Senin, 21 Maret 2016

Harimau Sumatera 'Giring' Korban Konflik dengan Manusia di Bengkulu


Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) korban konflik dengan manusia di Bengkulu. Tanggal 22 Maret 2016

GIRING, biasa kami memanggilnya, yakni seekor harimau sumatera berjenis kelamin jantan berusia 14 tahun yang kini sedang kami rawat di dalam salah satu kawasan hutan konservasi di Provinsi Bengkulu. Pada bulan Pebruari 2015, kami dari BKSDA Bengkulu telah mengevakuasinya dari perkebunan karet milik warga desa di Kabupaten Seluma karena terlibat konflik dengan manusia yang menyebabkan korban jiwa, salah satu warga meninggal dalam konflik tersebut. Perkebunan karet itu hanya berjarak beberapa meter dari areal HGU Perusahaan Sawit yang sudah land clearing, dan juga berbatasan langsung dengan Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang juga merupakan jalur jelajah dari harimau.

Human-Tiger Conflict di Bengkulu
Mencoba mengingat kembali cerita dari kepala desa disana tentang kronologis kejadian sehingga terjadi korban jiwa. Malam itu sepasang suami istri sedang menginap di sebuah pondok miliknya di kebun  karet saat terdengar suara raungan harimau di sekitar pondok mereka. Malam yang mencekam itu membuat mereka keluar dari pondok dan pindah mengungsi ke pondok milik warga lainnya. Istri korban sudah meminta untuk pulang kembali desa sementara waktu demi keamanan, namun suaminya meminta untuk tetap bertahan di lokasi tersebut. Esok paginya mereka kembali ke pondok miliknya karena merasa kondisi sudah aman dan harimau telah pergi menjauh. Seperti biasa mereka tetap bekerja untuk menyadap (mengambil getah) karet, dengan sang istri bekerja di depan pondok sedang suaminya bekerja di belakang pondok. Itu kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari bila sedang tinggal dan menginap di kebun. Pukul 10 pagi biasanya mereka akan bertemu kembali dan berkumpul di pondok usai kerja pagi itu, namun didapati sang suami tak kunjung pulang. Pagi itu istri korban mendengar suara binatang ternak (seperti suara kambing), dan mencoba keluar pondok dan mencari arah suara namun yang dilihat adalah seekor harimau sumatera yang sedang menghadang di depannya, dengan rasa takut dia kembali ke pondoknya. Suaminya yang ditunggu pun tak kunjung pulang, membuatnya nekat untuk mencari bantuan ke pondok-pondok lain di sekitar kebunnya. Ada sekitar 9 orang yang membantunya untuk mencari suaminya di kebun karet. Namun yang ditemui hanyalah helm yang sudah terlepas dan jaket suami yang sudah berlumuran darah serta peralatan penyadap getah karet, suaminya pun belum ditemukan. Mereka semua akhirnya kembali ke desa yang lumayan jauh lokasinya dari kebun karet tersebut, melaporkan kejadian itu kepada kepala desa dan pukul 3 sore beramai-ramai mencari korban, pada akhirnya bisa ditemukan namun sudah dalam kondisi mengenaskan dan meninggal. 

Rescue Harimau Korban Konflik dengan Manusia
Hanya perlu waktu kurang dari 10 menit saja untuk menangkap harimau itu di sekitar lokasi kejadian, yang tak jauh dari perbatasan HGU perkebunan sawit milik perusahaan yang berupa tanah terbuka dalam skala besar. Jejak-jejak harimau banyak terlihat berada tak jauh dari lokasi kejadian. Bahkan binatang buas itu belum menjauh dari lokasi saat tim rescue harimau dari BKSDA Bengkulu tiba disana, tidak seperti 5 ekor harimau lainnya yang setelah menerkam korban langsung menghilang dan masuk ke dalam hutan dan tak akan muncul kembali. Mungkin inilah jawabannya, dua minggu kemudian muncul 2 ekor harimau jantan lainnya yang sedang memperebutkan wilayah jelajah di sekitar lokasi tersebut. Kebun karet itu yang kondisinya penuh dengan semak belukar sepertinya merupakan jalur jelajah harimau sumatera, namun kondisinya sudah dirubah menjadi kebun karet dan lainnya sudah di-land clearing oleh perusahaan untuk disiapkan menjadi perkebunan sawit skala besar, sehingga tak dapat dihindarkan adanya tumpang tindih aktifitas di daerah yang sama antara harimau dengan manusia. Hasil pemeriksaan gigi harimau yang tertangkap menunjukkan bahwa usia harimau tersebut sudah tua. Saat tertangkap harimau diperkirakan berusia 13 tahun, jadi kini usianya sudah menginjak 14 tahun, padahal usia harimau liar diperkirakan hanya sampai 15 tahun. Kemungkinan dia tersingkir karena sudah tua dan digantikan oleh pejantan baru yang dominan yang saat itu sedang memperebutkan wilayah jalur jelajahnya. Harimau tua akan mencari mangsa yang lebih mudah untuk didapatkan. Sedangkan dari hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa harimau jantan ini mengidap penyakit parasit darah. Ini adalah harimau liar kedua yang  saya periksa dan terindikasi positif parasit darah. Tidak ada clinical signs yang spesifik untuk penyakit tersebut pada harimau liar, pada harimau betina yang menjadi korban konflik di wilayah Sumatera Barat dan terindikasi positif penyakit parasit darah hanya menunjukkan perilaku yang tidak aktif, perilaku lainnya tampak normal. Sedangkan harimau jantan yang menjadi korban konflik di wilayah Bengkulu tidak memperlihatkan gejala klinis, tampak sangat agresif dan perilaku lainnya terlihat normal. Hasil pemeriksaan darah secara mikroskopis saja yang bisa menunjukkan bahwa harimau-harimau tersebut menderita penyakit parasit darah. 

Perawatan Medis 
Harimau sumatera : sebelum pengobatan. Tanggal 20 Mei 2015.
Tidak hanya parasit darah yang ditemukan dalam pemeriksaan medis selama perawatan di kantor BKSDA Bengkulu, tetapi kami pun masih harus melakukan pemeriksaan dan operasi bedah mulut serta pengobatan kelainan yang ditemukan pada ronga mulut yakni pada gigi, gusi dan lidah. Setelah semua permasalahan itu bisa diatasi dengan baik dan bisa kembali sehat, akhirnya kami juga menemui masalah baru yakni penyakit kulit yang diduga disebabkan oleh jamur, menyebabkan rambut hampir di seluruh tubuh mengalami kerontokan. Saya berdiskusi dengan kolega dokter hewan di Eropa, dan saya selalu merasa puas bila berdiskusi dengannya tentang harimau dan permasalahannya. Kami memang tidak melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan mikologi di laboratorium karena pengambilan sampel berarti harus mengulang melakukan pembiusan, pemeriksaan laboratorium berarti juga membutuhkan dana untuk transport specimen dan biaya pemeriksaan. Sedangkan perawatan harimau itu kami lakukan dengan dana dan fasilitas seadanya tanpa bantuan pihak lain. Dan saat itu kami juga dibebani untuk merawat dua ekor harimau sekaligus dengan segala keterbatasan fasilitas. Setelah menjalani pengobatan selama 4 (empat) bulan dan perbaikan ventilasi serta sanitasi akhirnya harimau bisa kembali sehat dan rambut tumbuh kembali. Sebagai dokter hewan kebahagiaan itu akan dirasakan saat berhasil mengobati satwa hingga sembuh kembali dan kondisinya menjadi lebih baik.

Meskipun dalam perjalanan tugas kerja kami terkadang juga mendapat banyak tekanan, intimidasi bahkan diskriminasi kepentingan, satwa korban konflik dan perburuan liar belum menjadi target fokus dari banyak pihak, jadi apapun yang terjadi padanya belum menjadi perhatian bersama. Sudah sembilan tahun saya merasakan hal ini, namun tak apa meski kenyataannya tidak seindah saat dalam rapat, workshop atau seminar atau diatas kertas bahwa ini adalah salah satu satwa prioritas yang harus diperhatikan. Saya memang bekerja secara mandiri, tidak punya lembaga besar yang bisa mempengaruhi kebijakan, dan institusi terkait pun masih sibuk menggunakan sebagian besar anggarannya untuk hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan satwa korban konflik dan perburuan. Ya, satwa memang belum menjadi prioritas, meski korban selalu ada setiap tahunnya.

Relokasi Harimau Sumatera
Relokasi harimau sumatera ke TWA Seblat. 
Tanggal 28 Oktober 2015.
Tanggal 28 Oktober 2015, saat pemuda pemudi Indonesia merayakan hari Sumpah Pemuda, kami disibukkan dengan merelokasi harimau korban konflik agar ditempatkan ke tempat perawatan yang lebih baik, dengan sekitarnya hutan agar mereka merasakan seperti berada di tempat alaminya, bukan berada di sekitar manusia. Meskipun sudah merawatnya begitu lama, namun sifat liarnya masih bisa dipertahankan dan belum berubah, ya karena selama ini kami bekerja untuk harimau liar dan bukan harimau captive, perawatan dengan cara mengisolasi dan sebisa mungkin membatasi kontak dengan manusia, serta membiarkannya lebih banyak kontak dan mendengar suara satwa liar yang ada disekitarnya seperti babi hutan, siamang, owa, monyet ekor panjang, simpai, burung dan suara-suara dari penghuni hutan lainnya. Relokasi itu bagi kami tidak ada sangkut-pautnya dengan desakan banyak pihak agar harimau sumatera tersebut dirawat dalam kondisi yang layak. Mungkin mereka perlu tahu bahwa kami pun sejak sembilan tahun yang lalu juga menginginkan hal yang demikian, dan terus-menerus berusaha agar hal itu bisa terwujud, meskipun setelah sembilan tahun berlalu impian itu belum ada tanda-tanda untuk terwujud, karena kami tahu diri dan menyadari bahwa Provinsi Bengkulu tidak masuk prioritas untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Namun apakah dengan mendesak, mengintimidasi tanpa berbuat nyata hal itu bisa dilakukan, tentu tidak. Merawat harimau sumatera bukan seperti main sulap, yang bisa dirubah dalam waktu sekejab. Dan yang menjadi pertanyaan adalah kemana saja mereka yang ambisius dan lantang mengintimidasi, mengkritik, menekan kami dengan berbagai cara dengan mengatasnamakan peduli dengan harimau sumatera saat kami membutuhkan lokasi perawatan yang lebih layak, saat kami membutuhkan pakan harimau, saat kami membutuhkan obat-obatan, saya tidak pernah mendengar suaranya dengan lantang ingin membantu. Kemanakah mereka ???? Saya sendiri pun masih suka bersedih bila mengingat masa-masa sulit itu bahkan tidak ingin mengingatnya lagi, menyinggungnya saja bisa membuat air mata ini mengalir.  

Monitoring Perilaku selama Perawatan
Harimau jantan bernama Giring masih tampak liar, dan terlihat selalu tampak waspada. Setiap ada orang yang berjalan mendekati kandangnya membuatnya memberi suara peringatan meskipun orang tersebut belum terlihat. Bahkan saat diintip dari balik pintu melalui lubang kecil meski tanpa suara, dia akan selalu tahu dan matanya langsung tertuju ke arah pintu. Saat pintu dibuka reaksi pertama pasti menggertak dengan posisi menerkam dengan suara raungan yang keras dan menciutkan nyali, sorot matanya yang tajam tak akan pernah lepas mengawasi setiap gerakan orang di sekitarnya. Semakin banyak orang yang ada disekitar kandangnya semakin membuatnya merasa terancam dan ingin menerkam, namun bila hanya satu orang saja yang masuk di dalam lokasi kandangnya, harimau akan tampak lebih tenang, dan tidak merasa terganggu saat dibersihkan kandangnya, bahkan terlihat relax, dan matanya tidak akan memperhatikan gerak-gerik orang sepanjang waktu.

Itu mengapa dalam setiap kegiatan rescue/ upaya penyelamatan harimau terjerat atau harimau yang berkonflik dengan manusia, kami selalu mengisolasi lokasi agar tidak banyak orang yang mendekati harimau. Untuk pembiusan dan melepas jerat harimau biasanya hanya dokter hewan dan petugas yang bersenjata yang mengamankan dokter hewan saja yang mendekati harimau, sedangkan anggota tim lainnya berada jauh dari lokasi yang tidak terlihat oleh harimau, karena untuk meminimalkan stress dan membuat harimau agar tidak merasa terancam. Bila harimau terancam dan panik akibatnya jauh lebih fatal, yakni bisa menyerang karena ingin mempertahankan diri. Dan harimau yang sudah terlanjur stress akan sulit dibius, karena efek obat bius menjadi tidak maksimal. Begitu juga dalam penanganan konflik antara manusia dan harimau, harus diusahakan sebisa mungkin agar masyarakat banyak tidak mendekati/ mengepung bahkan mengintimidasi harimau, karena harimau bisa menyerang karena merasa terancam. Biarkan orang yang bertugas untuk menangani harimau bekerja dengan baik, dan petugas lainnya menangani masyarakat agar tidak mendekat. Harimau akan memilih untuk menghindar bila tidak didesak/ dikepung banyak orang.

Setelah selesai pembersihkan kandang, kemudian pemberian pakan berupa pakan alami/ satwa mangsa alami. Ketersediaan pakan alami yang melimpah membuat kami tak pernah kekurangan pakan untuk harimau. Dalam perawatan harimau dengan positif penyakit darah memang harus dihindari kondisi stress dan perlu nutrisi yang cukup. Untuk itu, kami mengisolasinya dengan lingkungan sekitarnya berhutan adalah untuk mengurangi stress, agar harimau merasa nyaman karena berada di tempat alami seperti tempat hidupnya yang dulu, ditambah dengan pemberian pakan/ nutrisi yang cukup sesuai kebutuhan. Kondisi stress dan asupan nutrisi merupakan faktor predisposisi bagi penyakit parasit darah ini, sehingga kedua hal tersebut harus dipenuhi, yakni menghindari stress dan memberikan nutrisi yang cukup. 

Kondisi harimau masih liar sehingga tidak mau makan saat masih ada orang disekitarnya. Begitu pintu pagar areal kandang ditutup, dan kami satu-persatu pergi menjauh, saya mengamati apa yang dia lakukan. Posisinya berubah duduk seperti anjing, sambil kepala mendongak mengawasi kearah luar dan sekeliling untuk memastikan bahwa semua orang sudah pergi. Baru bergerak dari belahan kayu tempatnya berada untuk turun mengambil makanan dan mulai memakannya. Di siang hari dia lebih banyak rebah tengkurap dan bersantai sambil meletakkan kepalanya di atas kayu menghadap tempat air. Malam hari berjalan-jalan mengelilingi kandang, dan membuat bekas cakaran di kayu yang telah disediakan di dalam kandang untuk enrichment. Semua itu dilakukan bila tidak ada orang berada disekitar areal kandangnya. Bila dia melihat orang ada disekitarnya maka membuatnya selalu waspada dan menjauh, mencari tempat disudut yang ada penutup untuk mengamankan diri.

1 komentar:

  1. Salam kenal mbak.. Saya sangat tersentuh dgn ceritanya, tentang harimau sumatra. Apakah ada alamat khusus untuk dapat berdonasi? Walaupun sedikit, tp ingin ikut berkontribusi nyata. Mohon infonya mbak

    BalasHapus