Kamis, 19 November 2015

Cycling 24 km in the Baluran National Park


Baluran, Kamis 19 November 2015

Batas kawasan Taman Nasional Baluran. Photo oleh Erni S 
Hari itu saya tidak punya banyak aktivitas, hanya menunggu informasi dari kandang jebak macan tutul. Beberapa hari sebelumnya saat berkeliling saya memperhatikan pemandangan indah di sekitar Desa Wonorejo dan perbatasan kawasan Taman Nasional Baluran, dan melihat ada beberapa jalan yang belum pernah kulalui sebelumnya yang membuat penasaran, kiri kanan jalan berupa hutan berdaun coklat dan tampak kering. Tersirat keinginan untuk melaluinya dengan berjalan kaki atau bersepeda gunung. Kulihat pemilik homestay memiliki sebuah sepeda gunung yang bisa dipinjamkan. Saya berpikir mungkin saya bisa bersepeda kesana sambil memotret dan mencari sampel feces binatang liar yang mungkin bisa ditemukan di sekitar taman nasional mengingat seorang warga pernah mengatakan padaku bahwa kerbau liar dan rusa kerap keluar kawasan untuk mencari air minum di sungai-sungai kecil di sawah. Sedangkan jalan yang ingin kulalui adalah daerah yang sering terlibat konflik dengan satwa liar. Seorang volunteer medis yang juga temanku dari Wanala Unair yang ikut membantu penelitian macan tutul di Taman Nasional Baluran berminat untuk bergabung, menemaniku bersepeda gunung. Akhirnya kami mendapatkan tambahan sebuah sepeda lagi dari keluarga pemilik homestay.


Nggowes (bersepeda) 12 km ditempuh dalam waktu 3 jam 14 menit

Taman Nasional Baluran. Photo oleh Happy Ferdiansyah 

Pukul 12.30 WIB kami mulai mengayuh sepeda menelusuri desa Wonorejo menuju perbatasan Taman Nasional Baluran dengan Hutan Tanaman Industri. Dengan berbekal GPS, camera, kacamata hitam, dan backpack berisi air minum. Kami melewati pekarangan belakang rumah warga, melewati rumpun pohon bambu yang berujung di lokasi pemakaman (kuburan). Jalan yang kami lewati tidak datar, justru itu yang mengasyikan. 

Bersepeda gunung di Taman Nasional Baluran bukan yang pertama kali ini saya lakukan, beberapa tahun yang lalu saat ada acara seleksi sepuluh petualang terbaik Indonesia yang diadakan oleh Marlboro Adventure Team (MAT) disana dan saya terlibat didalamnya, juga pernah ikut bersepeda gunung sejauh kira-kira 25 km untuk mencoba jalur bersama kawan-kawan MAT. Namun medan yang dilalui jauh lebih berat, tidak hanya melewati jalan desa tapi juga melewati jalan setapak dalam kawasan Taman Nasional Baluran yang kering, tandus dan panas, melewati sungai-sungai kering berbatu dan berakhir di pinggir pantai Balanan yang sangat indah dan tim kami yang paling dahulu mencapai finish. Dan untuk pertama kalinya dari atas tebing saya terpana melihat keindahan pantai biru jernih, keindahannya melebihi pantai-pantai yang pernah saya lihat sebelumnya.

Amorphophalus sp. Photo oleh Erni Suyanti M
Dalam perjalanan di lahan pekarangan masyarakat kami menemukan bunga bangkai yang akan mekar sebanyak dua buah, akhirnya kami merecord titik koordinatnya dengan GPS yang kami bawa. Lokasinya di Desa Wonorejo di sekitar rumpun bambu, tak jauh dari tempat kami menginap, dan tak jauh juga dari perbatasan kawasan Taman Nasional Baluran. Selanjutnya kami memilih melalui jalan tanah yang memisahkan antara kawasan taman nasional dengan HTI, kami menelusuri jalan tersebut di siang hari yang panas dan menyengat. Bersepeda gunung di Baluran yang panas di bawah terik matahari jam 12 siang memang sangat menguras tenaga, ditambah lagi medan yang berbatu dan tanah kering. Dehidrasi membuatku cepat merasa lelah. Setelah jauh berjalan, saya hampir putus asa dan ingin berbalik arah menuju desa. Saat teman saya sedang sibuk memotret, saya parkir sepeda dan menelusuri jalan setapak dengan berjalan kaki masuk kedalam hutan, tak disangka akhirnya saya menemukan jalan poros dalam Taman Nasional Baluran, seketika itu pikiranku berubah, saya ingin bersepeda sampai savana Bekol atau bila waktu memungkinkan sampai pantai Bama. Dengan riangnya saya memberitahu teman dan mengajaknya untuk melanjutkan petualangan dengan mengayuh sepeda sejauh 12 km lagi. Sepanjang perjalanan kami banyak berhenti untuk memotret atau sekedar menikmati pemandangan yang indah sehingga sampai di Bekol sore hari yakni sekitar pukul 15.44 WIB.  Selama perjalanan yang panas saya juga membayangkan minum es yang segar di kantin di Bekol. Air minum kami hanya sebotol kecil air mineral, dalam perjalanan kami harus berhemat air, namun sebaliknya disaat dehidrasi seperti itu kami ingin banyak minum. Satu-satunya cara untuk menyemangati diri agar cepat sampai di Bekol adalah membayangkan minum es yang bisa menyegarkan tenggorokan. 

Sesampainya di Bekol saya langsung istirahat sejenak di kantin sambil menunggu teman yang belum sampai dan langsung memesan air minum dingin 2 gelas, itu hanya untuk diriku sendiri yang sudah sangat kehausan karena panas dan belum memesan untuk temanku berpetualang di hari itu. Bajuku basah karena keringat. Karena capek saya tidak punya selera makan lagi, hanya temanku yang memesan makanan. Saya membeli air mineral dalam jumlah lebih banyak untuk perjalanan kembali pulang agar tidak kehabisan air minum dan kehausan di perjalanan. selama di kantin kami juga mengobrol dengan penjual, polhut TN Baluran dan kawan-kawan outsourcing yang sedang ada disana, kebetulan mereka semua sudah kami kenal sebelumnya. Salah satu dari mereka berkomentar, kalau saya disuruh mengayuh sepeda dari Batangan ke Bekol ya nggak mau, mbak. Jauh sekali dan tentunya bikin capek, mending naik sepeda motor 

Merak (Pavo muticus). Photo oleh Erni Suyanti Musabine 

Istirahat kami tidak bertahan lama karena obyek menarik lewat di depan mata, yakni seekor merak jantan yang melenggang dan menggoda untuk dipotret, berjalan-jalan disekitar kami. Itu membuat kami seringkali mengeluarkan kamera untuk menunggunya dan mencari waktu yang tepat untuk mengambil photo. Meski itu merak jantan namun terlihat anggun dengan ekornya yang panjang. Bulan ini adalah musim kawin bagi merak, sehingga penampilan merak jantan terlihat lebih indah. Bahkan kami menyaksikan aksi berkelahi antara merak jantan dalam memperebutkan dan menarik perhatian betina. Tidak hanya merak yang kami jumpai dalam perjalanan tetapi juga binatang liar lainnya, dan paling banyak adalah melihat ayam hutan baik yang hijau maupun yang merah di sepanjang perjalanan. Tampak juga lutung berkelompok meloncat-loncat dari pohon satu ke pohon lainnya menyeberangi jalan di sore hari. 

Kami tidak jadi melanjutkan perjalanan ke pantai Bama yang kurang 3 km lagi karena waktu telah menjelang gelap. Dan untuk kembali ke savana Bekol kami masih harus menempuh perjalanan 3 km lagi. Kami pikir itu akan menyulitkan kami untuk kembali ke Batangan yang harus melalui jalan buruk dengan lampu terbatas, karena yang membawa headlamp hanya saya saja itupun sinarnya kurang terang. Kembali pulang lebih awal adalah keputusan yang terbaik. Akhirnya pukul 16.48 WIB kami melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Desa Wonorejo. Selama satu jam beristirahat di savana Bekol dan memotret satwa liar disana sudah cukup memuaskan.

Taman Nasional Baluran. Photo oleh Happy Ferdiansyah
Di tengah perjalanan hari sudah gelap, agak mengerikan memang naik sepeda di jalan buruk tanpa bisa melihat jalan yang dilalui karena gelap, dan kondisi jalan naik turun. Pada saat menurun sepeda kami meluncur dengan kencangnya meski tanpa dikayuh, sesekali kami harus menggunakan rem bila tidak ingin sepeda menjadi tidak terkendali saat meluncur. Tapi anehnya kami sangat menikmati kesulitan itu. Orang-orang yang hobby petualangan di alam bebas akan merasa bahagia menikmati kesulitan dalam perjalanan, berbeda dengan orang yang tidak menyukai petualangan pasti akan banyak mengeluh dengan kondisi yang ada. Ya, hobby orang-orang seperti kita yang suka melakukan petualangan di alam bebas memang aneh, setiap kesulitan yang kita hadapi akan dinikmati dan bukan dikeluhkan.

Kami keluar melalui pintu masuk pos Batangan, kami menyapa petugas jaga sebelum keluar dan melanjutkan bersepeda menuju Desa Wonorejo. Sampai di homestay sekitar pukul 19.00 WIB. Jarak 12 km lebih dalam perjalanan pulang kami tempuh selama 2 jam 52 menit, sedikit lebih cepat dari waktu berangkat. Itupun sudah sering dipakai untuk berhenti memotret burung dan primata serta terkendala kesulitan mencari jalan untuk dilalui karena hari sudah gelap. Sungguh, ini adalah pengalaman kedua bersepeda gunung di Taman Nasional Baluran yang sangat mengasyikkan, bila ada kesempatan saya masih ingin mengulang lagi dengan start lebih pagi dan jarak tempuh lebih jauh dan dengan jalur yang berbeda. Tak pernah bosan untuk mencoba hal-hal baru yang menarik, apalagi bisa menyalurkan hobby sambil berolahraga seperti itu. Ada yang tertarik ??? Ayo kita buat rencana untuk petualangan selanjutnya !!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar