Sabtu, 08 Maret 2014

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' untuk Private Sector di Provinsi Jambi



'Human-Tiger Conflict Mitigation' Training at Private Sector - Jambi 
with Sumatran Tiger Conservation Forum

Sumatran Tiger Conservation Forum atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) merupakan suatu forum peneliti dan pemerhati harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Pada bulan Maret 2014 berkegiatan mengunjungi private sector di Sumatera yang bersinggungan dengan habitat harimau sumatera di wilayah konsesinya, guna memberikan pelatihan bagi staff perusahaan sektor kehutanan tersebut tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau.


Human-Tiger Conflict at Bengkulu
Habitat harimau sumatera yang tersisa sekarang ini sebagian besar berada diluar kawasan konservasi. Pembangunan dibidang ekonomi menyebabkan adanya tumpang tindih kepentingan atas suatu kawasan hutan, tidak hanya sebagai tempat hidup bagi satwa liar tetapi juga telah dimanfaatkan untuk keperluan perkebunan, pertambangan, pemukiman seperti untuk pemekaran desa dan lokasi transmigrasi, pembangunan jalan dan lain-lain.

Hal ini telah memicu intensitas human-tiger conflict makin lama makin meningkat dari waktu ke waktu karena berbagai sebab tersebut. Konflik antara manusia dengan harimau tidak hanya menyebabkan kerugian materi saja tetapi bahkan bisa menyebabkan korban jiwa, baik manusia yang menjadi korban atau terbunuhnya harimau yang terlibat konflik.

Berdasarkan laporan forum HarimauKita dalam kurun waktu 1998-2011 kurang lebih telah terjadi human-tiger conflicts sebanyak 563 kali dan telah menyebabkan 57 orang meninggal dunia dan 46 ekor harimau sumatera terbunuh. (Sumber : Laporan lapang Wildlife Conservation Society; Leuser International Foundation; Fauna and Flora International; Zoological Society of London; World Wildlife Fund; PHKA-Kementerian Kehutanan).

Salah satu cara Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau
Photo : Erni Suyanti Musabine
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan pedoman penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar, termasuk harimau sumatera didalamnya melalui P.48/Menhut-II/2008, namun implementasinya di lapangan belum maksimal untuk itu mendorong dilakukannya pelatihan dan sosialisasi tentang penerapan dari pedoman yang telah dibuat. Dan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan hutan yang dialihfungsikan untuk kepentingan lainnya seperti perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) maka diperlukan adanya keterlibatan private sector (perusahaan-perusahaan pemegang konsesi) untuk terlibat langsung dalam upaya konservasi harimau sumatera di wilayah konsesinya. Dan karena latar belakang tersebut Forum HarimauKita memberikan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi staff perusahaan dengan tujuan meningkatkan kapasitas staff perusahaan dibidang kehutanan dalam mitigasi konflik antara manusia dengan harimau dan satwa liar lainnya serta untuk meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan harimau di wilayahnya.  

Kegiatan ini diadakan berdasarkan hasil annual meeting Forum HarimauKita di Padang pada bulan Oktober tahun 2013, kebetulan saya sendiri tidak bisa mengikuti acara tersebut karena pada waktu yang bersamaan sedang bekerja menjadi relawan dokter hewan di salah satu rumah sakit satwa liar di Seattle, Washington, U.S.A. Salah satu hasil rapat tahunan tersebut bahwa akan diadakan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi private sector yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Kebetulan saya beserta 5 orang anggota Forum HarimauKita lainnya yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Drh. Kholis dari Fauna and Flora International; Nurhazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak; Adnun Salampessy dari APP; Hariyawan Agung Wahyudi dari FHK mendapat amanah untuk menjadi pemateri dalam training tersebut.

Sebelum kegiatan dimulai kami berdiskusi melalui email karena masing-masing pemateri yang terlibat berada di provinsi yang berlainan, untuk menentukan waktu disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. Dari hasil kesepakatan kami akan melakukan training di Provinsi Riau terlebih dahulu yakni di awal bulan Maret dan kemudian menyusul di Provinsi Jambi di akhir bulan Maret. Karena saya sendiri di bulan Maret juga memiliki jadwal lainnya yakni akan mengikuti workshop tentang Specimen Collection - Laboratory Diagnosis yang diadakan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Kebetulan oleh Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) - PHKA Kementerian Kehutanan saya ditugaskan untuk mengikuti acara tersebut. Selain itu juga masih memiliki jadwal lain yakni meeting dengan kolega dokter hewan dari Wildlife Vets International UK dan Taman Safari Indonesia untuk mempersiapkan training bagi dokter hewan dan petugas lapangan untuk rencana kegiatan 'Sumatran Tiger Diseases Surveillance'. Belum lagi kesibukan teman-teman pemateri lainnya yang masing-masing punya peran penting di institusinya, dan kami semua pun harus menyesuaikan jadwal masing-masing untuk mencari waktu yang tepat agar sama-sama bisa meluangkan waktu guna mendukung kegiatan forum HarimauKita tersebut.

Kabut asap yang melanda Provinsi Riau karena kebakaran hutan dan lahan telah mengganggu penerbangan dari dan menuju Pekanbaru, Riau. Hal ini juga yang menyebabkan jadwal pelatihan di Riau untuk sementara dibatalkan dan dialihkan ke Jambi. 

Minggu, tanggal 2 Maret 2014 saya berangkat ke Bogor, Jawa Barat. Saya singgah sebentar untuk menemui teman-teman yang bekerja di International Animal Rescue (IAR) di Ciapus, Bogor. Memanfaatkan waktu saat mengunjungi kota lain untuk bertemu teman-teman yang sama-sama bekerja untuk konservasi satwa liar Indonesia merupakan hal yang membahagiakan karena kami bisa berdiskusi banyak hal. Disana saya juga bertemu dengan staff IAR lainnya dan seorang volunteer dokter hewan dari Bangalore, India yang telah mendirikan lembaga animal rescue untuk pet animal di negaranya. Hmmm...sungguh menginspirasi.


Hari itu saya benar-benar merasakan berada di kota hujan Bogor, karena sore itu sepanjang perjalanan menjadi basah kuyup diguyur hujan deras bersama seorang teman yang mengantarkan saya dari Ciapus menuju kantor Forum HarimauKita di kota Bogor


Senin, tanggal 3 Maret 2014 saya bersama Hariyawan A. Wahyudi berangkat dari kantor Forum HarimauKita di Bogor.  Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, kami bertemu dengan teman-teman lainya yakni dua orang dari perusahaan APP dan Sinarmas Forestry dan dua orang lainnya anggota Forum HarimauKita yakni Adnun Salampessy dan Pak Beebach, kemudian kami bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju ke Jambi. 

Pelatihan Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi bagi private sector ini akan diadakan pada tanggal 3 - 7 Maret 2014 di Sungai Tapah, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Diikuti oleh 10 orang staff PT. WKS, 10 orang staff PT. RHM, 2 orang staff BKSDA Jambi dan 2 orang staff BKSDA Sumatera Selatan. Bagi saya sendiri ini adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan guna memberikan training bagi staff perusahaan dalam hal human-tiger conflict mitigation. Biasanya saya memberikan materi pelatihan bagi polisi kehutanan baik yang berasal dari Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun Dinas Kehutanan, unit-unit patroli hutan yang dibentuk oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan animal rescue team yang dibentuk oleh management authority ataupun Non-Government Organization.


Hutan koridor  di areal konsesi perusahaan HTI - Jambi
HarimauKita termasuk salah satu forum yang paling aktif dari sekian banyaknya forum di bidang konservasi yang saya ikuti. Dan adanya ide memberikan pelatihan bagi private sector dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya perlindungan harimau sumatera merupakan ide yang brilliant menurut saya. Mengingat di wilayah konsesi perusahaan perkebunan atau HTI juga merupakan wilayah rawan konflik manusia dengan harimau karena disekitar perkebunan juga merupakan habitat harimau sumatera dan mereka juga menyisakan hutan sebagai koridor yang merupakan habitat harimau saat ini yang mereka sebut dengan hutan konservasi. Seperti yang telah saya lihat saat menuju ke tempat pelatihan di Sungai Tapah, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Memasuki wilayah perkebunan sejauh mata memandang yang terlihat adalah pohon akasia sebagai bahan baku kertas. Namun mendekati tempat pelatihan saya masih melihat hutan alami yang disisakan, dan itulah yang mereka sebut dengan hutan konservasi, hutan tersebut juga merupakan koridor satwa liar ke kawasan lindung. Didalamnya masih dihuni oleh gajah dan harimau juga satwa liar lainnya. Sepanjang waktu pelatihan angan-angan saya melayang ke berbagai daerah di Indonesia yang seringkali terjadi human-wildlife conflict, pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, peracunan gajah di lokasi perkebunan yang merupakan jalur jelajahnya dan lain-lain. Seandainya perusahaan-perusahan tersebut didorong untuk menyisakan hutan sebagai koridor satwa liar, dan diberikan sosialisasi 'P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar' serta memberi kesempatan untuk pelatihan staffnya tentang human-wildlife conflict mitigation dan mendorong perusahaan punya mekanisme yang jelas di internalnya dalam merespon terjadinya konflik satwa liar tentu akan meminimalkan korban akibat konflik baik korban jiwa yakni satwa liar itu sendiri dan manusia ataupun kerugian secara materiil.

Yang perlu direnungkan adalah bila pemerintah sudah terlanjur memberi ijin perusahaan untuk ekploitasi hutan yang merupakan habitat satwa liar untuk kepentingan perkebunan, pertambangan dan lain-lain, menurut pengalaman saya pribadi bahwa upaya dengan segala cara untuk menghentikan atau mencabut kembali kebijakan itu tentu tidak bisa dilakukan dengan mudah bahkan bisa dikatakan tidak akan pernah bisa, karena yang dihadapi bukan orang perorang tetapi banyak lembaga atau institusi yang mendukung kebijakan itu terjadi dari tingkat daerah (dari tingkat desa, kabupaten, provinsi) sampai pusat. Jadi melibatkan private sector dalam perlindungan satwa liar merupakan alternatif dan jalan tengah yang efektif dalam menyikapi kebijakan tumpang tindih kepentingan antara perlindungan satwa liar dan pembangunan di bidang ekonomi. Semua itu tujuan utamanya sama yakni meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar serta melakukan tindakan mitigasi konflik dengan mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi manusianya sendiri maupun harimau dan mencegah kerugian materiil yang cukup besar dengan membuat mekanisme penanggulangan konflik yang jelas dan terarah sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan yang penting adalah sosialisasi tentang sejauh mana tindakan yang boleh dilakukan oleh masyarakat sipil dan karyawan perusahaan dan mana yang tidak boleh dilakukan dan hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait dalam setiap mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar.



Materi 'Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik'
Photo : HarimauKita
Selasa, 4 Maret 2014 acara pelatihan Mitigasi Konflik antara Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi tersebut dibuka oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Kegiatan training berlangsung sampai dengan tanggal 6 Maret 2014. Materi yang diberikan berupa oral presentation dan praktek, antara lain  Ekologi dan Status Konservasi Harimau yang disampaikan oleh Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Identifikasi Tiger Sign dan Satwa Liar lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP; Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48/Menhut-II/2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak/WCCRT; Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Drh. Munawar Kholis dari Fauna and Flora International; Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik yang disampaikan oleh saya sendiri.  Semua pemateri berasal dari lembaga/ institusi yang beragam dan mereka semua merupakan anggota Sumatran Tiger Conservation Forum (Forum HarimauKita). Dalam kesempatan ini juga dibagikan buku tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau sebagai panduan bagi pekerja dan petugas di lapangan. 


Presentasi Peserta tentang Alur Penanganan Konflik
Manusia - Harimau di Perusahaan HTI
Photo : Erni Suyanti Musabine
Di hari terakhir pelatihan, kami ikut mendengarkan hasil diskusi dan presentasi peserta tentang mekanisme pelaporan dan kerja yang telah dibuat di perusahaan masing-masing tentang upaya penanggulangan konflik manusia dan satwa liar. Kembali saya membayangkan bila setiap perusahaan yang berdampingan langsung dan bahkan tumpang tindih dengan habitat harimau sumatera atau satwa liar lainnya dan merupakan daerah rawan konflik satwa liar, bila masing-masing mempunyai mekanisme kerja yang jelas dalam upaya human-wildlife conflict mitigation dan berperan aktif didalamnya maka ini akan sangat membantu petugas terkait dalam upaya penanggulangan konflik dan perlindungan satwa liar. Berharap kegiatan seperti ini akan bermanfaat bagi semua pihak dan bagi konservasi satwa liar itu sendiri tentunya. Dan P.48/Menhut-II/2008 menjadi aturan/ pedoman yang tidak hanya diatas kertas belaka tapi bisa diimplementasikan dengan tepat oleh setiap pihak yang terlibat dalam konflik manusia vs satwa liar. Hari Kamis, tanggal 6 Maret 2014 sore itu kegiatan Pelatihan telah usai dilaksanakan. Tanggal 7 Maret 2014 pagi, kami kembali pulang ke daerah masing-masing. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar