Surabaya 22 November 2015, Sepulang dari Taman Nasional Baluran saya singgah ke Surabaya terlebih dulu, Jawa Timur untuk mengunjungi keluarga, teman-teman satu organisasi di Pecinta Alam Wanala Unair dan mengunjungi Universitas Airlangga, kebetulan saya sedang ada urusan dengan bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Hewan dan Rektorat Universitas Airlangga. Selain itu kesempatan yang ada juga saya pakai untuk menemui dosen di Departemen Patologi Klinik dan Anatomi untuk berdiskusi.
Sebelumnya, selama berada di Taman Nasional Baluran saya mendapat telepon dari Project Leader-nya Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU) atau lebih dikenal dengan sebutan PHS-KS, yakni Tim Patroli dan Investigasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sering bekerja denganku dalam penanganan harimau bermasalah di Jambi dan Bengkulu. Setiap kali mendapat telepon dari mereka selalu membuatku sport jantung karena selalu berpikir, "Apa yang terjadi dengan harimau disana ? " Padahal waktu itu mereka hanya ingin mengundangku sebagai pembicara pada acara pelatihan tentang Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar terutama Harimau, Gajah dan Beruang, karena tiga species itu yang selama ini sering terlibat konflik dengan manusia di sekitar TNKS.
Hari Selasa, tanggal 24 November 2015 saya sudah harus kembali ke Bengkulu, sehingga sehari sebelumnya saya mulai mengurus transportasi untuk kegiatanku beberapa hari kedepan. Membeli tiket penerbangan dari Surabaya ke Bengkulu dengan transit di Jakarta, kemudian memesan travel untuk perjalanan dari Bengkulu menuju Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Diluar urusan transportasi saya juga harus menyelesaikan materi presentasi untuk Pelatihan tentang Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar di TNKS dan sudah harus saya kirimkan via email kepada panitia disana. Semua itu saya kerjakan saat masih berada di Surabaya. Ya begitulah, pada kenyataannya saya memang tidak membutuhkan kantor untuk bekerja karena biasa mengerjakan pekerjaan dimana saja, dalam perjalanan, di pinggir jalan, di kafe, diatas kapal laut dan lain-lain asalkan ada instalasi listrik dan jaringan internet itu sudah cukup, untuk pekerjaan yang sifatnya bukan praktisi bisa diselesaikan dimana saja. Saya kembali ke Kota Bengkulu menggunakan penerbangan pagi dan sampai di Kota Bengkulu siang hari. beberapa jam untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor BKSDA Bengkulu sebelum pergi kembali. Hari itu saya tidur lebih cepat agar sakit tidak bertambah parah dan demam turun.
Pagi pukul 07.00 WIB mobil travel menjemputku di rumah, ternyata penumpangnya hanya saya sendiri. Hari itu saya harus menempuh perjalanan sekitar 10 - 12 jam menuju Kota Sungai Penuh, Kerinci. Kondisiku sedang kurang sehat, sejak di Surabaya saya sudah merasakan sakit demam dan batuk, sepertinya infeksi tenggorokan saya sedang kambuh. Kerinci adalah tempat yang indah, saya sangat menyukainya, udaranya sejuk, dingin, kota kecil ini dikelilingi oleh pemandangan yang indah yakni hutan dan perbukitan Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun, perjalananku sebelumnya dari daerah taman nasional yang kering, tandus dan panas menuju ke taman nasional yang dingin, basah dan sejuk membuat badanku kondisinya makin kurang sehat karena perbedaan suhu di dua tempat yang ekstrim. Sesampainya di hotel tempatku menginap, aku melewatkan makan malam dan berencana langsung tidur agar demamku turun dan esok hari saya tidak ada masalah dengan suara dan tenggorokan yang sakit serta batuk reda, sehingga sebelum tidur saya sempatkan minum obat yang dibelikan oleh resepsionis hotel.
Training : Human - Wildlife Conflicts Mitigation |
Kegiatan Pelatihan Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar diadakan tanggal 25 - 26 November 2015 di Kota Sungai Penuh. Materi pelatihan pada hari Rabu tanggal 25 diberikan oleh Balai Besar TNKS dan Dinas Kehutanan setempat, sedangkan hari Kamis tanggal 26 saya dari BKSDA Bengkulu diundang untuk memberikan materi pelatihan seharian dari pagi hingga sore hari.
Saya hanya memberikan materi tentang teknis pencegahan dan penanganan konflik dengan satwa liar terutama harimau, gajah dan beruang madu yang bisa diaplikasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari bagi yang tinggal di daerah rawan konflik. Materi yang saya berikan yakni tentang :
- Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar;
- Identifikasi Keberadaan Harimau dan Satwa Liar Lainnya;
- Kiat -Kiat Mencegah dan Menghindari Konflik dengan Harimau;
- Penanganan Harimau Korban Konflik dan Perburuan Liar;
- Pengenalan Alat Mitigasi Konflik Satwa Liar : Cara Pembuatan dan Penggunaannya;
- Pemutaran Video tentang Ciri - Ciri Harimau Berperilaku Abnormal yang rawan terlibat konflik dengan manusia.
Peserta Pelatihan : Kepala Desa di Kab. Kerinci |
Peserta pelatihan adalah Kepala Desa dari Kabupaten Kerinci yang daerahnya merupakan rawan konflik dengan harimau, beruang madu dan gajah. Diharapkan dengan materi yang diberikan para kepala desa bisa meneruskan untuk memberi sosialisasi warga desanya masing-masing agar bisa menghindari konflik dan mencegahnya, juga diharapkan dapat menangani konflik secara mandiri tanpa berbuat anarkis pada satwa liar yang terlibat konflik. Selain itu juga bisa ikut serta membantu petugas terkait dalam hal ini BKSDA atau TNKS dalam penanganan satwa dilokasi saat ada penyelamatan satwa korban konflik dan perburuan. Dalam pedoman penanggulangan konflik satwa liar juga sudah ada alur cara penanganan bila konflik terjadi dengan korban manusia atau pun satwa atau tanpa ada korban di kedua belah pihak. Dan yang tidak kalah penting adalah alur informasi atau pelaporan, pihak-pihak terkait yang harus dihubungi harus tepat sehingga laporan bisa direspon dan ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat. Mengingat beberapa kasus penanganan satwa korban konflik atau perburuan berujung ditembak mati oleh aparat kepolisian karena tidak tahu cara penanganan satwa seperti harimau dan lainnya, dianggap satwa tersebut akan membahayakan manusia di sekitarnya. Masyarakat bila mengahadapi masalah tidak hanya yang berhubungan dengan konflik antar manusia, tetapi juga dengan satwa liar terkadang pelaporannya ke pigak kepolisian atau TNI dan bukan ke petugas terkait dalam hal ini BKSDA / Taman Nasional. Seandainya para aparat tersebut tahu behavior harimau atau satwa liar lainnya dan tahu cara penanganannya hal seperti itu seharusnya tak terjadi dan bisa dihindari. Karena tidak hanya nyawa manusia yang penting, tapi nyawa satwa liar yang sudah terancam punah itu juga penting untuk diselamatkan dan bukan dibunuh sia-sia. Dan petugas khusus yang menangani satwa liar korban konflik atau perburuan adalah BKSDA, Taman Nasional, Dinas Kehutanan, Tenaga Fungsional seperti PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) dan Polhut (Polisi Kehutanan), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang konservasi satwa liar, serta Tenaga ahli/ profesional dokter hewan. Saat acara diskusi peserta sangat aktif bertanya, banyak pertanyaan yang mereka ajukan sepertinya sesuai dengan yang mereka alami di daerahnya masing-masing, diantaranya seperti, "Apakah ada sanksi bagi orang yang berburu, membunuh dan memperjualbelikan satwa liar dilindungi, dan apakah sanksinya ? ; Bagaimana cara menangani konflik dengan beruang madu yang sering datang dan merusak kebun jagung ? ; Kepada siapa harus melaporkan bila terjadi konflik satwa liar ? "
Selesai memberi materi di acara training tersebut, saya langsung diantarkan oleh salah satu staff TNKS ke rumah seorang teman yakni Debbie Martyr yang ada di Sungai Penuh, saya ada janji dengannya untuk bertemu malam itu. Kami ngobrol sampai malam dan makan malam bersama sebelum akhirnya saya kembali ke hotel. Kondisi tubuh saya semakin memburuk, batuk dan hilang suara sehingga saya harus tidur lebih cepat. Esok paginya saya menemui kawan-kawan TNKS yang jadi panitia training dan berpamitan dan pagi itu travel menjemput dan mengantarkan saya untuk pulang kembali ke Bengkulu. Dalam perjalanan pulang saya dihubungi oleh seorang teman Hardi Baktiantoro dari Centre for Orangutan Protection dan Animals Indonesia bahwa esok hari saya diajak untuk mengunjungi lokasi pembangunan Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Liar Sumatera (PPS) di Sumatera Selatan. Malam itu saya harus beristirahat lebih awal sesampainya di kota Bengkulu agar esok hari bisa melanjutkan perjalanan ke Sumatera selatan tanpa banyak kendala.