memberitahukan bahwa di dekat ruangannya ada mangkok besar yang berisi banyak candy dan semua orang bebas mengambilnya. Suasana perayaan halloween sudah terasa di rumah sakit dan kebun binatang dan di Seattle. Banyak sekali terlihat penjual pumpkin (labu kuning) di pinggir jalan dan di depan super market, di dalam rumah sakit juga tampak pintu-pintu ruangan dihiasi untuk memperingati hari halloween,  begitu juga di areal kebun binatang terlihat ada pumpkin di enclosure, meskipun hari halloween baru akan diperingati pada tanggal 31 Oktober 2013 di United States. 


Siang itu saya juga menulis e-mail buat dua orang teman saya asal Indonesia yang ada di Edmonds dan Marysvile untuk meminta bantuan pada mereka karena Darin akan pergi cuti ke San Francisco untuk menjadi juri dog show selama seminggu dan saya belum tahu siapa yang bisa mengantarkan saya ke Tacoma airport pada tanggal 20 Oktober nantinya. 


Dari ruang meeting saya menuju perpustakaan guna mencari referensi kembali. Saya menghabiskan waktu di perpustakaan sampai pukul 11 malam. Antara rumah sakit, perpustakaan dan apartemen yang saya tempati berada dalam satu gedung, sehingga saya bisa pergi mengelilingi tempat-tempat itu sepanjang waktu tanpa harus keluar gedung. Sore harinya sekitar pukul 5.00 pm saya istirahat sebentar dan berjalan-jalan ke arah Green Lake melalui jalan setapak disamping gedung rumah sakit ternyata baru saya ketahui bahwa jalan tersebut langsung berhubungan dengan jembatan penyeberangan ke arah taman sekitar Green Lake.  Saya masih bisa menjumpai beberapa orang yang berjalan-jalan ditempat itu.  Saya ingat saran dari Darin bahwa sebaiknya saya kembali ke apartemen sebelum hari gelap karena tempat tersebut sepi, membuat saya cepat-cepat untuk kembali pulang sebelum pukul 6.30 pm.  Setelah membersihkan diri dan makan malam saya kembali ke perpustakaan berkutat dengan buku-buku medis.  Sepulang dari perpustakaan saya cek e-mail kembali, seorang teman di Marysvile menawarkan kepada saya untuk menginap di rumahnya dan dia juga bersedia mengantar saya ke airport saat saya akan kembali pulang ke Indonesia nanti.  Malam itu saya langsung memeriksa jadwal kegiatan esok hari yang diletakkan di meja front office, ternyata tidak ada kegiatan medis yang perlu dilakukan oleh dokter hewan di rumah sakit, sehingga saya pun bisa membuat rencana lainnya untuk besok. Khabar gembira itu membuat saya bisa tidur tenang malam ini. 


Jumat, 18 Oktober 2013

Pagi itu sebelum pukul 8.00 am saya menelepon seorang teman di Marysville dengan menggunakan telepon rumah sakit, karena saya juga mendapat fasilitas bisa menggunakan telepon rumah sakit untuk komunikasi dengan teman-teman diluar jam kerja.  Saya mengatakan pada teman saya bahwa saya akan minta ijin keluar dari apartemen siang ini, karena teman saya hanya punya waktu untuk bisa menjemput saya siang ini. 


Zoo Apartment
Pagi itu saya sengaja datang terlambat karena masih membersihkan apartemen, saya tidak boleh meninggalkan sampah disini dan mengemas semua barang bawaan saya dalam travel bag dan siap pergi. Dan kebetulan juga tidak ada rapat pagi hari itu.  Dr. Darin menemui saya dan ingin memberi kenang-kenangan buat saya, dia mengajak saya ke souvenir shop, dia menunjukkan cincin perak bermotif harimau dan ada juga kalung perak berliontin harimau, dan saya diminta untuk memilih. Sepertinya saya lebih tertarik dengan kalungnya, karena cincin itu terlihat terlalu besar di jari saya. Sebuah kalung yang bagus, terlihat bagus karena ada miniatur harimau disitu, dan saya selalu memakainya hingga saat ini. Dan saya menyampaikan padanya bahwa bila diijinkan saya akan meninggalkan apartemen dan rumah sakit siang ini untuk tinggal di Marysville, dan saya akan kembali ke Indonesia dari Marysville, karena itu solusi yang terbaik untuk mempermudah saya pergi ke airport nantinya, dan dia menyetujui.  Dr. Darin hanya bekerja setengah hari waktu itu karena persiapan akan pergi ke San Francisco. Dia meninggalkan hospital lebih dulu sebelum saya pergi. Namun kami masih terus berkomunikasi melalui e-mail.  Dia seorang teman yang baik, yang selalu memastikan saya dalam kondisi baik-baik saja dengan orang-orang yang sedang bersama saya dimanapun berada.  


Animal Hospital - Woodland Park Zoo
Photo : Erni Suyanti Musabine
Sambil menunggu dari pagi hingga siang hari saya menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku dan meng-copy beberapa halaman yang penting sambil mengecek e-mail.  Siang itu ada dua orang teman asal Indonesia yang sama-sama ingin menjemput saya di hospital, yang satu kenalan baru saya yang sering saya temui di restoran Indonesia di Edmonds dan satunya adalah seorang teman yang sama-sama alumni dari FKH Unair Surabaya.  Akhirnya teman saya itu mengirim message bahwa dia telah berada di parkiran depan rumah sakit, setelah berpamitan dengan staff rumah sakit yang ada dan menyerahkan kunci rumah sakit dan apartemen, kami meninggalkan Woodland Park Zoo menuju Edmonds untuk mampir sejenak di restoran Indonesia milik teman saya untuk berpamitan.  Mereka sudah menganggap saya seperti keluarganya begitu juga dengan saya, mereka yang telah menolong saya saat pertama kali menginjakkan kaki di Washington.  Mereka adalah orang yang sangat baik yang dipertemukan Allah untuk saya saat saya sedang menghadapi kesulitan di negeri orang.  Kami menghabiskan waktu hingga sore di tempat tersebut. Mereka mengundang saya untuk datang di acara besok malam guna memberikan presentasi tentang penyelamatan satwa liar di Indonesia di acara musik yang akan digelar di restoran tersebut. Jarak yang jauh antara Marysville dan Edmonds akan menjadi kendala saya berikutnya.  Mereka menawarkan agar saya tinggal bersama mereka dan mereka juga bersedia mengantar saya ke airport pada saat pulang nanti.  Namun saya telah membuat keputusan untuk tinggal di Marysvile  dan teman saya telah datang menjemput, sehingga saya malam ini pergi kesana.  Berat rasanya meninggalkan mereka tanpa bisa memberikan kenang-kenangan yang berarti dan sekaligus terharu ternyata saya telah memiliki banyak teman baru dan keluarga baru selama tinggal di Washington ini. Saya tentu tidak akan melupakan mereka semua dan akan bahagia sekali bila suatu saat masih diberi kesempatan untuk bisa bertemu mereka lagi, entah di United States ataupun di Indonesia.   


Deception Pass Bridge, Washington, U.S.A
Photo : Erni Suyanti Musabine
Malam itu sekitar pukul 7.00 pm kami meninggalkan Seattle dan menuju ke Marysville.  Sebuah kota yang tenang dan tidak terlalu ramai, dan salah satu daerah yang merupakan tempat tinggal orang-orang Indian. Pada hari Sabtu tanggal 19 Oktober 2013 sebelum pulang kembali ke Indonesia, saya bersama teman saya sekeluarga menyempatkan diri untuk berjalan-jalan keluar kota, yakni ke Deception Pass Bridge yang merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal di negara bagian Washington.  Tempat itu memang benar-benar indah. Dan pada tanggal 20 Oktober 2013 dini hari itu mereka mengantarkan saya ke Seattle Tacoma International Airport untuk pulang kembali ke Indonesia.  Saya menggunakan penerbangan Eva Airways Boeing 747-400 pukul 2.10 am yang akan menempuh perjalanan selama 12 jam 35 menit dan akan transit di Taipei Taouyan International Airport, Taiwan tanggal 21 Oktober 2013 pukul 5.45 am.  Kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju Jakarta dengan maskapai penerbangan yang sama pada pukul 9.00 am pada hari itu juga.  Untuk mencapai Jakarta diperlukan waktu tempuh selama 5 jam 10 menit.  Pukul 1.10 pm saya telah tiba kembali di Indonesia.

Minggu, 20 Oktober 2013

Home Made, Uji Coba Memasak dan Kuliner


Tinggal jauh di negeri orang dengan makanan pokok yang berbeda serta biaya hidup yang tinggi di negara maju memaksa orang sepertiku harus mampu memasak sendiri, agar rasa makanan sesuai selera dan  juga menekan pengeluaran untuk biaya hidup sehari-hari. Hal ini sudah kulakukan berkali-kali saat tinggal di beberapa negara, sewaktu tinggal di Perth, Western Australia dengan beasiswa untuk living cost sekitar tiga juta rupiah per minggu atau AUD 400 tentu tidak mencukupi karena bahan makanan mentah cukup mahal apalagi makanan jadi. Kebetulan saya tinggal di sebuah apartemen di Charles ST di lantai tiga yang dilengkapi dengan dapur dan segala fasilitasnya, apartemennya cukup besar dan mewah sebanding dengan harga sewanya yang perharinya sebesar lebih dari satu juta rupiah dan aku harus tinggal disana hampir satu bulan. Begitu juga saat tinggal di Beerwah, Queensland dan saat tinggal di Seattle, Washington, saya juga memasak sendiri, kecuali saat tinggal di Africa saja yang tidak memasak sendiri karena sudah ada juru masaknya dan makanan sudah disediakan dan kami tinggal makan saja :)

Zoo Apartment
Selama berada di Seattle, Washington, U.S.A. saya tinggal sendiri di apartemen, terletak satu lokasi dengan animal hospital di kebun binatang / Woodland Park Zoo. Apartemen tersebut berisi satu buah tempat tidur, pemanas ruangan, almari besar untuk pakaian, bufet televisi dilengkapi dengan kaset-kaset film Amerika, meja makan, meja kerja dilengkapi dengan buku yang berisi peta daerah setempat dan jalur dan fasilitas public transport di Washington, serta beberapa buku bacaan, telepon rumah lengkap dengan nomor-nomor emergency, kitchen set dilengkapi dengan refrigerator, microwave oven, kompor listrik, peralatan memasak dan peralatan makan. Kamar mandi dilengkapi dengan wastafel, toilet, shower dan bathup dengan fasilitas air panas dan dingin.

Selama berada di Seattle saya bekerja sebagai dokter hewan relawan di animal hospital, Woodland Park Zoo dengan jam kerja mulai pukul 8.00 am sampai dengan pukul 5.00 pm. Dan mendapat libur dua hari dalam seminggu yakni setiap hari Minggu dan Senin.  Jadi untuk keperluan makan, saya memasak sendiri karena selain boros bila membeli juga tidak ada kesempatan untuk keluar mencari makanan.  


Indonesian Grocery Store "Waroeng Jajajan" di 22315 Hwy 99 Suite I Edmonds, Washington

Untuk membeli bahan makanan mentah, di Edmonds terdapat supermarket yang menjual bahan makanan Asia, bahkan bisa ditemui juga cabe rawit, daun pisang, daun jeruk purut dan lain-lain. Sudah tiga kali saya berbelanja disana. Letak supermarket ini berdampingan blok dengan Waroeng Jajanan, yakni sebuah minimarket dan restoran yang dikelola dan pemiliknya keluarga asal Indonesia. Restoran itu merupakan salah satu tempat berkumpulnya orang Indonesia baik yang statusnya mahasiswa maupun yang telah bekerja. Dan kebetulan saya kenal baik dengan mereka (pemiliknya) karena saya pernah menginap dirumahnya saat saya transit semalam di Washington sebelum melanjutkan perjalanan ke Utah negara bagian lainnya di United States. Di tempat tersebut tidak hanya bisa membeli makanan tradisional khas Indonesia yang siap santap seperti gudeg, soto betawi, rendang, sate padang, ayam bakar sambal terasi, bothok tempe teri, bandeng presto, sambal goreng tempe, bakso, juga camilan seperti lemper, tahu isi, rempeyek kacang, combro dan masih banyak lagi macamnya, namun juga bisa membeli bahan makanan mentah. Berada di dalam mini market tersebut serasa berada di Indonesia, semua bahan makanan yang dijual berasal dari Indonesia. Bahkan bisa ditemui ada krupuk, petai, daun jeruk purut, jeruk nipis, cabe rawit dan lain-lain. Jadi bagi orang Indonesia atau siapapun yang menyukai makanan khas Indonesia yang saat ini tinggal di Washington dan sekitarnya ataupun yang tinggal di Canada yang berbatasan dengan State of Washington, Indonesian Grocery Store ini saya rekomendasikan untuk dikunjungi yang berlokasi di 22315 Hwy 99 suite I, Edmonds WA. 

Tidak hanya disana, masih ada beberapa tempat yang juga menjual bahan makanan Asia dan saya telah mengunjungi dua supermarket lainnya di kota yang berbeda. Belanja ditempat tersebut harus mengendarai mobil karena letaknya jauh dari tempat tinggal saya. Dalam kondisi mendesak, saya lebih sering berbelanja di supermarket terdekat, sekitar tiga blok dari apartemen tempat tinggal saya. Hanya perlu berjalan kaki dan dua kali menyeberangi perempatan jalan. Saya biasa berbelanja kesana di sore hari setelah pulang kerja, karena hanya sore hari saya mempunyai waktu luang untuk keluar selain hari libur. Pada saat saya kembali lagi ke Seattle dari Salt Lake City, Utah, teman saya seorang dokter hewan sering mengajak saya membeli kopi ke supermarket itu untuk sarapan pagi. Sejak itu saya mencoba mengingat-ingat jalan menuju kesana agar saya bisa kesana sendiri bila ingin berbelanja dan bila sedang tidak ada yang mengantarkan. Memang tidak terlalu lengkap dan sebesar supermarket lainnya, lagipula disana pun tidak banyak yang saya beli, biasanya hanya membeli beberapa box strawberry, nanas, juice buah, air mineral dan sayuran saja.

Saya lebih banyak memasak untuk makan malam, karena mempunyai waktu luang lebih banyak dibandingkan pagi dan siang hari. Setiap pagi saya hanya sarapan minuman jahe hangat untuk mengimbangi suhu di musim gugur yang dingin. Kami biasa sarapan disaat rapat koordinasi dengan seluruh staff animal hospital di pagi hari dengan hanya membawa minuman masing-masing. Kawan-kawan lainnya biasa minum kopi di pagi hari karena Seattle terkenal sebagai daerah asal mula dan kantor pusat dari Starbucks Coffee. Untuk makan siang saya lebih suka makan biskuit atau buah-buahan seperti strawberry, yang dibeli sudah dalam kemasan box kecil atau dengan hasil memasak di pagi hari, namun tidak dengan nasi yang sudah menjadi makanan pokok bagi orang Indonesia di setiap makannya. Saya juga minum juice buah, biasa kami melakukan makan siang sambil bekerja.

Home Made
Inilah makananku untuk makan siang setiap harinya :


Strawberry


Omelet telur + Lobster ball goreng + Kacang kapri rebus

Buncis rebus + Telur ceplok + Mie sedap goreng
bisa ditambahkan irisan nanas, sayuran dan cabe rawit 


Dan ini hasil memasak praktis tanpa banyak bumbu untuk makan malam :


Saya menyebutnya " Sup Lobster ball ". Bahannya : Bakso lobster, tahu, buah nanas (semua dipotong dadu) dan kacang kapri. Bumbunya : Tomat, daun bawang, bumbu sop instant, bisa ditambah garam, merica bubuk dan cabe rawit sesuai selera. Makanan cepat saji, praktis cara membuatnya dan enak dimakan selagi hangat.


Sambal teri cabe hijau + Tahu goreng + Buncis rebus.


Sambal goreng kentang + Buncis rebus + Rempeyek kacang
" Sambal teri cabe hijau " dan " Sambal goreng kentang ". Makanan seperti ini sulit mencarinya, tidak hanya yang dalam bentuk jadi, bahkan bahan mentahnya terutama untuk melengkapi bumbunya juga sulit dicari. Untuk bisa makan seperti ini adalah kesempatan yang langka.



Omelet noodle + Abon sapi + Buncis rebus
Yang ini saya menyebutnya " Omelet noodle ", terbuat dari mie 1 bungkus yang telah direbus dan ditiriskan, telur ayam dua butir, daun bawang. Setelah diaduk merata semua bahan dan ditambah bumbu mie instant lalu didadar. Diberi topping abon sapi dan buncis rebus.


Mie rebus + Telur rebus
Makanan yang paling praktis, cepat dan mudah memasaknya, cocok menjadi pilihan disaat perut sudah keroncongan. Tinggal merebus telur ayam dan merebus mie yang dicampur sayuran dan bisa ditambah daun bawang, tomat, cabe rawit sesuai selera. Dan dimakan saat masih panas sangat cocok dengan suhu yang dingin.

Wisata Kuliner
Di hari libur kesempatan untuk wisata kuliner makanan khas Indonesia. Di Indonesian Grocery Store ' Waroeng Jajajan ' di Edmonds, Washington kita bisa mendapatkannya. Berbagai jenis makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia dan yang dimasak oleh orang-orang yang berasal dari Indonesia. Bila ada waktu luang dan ada kesempatan berjalan-jalan dengan teman, saya lebih suka mengajaknya ke tempat ini, baik bersama teman yang berasal dari Indonesia maupun teman Amerika saya yang juga menyukai makanan Indonesia. Inilah makanan yang tersedia disana :


Gudeg makanan khas Jogyakarta


Beberapa daftar makanan khas Indonesia yang dijual di Waroeng Jajanan
dengan harga yang sangat terjangkau

Sate padang makanan khas Sumatera Barat


Dari semua makanan khas daerah Indonesia yang paling saya sukai dan sering saya beli untuk dibawa pulang buat makan malam adalah Soto betawi dan Ayam bakar sambal terasi. Selain itu juga camilan seperti tahu isi. Bila sudah makan makanan tersebut, rasanya seperti kita tidak sedang berada di negara lain.

Sabtu, 19 Oktober 2013

Jalan - Jalan ke Deception Pass Bridge di U.S. State of Washington


Catatan Perjalanan

Deception Pass Bridge - Washington, U.S.A.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Seorang teman yang tinggal di Marysville, Washington pernah bercerita tentang sebuah jembatan yang menghubungkan dua pulau dengan pemandangan indah di sekitarnya. Dan dia ingin mengajak saya kesana bila ada waktu.  Dua hari lagi saya harus kembali ke Indonesia, dan di hari-hari terakhir saya bekerja kebetulan tidak ada jadwal pemeriksaan kesehatan satwa di animal hospital, akhirnya saya meminta ijin untuk keluar dari zoo apartment  dua hari lebih awal dari jadwal sebelumnya untuk tinggal di kota lain, yakni menginap di rumah teman di kota Marysville, lokasinya lumayan jauh dari Seattle.  Teman saya juga seorang dokter hewan alumni dari universitas yang sama dengan saya, yakni Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.  Dia telah lama tinggal di Washington karena menikah dengan seorang warga negara Amerika Serikat dan tinggal di Marysville, Washington.


Seattle, Jumat 18 Oktober 2013


Pagi sampai siang hari saya menghabiskan waktu di perpustakan animal hospital, Woodland Park Zoo untuk mencari referensi tentang penyakit satwa liar buat persiapan jurnal ilmiah saya juga referensi yang berhubungan dengan kasus-kasus penyakit satwa liar yang pernah saya tangani di Sumatra .  Selain itu saya juga sibuk mengecek email dan membalas email diwaktu yang bersamaan.  Saya hanya punya waktu sampai siang hari, karena teman saya akan menjemput saya siang itu. Saya pun sudah mengemas semua barang-barang saya, karena saya akan kembali pulang ke Indonesia dari rumah teman saya di Marysville.

Sekitar pukul 2 siang teman saya sudah datang menjemput, animal hospital tampak kosong, tidak ada dokter hewan yang praktik hari itu, dan hanya satu vet tech yang masih berada di hospital.  Saya berpamitan dengannya sekaligus menyerahkan kunci animal hospital dan apartment padanya. Sebelum pergi ke Marysville saya mengajak teman saya untuk singgah ke 'Waroeng Jajanan' di Edmonds, yakni sebuah minimarket dan restaurant milik orang Indonesia yang menjual makanan jadi khas Indonesia dan bahan makanan yang diimport dari Indonesia.  Disana kami bertemu dengan orang-orang yang telah saya kenal dengan baik sebelumnya, yakni pemilik Waroeng Jajanan dan pengunjung asal Malaysia.  Dan ada beberapa orang Indonesia lainnya yang menyapaku dan belum saya kenal sebelumnya.  Besok malamnya akan ada acara 'nongkrong bareng' di tempat itu, sudah tersedia peralatan musik disana, dan saya pun diundang untuk datang dan sekaligus bercerita kepada pengunjung yang sebagian besar orang Indonesia untuk menyampaikan upaya konservasi satwa liar di Indonesia.  Namun, jarak yang jauh dari Edmonds akan menjadi kendala, karena saya menginap jauh di luar kota Seattle, yakni di Marysville.


Indonesian Store at Edmonds
Indonesian Restaurant - Waroeng Jajanan
Saya mulai hafal dengan jalan di kota Seattle karena seringkali melewatinya, sehingga untuk mencapai lokasi Waroeng Jajanan dengan mudah bisa ditemukan.  Siang itu kami berdua singgah sebentar di restoran milik Jonathan Kresnadi, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Yoyon, mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Washington sering memanggilnya Koko Yoyon. Orangnya sangat ramah dan ringan tangan, suka membantu orang asal Indonesia yang baru tinggal di Seattle.  Mereka sudah seperti keluarga saya sendiri di Washington sejak pertama kali bertemu mereka dan tinggal di rumahnya dan keluarga itu telah banyak menolong saya disaat saya menghadapi kesulitan saat pertama kali menginjakkan kaki di Seattle.  Di restoran itu hanya bertemu dengan Bu Ira, istri dari pak Yoyon dan seorang teman yang berasal dari Malaysia. Akhirnya kami makan siang disana dengan memilih menu bakso dan ayam bakar sambal terasi.  Itu hari terakhir saya di Seattle sehingga saya perlu berpamitan dengan mereka.  Sore hari Pak Yoyon baru muncul, karena beliau sedang terkena musibah dan harus berpindah rumah ke hotel untuk sementara waktu karena pipa buangan limbah di rumahnya bocor dan mengakibatkan rumah banjir, setelah berbincang-bincang sebentar sore itu kami langsung menuju Marysville, yaitu salah satu daerah di Washington yang juga merupakan lokasinya orang Indian.  Tapi tidak kutemukan perkampungan orang Indian seperti yang ada di film-film Amerika disana, semua orang disana sudah berpenampilan dan hidup modern.

Sesampainya di rumah teman, saya biasa memanggilanya mbak Nina, karena dia adalah kakak kelas saya waktu kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, suaminya menyambut kedatangan kami dan membantu membawakan travel bag saya untuk dimasukkan kerumah.  Seorang gadis kecil yang cantik, bernama Abigail sudah tak sabar menunggu kedatangan kami, saat mobil diparkir, dia sudah mengintip di pintu depan.  Saya sangat menyukai anak-anak, sehingga mengajak ngobrol dan bermain dengan Abigail adalah hal yang menyenangkan. Suami teman saya menjelaskan setiap tempat yang ada di rumah itu, dimana toilet dan kamar mandi berada, dapur, meja makan, tempat makanan dan peralatan makan dan bahkan komputer untuk internetan bila saya ingin menggunakannya.  Lagi-lagi saya mendapat tuan rumah yang ramah dan menyenangkan.

Malam itu kami makan bersama.  Dengan cekatan si kecil Abigail menyiapkan meja makan dan menatanya.  Sungguh anak yang pintar.  Dan dia juga yang menentukan dimana kami harus duduk, "daddy sits down here, and me, and miss Yanti and ibu", sambil menunjuk kursi yang akan kami duduki sesuai instruksinya.  Makan malam dengan nasi, oseng-oseng daging, dan ayam bakar sambal terasi dan lalapan cabe tapi tidak pedas.  Saat makan malam itu Abigail meminta saya untuk memimpin doa sebelum makan, padahal agama kami berbeda, akhirnya kami pun saling berpegangan tangan dan mulailah saya membaca doa. Pengalaman yang menarik.


Abigail and her cats 'Kahlua & Tigger'
Sebelum tidur saya menunjukkan sebuah film dokumenter berbahasa Perancis dan Inggris yang telah ditayangkan di televisi Perancis tentang penanganan medis harimau Dara, gajah Bona dan Nelson serta orangutan sumatra dan burung elang pada Abigail. Kebetulan aktifitasku termasuk salah satu bagian dari film dokumenter tersebut. Saat itu saya juga diperkenalkan dengan kucingya yang bernama Kahlua dan Tigger.  Saya menginap di kamar Abigail dan tidur bersamanya.  Kami tidak sendiri, malam itu pun kami ditemani oleh Kahlua, seekor kucing yang manis.  Malam itu beberapa kali Abigail terbangun, hanya ingin memastikan apakah saya bisa tidur nyenyak apa tidak.  Sungguh tuan rumah yang penuh perhatian terhadap tamunya :)


Marysville & Deception Pass, Sabtu 19 Oktober 2013

Pagi itu, saya berkeliling di belakang rumah untuk memotret meski masih berkabut dan suhu sangat dingin, tak lupa menggunakan sepatu boot dan jacket tebal untuk menahan dingin tentunya. Teman saya mengatakan bahwa dibelakang rumahnya ada hutan kecil yang didalamnya terdapat sungai, tempat tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh pemerintah untuk melindungi ikan salmon.  Terlihat banyak pohon besar disana.  Dan terkadang juga ada rusa liar dan satwa liar lainnya.  Ingin sekali punya rumah seperti itu, ada banyak pohon besar bahkan dihuni oleh satwa liar.  Pagi itu masih berkabut, sehingga udara terasa dingin menusuk tulang dan saya tidak mau berlama-lama berada di luar rumah.



Deception Pass
Si kecil Abigail juga mengajakku bermain dengan kucing-kucingnya.  Dia selalu memintaku untuk memotret kucing-kucing itu.  Masalahnya, kucingnya selalu menghindar bila melihatku mulai memegang camera.  Setelah selesai sarapan kami semua bersiap-siap untuk pergi, mereka mengantarku berbelanja di pusat perbelanjaan di sekitar Marysville, kemudian kami melanjutkan perjalanan keluar kota menuju Deception Pass Bridge.  Kami menuju ke arah Canada untuk mencapai lokasi Deception Pass Bridge.  Di jalan-jalan tampak penunjuk arah daerah yang menggunakan nama-nama Indian.  Sepanjang jalan juga tampak ladang pertanian di kanan dan kiri jalan.  Sebelum mendekati Deception Pass Bridge, kami melewati perbukitan berbatu dan hutan pinus dengan jalan berkelok-kelok, dan akhirnya terlihat laut disebelah kiri kami.


Deception Pass.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Jembatan penghubung antar dua pulau sudah terlihat dari kejauhan, mobil diparkir dipinggir jalan mengikuti mobil-mobil lainnya.  Saya langsung mengeluarkan camera dan mulai memotret pemandangan sekitarnya yang indah.  Udara yang dingin tidak kami pedulikan, sinar matahari yang tidak juga muncul menambah temperatur semakin dingin, namun pemandagan sekitar yang indah lebih menggodaku untuk segera keluar dari mobil dan mulai memotret. Dan kamipun mencoba melewati jembatan dengan berjalan kaki, sungguh mengerikan rasanya bila melihat kebawah dan merasakan jembatan bergetar saat mobil melewatinya.


Deception Pass Bridge - Washington

Akhirnya kami pun kembali ke mobil, teman saya ingin ke rest room (toilet), saya pun juga tidak bisa memotret lagi karena baterei camera lowbat.  Lalu kami memilih melewati jembatan tersebut dengan mengendarai mobil, saya pikir itu jauh lebih baik daripada berjalan kaki diatas jembatan yang terasa menakutkan setiap ada mobil yang juga melewatinya. Sebelum kearah pulang kami berhenti disisi lainnya dari jembatan tersebut.  Terlihat banyak pulau-pulau kecil disana.  Sejauh mata memandang tampak bukit-bukit terjal yang hijau.  Juga terlihat speed boat yang lalu lalang.

Deception Pass
Deception Pass


Sejarah Deception Pass Bridge

Deception Pass Bridge merupakan salah satu keajaiban pemandangan di Pacific Northwest, dengan panjang 453 meter dan tingginya 54 meter.  Konstruksinya dimulai pada bulan Agustus 1934 dan setelah selesai baru diresmikan pada tanggal 31 Juli 1935.  Pembangunannya menghabiskan dana sebesar $ 482.000.  Pada bulan September 1982, jembatan tersebut dinyatakan sebagai National Historic Landmark (terdaftar sebagai tempat nasional bersejarah).  Jembatan ini diletakkan diatas tebing tinggi berbatu yang curam diatas laut, yang menghubungkan antara Whidbey Island dan Fidalgo Island dengan pemandangan yang menakjubkan di sekitarnya.

Deception Pass.  Sumber : en.wikipedia.org

Pada tahun 1791 penjelajah Spanyol bernama Letnan Salvador Fidalgo memetakan perairan dan membagi Pulau Whidbey dan Pulau Fidalgo.  Penjelajah Spanyol pada abad 18 juga telah memberi banyak nama tempat-tempat disana yakni Rosario, Fidalgo dan Camano Island. Kemudian menyusul penemuan penjelajah Inggris yakni  Kapten George Vancouver yang menghabiskan waktu beberapa bulan menjelajahi daerah tersebut pada tahun 1792.  Kepala navigator Vancouver, yakni Joseph Whidbey yang berlayar ke selatan ke bagian Saratoga  berhasil menemukan dan menyanggah a Bay theory, yang pada awalnya itu dianggap sebuah teluk.  Kemudian Vancouver memberi nama saluran tersebut 'Deception Passage' dan pulau besar tersebut diberi nama Pulau Whidbey sebagai penghormatan untuk navigator kepercayaannya yakni Joseph Whidbey.  Selain itu juga telah memberi nama tempat-tempat lainnya disana yakni Puget Sound, Admiralty Inlet, Mount Rainier, dan Mount Baker.

Deception Pass Bridge.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Di sebelah utara adalah Pulau Fidalgo, yang diambil dari nama penjelajah Spanyol. Di sebelah selatan adalah Pulau Whidbey, yang merupakan pulau terbesar kedua di 48 negara bagian Amerika Serikat.


Deception Pass Bridge.  Photo : Erni Suyanti Musabine 

Pembangunan Deception Pass Bridge dimulai dari sebuah mimpi, mimpi dari seorang pelaut Kapten George Morse dari New England, yang berlayar melewati saluran sempit dengan airnya yang bergolak yakni Deception Passage.  Akhirnya dia pun menetap di desa kecil Oak Harbour di Pulau Whidbey.  Pada tahun 1880 sambil menunjuk Whidbey Island dan Fidalgo Island, dia berkata pada anak-anaknya, "one day we will have a bridge across this pass with Pass Island as a center support".  Lima puluh tahun kemudian dengan pekerjaan yang terus-menerus dan dukungan dari banyak pihak akhirnya jembatan tersebut jadi kenyataan.  Dan akhirnya berkembang menjadi sebuah ikon setelah terealisasi.  Menyatukan tempat, orang dan taman nasional yang terkenal dan menarik pengunjung dari seluruh dunia. Tempat inipun menjadi tujuan wisata utama di negara bagian Washington, U.S.A.