Rabu, 22 Januari 2014

Sunset


Travelling and photographing are activities that I love to do. On this occasion I would like to show you some pictures of beautiful sunset that I have taken on my trips to some regions in Indonesia. 


Kuta Beach, Bali in July 2009

when I was at the Kuta Beach


Kuta Beach, Bali in July 2009

Photo by Erni Suyanti Musabine


Pasir Panjang Beach, Kupang - Nusa Tenggara Timur, on May 5th. 2011

when I was at the Pasir Panjang Beach


Pasir Panjang Beach, Kupang - Nusa Tenggara Timur, on May 5th. 2011

Pasir Panjang Beach - Kupang


Pasir Panjang Beach, Kupang - Nusa Tenggara Timur, on May 5th. 2011

Photo by Erni Suyanti Musabine


Indian Ocean, on February 24th. 2011, 6:41 PM

on a ship


Tanjung Labuho - Enggano Island, on June 17th. 2012

on a Fisherman boat. Photo by Erni Suyanti Musabine


Enggano Island, on June 17th. 2012

Photo by Erni Suyanti Musabine


Enggano Island, on June 17th. 2012

Photo by Erni Suyanti Musabine


Enggano Island, on June 16th. 2012

Photo by Erni Suyanti Musabine



Fort Marlborough - Bengkulu City, in 2010

when I was at Fort Marlborough


Pantai Panjang - Bengkulu City, on February 13th. 2012

Sumatran Elephant 'Dino'. Photo by Erni Suyanti Musabine


Pantai Panjang - Bengkulu City, on February 13th. 2012

when I was at the Pantai Panjang Bengkulu


Pantai Panjang - Bengkulu City, on April 6th. 2011

Photo by Erni Suyanti Musabine


Zakat Beach - Bengkulu City, on March 2nd. 2013

Photo by Erni Suyanti Musabine


Zakat Beach - Bengkulu City, on March 2nd. 2013

Photo by Erni Suyanti Musabine


Seblat Beach - North Bengkulu,  in 2007

Dermaga Agricinal. Photo by Erni Suyanti Musabine


Elephant Conservation Center - Seblat - North Bengkulu, on February 10th. 2013, 6:37 PM

Photo by Erni Suyanti Musabine


Urai Beach - North Bengkulu, on December 14th. 2012, 6:09 PM

Photo by Erni Suyanti Musabine


Kupang - Nusa Tenggara Timur, in September 2011

Photo by Erni Suyanti Musabine


Nembrala Beach - Rote Island, in September 2011

when I was at Nembrala Beach


Nembrala Beach - Rote Island, in September 2011

Photo by Erni Suyanti Musabine


Batu Nona Beach - Timor Island, in July 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine


Batu Nona Beach - Timor Island, in July 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine


Timor Beach - Kupang - East Nusa Tenggara, in July 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine


Labuan Bajo Beach, Flores Island, in August 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine


Urai Beach - North Bengkulu, on June 19th. 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine


Urai Beach - North Bengkulu, on June 19th. 2014


Photo by Erni Suyanti Musabine

Selasa, 21 Januari 2014

Levamisole Toxicity on Sumatran Elephants


Levamisole (C11H12N2S) merupakan turunan sintetis dari Imidazothiazole, yang dipasarkan sebagai garam hidrokhlorida. 


Sumatran Elephant 'Ucok' at the Seblat Elephant Conservation Center - Bengkulu. 
Photo : Erni Suyanti Musabine

Kegunaan Levamisole 

Levamisole pada awalnya digunakan sebagai antihelminthic untuk mengobati infestasi cacing pada manusia dan hewan. Selain itu juga digunakan sebagai immunomodulator, yakni untuk pengobatan rheumatoid arthritis. Pada tahun 1999 dan 2003 obat ini telah ditarik dari pasaran di Amerika Serikat dan Kanada karena resiko efek samping yang serius dan merugikan kesehatan. Namun masih disetujui sebagai antihelminthic (obat cacing) dalam kedokteran hewan.

Penggunaan levamisole pada ternak ruminansia untuk membasmi cacing Nematoda. Dan sangat efektif untuk membasmi Ascariasis. Juga digunakan sebagai obat yang efektif untuk membasmi infestasi cacing gelang pada ikan air tawar tropis. Dan tidak efektif untuk pengobatan infestasi parasit cacing Trematoda. Obat cacing ini tidak umum digunakan pada kuda.  Gajah memiliki anatomi fisiologi yang lebih mirip dengan kuda, sama-sama termasuk hewan monogastric atau berlambung tunggal.  Sehingga kuda bisa dijadikan acuan dalam pengobatan gajah.

Clinical Signs :

Pemberian obat cacing Levamisole pada gajah melebihi dosis optimal akan menyebabkan satwa keracunan karena over dosis. Adapun gejala klinis yang ditunjukkan oleh beberapa ekor gajah sumatera yang mengalami keracunan levamisole sebagai berikut :

Gajah jinak menjadi sulit diperintah oleh mahout dan sulit dikendalikan; perilaku gajah menjadi agresif; berlari-lari mondar-mandir; excitement; kemudian tampak diam saja seperti terimmobilisasi; kehilangan nafsu makan dan minum; belalai lemah dan jatuh serta tidak mampu untuk mengambil makanan; kaki tremor (gemetar); belalai dan bibir juga tremor (gemetar); demam (suhu tubuh meningkat); diare; bloat (kembung); lemah; kesadaran menurun (lethargy); ambruk dan akhirnya kehilangan kesadaran.    


Setiap individu menunjukkan gejala klinis yang berbeda-beda, ada yang memperlihatkan seluruh gejala klinis tersebut, namun ada yang hanya menunjukkan beberapa gejala klinis diatas, tergantung seberapa banyak levamisole yang masuk kedalam tubuh gajah dan tergantung kondisi gajah masing-maing individu. Gejala klinis keracunan levamisole tersebut akan tampak sekitar 1-3 jam setelah termakan, dan gejala ini akan masih terlihat 1-3 hari setelah pengobatan keracunan. Levamisole dapat diukur dalam darah, plasma atau urin sebagai diagnostik dalam kondisi keracunan klinis untuk membantu penyelidikan karena keracunan levamisole.

Psychologichal Effects

Namun untuk trauma psikologis pada gajah terhadap obat-obatan per oral akan bisa berlangsung berbulan-bulan bahkan sampai 2 tahun setelah keracunan, gajah akan terus menolak diberikan obat-obatan apapun per oral. Mungkin ini disebabkan karena gajah memiliki daya ingat yang sangat kuat, sehingga pengaruh obat yang merugikan pada tubuhnya pun akan selalu diingat dan membuatnya menolak pemberian obat-obatan per oral. Dan terapi psikologis akan jauh lebih sulit karena diperlukan pendekatan khusus secara terus-menerus.

Sabtu, 18 Januari 2014

Keracunan Zinc Phosphide



Zinc Phosphide merupakan senyawa anorganik yang digunakan dalam produk pestisida sebagai rodenticide. Zinc Phosphide memiliki berbagai macam kegunaan komersial, tidak hanya sebagai rodenticide atau lebih dikenal sebagai racun tikus, tetapi juga sebagai pelindung tanaman pangan dan rumput serta digunakan sebagai insektisida. Berupa bubuk (powder) berwarna abu-abu hitam dengan bau mirip dengan bawang putih. Dijual secara komersial dalam bentuk pelet umpan, butiran, debu dan serbuk. 


Mengapa Zinc Phosphide dapat meracuni satwa liar?
Toksisitas Zinc Phosphide karena memproduksi gas fosfin setelah bereaksi dengan air dan asam lambung di saluran cerna. Kemudian dapat memasuki aliran darah dan mempengaruhi kerja paru-paru, hati, ginjal, jantung dan sistem saraf pusat.

Efek samping pada satwa predator, Zinc Phosphide juga sangat beracun bagi mammalia non-target ketika ditelan langsung. Keracunan satwa liar pemakan hewan lainnya bukan disebabkan satwa predator tersebut memakan daging hewan yang mati keracunan, karena senyawa tersebut tidak menumpuk di otot hewan yang mati karena racun tersebut (spesies sasaran) tetapi keracunan sebagai akibat memakan saluran cerna hewan yang mati karena keracunan Zinc Phosphide.

Clinical Signs (Tanda-Tanda Klinis) Keracunan  Zinc Phosphide pada Satwa Liar
Satwa yang menelan Zinc Phosphide kemungkinan akan menunjukkan gejala klinis dalam waktu 1-4 jam. Gejala awal yang terlihat adalah kehilangan nafsu makan, aktivitas menurun dan tampak depresi, diikuti muntah dan terlihat gejala-gejala mau muntah. Muntahan bisa bercampur darah. Gejala akut tampak satwa merasa kesakitan, nyeri perut, gelisah/ cemas, menggigil. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Ataxia), lemah, sesak nafas/ sesak di dada, meronta-ronta, tremor otot dan kejang-kejang, bahkan tidak sadarkan diri. Bila mengenai mata bisa menyebabkan fotopobia.  Bila keracunan melalui inhalasi (dengan cara menghirup racun) akan tampak gejala-gejala muntah, diare, sianosis (mukosa membiru), denyut nadi cepat, demam dan shock.

Munculnya gejala klinis menjadi lebih lambat baru tampak setelah 12 jam bila satwa dalam kondisi perut kosong. Pelepasan fosfin menjadi lebih cepat pada satwa yang baru makan dan melepaskan asam lambung pada saluran cernanya dan dipengaruhi juga oleh kelembaban. 

Pemeriksaan Toxicology pada Satwa Liar yang Keracunan Zinc Phosphide
Residu fosfin terdeteksi di otak, ginjal, jantung, hati.  Sedangkan Phosphorus dan residu aluminium terdeteksi di dalam darah.  Sehingga dalam pemeriksaan post mortem pada satwa yang mati diduga karena keracunan Zinc Phosphide, specimen tersebut musti diambil disamping pengambilan specimen saluran pencernaan dan isi lambung guna pemeriksaan toxicology. 

Field Cases
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Harimau Sumatera yang Ditemukan Mati 
karena Keracunan Zinc Phosphate
Pada tahun 2013 saya bersama Tiger Protection and Conservation Unit - Kerinci Seblat National Park telah melakukan nekropsi seekor anak harimau liar pada tanggal 11 April 2013. Anak harimau tersebut berjenis kelamin jantan dan diperkirakan berumur sekitar 4 bulan, ditemukan di Desa Tiangko Panjang, Kecamatan Sungai Manao, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Lokasinya di sekitar kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang ditemukan mati karena keracunan Zinc Phosphide.  

Gejala klinis yang tampak menurut keterangan warga adalah harimau sumatera tersebut berjalan sempoyongan di ladang mereka, tidak berperilaku agresif dan bisa didekati, sebelum akhirnya ditemukan mati.


Perubahan Makroskopis Paru (Lung) Harimau Sumatera
karena Keracunan Zinc Phosphate
Perubahan makroskopis yang terlihat dari pemeriksaan Post Mortem (Necropsy) adalah tubuh harimau tampak kurus, ditemukan eksudat dan keluar darah dari rongga hidung, terdapat eksudat berwarna hijau gelap di rongga mulut seperti muntahan, rongga telinga kiri ada bekas perdarahan, terdapat akumulasi cairan bercampur darah pada rongga dada dan rongga perut, permukaan limpa terdapat nodul-nodul putih berisi gas. Organ -organ penting seperti hati, paru, ginjal, jantung warna dan konsistensinya tidak normal, berubah warna menjadi hijau dan coklat kehitaman serta merah kehitaman, konsistensinya lunak/ lembek dan krepitasi bila dipalpasi permukaannya, begitu juga yang terlihat pada lymphoglandula mesenterica, pada selaput jantung terdapat akumulasi cairan. Otak menjadi lunak dan hampir hancur, berwarna kemerahan dan ada pendarahan. Seluruh saluran pencernaan terlihat abnormal mulai dari oesophagus sampai dengan anus, mucosanya dilapisi eksudat warna kuning kecoklatan dan coklat kehitaman disertai dengan pendarahan, juga ditemukan eksudat warna putih susu pada usus halus.  Saluran cerna dipenuhi feces (kotoran) warna hitam dengan konsistensi lembek. Pankreas berwarna coklat dengan konsistensi sangat lunak.  Musculus (otot) tampak berwarna merah gelap sampai kehitaman.

Dari hasil pemeriksaan toxicology di Balai Besar Penelitian Penyakit Veteriner diketahui bahwa harimau sumatera tersebut mati karena keracunan Zinc Phosphate (Zn3P2).


Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Pemeriksaan Post Mortem Gajah Sumatera 
(Elephas maximus sumatranus)
Photo : Pusat Konservasi Gajah Seblat
Pada tanggal 8 November 2013 saya bersama Polisi Kehutanan Resort KSDA Seblat dan mahout Pusat Konservasi Gajah Seblat telah melakukan bedah bangkai (necropsy) pada seekor gajah sumatera bernama Yanti, berjenis kelamin betina dan berumur sekitar 29 tahun, yang ditemukan mati di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Seblat, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara. 

Gejala klinis yang tampak adalah adanya pendarahan di lubang-lubang alami, yakni di rongga mulut, mata, telinga, vulva dan anus, juga terlihat perut membesar karena kembung dan mengejan. Rongga mulut dipenuhi oleh muntahan dan gumpalan darah. 

Dalam kondisi perut gajah penuh dengan makanan karena pakan tambahan yang diberikan pun habis termakan, menyebabkan efek racun menjadi lebih cepat karena pelepasan fosfin. Pelepasan fosfin karena senyawa Zinc Phosphite bereaksi dengan asam lambung.  Produksi asam lambung tinggi saat satwa makan/ lambung terisi makanan karena asam lambung berfungsi untuk membantu mencerna makanan. 

Setelah dilakukan bedah bangkai terlihat adanya timbunan gas dan cairan yang berlebihan dan bercampur darah di rongga dada dan rongga perut.  Warna permukaan limpa abu-abu kehitaman, pada hati berwarna hitam dan bidang sayatan kedua organ tersebut berwarna hitam. Ginjal dan otak, warna dan konsistensinya terlihat normal. Seluruh saluran pencernaan terlihat abnormal, mucosa saluran cerna secara keseluruhan tampak melepuh, terdapat timbunan gas yang berlebihan dan pendarahan. Permukaan isi lambung berwarna abu-abu gelap yang melapisi kotoran, dan mucosa lambung berwarna hitam. Lymphoglandula mesenterica berwarna merah kehitaman.

Hasil pemeriksaan toxicology di Balai Besar Penelitian Penyakit Veteriner diketahui bahwa kematian gajah sumatera bernama Yanti tersebut disebabkan oleh keracunan Zinc Phosphide.

Selasa, 14 Januari 2014

Pemasangan Microchip pada Harimau Sumatera di Taman Satwa Taru Jurug


Taman Satwa Taru Jurug atau lebih dikenal dengan sebutan Kebun Binatang Jurug di Solo, Jawa Tengah merupakan tempat wisata di kota Solo, yang berlokasi di timur Kota Solo dekat perbatasan dengan Karanganyar. Kebun binatang ini terletak di tepian Sungai Bengawan Solo dan berbatasan dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). 


Lokasinya bisa anda lihat pada peta di bawah ini :

Taman Satwa Taru Jurug Solo (Solo Zoo) - Jawa Tengah. Sumber : Google Earth

Saya mengunjungi Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) sejak tahun 2013 lalu bersama Tim Ape Warrior - Centre for Orangutan Protection (COP). Kebetulan COP telah banyak membantu untuk perbaikan kesejahteraan orangutan di TSTJ dengan pembuatan environmental enrichment  bagi orangutan dan primata lainnya serta membantu pembangunan klinik dan karantina disana. Pada kesempatan kunjungan pertama, saya bersama COP yang pada saat itu diwakili oleh Hardi Baktiantoro dan Daniek Hendarto, kami mendapat kesempatan berdiskusi langsung dengan pengelolanya dan menyampaikan kesediaan untuk membantu secara sukarela hal-hal yang berhubungan dengan captive wildlife management terutama manajemen kesehatan satwa liar, diantaranya tentang pembuatan laporan medis, pemeriksaan parasitologi, prosedur pemeriksaan kesehatan satwa, prosedur pembiusan satwa liar,  cara pengisian worksheet immobilization, morfometri untuk primata, harimau dan gajah, serta pelatihan dokter hewan setempat dalam pembiusan satwa liar untuk berbagai keperluan seperti pemeriksaan medis, pemasangan microchip dan pengobatan. Bisa membantu satwa liar untuk memperbaiki kesejahteraannya dan membantu orang-orang yang bekerja untuk satwa liar terutama yang berhubungan dengan penanganan medis satwa liar adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya meskipun semua dilakukan secara sukarela.  Bagi saya bekerja tidak selalu untuk mencari dan mendapatkan uang, karena uang bukanlah tolak ukur sumber kebahagiaan seseorang, tetapi bekerja juga untuk mencari kepuasan batin dengan berbuat sesuatu untuk satwa liar dimanapun berada sesuai dengan profesi kita.

Mungkin tidak semua orang menyukai kebun binatang, begitu juga dengan saya sendiri ikut membantu kebun binatang bukan berarti saya menyetujui satwa liar berada dalam kurungan.  Tapi bukan berarti kita menjadi tidak peduli terhadap mereka yang ada di kebun binatang dan tempat lain sejenisnya. Karena mereka semua ada disana bukan atas kemauan mereka sendiri tetapi karena manusia. Bila ada satwa liar penghuni kebun binatang kondisinya buruk, itupun juga bukan keinginan mereka tetapi perilaku manusialah yang membuat mereka menjadi korban karena hidup mereka tergantung pada manusia yang mengelolanya. Dan bagi saya sendiri saya tidak tertarik untuk ikut campur dalam mengkritik kebun binatang yang fasilitasnya buruk dalam merawat satwa liarnya, karena dengan hanya mengkritik saja tidak akan bisa membuat kondisi menjadi lebih baik, saya dan teman-teman lebih menyukai terjun langsung ke lapangan melihat permasalahan dan membantu sesuai dengan kemampuan untuk memperbaiki keadaan, semua dilakukan hanya demi satwa liar.

Sampai dengan awal tahun 2014 ini sudah lebih dari lima kali saya mengunjungi TSTJ Solo. Kebetulan TSTJ mempunyai program kerja untuk pemasangan microchip pada satwa koleksinya, dan dokter hewan disana meminta bantuan untuk pembiusan satwa terutama orangutan dan harimau sumatera guna keperluan pemeriksaan kesehatan dan pemasangan  microchip.  Akhir tahun lalu kami telah memberikan training untuk dokter hewan setempat dan relawan mahasiswa Kedokteran Hewan UGM tentang prosedur pembiusan orangutan, dan bulan Januari 2014 ini pada harimau sumatera. 

Harimau Sumatera bernama Septi di TSTJ Solo. Photo : Erni Suyanti Musabine

Kegiatan ini dibantu oleh Centre for Orangutan Protection (COP) yang menurunkan tiga timnya sekaligus yakni Ape Warrior, Ape Crusader dan Ape Defender serta melibatkan relawan COP. Pagi itu tanggal 14 Januari 2014 pukul 06.00 WIB kami telah bersiap-siap berangkat dari kantor Ape Warrior di Yogyakarta menuju TSTJ Solo, Jawa Tengah, saat itu saya ditemani oleh staff COP yakni Wawan, Ramadhani, Reza serta volunteer COP yakni Weti dan Elizabeth Laksmi. Sebelumnya saya masih menunggu peralatan medis dan obat-obatan milik saya pribadi untuk keperluan pembiusan satwa liar dikirimkan dari Bengkulu ke Yogyakarta.  Karena paket telah sampai kami pun siap beraksi.

Seperti biasa sebelum melakukan pembiusan satwa liar, saya melakukan check list obat-obatan baik obat bius yang akan digunakan maupun obat-obatan untuk keperluan emergency selama pembiusan, dan mengecek peratan pembiusan, masih berfungsi dengan baik atau tidak, tak lupa kami juga melakukan sterilisasi peralatan pembiusan terlebih dahulu.  Peralatan pembiusan yang tidak steril bisa berakibat buruk bagi satwa liar.  Juga menyarankan kepada dokter hewan setempat agar harimau tersebut dipuasakan terlebih dahulu.


Harimau Sumatera 'Septi'
Juga dilakukan pembagian tugas, ada yang bertugas melakukan sumpit bius, recorder, melakukan pengukuran tubuh harimau (morfometri) sesuai dengan panduan yang ada, melakukan monitoring vital signs selama pembiusan, koleksi sampel, pemasangan microchip, pemeriksaan fisik harimau, penyuntikan antidote dan obat-obatan lain yang diperlukan, petugas dokumentasi baik photo maupun video dan lainnya. Dengan pembagian tugas membuat orang yang bekerja sudah mengetahui tugasnya masing-masing dengan jelas, sehingga diharapkan semua bisa berjalan dengan lancar.


Dalam kegiatan ini kami juga tekankan agar setiap orang memahami prosedur pembiusan satwa liar, seperti harus dalam suasana tenang atau tidak ramai sehingga satwa tidak menjadi stress, gelisah, waspada, bahkan agresif sebelum dibius karena akan mempengaruhi respon obat bius terhadap satwa. Pemilihan waktu yang tepat untuk pembiusan. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan emergency sebelum pembiusan dilakukan untuk penanganan efek samping yang buruk karena pembiusan bila itu terjadi. Kata-kata yang selalu saya ingat setiap saya akan melakukan pembiusan satwa liar adalah "The best way to handle anaesthetic emergencies is to predict the next problem and be ready before It happens !!!" Dan kata-kata itu seolah-olah sudah melekat erat di pikiranku.  Itu juga yang membuat saya lebih baik menunda pekerjaan bila peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk pembiusan satwa liar belum lengkap sesuai dengan kebutuhan.

Pembiusan Harimau Sumatera bernama Septi di TSTJ Solo. 
Sumber Photo : Centre for Orangutan Protection

Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, dan kami harus mulai bekerja karena bila terlalu siang suhu lingkungan akan panas dan bisa berpengaruh terhadap suhu tubuh harimau menjadi hyperthermia selama terbius. Yang menjadi target hari itu adalah harimau sumatera bernama Septi, berusia 9 tahun, yang lahir di TSTJ Solo. Selesai menyiapkan obat-obatan bersama dokter hewan TSTJ, Drh. Tiara Debby Carinda, kami melakukan pembiusan. Pilihan obat yang digunakan adalah kombinasi antara Xylazine dan Ketamine. Pembiusan yang dilakukan hanya selama 1 jam 17 menit saja untuk keperluan pemasangan microchip, pemeriksaan fisik, pengukuran tubuh, photo gigi dan loreng serta pengambilan sampel darah.  Hasil monitoring vital signs, temperatur tubuh normal berkisar 36,8C; frekuensi detak jantung dan pulsus adalah 84-86X per menit; frekuensi pernafasan 7-40X per menit, selama 3 kali pemeriksaan terjadi penurunan frekuensi nafas yakni 7-8X per menit kemudian normal kembali. Monitoring vital signs dilakukan setiap 5-10 menit sekali selama pembiusan. Semua berjalan dengan baik sampai harimau dibangunkan kembali dengan penyuntikan antidote.

Observasi harimau tidak hanya dilakukan selama pembiusan tetapi juga pada saat satwa akan sadar kembali karena itu juga merupakan waktu rawan terjadinya efek samping yang buruk. Masih ada empat ekor lagi harimau sumatera di TSTJ Solo yang juga akan dilakukan pemasagan microchip. Berharap kegiatan hari itu akan bermanfaat bagi dokter hewan setempat dan keeper harimau bila akan melakukan pembiusan untuk keperluan apapun, tidak hanya pemasangan microchip tetapi juga untuk pemeriksaan kesehatan, pengambilan sampel dan pengobatan. Mengingat TSTJ Solo tidak memiliki kandang jepit untuk keperluan tindakan medis.

Minggu, 12 Januari 2014

Camping di Lereng Gunung Lawu



Di awal tahun 2014 diadakan acara annual meeting (rapat tahunan) Centre for Orangutan Protection (COP) di Sleman Yogyakarta, yang diikuti oleh seluruh staff COP baik yang berada di Yogyakarta, Jakarta, Malang dan Kalimantan, hanya yang dari Solo yang tidak bisa hadir. Dan saya sebagai board members juga diundang untuk hadir dalam rapat tersebut. Dari beberapa orang anggota dewan penasehat COP hanya saya sendiri yang bisa menghadiri rapat tahunan kali ini, karena yang lain tidak bisa meluangkan waktu karena kesibukan masing-masing di tempat mereka bekerja.

Slope of Mount. Lawu - Central Java

Annual meeting diakhiri dengan acara wild trip, yakni perjalanan ke alam bebas dengan pilihan tempat yang telah disepakati adalah di lereng Gunung Lawu di Karanganyar - Jawa Tengah. Tidak ada agenda khusus dalam acara santai ini, kami dibebaskan menikmati waktu selama camping sesuai dengan keinginan masing-masing.

Kamis, tanggal 9 Januari 2014
Mulai tanggal 9 Januari 2014 kami sudah sibuk mempersiapkan logistik untuk keperluan camping, bersama 4 orang staff COP yakni Dina, Reza, Paulinus, Hery dan seorang volunteer yakni Ipul dan saya sendiri berbelanja logistik ke sebuah supermarket di Yogyakarta. Sebelumnya saya bersama kawan-kawan membuat list/ daftar bahan logistik yang akan dibawa sesuai kebutuhan.  Tidak hanya itu kami juga mendaftar peralatan camping yang dibutuhkan, seperti tenda, matras, tranqia, senter, sleeping bag, nesting, peralatan makan dan lain-lain.  Ini termasuk salah satu management perjalanan untuk kegiatan di alam bebas. Musibah yang terjadi dalam berkegiatan di alam bebas bisa disebabkan karena management perjalanan yang kurang baik, karena orang mengabaikan kebutuhan logistik, peralatan pendukung, cuaca dan suhu lingkungan serta faktor-faktor alam lainnya, karena yang dibutuhkan tidak hanya kesiapan fisik semata. Melakukan perjalanan ke alam bebas sama seperti kita akan melakukan pembiusan pada satwa liar, yakni lebih baik mencegah hal buruk terjadi dengan mempersiapkan diri dan kebutuhan yang diperlukan sebaik mungkin untuk mencegah sebelum hal buruk itu benar-benar terjadi.

Malam itu kami mulai packing (berkemas) peralatan pribadi, seperti baju, jacket (baju hangat), sleeping bag, dan lainnya. Dilanjutkan esok harinya, packing logistik dan peralatan camping yang akan dibawa. Beberapa tahun sebelumnya saat saya masih kuliah, saya pernah mendaki Gunung Lawu dari Jawa Timur dan turun di Jawa Tengah. Satu hal yang saya masih ingat, bahwa temperatur disana sangat dingin bahkan di pintu pertama jalur pendakian sudah terasa dingin menusuk tulang. Untuk itu dalam perjalanan kali ini perlengkapan untuk menahan dingin wajib dibawa, seperti jacket, syal leher, penutup telinga, kaos kaki tebal dan sleeping bag untuk menghindari hypothermia.

Jumat, tanggal 10 Januari 2014
Pagi itu kami berangkat dari kantor Ape Warrior di Sleman Yogyakarta menggunakan tiga buah mobil menuju Karanganyar, Jawa Tengah.  Di perjalanan masih harus menjemput seorang staff Ape Warrior di Solo Jawa Tengah. Dan berhenti di pasar terdekat di Tawangmangu untuk berbelanja sayuran dan kuliner.

Sebelum akhirnya sampai di desa terdekat dari lokasi camping ground, mobil kami sempat beberapa kali salah arah. Kami tiba di lokasi menjelang sore hari dan disambut oleh hujan dan kabut. Udara tak sedingin dahulu, bahkan saya pun tidak mengenakan jacket saat turun dari mobil dan mulai berjalan.  Perubahan lingkungan sekitar berpengaruh besar terhadap perubahan suhu.

Kami berjalan di jalan setapak beringinan sambil membawa backpack dan ransel masing-masing melewati ladang pertanian masyarakat dan kawasan Perhutani Unit I Jawa Tengah, tepatnya di lereng Gunung Lawu bagian utara. Bagi saya kawasan itu lebih mirip Hutan Tanaman Industri karena jenis tanaman yang ditanam monokultur. Tak satupun kami melihat satwa liar sepanjang perjalanan kecuali burung.  

the Summit of Hargo Dumilah - Mount. Lawu
looks from camping ground
Kebetulan Ipul berada paling depan dan saya mengikuti dibelakangnya, kami mencari lokasi yang nyaman untuk camping, akhirnya pilihan jatuh pada lokasi yang dekat sumber air dengan pemandagan bagus yakni puncak Hargo Dumilah dari Gunung Lawu. Di bawah sana ada aliran sungai yang tak jauh dari lokasi camping, namun untuk menuju kesana ada jalan kecil yang turunnya sangat licin dan curam. Naik turun di jalan kecil itu sudah seperti extra exercise, karena membuat jantung akan berdetak kencang dan nafas ngos-ngosan.

Sore itu kami langsung mendirikan tenda sebelum hari gelap.  Kemudian dilanjutkan persiapan memasak untuk makan malam. Kami melakukan pembagian tugas, ada yang membuat sambal, ada yang menggoreng tempe, ada yang memasak nasi, memasak sarden dan ada yang membuat mie goreng. Masak-memasak di alam bebas merupakan salah satu kegiatan yang menghibur. Sore itu saya juga berencana untuk pergi ke sungai karena ingin membersihkan badan dan sikat gigi, untuk itu saya tidak ingin ditemani siapapun. Baju di badan saya basah karena kehujanan saat perjalanan dan saya tidak memiliki raincoat. Waktu hampir gelap, memang sebenarnya tidak bagus untuk pergi sendirian di tempat seperti itu. Sesampainya dibawah melihat air bening, terasa segar dan dingin, tak sabar untuk mencuci muka dan membersihkan badan sekedarnya, karena untuk mandi tidak memungkinkan lagi. Disekitar sungai semak belukar tinggi yang menghalangi pandangan dari sungai ke jalan setapak. Beruntung di tempat itu tidak ada binatang buas. Disekitar sungai juga tampak bekas banyak sesajen yang diletakkan di bawah pohon dan dipinggir sungai. Sempat berpikir apakah tempat ini angker ? Hari yang menjelang gelap memudarkan hal-hal yang menyeramkan dipikiranku dan memaksaku untuk cepat-cepat keluar dari sungai sebelum jalan tak terlihat lagi karena saya pun tidak membawa senter atau head lamp. Malam itu saya berganti baju yang kering di tenda dan mulai memakai segala perlengkapan untuk menahan dingin, yakni jacket polar, kaos kaki tebal, syal leher dan penutup telinga. 

making a campfire, playing guitar and singing
at the slope of Mount. Lawu
Waktunya makan malam bersama. Apapun menunya bila makannya di tempat terbuka seperti itu semua akan terasa nikmat. Malam itu kami habiskan untuk berkumpul bersama di luar tenda, membuat api unggun, bermain gitar dan bernyanyi serta membuat minuman hangat. Kondisi tubuhku yang sedang tidak sehat namun tidak menghalangi saya untuk bergabung dengan mereka hingga dini hari. Setelah terasa mengantuk baru kami masuk ke tenda masing-masing.

Sabtu, tanggal 11 Januari 2014
Pagi itu diawali dengan kegiatan masak-memasak. Saya hanya membantu mengupas buah mangga untuk hidangan pencuci mulut. Menu makanan lainnya sudah dibuat oleh kawan-kawan.  Setelah sarapan dilanjutkan foto bersama dan permainan, namun saya tidak ikut bergabung. Saya memilih membantu teman lainnya untuk memulai membongkar tenda satu persatu. Selesailah kegiatan camping hari itu, dan kami kembali pulang menuju Yogyakarta.