Senin, 01 Agustus 2011

Human-Tiger Conflict in the Province of Bengkulu


Seekor harimau sumatera sedang melintas di Desa Mekar Jaya

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam sub-species harimau loreng yang masih bertahan hidup saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah dan masuk dalam red data book yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar di Pulau Sumatera diperkirakan tinggal 300-400 ekor. Provinsi Bengkulu adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang merupakan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Kondisi hutan di beberapa daerah di Bengkulu juga tidak jauh berbeda dengan hutan-hutan di Provinsi lainnya, yakni luasannya terus berkurang akibat konversi lahan untuk perkebunan, pertambangan, pemukiman masyarakat baik areal transmigrasi maupun pemekaran desa juga perambahan hutan dan beberapa faktor penyebab lainnya. Berkurangnya habitat harimau sumatera di Bengkulu menyebabkan adanya konflik harimau sumatera dengan manusia, yakni yang disebabkan harimau memasuki perkebunan ataupun pemukiman masyarakat untuk mencari mangsa ataupun sebaliknya manusia yang memasuki habitat harimau dan membuat harimau semakin terdesak, selain itu perburuan harimau yang masih terus saja terjadi juga menyebabkan terjadinya konflik antar kedua belah pihak. Selama tahun 2007 s/d 2011 telah terjadi konflik harimau dengan manusia di beberapa kabupaten di Provinsi Bengkulu, yakni telah terjadi 16 kali konflik harimau di Kabupaten Seluma, 10 kali konflik harimau di Kabupaten Kaur, 9 kali konflik harimau di Kabupaten Lebong, 6 kali konflik harimau di Kabupaten Muko Muko, 6 kali konflik harimau di Kabupaten Bengkulu Utara, 1 kali konflik harimau di Kabupaten Kepahiang dan 1 kali konflik harimau di Kabupaten Bengkulu Tengah (Data BKSDA Bengkulu).

Selain perburuan, rusaknya habitat harimau merupakan ancaman terbesar terhadap populasi liar saat ini sehingga menyebabkan harimau berada dalam perkebunan dan pemukiman masyarakat, selain itu juga disebabkan semakin berkurangnya satwa mangsa karena perburuan babi dan rusa serta satwa mangsa jenis lainnya. Akhirnya satwa liar tersebut mencari mangsa di areal pemukiman masyarakat berupa hewan ternak atau hewan peliharaan masyarakat lainnya bahkan ada yang telah mengancam jiwa manusia. Hal itu yang akhirnya disebut sebagai gangguan / konflik harimau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar