Tampilkan postingan dengan label Harimau sumatera.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harimau sumatera.. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Maret 2016

Harimau Sumatera 'Giring' Korban Konflik dengan Manusia di Bengkulu


Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) korban konflik dengan manusia di Bengkulu. Tanggal 22 Maret 2016

GIRING, biasa kami memanggilnya, yakni seekor harimau sumatera berjenis kelamin jantan berusia 14 tahun yang kini sedang kami rawat di dalam salah satu kawasan hutan konservasi di Provinsi Bengkulu. Pada bulan Pebruari 2015, kami dari BKSDA Bengkulu telah mengevakuasinya dari perkebunan karet milik warga desa di Kabupaten Seluma karena terlibat konflik dengan manusia yang menyebabkan korban jiwa, salah satu warga meninggal dalam konflik tersebut. Perkebunan karet itu hanya berjarak beberapa meter dari areal HGU Perusahaan Sawit yang sudah land clearing, dan juga berbatasan langsung dengan Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang juga merupakan jalur jelajah dari harimau.

Human-Tiger Conflict di Bengkulu
Mencoba mengingat kembali cerita dari kepala desa disana tentang kronologis kejadian sehingga terjadi korban jiwa. Malam itu sepasang suami istri sedang menginap di sebuah pondok miliknya di kebun  karet saat terdengar suara raungan harimau di sekitar pondok mereka. Malam yang mencekam itu membuat mereka keluar dari pondok dan pindah mengungsi ke pondok milik warga lainnya. Istri korban sudah meminta untuk pulang kembali desa sementara waktu demi keamanan, namun suaminya meminta untuk tetap bertahan di lokasi tersebut. Esok paginya mereka kembali ke pondok miliknya karena merasa kondisi sudah aman dan harimau telah pergi menjauh. Seperti biasa mereka tetap bekerja untuk menyadap (mengambil getah) karet, dengan sang istri bekerja di depan pondok sedang suaminya bekerja di belakang pondok. Itu kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari bila sedang tinggal dan menginap di kebun. Pukul 10 pagi biasanya mereka akan bertemu kembali dan berkumpul di pondok usai kerja pagi itu, namun didapati sang suami tak kunjung pulang. Pagi itu istri korban mendengar suara binatang ternak (seperti suara kambing), dan mencoba keluar pondok dan mencari arah suara namun yang dilihat adalah seekor harimau sumatera yang sedang menghadang di depannya, dengan rasa takut dia kembali ke pondoknya. Suaminya yang ditunggu pun tak kunjung pulang, membuatnya nekat untuk mencari bantuan ke pondok-pondok lain di sekitar kebunnya. Ada sekitar 9 orang yang membantunya untuk mencari suaminya di kebun karet. Namun yang ditemui hanyalah helm yang sudah terlepas dan jaket suami yang sudah berlumuran darah serta peralatan penyadap getah karet, suaminya pun belum ditemukan. Mereka semua akhirnya kembali ke desa yang lumayan jauh lokasinya dari kebun karet tersebut, melaporkan kejadian itu kepada kepala desa dan pukul 3 sore beramai-ramai mencari korban, pada akhirnya bisa ditemukan namun sudah dalam kondisi mengenaskan dan meninggal. 

Rescue Harimau Korban Konflik dengan Manusia
Hanya perlu waktu kurang dari 10 menit saja untuk menangkap harimau itu di sekitar lokasi kejadian, yang tak jauh dari perbatasan HGU perkebunan sawit milik perusahaan yang berupa tanah terbuka dalam skala besar. Jejak-jejak harimau banyak terlihat berada tak jauh dari lokasi kejadian. Bahkan binatang buas itu belum menjauh dari lokasi saat tim rescue harimau dari BKSDA Bengkulu tiba disana, tidak seperti 5 ekor harimau lainnya yang setelah menerkam korban langsung menghilang dan masuk ke dalam hutan dan tak akan muncul kembali. Mungkin inilah jawabannya, dua minggu kemudian muncul 2 ekor harimau jantan lainnya yang sedang memperebutkan wilayah jelajah di sekitar lokasi tersebut. Kebun karet itu yang kondisinya penuh dengan semak belukar sepertinya merupakan jalur jelajah harimau sumatera, namun kondisinya sudah dirubah menjadi kebun karet dan lainnya sudah di-land clearing oleh perusahaan untuk disiapkan menjadi perkebunan sawit skala besar, sehingga tak dapat dihindarkan adanya tumpang tindih aktifitas di daerah yang sama antara harimau dengan manusia. Hasil pemeriksaan gigi harimau yang tertangkap menunjukkan bahwa usia harimau tersebut sudah tua. Saat tertangkap harimau diperkirakan berusia 13 tahun, jadi kini usianya sudah menginjak 14 tahun, padahal usia harimau liar diperkirakan hanya sampai 15 tahun. Kemungkinan dia tersingkir karena sudah tua dan digantikan oleh pejantan baru yang dominan yang saat itu sedang memperebutkan wilayah jalur jelajahnya. Harimau tua akan mencari mangsa yang lebih mudah untuk didapatkan. Sedangkan dari hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa harimau jantan ini mengidap penyakit parasit darah. Ini adalah harimau liar kedua yang  saya periksa dan terindikasi positif parasit darah. Tidak ada clinical signs yang spesifik untuk penyakit tersebut pada harimau liar, pada harimau betina yang menjadi korban konflik di wilayah Sumatera Barat dan terindikasi positif penyakit parasit darah hanya menunjukkan perilaku yang tidak aktif, perilaku lainnya tampak normal. Sedangkan harimau jantan yang menjadi korban konflik di wilayah Bengkulu tidak memperlihatkan gejala klinis, tampak sangat agresif dan perilaku lainnya terlihat normal. Hasil pemeriksaan darah secara mikroskopis saja yang bisa menunjukkan bahwa harimau-harimau tersebut menderita penyakit parasit darah. 

Perawatan Medis 
Harimau sumatera : sebelum pengobatan. Tanggal 20 Mei 2015.
Tidak hanya parasit darah yang ditemukan dalam pemeriksaan medis selama perawatan di kantor BKSDA Bengkulu, tetapi kami pun masih harus melakukan pemeriksaan dan operasi bedah mulut serta pengobatan kelainan yang ditemukan pada ronga mulut yakni pada gigi, gusi dan lidah. Setelah semua permasalahan itu bisa diatasi dengan baik dan bisa kembali sehat, akhirnya kami juga menemui masalah baru yakni penyakit kulit yang diduga disebabkan oleh jamur, menyebabkan rambut hampir di seluruh tubuh mengalami kerontokan. Saya berdiskusi dengan kolega dokter hewan di Eropa, dan saya selalu merasa puas bila berdiskusi dengannya tentang harimau dan permasalahannya. Kami memang tidak melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan mikologi di laboratorium karena pengambilan sampel berarti harus mengulang melakukan pembiusan, pemeriksaan laboratorium berarti juga membutuhkan dana untuk transport specimen dan biaya pemeriksaan. Sedangkan perawatan harimau itu kami lakukan dengan dana dan fasilitas seadanya tanpa bantuan pihak lain. Dan saat itu kami juga dibebani untuk merawat dua ekor harimau sekaligus dengan segala keterbatasan fasilitas. Setelah menjalani pengobatan selama 4 (empat) bulan dan perbaikan ventilasi serta sanitasi akhirnya harimau bisa kembali sehat dan rambut tumbuh kembali. Sebagai dokter hewan kebahagiaan itu akan dirasakan saat berhasil mengobati satwa hingga sembuh kembali dan kondisinya menjadi lebih baik.

Meskipun dalam perjalanan tugas kerja kami terkadang juga mendapat banyak tekanan, intimidasi bahkan diskriminasi kepentingan, satwa korban konflik dan perburuan liar belum menjadi target fokus dari banyak pihak, jadi apapun yang terjadi padanya belum menjadi perhatian bersama. Sudah sembilan tahun saya merasakan hal ini, namun tak apa meski kenyataannya tidak seindah saat dalam rapat, workshop atau seminar atau diatas kertas bahwa ini adalah salah satu satwa prioritas yang harus diperhatikan. Saya memang bekerja secara mandiri, tidak punya lembaga besar yang bisa mempengaruhi kebijakan, dan institusi terkait pun masih sibuk menggunakan sebagian besar anggarannya untuk hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan satwa korban konflik dan perburuan. Ya, satwa memang belum menjadi prioritas, meski korban selalu ada setiap tahunnya.

Relokasi Harimau Sumatera
Relokasi harimau sumatera ke TWA Seblat. 
Tanggal 28 Oktober 2015.
Tanggal 28 Oktober 2015, saat pemuda pemudi Indonesia merayakan hari Sumpah Pemuda, kami disibukkan dengan merelokasi harimau korban konflik agar ditempatkan ke tempat perawatan yang lebih baik, dengan sekitarnya hutan agar mereka merasakan seperti berada di tempat alaminya, bukan berada di sekitar manusia. Meskipun sudah merawatnya begitu lama, namun sifat liarnya masih bisa dipertahankan dan belum berubah, ya karena selama ini kami bekerja untuk harimau liar dan bukan harimau captive, perawatan dengan cara mengisolasi dan sebisa mungkin membatasi kontak dengan manusia, serta membiarkannya lebih banyak kontak dan mendengar suara satwa liar yang ada disekitarnya seperti babi hutan, siamang, owa, monyet ekor panjang, simpai, burung dan suara-suara dari penghuni hutan lainnya. Relokasi itu bagi kami tidak ada sangkut-pautnya dengan desakan banyak pihak agar harimau sumatera tersebut dirawat dalam kondisi yang layak. Mungkin mereka perlu tahu bahwa kami pun sejak sembilan tahun yang lalu juga menginginkan hal yang demikian, dan terus-menerus berusaha agar hal itu bisa terwujud, meskipun setelah sembilan tahun berlalu impian itu belum ada tanda-tanda untuk terwujud, karena kami tahu diri dan menyadari bahwa Provinsi Bengkulu tidak masuk prioritas untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Namun apakah dengan mendesak, mengintimidasi tanpa berbuat nyata hal itu bisa dilakukan, tentu tidak. Merawat harimau sumatera bukan seperti main sulap, yang bisa dirubah dalam waktu sekejab. Dan yang menjadi pertanyaan adalah kemana saja mereka yang ambisius dan lantang mengintimidasi, mengkritik, menekan kami dengan berbagai cara dengan mengatasnamakan peduli dengan harimau sumatera saat kami membutuhkan lokasi perawatan yang lebih layak, saat kami membutuhkan pakan harimau, saat kami membutuhkan obat-obatan, saya tidak pernah mendengar suaranya dengan lantang ingin membantu. Kemanakah mereka ???? Saya sendiri pun masih suka bersedih bila mengingat masa-masa sulit itu bahkan tidak ingin mengingatnya lagi, menyinggungnya saja bisa membuat air mata ini mengalir.  

Monitoring Perilaku selama Perawatan
Harimau jantan bernama Giring masih tampak liar, dan terlihat selalu tampak waspada. Setiap ada orang yang berjalan mendekati kandangnya membuatnya memberi suara peringatan meskipun orang tersebut belum terlihat. Bahkan saat diintip dari balik pintu melalui lubang kecil meski tanpa suara, dia akan selalu tahu dan matanya langsung tertuju ke arah pintu. Saat pintu dibuka reaksi pertama pasti menggertak dengan posisi menerkam dengan suara raungan yang keras dan menciutkan nyali, sorot matanya yang tajam tak akan pernah lepas mengawasi setiap gerakan orang di sekitarnya. Semakin banyak orang yang ada disekitar kandangnya semakin membuatnya merasa terancam dan ingin menerkam, namun bila hanya satu orang saja yang masuk di dalam lokasi kandangnya, harimau akan tampak lebih tenang, dan tidak merasa terganggu saat dibersihkan kandangnya, bahkan terlihat relax, dan matanya tidak akan memperhatikan gerak-gerik orang sepanjang waktu.

Itu mengapa dalam setiap kegiatan rescue/ upaya penyelamatan harimau terjerat atau harimau yang berkonflik dengan manusia, kami selalu mengisolasi lokasi agar tidak banyak orang yang mendekati harimau. Untuk pembiusan dan melepas jerat harimau biasanya hanya dokter hewan dan petugas yang bersenjata yang mengamankan dokter hewan saja yang mendekati harimau, sedangkan anggota tim lainnya berada jauh dari lokasi yang tidak terlihat oleh harimau, karena untuk meminimalkan stress dan membuat harimau agar tidak merasa terancam. Bila harimau terancam dan panik akibatnya jauh lebih fatal, yakni bisa menyerang karena ingin mempertahankan diri. Dan harimau yang sudah terlanjur stress akan sulit dibius, karena efek obat bius menjadi tidak maksimal. Begitu juga dalam penanganan konflik antara manusia dan harimau, harus diusahakan sebisa mungkin agar masyarakat banyak tidak mendekati/ mengepung bahkan mengintimidasi harimau, karena harimau bisa menyerang karena merasa terancam. Biarkan orang yang bertugas untuk menangani harimau bekerja dengan baik, dan petugas lainnya menangani masyarakat agar tidak mendekat. Harimau akan memilih untuk menghindar bila tidak didesak/ dikepung banyak orang.

Setelah selesai pembersihkan kandang, kemudian pemberian pakan berupa pakan alami/ satwa mangsa alami. Ketersediaan pakan alami yang melimpah membuat kami tak pernah kekurangan pakan untuk harimau. Dalam perawatan harimau dengan positif penyakit darah memang harus dihindari kondisi stress dan perlu nutrisi yang cukup. Untuk itu, kami mengisolasinya dengan lingkungan sekitarnya berhutan adalah untuk mengurangi stress, agar harimau merasa nyaman karena berada di tempat alami seperti tempat hidupnya yang dulu, ditambah dengan pemberian pakan/ nutrisi yang cukup sesuai kebutuhan. Kondisi stress dan asupan nutrisi merupakan faktor predisposisi bagi penyakit parasit darah ini, sehingga kedua hal tersebut harus dipenuhi, yakni menghindari stress dan memberikan nutrisi yang cukup. 

Kondisi harimau masih liar sehingga tidak mau makan saat masih ada orang disekitarnya. Begitu pintu pagar areal kandang ditutup, dan kami satu-persatu pergi menjauh, saya mengamati apa yang dia lakukan. Posisinya berubah duduk seperti anjing, sambil kepala mendongak mengawasi kearah luar dan sekeliling untuk memastikan bahwa semua orang sudah pergi. Baru bergerak dari belahan kayu tempatnya berada untuk turun mengambil makanan dan mulai memakannya. Di siang hari dia lebih banyak rebah tengkurap dan bersantai sambil meletakkan kepalanya di atas kayu menghadap tempat air. Malam hari berjalan-jalan mengelilingi kandang, dan membuat bekas cakaran di kayu yang telah disediakan di dalam kandang untuk enrichment. Semua itu dilakukan bila tidak ada orang berada disekitar areal kandangnya. Bila dia melihat orang ada disekitarnya maka membuatnya selalu waspada dan menjauh, mencari tempat disudut yang ada penutup untuk mengamankan diri.

Rabu, 03 April 2013

Catatan Perjalanan : Membantu Zoological Society of London dan BKSDA Sumatera Selatan dalam kegiatan pemasangan GPS Colar pada Harimau Sumatera untuk tujuan penelitian

" Pemasangan GPS Colar pada harimau dapat berfungsi untuk mengetahui jalur jelajahnya dan memantau keberadaannya dalam suatu kawasan hutan.  Pemasangan colar pada harimau liar memerlukan tenaga dokter hewan untuk membantu tim peneliti dalam melakukan penangkapan dan pembiusan serta pelepasliaran kembali "

Suaka Margasatwa Dangku - Sumatera Selatan
Tim Pemasangan GPS Colar pada Harimau Sumatera

Kegiatan research ini dilakukan oleh Zoological Society of London (ZSL) yang bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan.  Sebelum melakukan kegiatan dilakukan persiapan-persiapan seperti pengurusan perijinan dan koordinasi pada pihak-pihak terkait seperti Kementerian Kehutanan, LIPI, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) karena juga melibatkan dokter hewan asing, serta pihak-pihak yang akan terlibat dalam penelitian ini.  Dan sebelumnya juga telah diadakan pelatihan khusus di BKSDA Sumsel bagi anggota tim yang akan terlibat dalam membantu penelitian.

Seperti biasa saya menginap di Hotel Feodora Airport, Jl. H. Burlian Km 9,5 Palembang.  Saya tiba di Palembang malam hari, dan langsung disambut oleh Dr. John Lewis, kolega dokter hewan harimau yang telah lama saya kenal, yang punya banyak pengalaman menangani harimau di banyak negara terutama di Rusia, dia langsung menjabat tangan dan memeluk saya, sudah lama kami tidak bertemu dan menawarkan untuk membawakan kedua daypackku. Saya memang membawa daypack lebih dari satu, yang satu untuk peralatan pribadi dan satunya lagi khusus untuk peralatan dan obat-obatan untuk rescue harimau. Kemudian Dr. Taina Strike yang saya kenal sejak setahun yang lalu juga menghampiriku dan memelukku, dia adalah seorang dokter hewan satwa liar yang sehari-harinya bekerja di London Zoo.  Kemudian saya bergabung dengan mereka yang sedang ngobrol di restoran hotel dengan  beberapa teman dari Taman Safari, yakni Drh. Novan dan Mimin (paramedis) yang juga baru datang malam itu. Seperti biasa kami saling menanyakan khabar dan kesibukan masing-masing, dan akhirnya pembicaraan kami mengarah ke topik tentang harimau di sumatera. Malam itu saya dan Dr. John melanjutkan pembicaraan dengan berdiskusi serius tentang tropical infectious diseases pada harimau liar dan domestic animal dan berlanjut sampai besok pagi saat sarapan,dan menjelang keberangkatan kami ke Suaka Margasatwa Dangku , serta  kami juga mendiskusikan tentang seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang mengalami paresis pada tubuh bagian belakang yang sedang saya rawat saat ini. Esok harinya pada tanggal 18 Maret 2013 kami bertemu anggota tim di TWA Punti Kayu untuk melakukan uji coba box trap dan briefing sebelum berangkat ke lokasi di Suaka Margasatwa Dangku.  Saat briefing dan diskusi hari itu ada sedikit perbedaan pendapat tentang sebaiknya waktu pembiusan dan handling harimau dilakukan. Kolega saya berpendapat bahwa bila harimau memasuki box trap malam hari maka pembiusan sebaiknya dilakukan pada malam hari itu juga untuk menghindari harimau stress cukup lama dalam box trap sehingga bisa menyebakan kerusakan pada gigi taring karena harimau menggigiti besi jeruji dari box trap.  Namun saya punya pendapat berbeda, karena pada malam hari pandangan mata orang akan terbatas, akan sulit melakukan monitoring respirasi, pulsus, temperatur selama pembiusan karena kurang cahaya, dan tidak akan aman bagi peralatan, juga bagi tim bila ada satwa liar lainnya  disekitar kami juga tidak aman bagi anggota saat pelepasliaran harimau kembali, karena harimau akan sulit dimonitoring saat hari gelap. Menurut pengalaman saya sendiri pada siang hari saja harimau berada dalam jarak 1-2 meter di belakang tim kami tidak terlihat karena terhalang semak-semak, apalagi malam hari, dan juga stress pada harimau yang masuk ke dalam kandang perangkap sehingga menimbulkan luka dan rusaknya gigi dan gusi dikarenakan kandang perangkap tidak segera ditutup kemudian dilihat oleh banyak orang. Sehingga perlunya segera menutup kandang perangkap bila harimau sudah memasuki kandang dan melarang orang mendekati  box trap kecuali petugas yang telah ditunjuk untuk handling.  Apalagi kondisi hutan di Sumatera penuh dengan tanaman resam dan belukar sehingga tidak aman bagi tim melakukan handling harimau malam hari.  Karena adanya perbedaan pendapat, akhirnya disepakati bahwa keputusan tentang penangannan harimau tergantung penanggung jawab anesthesi, akhirnya saya yang diminta untuk memutuskan.  Selain itu sebelumnya dalam meeting juga dilakukan pembagian  tugas bagi anggota tim, dan telah ditunjuk dan disepakati sebagai berikut :

Tugas
Nama
Institusi
Team Leader Grup I
Edy
BKSDA Sumsel
Team Leader Grup II
Azen
SPORC
Penanggung Jawab Anesthesi
& Pemeriksaan Medis
Drh. Erni Suyanti Musabine
BKSDA Bengkulu
Koleksi Sampel & Pemasangan Microchip dan GPS Colar
Drh. Novan
TSI Prigen
Mimin
TSI Cisarua
Supervisor
Dr. John Lewis

Recorder
Dr. Taina Strike
ZSL – London Zoo
Dokumentasi
Ifran
ZSL
Iding Achmad Haidir
ZSL

di Kantor ZSL - Palembang
Jalan Masuk menuju SM Dangku
Pukul 09.00 WIB saya dan kedua kolega dokter hewan dari UK check out dari hotel dan dijemput menuju kantor ZSL di Palembang, Dr. John dan Dr. Tai mempersiapkan immobilization dan examination worksheet disesuaikan  dengan yang dibutuhkan di lapangan, sedangkan saya bersama Drh. Novan mengecek perlengkapan medis dan obat-obatan yang akan dibawa.  Karena dalam kondisi sakit akhirnya Drh. Novan membatalkan untuk bergabung ke lapangan. Dan diputuskan hanya kami bertiga, saya, Dr. John dan Dr. Tai yang akan berangkat mendampingi tim ZSL dan BKSDA Sumsel. Baru pukul 10.47 WIB kami bersama tim menggunakan 3 buah mobil berangkat menuju kantor Resort KSDA Dangku.  Kebetulan saya satu mobil dengan Pak Mul Kepala Resort Dangku dan anggota Tim lainnya Dunan dari ZSL serta Marto dari BKSDA Sumsel menggunakan mobil tersendiri, sedangkan Dr. John dan Dr. Tai bersama kawan-kawan ZSL lainnya, yakni Dudy dan Ifran mengendarai mobil yang berbeda, dan satu lagi mobil patroli yang dikendarai oleh Pak Edy dan kawan-kawan dari BKSDA Sumsel.  Pukul 12.00 WIB selanjutnya menuju sebuah areal perkebunan masyarakat yang dekat dengan lokasi Suaka Margasatwa Dangku.  Sepanjang perjalanan tampak perkebunan sawit perusahaan BSS dan perusahaan sawit lainnya dan banyak tanda papan bertuliskan Conoco Phillips di sepanjang kanan dan kiri jalan poros yang menandakan bahwa disekitar sana juga merupakan areal eksplorasi minyak. Kami diturunkan di sebuah pondok milik warga di dalam areal perkebunan sawit dan karet.  Pondok yang begitu sederhana itu akan menjadi tempat tinggal kami bertiga, saya bersama kedua rekan dokter hewan, Dr. John dan Dr. Tai yang akan menempati pondok tersebut selama membantu kegiatan penangkapan harimau untuk penelitian.

Tanggal 20 Maret 2013 adalah hari yang sibuk buatku, sejak pagi saya bersama kedua kolega dokter hewan sibuk mempersiapkan peralatan medis dan obat-obaan yang dibutuhkan yang akan kami kemas dalam ransel agar mudah dibawa ke dalam hutan. Obat-obatan dan peralatan untuk pengambilan sampel diletakkan dalam satu ransel ukuran 60 liter, sedangkan khusus peralatan medis dalam satu ransel ukuran 60 liter juga dan ditambah satu tas lagi khusus untuk peralatan pemeriksaan harimau selama pembiusan. Saya bersama Dr. Tai mengemas satu per satu peralatan tersebut sesuai dengan kegunaannya, hal ini sangat penting untuk mempermudah kerja di lapangan dalam pemeriksaan medis maupun pengambilan sampel.  

Tidak semua alat medis dan obat kami bawa, sisanya kami tinggalkan di basecamp, hanya beberapa saja dengan jumlah yang cukup dan lengkap yang dibawa ke lapangan, mengingat perjalanan ke dalam hutan yang sulit karena harus melewati jalan buruk yang berlumpur dan licin.  Kami asumsikan bahwa harimau yang akan ditangani adalah satu ekor, sehingga peralatan yang dibawa hanya untuk keperluan restraint satu ekor harimau. Setelah itu selesai, kami menuju kawasan Suaka Margasatwa Dangku, yang terletak sekitar 3 km dari lokasi basecamp kami untuk survey lokasi, pemasangan box trap, pemasangan camera trap serta check transmitter.  Cukup melelahkan dan panas. menjelang sore baru selesai.  Sore harinya saya bersama beberapa teman, yakni Dudy dari ZSL dan Pak Edy dari BKSDA Sumsel keluar untuk menitipkan ice pack dan cold box yang akan digunakan untuk penyimpanan sampel darah di perusahaan sawit BSS karena mereka yang mempunyai fasilitas refrigerator dan lokasinya terdekat dari basecamp kami. Kemudian kami menuju kantor Resort KSDA Dangku dan berbelanja kebutuhan serta makan malam diluar.  Kembali ke basecamp sudah malam, sekitar pukul 21.00 WIB.  Sampai di pondok, Dr. John turun dari pondok dan menyapaku, serta dengan perasaan agak kesal dia menanyaiku, "dari mana saja, lama sekali kamu pergi ?" "Kami punya banyak urusan di luar sana.", sambil berlalu meninggalkannya dan langsung mengambil sleeping bag dan tidur, agar tidak ada lagi pertanyaan selanjutnya, karena aku menduga dia sedang kesal karena kami pergi meninggalkan basecamp terlalu lama. 


Ruang Kerja di Lapangan
Tanggal 21 Maret 2013, saya menghabiskan waktu seharian untuk menulis daftar obat bius dan obat-obatan yang diperlukan dalam kondisi darurat beserta dosisnya per kg berat badan harimau. Kebiasaan saya sebelum pergi ke lapangan untuk restraint harimau atau satwa liar lainnya yakni telah mempersiapkan list obat-obatan yang akan dipakai beserta dosisnya, dan catatan itu yang akan dibawa ke lapangan untuk mempermudah pekerjaan. Sisa waktu kupakai untuk membuat catatan di buku saku tentang wildlife immobilization drugs untuk semua jenis satwa liar yang sering saya tangani yang bisa dibawa kemanapun saya pergi. Karena hari itu sangat serius menulis, akhirnya teman-teman membuatkanku sebuah meja kerja kecil dan lengkap dengan tempat duduknya.  Lumayan bisa dipakai sebagai tempat kerja di hutan :) Sore harinya kami habiskan waktu dengan bercanda dan saling bercerita yang lucu-lucu yang membuat kami semua tertawa dalam versi bahasa Inggris tentunya karena kedua rekan kami ada yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Esok harinya, setelah selesai Shalat Jumat, kami mengadakan training kembali tentang : 
  • Pembuatan / memodifikasi box trap untuk kandang pelepasliaran kembali harimau ke habitatnya.
  • Pembagian tugas dan mendaftar peralatan yang dibutuhkan dalam release harimau.
  • Demo pemakaian box trap untuk pelepasliaran.
Malam harinya kami manfaatkan untuk English course bersama Dr. John dan Dr. Tai tentang pronounciation dengan British accent, karena selama ini tanpa kusadari ternyata saya sendiri lebih sering berbicara menggunakan American accent menurut mereka.

Pengecekan Box Trap Setiap Pagi
Setiap hari pekerjaan kami adalah menunggu dan menunggu, berharap harimau datang dan masuk box trap yang dipasang.  Berdasarkan hasil dari camera trap, harimau yang menjadi target kami telah melintas di lokasi tersebut sekitar sebulan yang lalu, dan berharap saat ini waktunya dia datang melintas kembali.  Sebelumnya kami ditunjukkan photo-photo dan video beberapa ekor harimau sumatera yang akan menjadi target penelitian disana oleh Sabil (Muhammad Sabilillah), koordinator lapangan ZSL. Hmm....membuatku tak sabar ingin segera melihat  mereka, harimau-harimau itu. Dan semua harimau yang tertangkap camera trap disana telah diidentifikasi per individu dan diberi nama oleh Sabil. Beberapa orang anggota tim kami juga ada yang bertugas mengecek kondisi box trap setiap pagi, dan memberi makan kambing sebagai umpan untuk harimau.  Dan di waktu tertentu ada yang bertugas untuk mengecek alarm/ transmitter yang kami pasang di box trap dengan radio transmitter yang dihubungkan dengan antena tinggi yang diletakkan di basecamp, bila frekuensi suaranya lebih cepat dari normal maka pintu box trap menutup dan kemungkinan harimau telah masuk kandang perangkap atau mungkin hewan lainnya.  Ini adalah cara yang sangat efektif  dan aman untuk mengecek box trap setiap saat dari jarak jauh yakni dari basecamp, selain melakukan pengecekan langsung ke lokasi box trap setiap pagi hari. Saya sendiri juga berkesempatan untuk ikut bergabung dengan tim yang melakukan pengecekan langsung tentang kondisi box trap di SM Dangku bersama Kang Iding Achmad Haidir, Pak Gatot dan Pak Dony dari BKSDA Sumsel.    Di sepanjang jalan menuju box trap masih terlihat banyak jejak babi hutan, dan tak jauh dari sana juga masih terdengar suara Owa Sumatera (Hylobates agilis ungko) bersaut-sautan antara jantan dan betina, ini menandakan bahwa harimau belum berada dekat lokasi tersebut. Dalam perjalanan pulang motor trail seorang teman terpeleset jatuh karena jalan licin dan berlumpur, membuatku tertarik untuk memotretnya :)

Mengisi waktu luang
Capung
Menunggu adalah hal yang membosankan, selama berada di basecamp tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan, rutinitas sehari-hari hanya makan dan tidur dan ngobrol dengan kawan lainnya.  Akhirnya waktu luang yang ada saya gunakan untuk menyalurkan hobby photography, kali ini targetnya adalah memotret insecta di sekitar base camp, yang telah kulakukan selama beberapa hari.  Melihatku sering membawa camera saat berjalan-jalan di sekitar basecamp dan memotret apa saja yang menarik perhatianku, membuat Dr. John berkomentar, "Kamu terlihat seperti American tourist saja"......hehe! Kegiatan ini terasa mengasyikan karena penuh tantangan, memotret insecta tidak semudah yang kubayangkan, apalagi beberapa insecta yang kutemui terkadang tidak mau  hinggap lama dan diam. Akhirnya saya berhasil mengumpulkan beberapa koleksi photo dari berbagai species kupu-kupu, capung dan lainnya.  

Waktu luang yang ada juga saya pakai untuk main game di ponsel dan belajar main kartu (main song istilah permainan kartu yang biasa dimainkan oleh orang-orang di Sumatera).  Dan kesepakatannya yang kalah dalam permainan yang harus memakai helm selama permainan, bisa dibayangkan siang hari dalam tenda sangat panas dan harus memakai helm tertutup yang membuat kepala pun terasa panas.  Dan kebetulan dari awal dan akhir permainan, saya selalu selamat dari kekalahan sehingga terhindar dari hukuman dengan memakai helm. Menurut teman-teman itu karena "gurunya yang mengalah kepada murid atau muridnya yang terlalu pintar mengecoh guru", sehingga yang mengajari main kartu pun kalah bermain dengan yang diajari :)
Saya juga mengisi waktu luang dengan bereksperimen memasak, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada kemudian dimakan bersama-sama. 

Mengisi waktu luang dengan nonton film harimau
Di malam hari waktu luang yang ada kami pakai untuk nonton film bersama dari laptop.  Film pilihan pertama yang ditonton adalah " Life of Pi " sepertinya sangat cocok ditonton karena sesuai dengan aktivitas kami yang juga berhubungan dengan harimau, meskipun dalam film itu tentang harimau benggala.  Kemudian dilanjutkan dengan film lainnya tentang Suku Aborigin di Australia. Sungguh menghibur menonton film dari layar monitor 14' di pedalaman.  Semua tampak serius menonton film itu dengan duduk rapi di depan laptop.
Selain itu kami juga menyempatkan diri berjalan-jalan keluar, ke desa terdekat.  Berada di basecamp dalam waktu lama dan dengan rutinitas yang selalu sama setiap hari terkadang membosankan.  Dengan mendatangi tempat baru dan melihat aktivitas masyarakat di sana sudah sangat menghibur. Desa itu namanya Bondon, hanya terlihat sedikit rumah disana, dengan satu jalan poros dan rumah warga ada disepanjang kiri dan kanan jalan poros tersebut.  Sekilas tidak seperti desa, tapi mengingatkanku akan camp di Hutan Harapan Jambi, rumah pondok berbaris hanya disekitar kiri dan kanan jalan saja, dan belakangnya kebun dan belukar.  Udaranya sangat panas, mengingatkanku saat berada di PLG Minas Riau. Selain perusahaan besar, di dekat sana juga ada penambang minyak secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan diolah secara tradisional menjadi bensin, minyak tanah dan solar.  Mereka melakukan pengeboran sedalam 100 m sampai dengan 300 m, seperti menggali sumur.  Namun sayangnya saya tidak punya kesempatan untuk melihatnya.
Budaya gotong royong di masyarakat
yang masih dipertahankan
Sepulang dari desa tersebut, kami singgah di salah satu rumah penduduk lokal, dan melihat warga sedang gotong royong membangun rumah.  Dan yang bergotong royong disana sebagian besar orang Jawa.  Sungguh kagum melihat budaya gotong royong masih dipertahankan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, namun kenapa pemandangan seperti itu hanya bisa kita temui di daerah terpencil dan pedalaman.  Sepertinya semakin maju perokonomian, dan semakin maju suatu tempat, pola pikir orang sudah materialistis, sulit menemui kerja sukarela seperti ini untuk saling membantu antar warga. Semakin maju suatu tempat sepertinya motto orang berganti, 'Ada uang ada kerja'.

Tanggal 25 April 2013, Dr. Tai pulang lebih awal dan harus kembali ke London karena memang tidak bisa lama bersama kami, dia keluar  bersama dengan seorang paramedis dari TSI yang diperbantukan untuk mendukung kegiatan tersebut.  Jadi, untuk urusan medis hanya tinggal saya sendiri sebagai dokter hewan yang akan menangani harimau tersebut dan dibantu Dr. John sebagai supervisor.

Base Camp
Pondok
Base camp kami berada di dalam perkebunan sawit dan karet masyarakat yang berdekatan dengan Suaka Margasatwa Dangku, dan berjarak sekitar 3 km dari jalur jelajah harimau.  Tempat tinggal kami berupa pondok kayu berlantai dua yang sangat sederhana, terbuat dari kayu papan dan sudah beratap genting, dan banyak pohon rindang disekitarnya sehingga terasa sejuk.  Saat pertama kali tiba, saya melihat kesekitar pondok untuk mengetahui kondisinya dan mencari tangga untuk naik keatas pondok.  Tidak ada tangga yang kutemukan, dan saya berusaha dengan berbagai cara untuk bisa naik keatas tapi tidak berhasil karena lantainya terlalu tinggi.  Akhirnya menemukan tangga berada di dalam pondok dan kami bertiga naik ke atas pondok dan mencoba menikmati rumah baru kami untuk sementara waktu.  Kami  mulai membersihkannya, dan menata barang-barang serta menyiapkan lokasi untuk tidur. Semua jendela dan pintu kami buka agar tidak pengap dan ruangan menjadi terang, dan tidak pernah kami tutup agar sirkulasi udara lancar kedalam dan keluar ruangan. Kami sempat terusik dengan adanya semut dalam jumlah banyak di lantai tempat tidur kami dan kehadiran tikus-tikus yang berlarian di atap serta bocor saat hujan deras. Bagian bawah pondok berlantai tanah digunakan untuk penyimpanan alat dan logistik serta dapur untuk memasak. Pondok kayu itu hanya kami tempati bertiga, saya, Dr. John dan Dr. Tai.  Anggota tim lainnya mendirikan tenda tak jauh dari pondok untuk tempat tidur dan menaruh peralatan pribadi mereka.  Hidup di pedalaman, tanpa listrik, tanpa signal dan tanpa akses internet terkadang membuat rasa tenang dan nyaman karena tidak akan terusik dengan banyaknya permasalahan.  Tempat ini seolah menjadi tempat untuk rekreasi buatku karena tidak terganggu dengan masalah pekerjaan untuk beberapa saat.

Kamar mandi dan toliet.
Kamar Mandi Terbuka
Jangan pernah dibayangkan bahwa kamar mandi dan toilet dalam keadaan tertutup karena berada di lokasi perkebunan dan rumah warga.  Yang ada hanyalah sungai kecil, juga sumur yang terbuka. Toliet pun hanya berupa lubang galian tanpa penutup.  Bahkan kami menyebut bahwa toliet telah disediakan seluas kebun sawit itu. Karena saya sendiri sudah seringkali keluar masuk hutan sehingga sudah terbiasa menjumpai kondisi yang seperti itu dan punya banyak cara untuk bisa mandi dan berganti baju dengan aman di tempat terbuka.




Konsumsi

Pindang Ayam
Kami tidak pernah kesulitan dan kekurangan makanan, karena ZSL menyewa seorang warga desa yang tak jauh dari pondok kami untuk memasak setiap hari untuk anggota tim.  Bahkan penjual sayuran pun datang hampir setiap hari sesuai dengan pesanan bila jalan sedang tidak dalam kondisi buruk dan berlumpur. Sehingga kami tak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang berhubungan dengan konsumsi, kami bisa makan teratur dengan menu yang bervariasi :) Disini pun saya tertarik mencoba makan berbagai daun-daunan untuk lalapan yang sebelumnya saya tidak tahu ternyata pucuk daun-daun itu bisa dimakan.  Ilmu survival baru yang saya dapat selama bekerja bersama mereka :)

Transportasi
Mobil Hiline dan Ford Ranger standby setiap hari di base camp serta 3 buah motor trail untuk mempermudah pergerakan kami dalam berkegiatan. Di hari-hari terakhir ditambah dengan mobil SPORC yang anggotanya juga bergabung dengan kami.

Peralatan Medis dan Obat-Obatan
Peralatan medis kami klasifikasikan menjadi tiga golongan sesuai dengan fungsinya, yakni peralatan pembiusan, peralatan pemeriksaan medis dan pengobatan serta peralatan untuk pengambilan dan penyimpanan sampel. Dan peralatan pendukung lainnya untuk penelitian yakni microchip untuk penandaan individu dan GPS colar untuk mengetahui jalur jelajahnya.    Sedangkan obat-obatan yang digunakan kami golongkan dalam beberapa paket, yakni obat untuk pembiusan, obat untuk penanganan kondisi darurat, serta untuk pengobatan bila ada luka traumatik dan lain-lain.

Anggota tim
Anggota Tim Pemasangan GPS Colar pada Harimau Sumatera

Dalam kegiatan penangkapan harimau untuk tujuan penelitian ini dilakukan oleh ZSL bersama BKSDA Sumatera Selatan, dan dibantu oleh  beberapa dokter hewan, yakni saya sendiri, dan dua orang dokter hewan dari UK serta seorang paramedis dari TSI, juga SPORC.  Ada dua tim yang telah dibentuk untuk mendukung kegiatan tersebut yang akan bekerja secara bergantian.

Kegiatan ini direncanakan akan berakhir tanggal 4 April 2013, tetapi karena alasan keamanan akhirnya BKSDA Sumsel menarik seluruh anggota tim untuk kembali ke Palembang lebih awal.  Hal ini disebabkan karena beberapa hari sebelumnya dilakukan operasi gabungan untuk pengusiran perambah di Suaka Margasatwa Dangku, setelah kejadian tersebut terdengar issue perambah akan melakukan demonstrasi ke BKSDA Sumsel dan Resort KSDA Dangku, mengingat lokasi kami dekat dengan lokasi perambah tersebut dan dikhawatirkan akan menjadi sasaran amukan massa maka kami mengakhiri kegiatan lebih cepat dari jadwal semula untuk keamanan anggota tim dan kembali ke kota Palembang.  Target belum berhasil didapatkan dan direncanakan akan dilanjutkan dilain kesempatan.  Setiap kegiatan memang tidak selamanya sesuai dengan rencana, terkadang juga menjumpai banyak hambatan, dan saya yakin setiap anggota tim masih tetap semangat untuk melanjutkan kegiatan ini di lain waktu.  Bekerja dengan satwa liar di hutan memang memerlukan kesabaran yang tinggi selain perencanaan yang bagus, karena kita yang harus mengikuti perilaku satwa liar dan bukan memaksa satwa liar untuk mengikuti perlakukan kita dengan cara apapun.

Farewell Party

Api Unggun
Di malam terakhir kami mengadakan pesta perpisahan, acara ini
Sabil dengan ayam bakarnya
muncul dari ide yang spontan.  Saat kami sedang nongkrong bersama  tiba-tiba muncul ide untuk bikin farewell party. Membuat api unggun, dan bakar ayam kampung selanjutnya dimakan bersama-sama. Hujan yang selalu datang hampir tiap hari tidak membatalkan niat kami untuk membuat acara perpisahan di  malam itu.  Sungguh menyenangkan, menikmati malam terakhir dengan api unggun dan makan ayam bakar bersama-sama. Indahnya kebersamaan.