Senin, 29 Oktober 2012

Surgery on a Leopard Cat 'Felix'

(operasi kucing hutan (kucing kuwuk) dengan peralatan medis dan obat-obatan yang sangat terbatas, tanpa ada meja operasi, ruang operasi yang steril, drape, baju bedah, perlengkapan sterilisasi, juga antidote, tetapi keterbatasan tak boleh menghambat pekerjaan, semua tetap harus dilakukan demi menyelamatkan seekor kucing hutan)

Leopard Cat / Prionailurus bengalensis / Kucing Kuwuk
at BKSDA Bengkulu 
Hari ini saya mendapat 'emergency call' dari seorang staff BKSDA Bengkulu yang menginformasikan bahwa segera melakukan rescue seekor kucing hutan (Prionailurus bengalensis) yang terluka di Bengkulu.  Karena kondisi saya yang masih kurang sehat akhirnya saya tidak sanggup untuk mengikuti tim rescue untuk mengevakuasinya, perjalanan jauh akan membuat saya semakin kelelahan dalam kondisi seperti itu.  Saya lebih memilih untuk mempersiapkan obat-obatan dan peralatan bedah dan menunggu di kantor BKSDA Bengkulu. 

Sebelum melakukan pengobatan masih banyak koordinasi yang harus saya lakukan dengan beberapa staff BKSDA Bengkulu.  Dua orang anggota Wildlife Rescue Unit yang akan membantu saya dalam handling dan pengobatan kucing tersebut, dan satu orang staff membantu untuk pengambilan dokumentasi untuk pelaporan hasil kegiatan.

Status present kucing hutan yang telah dievakuasi sebagai berikut :
Signalement
Jenis Satwa : kucing hutan (Prionailurus bengalensis)
Nama Satwa : Felix
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : Dewasa

Anamnesa
Seekor Kucing hutan (Prionailurus bengalensis) terluka pada bagian punggung selebar 5 cm dan rambut disekitarnya rontok.  Kucing ditemukan di sebuah pondok pesantren di Bengkulu.

Pemeriksaan Umum
Luka sudah terjadi beberapa hari, tidak myasis dan tidak bernanah (kemungkinan karena kucing tersebut terus-menerus menjilati lukanya). Dan rambut disekitar luka rontok kemungkinan disebabkan karena itu.  Estimasi berat badan 2 kg.  Behavior normal (masih liar).

Kucing hutan ditemukan dengan luka di punggung
Gejala Klinis
Vulnus (luka) berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 5cm di atas scapula dan luka masih berdarah, dan dehidrasi.  

Diagnosa Klinik
Traumatis

Therapy
Luka setelah dibersihkan dan siap
dijahit untuk ditutup kembali
  • Kucing dipuasakan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembiusan.  Pembiusan dilakukan sore hari menunggu cuaca tidak panas dan cukup waktu untuk puasa. 
  • Persiapan obat-obatan dan peralatan bedah serta tempat untuk pengobatan, mengingat BKSDA Bengkulu tidak memiliki ruang pengobatan/ klinik hewan.
  • Anesthesia (pembiusan), dengan dosis sebagai berikut :

Dose
Drug Used
Amo-unt (ml)
Route
Time Given
Success of Delivery
Effect (Stage)
Time of Effect
Immobili-zing Dose
Ketamine HCl 10%
0,3
Handsy-ringe/
Intra Muscular
14.55
Com-plete
Mild Seda-tion
15.01
Xylazine 10%
0,1
Ketamine HCl 10%
0,1
Handsy-ringe/
Intra Muscular
15.07
Com-plete
Heavy Seda-tion
Ketamine HCl 10%
0,1
Handsy-ringe/
Intra Muscular
15.25
Com-plete
Light anesthe-sia
15.45
Xylazine 10%
0,1


Hasil Monitoring Physiological Data (Vital Signs) per 5-10 menit sebagai berikut :

Time Taken (WIB)
Body Temperature
(C)
Respiration Rate (x/min)
Heart Rate/ Pulse (x/min)
15.45
39,5
30
-
15.55
38,7
27
-
16.08
38,6
33
-
16.15
37,8
-
-
16.24
37,4
-
-
16.41
35,1
36
-
17.00
36,7
39
-

Penjahitan luka
  • Pembersihan dan penjahitan luka.
  • Fluid therapy
  • Pemasangan Elizabeth colar
  • Perawatan pasca operasi.




No
Drug Used
Dose / Amount (mg/ml)
Route
1
Antiseptic Povidone iodine 10%
-
topical
2
Antibiotic Penstrep
0,4 ml
IM + topical
3
Gusanex spray
-
topical
4
Meloxicam 5mg/ml (Anti-inflamatory)
0,1 – 0,2 ml
SC

Prognosa
Fausta
Physical Restraint

Mengenal lebih jauh tentang kucing hutan (Felis bengalensis)
Kucing hutan atau nama ilmiahnya Prionailurus bengalensis berukuran sama seperti kucing rumah, warna rambut yang khas yakni kuning kecoklatan dengan belang-belang hitam di bagian kepala hingga tengkuk, dan pada bagian tubuh bertotol-totol hitam, bagian ventral putih dengan totol-totol coklat tua.

Reproduksi
Masa reproduksi kucing hutan adalah sepanjang tahun dengan masa kebuntingan sekitar 70 hari.  Setiap kelahiran dihasilkan 2-4 ekor anak.  Sampai umur 10 hari anak kucing hutan belum bisa membuka mata, tetapi begitu dapat melihat anak kucing hutan sudah bisa mencari mangsanya sendiri.  Kucing jantan membantu betina dalam mengasuh anaknya.  Masa dewasa kelamin anak kucing hutan saat mencapai umur sekitar 13 bulan.

Taxonomi kucing Hutan :
Kerajaan
:
Animalia
Filum
:
Chordata
Kelas
:
Mamalia
Ordo
:
Carnivora
Famili
:
Felidae
Genus
:
Felis
Spesies
:
Prionailurus  bengalensis

Prionailurus bengalensis
Habitat dan behavior kucing hutan :
Kucing hutan hidup di hutan sekitar perkampungan.  Kucing hutan membuat sarang di goa-goa kecil atau lubang-lubang bebatuan untuk tidur di siang hari.  Malam hari baru keluar mencari mangsa. Mangsanya berupa hewan-hewan kecil seperti burung, tikus, ular, kadal, kelelawar, kancil, dll. Ketangkasannya memanjat pohon dan berenang sangat membantu untuk berburu mangsa.  Wilayah penyebarannya meliputi  Rusia hingga Cina, India dan asia Tenggara.  Di Indonesia habitat kucing hutan berada di wilayah Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. 

Status perlindungan :
Kucing hutan termasuk sawa liar dilindungi yakni oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.   

Senin, 08 Oktober 2012

Catatan perjalanan : Negara yang indah dengan penduduknya yang ramah

"Dari kanak-kanak saya sudah sangat menyukai film dokumenter tentang kehidupan satwa liar di Africa. Bahkan pernah melihat sebuah film dokumenter tentang pembiusan gajah dan singa di Africa yang membuatku sangat berkesan.  Alangkah hebatnya mereka, itu yang ada dipikiranku saat itu. Dan beberapa puluh tahun kemudian, saat saya telah dewasa, ternyata saya bisa mendapat pengalaman yang luar biasa, mewujudkan mimpi saya sejak kanak-kanak tentang Africa, mendapatkan kesempatan untuk pergi kesana dan melakukan hal yang sama seperti di film dokumenter yang pernah saya tonton waktu kecil, melakukan pekerjaan pembiusan satwa liar di Africa."


Hooray......I got scholarship anymore

Kwale Camp - Zimbabwe - Africa

Bulan Agustus tahun 2007 saya mendapat informasi bahwa akan ada beasiswa dari the Asian Rhino and Elephant Foundation dan WWF Nepal bagi dua orang dokter hewan dari Asia yang bekerja untuk konservasi gajah atau badak yang akan dikirim belajar di Africa tentang anesthesia satwa liar. Adanya dukungan dari kolega senior untuk mengikuti pendidikan tersebut serta rekomendasi dari seorang teman di International Elephant Foundation (IEF) akhirnya saya diberi jalan untuk bisa berkomunikasi dengan pihak pemberi beasiswa untuk pengiriman CV guna proses seleksi. Selama 5 (lima) bulan menunggu tidak ada informasi balasan satupun yang dikirim ke email saya tentang hal itu. Akhirnya saya tidak pernah berharap lagi, waktu itu saya berpikir mungkin ini tak jauh beda dengan tawaran beasiswa sebelumnya untuk mengikuti short course di United State yang pada akhirnya tidak ada kelanjutannya. Dan akhirnya saya berangkat ke Western Australia untuk mengikuti short course 'Clinical Rotation' yang diadakan oleh Murdoch University dan Perth Zoo atas rekomendasi seorang teman di Frankfurt Zoological Society (FZS). Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke negara bagian lainnya yakni Queensland untuk menjadi Vet Volunteer di Australia Zoo Wildlife Hospital atas rekomendasi seorang teman  di Fauna and Flora International (FFI). Sepulang dari Australia saya kembali bekerja di Pusat Konservasi Gajah Seblat, BKSDA Bengkulu.

Saya bersama dokter hewan dari WWF India
(Garga Mohan Das and Me at Harare)
Mengingat pendidikan itu diadakan pada tahun 2008 dan diawal tahun 2008 pun belum ada jawaban dari email yang telah saya kirimkan beserta CV saya, kemudian saya memutuskan untuk kembali bekerja sebagai konsultan dokter hewan di Frankfurt  Zoological Society di Provinsi Jambi.  Selain bekerja untuk konservasi gajah di PKG Seblat - BKSDA Bengkulu, setiap 6 minggu sekali saya mengunjungi Stasiun Re-introduksi Orangutan Sumatra di Jambi atas kerjasama BKSDA Bengkulu dan BKSDA Jambi serta FZS. Stasiun tersebut berada di hutan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang terletak di dua provinsi yakni Jambi dan Riau.  Selama berada di hutan tersebut untuk  membantu konservasi orangutan sumatra, saya tidak memiliki akses untuk bisa komunikasi keluar karena 'no signal' bagi telepon seluler. Hanya pada lokasi tertentu dalam hutan tersebut yang ada signal handphone, yakni di puncak Bukit Terang, untuk menuju kesana musti mendaki selama 1-2 jam, dan di lokasi terdekat sekitar 10 menit trekking dalam hutan. Saat istirahat siang dari bekerja, saya dan beberapa teman teknisi orangutan FZS menuju lokasi tersebut hanya sekedar untuk cek sms (short messages) dan telepon. Banyak sekali messages yang kuterima, salah satunya yang berhubungan dengan beasiswa belajar ke Africa tersebut, saya diminta secepatnya untuk mengirimkan estimasi anggaran perjalanan yang dibutuhkan, dan mengurus asuransi perjalanan serta transportasi. Duh, bahagianya saat itu, dari Asia akhirnya aku terpilih juga bersama seorang dokter hewan dari WWF India untuk mengikuti shourt course tersebut.

Persiapan Perjalanan
Dalam perjalanan kembali ke kota Jambi dari Kabupten Tebo, saya berusaha menghubungi travel agent untuk memesan ticket penerbangan dari Bengkulu menuju Harare. Saya hanya punya waktu dua minggu untuk mempersiapkan perjalanan ini. Ada beberapa pilihan, yakni dengan Malaysia Airline (Jakarta-Kualalumpur-Johannesburg-Harare) tetapi penerbangan yang tersedia tidak setiap hari tapi per dua hari sekali. Pilihan kedua : Singapore airline (Jakarta-Singapore-Johannesburg-Harare), saya menyukai maskapai penerbangan ini karena pelayanannya sangat memuaskan selama perjalanan berdasarkan pengalaman sebelumnya yang beberapa kali menggunakan Singapore Airline, tetapi sayangnya ongkosnya sangat mahal dibandingkan maskapai penerbangan lainnya. Pilihan ketiga : Singapore Airline dan Kenya Airways (Jakarta-Singapore-Bangkok-Nairobi-Harare).  Pilihan keempat : Cathay Pasific dan South Africa Airways (Jakarta-Hongkong-Johannesburg-Harare). Saya mencari yang murah dan tidak banyak transit, akhirnya pilihan saya jatuh pada pilihan keempat, untuk urusan ini saya harus bayar dimuka sebesar USD 1500. 

Peta Zimbabwe
Sumber Photo : Google
Travelling seorang diri memang harus mempunyai management perjalanan yang baik termasuk persiapan yang matang dan jelas. Urusan transportasi dari Indonesia menuju negara tujuan serta asuransi perjalanan dan kegiatan selama di negara lain sudah tidak ada masalah.  Kebetulan passport lama masih berlaku dan kebetulan visa-nya on arrival, sehingga tidak disibukkan dengan urusan pembuatan visa yang biasanya tidak mudah dan tidak singkat. Visa bisa diurus setelah sampai ke negara tujuan, hal ini mempermudah saya dalam mengurus persiapan perjalanan yang tinggal beberapa hari lagi. Urusan di Indonesia sudah selesai sekarang ganti mengurus keperluan setelah sampai di Africa. Menggunakan jasa internet membuat urusan yang bermil-mil jauhnya menjadi lebih mudah. Mencoba browsing dan menghubungi travel agent di Harare untuk memesan taxi guna menjemput saya di International airport di Harare dan mengantarkan saya ke hotel yang telah dipilih setelah saya sampai disana nantinya. Memesan jenis makanan yang halal untuk menu sehari-hari selama mengikuti shourt course kepada panitia penyelenggara. Mengurus transportasi dari kota Harare ke Malilangwe Willdfe Reserve yakni dengan menyewa pesawat kecil  atau menyewa mobil patungan dengan beberapa orang dari negara lain yang mempunyai tujuan yang sama. Begitu semua urusan telah beres, tinggal menyusun anggaran perjalanan sesuai dengan hasil browsing di internet dan dikirim ke pihak pemberi beasiswa.  

Kendala
Setelah mendapat persetujuan dari lembaga pemberi beasiswa, tinggal menunggu dana ditransfer melalui lembaga serupa yang berada di Indonesia.  Masalah kembali timbul saat lembaga tersebut belum   mencairkan dana ini sesuai pada waktu yang dibutuhkan. Mungkin ini efek samping saya pernah mengkritik dan mengirim tulisan yang sifatnya pribadi kepada teman saya dokter hewan yang bekerja di pemerintah USA tentang mengkritisi adanya penangkapan gajah liar di Riau yang pada akhirnya gajah itupun mati pasca penangkapan dan membuat lembaga tersebut yang berada di Indonesia dan Amerika merasa tersinggung dan menganggap bahwa tulisan saya tidak benar dan berlebihan tentang kondisi di Riau.  Pada saat saya akan berangkat pun dana yang telah dikirim dari WWF Nepal melalui sebuah lembaga swadaya masyarakat di Indonesia belum bisa ditransfer ke rekening saya. Pada saat itu saya berpikir, mungkin saat ini saya masih kurang beruntung, sehingga untuk berangkat mencari ilmu ke negara lain pun banyak hambatan dan kemungkinan terburuk saya tidak akan berangkat. Keluarga dan kolega senior menyemangati saya dan meminta saya untuk tetap berangkat meskipun tidak ada dukungan dana dari beasiswa.  Akhirnya berpikir keras dan mendapat jalan keluar, teman dan saudara bersedia memberikan bantuan dana untuk menambah uang dari tabungan saya.  Mengingat biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti short course seperti ini memang sangat mahal. ATM tabungan saya tinggalkan di Indonesia agar saat dana beasiswa sudah ditransfer, uang bantuan dari saudara dan teman bisa langsung dikembalikan secepatnya.

Sebelum berangkat, saya sempatkan beberapa hari bekerja di PKG Seblat sampai sehari sebelum berangkat untuk monitor dan memastikan bahwa semua gajah dalam kondisi baik saat saya tinggalkan. Di PKG Seblat saya bertemu seorang kolega dari India yang bekerja untuk animal welfare, pada saat itu akan tinggal beberapa hari di camp PKG Seblat bersama PhD student dari Massachusetts University.

Nyaris ketinggalan pesawat.....:)
Hong Kong International Airport
Berangkat dari Bengkulu menggunakan Sriwijaya Air, kemudian transit sehari di Jakarta.  Seorang teman lama mengantarku ke Soekarno Hatta International Airport.  Siang itu penerbanganku dari Jakarta menuju Hong Kong. Travel bag saya sepertinya dicurigai sehingga saya harus membongkar satu persatu isi dalam tas untuk ditunjukkan ke petugas bandara, karena penumpang yang lain tidak diperiksa. Selesai pemeriksaan saya menuju ke waiting room maskapai penerbangan Cathay Pasific.  Tiba di Hongkong masih punya waktu beberapa jam untuk istirahat sambil menunggu penerbangan selanjutnya. Saat tiba dan melihat monitor untuk mengetahui di gate mana saya harus menunggu, ternyata penerbangan yang kucari yakni South Africa Airways dari Hong Kong menuju Johannesburg belum tercantum disana, akhirnya bertanya pada petugas dan petugas memberi petunjuk bahwa saya harus naik dan belok kiri, penerbangan yang saya cari gate-nya ada diujung.  Setelah mengucapkan terimakasih saya langsung menuju lokasi yang diarahkan.  Tidak lama duduk di ruang tunggu, saya merasa heran kenapa yang tercantum di monitor adalah penerbangan dengan Cathay Pasific, kemudian untuk memastikan saya mendatangi petugas kembali yang ada disekitar lokasi (information center) dan petugas meyakinkan saya bahwa saya berada di tempat yang benar.  Tapi saya tetap merasa bahwa saya ditunjukkan di tempat yang salah, saya berpikir kemungkinan petugas hanya periksa ticket saya dan melihat urutan pertama saja atau hanya lihat sampul ticket saya saja yakni Ticket Cathay Pasific dan tidak melihat bahwa ada connecting flight dengan South Africa Airways, saya mulai menduga-duga.  Untuk terakhir kali saya mencoba bertanya kepada petugas yang lainnya yang ada di lokasi, dan dia memberi jawaban yang berbeda dengan kedua petugas sebelumnya," disini untuk penerbangan Cathay Pasific sedangkan South Africa Airways jauh disana", petugas menunjukkan ujung yang berlawanan.  Waktu menunjukkan hampir jam 12 malam pertanda bahwa pesawat yang akan saya naiki sudah boarding.     Secepat kilat saya langsung berlari menuju gate yang dimaksud dan ternyata telah final boarding.  Sepertinya saya satu-satunya orang yang terakhir memasuki pesawat tersebut.  Duh...nyaris ketinggalan pesawat. Pukul 12 malam akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Johannesburg di Africa Selatan.

Selama menunggu di Hong Kong saya tidak sempat beristirahat karena terus-menerus dihubungi teman-teman  di Indonesia yang memberi khabar bahwa ada seekor orangutan sumatra baru datang ke Stasiun Re-introduksi di Sungai Pengian, Tebo, Jambi yang bernama Yanti.  Karena sangat semangat mendengarkan cerita tentang orangutan tersebut akhirnya lupa bahwa telepon terkena roaming yang membuat pulsa yang baru saya beli di Jakarta sebelum berangkat habis gara-gara menerima telepon dari Indonesia.  Selama penerbangan dari Hong Kong ke Africa Selatan saya berpikir saya akan bisa istirahat dengan tenang.  Kebetulan dua kursi disebelah saya kosong sehingga bisa saya pakai untuk berselonjor dan istirahat seperti penumpang yang lainnya. Bantal, selimut, penutup mata serta kaos kaki pemberian pramugari sudah saya pakai, dan tak lupa mendengarkan music melalui headset dan siap tidur.  Tiba-tiba mendengar dua orang yang duduk dideretan kursi di sebelah saya bertengkar hebat, seorang wanita kulit hitam dengan seorang laki-laki  kulit putih yang sepertinya mereka bertengkar soal tempat duduk. Yang satu ingin tidur/ istirahat dan satunya terganggu sampai-sampai berkata kasar dan keras yang membuat kami yang ada disekitarnya terbangun dan tidak bisa tidur nyenyak.  Akhirnya sisa waktu malam itu saya pakai untuk menonton beberapa film di monitor yang ada di masing-masing kursi dan mendengarkan musik 'spice girl' serta sesekali lihat posisi penerbangan sudah sampai dimana, apakah masih jauh atau sudah dekat dari Africa dan untuk memperkirakan posisi saya sedang diatas negara mana dan laut apa....hehe! Dan untuk menghilangkan kebosanan, berusaha melihat film-film komedi, tak peduli bila ada orang yang melihatku tertawa sendiri karena lucu.

Sinar matahari terbit menyilaukan mata, akhirnya sebentar lagi mendarat di Internasional Airport di Johannesburg - Africa Selatan. Terminal kedatangan dan keberangkatan sangat jauh sehingga kami diangkut dengan bus menuju lokasi penerbangan berikutnya. Lorong-lorong di airport ini sangat membingungkan untuk mencari meja petugas transfer passengers, tapi akhirnya menemukannya juga.  Saat sedang antri, saya mendengar banyak orang berbicara dengan bahasa Jawa Timur di belakang saya.  Langsung saya menoleh ke belakang, semuanya laki-laki, sepertinya mereka rombongan. Setelah urusan saya selesai saya duduk sebentar di dekat rombongan tersebut, dan saya bertanya kepada salah satu orang dari mereka apakah berasal dari Jawa Timur ?  Ternyata memang benar.  Rombongan itu ternyata TKI yang dibawa oleh dua orang yang sedang mengurus ticket mereka saat kami sedang ngobrol, mereka akan bekerja di Botswana.  Akhirnya saya tinggalkan mereka dan menuju waiting room untuk melanjutkan penerbangan ke Harare - Zimbabwe.  Pagi itu saya memberi khabar keluarga saya bahwa telah sampai di Africa Selatan karena di negara ini terakhir kali saya bisa komunikasi dengan telkomsel card, dan ternyata saat itu di Jakarta sudah siang :)  Ternyata pesawat saya ke Harare mengalami delay selama 3 jam sehingga saya harus menunggu lebih lama di Johannesburg.  Sambil membeli makanan untuk sarapan, saya tak henti-hentinya melihat sekitar siapa tahu bertemu kolega yang dari India, yang sudah berkenalan dan berkomunikasi dengan saya sebelumnya melalui email, karena kami kemungkinan akan bersamaan dalam satu pesawat dari Johannesburg menuju Harare karena kebetulan kami memilih waktu dan penerbangan yang sama.  Sampai pesawat akan berangkat saya tidak menemukan orang yang saya cari.  Saya tidak tahu bahwa penerbangan South Africa Airways yang dari Bombay - India menuju Johannesburg batal berangkat.

Akhirnya sampai juga ke negara tujuan
Harare City
tampak gedung parlemen di sebelah kiri
Setelah penerbangan selama satu jam dari Africa Selatan akhirnya sampai juga di Zimbabwe.  Sebelum mengunjungi negara yang satu ini saya sudah mendapatkan informasi melalui email bahwa dilarang motret di tempat-tempat umum, terutama motret aparat, polisi yang sedang bertugas di jalan, PNS, gedung-gedung pemerintah apalagi rumah kediaman presiden kalau tidak ingin bermasalah.  Dilarang keluar hotel sendirian karena situasi dan kondisi yang sedang tidak aman.  Dilarang menerima tamu dan membukakan pintu untuk orang tidak dikenal.  Musti mempunyai banyak photocopy identitas diri, travel bag harus dikunci dan barang-barang berharga diletakkan di dalam brankas yang telah disediakan di setiap kamar hotel bila ditinggalkan, dianjurkan tidak melakukan transaksi uang di Bank di negara tersebut karena nilai tukar yang tidak menentu diakibatkan oleh inflasi tinggi dan diminta untuk membawa uang cash berupa $US sesuai keperluan selama berada di negara tersebut. Dan selama berada di tempat belajar yang berada di lokasi habitat satwa liar, dilarang pergi / jalan-jalan sendirian terutama sore hari karena binatang buas ada disekitar kita.  Alangkah mengerikan negara yang saya kunjungi ini :)

Perjalanan yang cukup lama dan melelahkan dari Bengkulu-Jakarta-Hong Kong-South Africa-Zimbabwe mengalihkan pikiranku untuk tidak terlalu cemas tentang kondisi keamanan disana.  Setibanya di Harare yang membuatku cemas malah jangan sampai bagasi saya nyasar kemana-mana.  Itu yang seringkali terjadi bila naik pesawat di Africa, barang bawaan sering tidak sampai bersamaan dengan orangnya berdasarkan pengalaman beberapa teman yang pernah mengalaminya.  Sepi...gelap...itulah kesan pertamaku tiba di International airport di Harare siang itu.  Selesai mengurus visa on arrival dengan membayar USD 30, saya menuju lokasi pengambilan bagasi.  Tak satupun orang yang saya kenal di sana, dan ini perjalanan pertama kali saya ke Zimbabwe.  Tapi saya selalu yakin bahwa saya akan punya banyak teman baru disini.

Hooray....dapat uang 100 juta.....:)
Mata Uang Zimbabwe
100 juta $Zim hanya cukup untuk sekali makan
Saat keluar di terminal kedatangan telah menunggu dua orang berkulit hitam dan masing-masing membawa tulisan nama saya disana, jadi bingung yang mana yang menjemput saya.  Setelah saya sapa keduanya ternyata yang satu adalah dari travel agent yang ditugasi untuk menjemput saya dan mengantar saya ke penginapan/ hotel.  Dan yang membuat saya heran, seorang lainnya memberiku uang cash sebesar $Zim 100.000.000,-  untuk living cost selama sehari di kota Harare.  Masih tidak percaya dan terheran-heran, "Haaah.....100 juta ?! Apa tidak salah menghitung tuh ???" Akhirnya saya terima karena saya tidak punya uang dalam bentuk Zim dollar yang saya punya hanya US dollar, pikir saya, "mungkin nanti akan berguna".  

Jalan-jalan keliling kota Harare and freely....
Lokasi Bronte Hotel di Kota Harare
Taman Kota Harare
Rumbi, nama teman baru saya, yakni laki-laki kulit hitam yang saya kenal saat pertama kali menginjakkan kaki di Zimbabwe, yang menjemput saya dan mengantar saya ke Bronte Hotel, tempat saya menginap.  Sepanjang perjalanan dari bandara menuju pusat kota dan Bronte Hotel kami berkenalan dan ngobrol seperti sudah lama kenal.  Sepertinya dia seorang yang ramah dan menyenangkan.  Dan karena saya belum percaya bahwa saya sudah di Africa, saya bilang ke Rumbi, "pergi ke Africa untuk bisa melihat satwa liar adalah mimpi saya sejak kecil dan akhirnya mimpi saya jadi kenyataan sekarang". Orang Zimbabwe bahasa Inggrisnya cukup bagus sehingga tidak ada kendala dalam berkomunikasi. Brontel Hotel terletak di tengah kota, dan lokasinya sangat strategis, pemandanganya cukup bagus dan sejuk karena banyak pepohonan, serta kamarnya besar dan bersih.  Biaya penginapan juga tergolong sangat murah yakni sekitar USD 19 per malam.  Setelah mengantar saya ke hotel, dia menawarkan diri bersedia mengantar saya jalan-jalan keliling kota Harare sore hari.  Saya tertarik dengan tawarannya, saya pikir, "untuk apa saya mengurung diri seharian di kamar hotel karena untuk keluar sendirian tidak direkomendasikan, sekarang ada teman orang asli Zimbabwe bersedia menemani jalan-jalan, kenapa tidak...".  Jam tiga sore teman baru saya akan menjemput saya ke hotel, kebetulan dia membawa mobil sehingga tidak perlu bingung dengan alat transportasi apa yang akan dipakai untuk jalan-jalan.  Sambil menunggu waktu menunjukkan pukul tiga, saya duduk sendirian di taman hotel sambil membaca novel yang saya bawa dari Indonesia sebagai teman perjalanan.  Saat saya sedang duduk sendirian di taman tersebut saya tahu bahwa banyak mata memperhatikan saya, tapi saya berusaha untuk tidak peduli.  Mungkin karena saya orang Asia, mungkin mereka jarang melihat orang Asia, mereka lebih sering lihat orang kulit hitam dan kulit putih disini.  Saya terus membaca dan tetap membaca buku, acuh dengan yang ada di sekitar.  Tiba-tiba saya dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang mengendap-endap dibelakangku untuk mengejutkanku, begitu saya menoleh kebelakang ternyata teman baru saya telah datang.  Dia telah mengetuk pintu kamar hotel saya tetapi tidak ada orang akhirnya dia menemukan saya di taman.  Kami berkeliling dan melihat-lihat kota Harare dari jam tiga sore sampai jam 9 malam, mulai dari kebun raya, taman kota, taman satwa, Universitas of Zimbabwe, Fakultas Kedokteran Hewan, klinik hewan, terminal, rumah sakit, stasiun kereta api antar kota bahkan mencoba menaikinya, rumah kediaman presiden, kedubes Indonesia, gedung-gedung pemerintah, pusat perbelanjaan, souvenir shop, dan masih banyak lagi lainnya.  Banyak yang menyapa sepanjang perjalanan, sepertinya kawan baru saya ini cukup banyak dikenal orang. Selama berjalan-jalan saya juga kursus singkat bahasa Chishona yang biasa digunakan sehari-hari disana.  Jalan-jalan hari itu berakhir dengan makan malam bersama sebagai ucapan terimakasih telah mengantarku melihat-lihat kota Harare, saya mengundangnya makan malam di restoran Bronte Hotel.  Saat membayar makan malam saya baru menyadari bahwa sekali makan menghabiskan uang Zim$ 100 juta.  Dan saya baru mengerti kenapa saat tiba di bandara saya diberi uang 100 juta dollar ternyata uang segitu tidak banyak, hanya cukup untuk membeli makan sekali di Harare :)

Transaksi uang di pasar gelap (black market)
Bronte Hotel
Uang cash yang saya punya hanya berupa $ US dan saya tidak punya lagi yang $ Zim.  Akhirnya membuat saya mencari tahu caranya mendapatkan $ Zim lagi untuk living cost selama berada di kota sampai esok hari.   Dan saya dianjurkan untuk tidak melakukan penukaran uang di Bank tetapi disarankan ke black market.....aneh sekali.  Di negara sendiri bila berhubungan dengan black market itu dilarang, di negara ini malah dianjurkan :)  Mendorong saya untuk mencari kenalan orang kulit hitam yang punya akses ke black market karena saya masih memerlukan beberapa $Zim guna living cost selama di kota Harare serta membeli kebutuhan selama perjalanan ke tempat tujuan yakni Malilangwe Wildlife Reserve yang jauh berada diluar kota.  Nilai tukar uang yang aneh, tiap $US 10 saya bisa tukarkan menjadi $Zim 100 juta tetapi dilain waktu $US 20 nilai tukarnya senilai dengan $Zim 100 juta.  Dan kita bisa tawar-menawar agar mendapat nilai tukar seperti yang kita inginkan.......seperti beli cabe di pasar tradisional di Indonesia saja ya....hahaha!  Di jalan depan Bronte Hotel akan dijumpai pria-pria berjas dan berdasi tempat menukar uang dan pastikan tidak ada polisi.  Tapi tidak berlaku sebaliknya, mereka terkadang tidak menerima penukaran uang dari $Zim ke $US, jadi musti berhati-hati dalam menukar uang jangan sampai berlebihan karena $Zim tidak akan bisa ditukar lagi menjadi $US apalagi Rp di money changer setelah keluar dari negara Zimbabwe. 

Perjalanan menuju Malilangwe Wildlife Reserve
Rumah Penduduk Lokal yang Unik
Perjalanan dari Harare menuju Malilangwe Wildlife Reserve
Esok harinya saya akan melakukan perjalanan jauh dari kota Harare menuju Malilangwe Wildlife Reserve dan menginap di Hakamela Lodge.  Rencana semula akan charter pesawat kecil dengan cara patungan dengan beberapa teman dari negara lain yang akan mengikuti course yang sama. Tetapi setelah mempertimbangkan perjalanan darat lebih menarik, akhirnya saya batalkan dengan ganti rental mobil Land Cruiser.  Biaya yang harus saya keluarkan untuk charter pesawat dan rental mobil adalah sama, yakni masing-masing orang membayar $US 100.  Dengan perjalanan darat saya akan bisa menikmati pemandangan dari dekat tentang kehidupan masyarakat lokal di pelosok juga melihat habitat satwa liar di sepanjang perjalanan.  Itu sungguh hal yang menarik.  Rental mobil disini harus membawa sendiri tanpa sopir dan akan dibekali peta/ map untuk petunjuk perjalanan agar tidak tersesat.  Saat sedang menunggu di lobby hotel saya bertemu dengan seorang kolega dokter hewan dari Tanzania bernama Kuya Sayalel dan kolega dokter hewan dari University of Zimbabwe, Sithasisiwe Moyo dan ketua Asoisasi dokter hewan satwa liar Zimbabwe, Astrid Huelin.  Saya merental mobil Land Cruiser bersama dua orang, yakni yang satu ketua Asosiasi dokter hewan satwa liar Zimbabwe dan dengan seorang turis.  Teman saya dokter hewan yang menyetir mobil dan saya yang membaca peta dan memperhatikan tulisan-tulisan sepanjang jalan yang menunjukkan lokasi yang telah kami lewati. Saat perjalanan berangkat menuju lokasi tempat belajar saya beruntung ada teman dari Zimbabwe dalam satu mobil, tidak seperti saat pejalanan kembali ke kota Harare, kami rental mobil bertiga dengan kolega dokter hewan dari WWF India, Garga Mohan Das dan peneliti dari University of Cambrige yang tinggal di Kenya, kami bertiga sama-sama buta wilayah Zimbabwe dan sama-sama baru pertama kali mengunjungi negara ini.  Tetapi akhirnya sampai juga di tempat tujuan dengan penuh perjuangan tentunya :)  

Hindari naik kendaraan umum
Untuk perjalanan jauh hindari naik kendaraan umum terutama bus, jangan pernah membayangkan kondisi bus seperti di Indonesia atau di negara asia lainnya.  Disana bus sangat langka dan peminatnya banyak, mungkin karena lebih murah, jadi penumpang bus akan tampak berjubel, tidak hanya duduk di kursi penumpang tetapi juga berdiri berdesak-desakan dari pintu bagian depan sampai pintu belakang, bahkan parahnya lagi kita akan melihat pantat-pantat penumpang keluar dari jendela samping kiri dan kanan bus, karena tidak dapat tempat duduk mereka duduk dijendela yang telah dibuka kacanya.  Dan bus tidak ber-AC.  Bisa dibayangkan betapa panasnya di dalam bus dengan penumpang yang overload.  Saya hanya bisa memandanginya dengan penuh keheranan saat mobil kami berpapasan dan mendahului bus dan mencoba memotretnya dengan sembunyi-sembunyi.  Juga tampak tidak ada shelter untuk menunggu angkutan umum itu, yang terlihat hanyalah  orang-orang membawa travel bag menunggu bus di jalan-jalan di bawah pohon dan duduk di batu.  Alhamdulillah....saya masih bersyukur hidup di Indonesia.

Peta Kota Chiredzi - Zimbabwe
Hewan Ternak 
Sepulang dari Zimbabwe satu-satunya kota yang masih saya ingat selain Harare adalah Chiredzi.  Tempat kami beristirahat sejenak, berhenti di SPBU untuk mengisi bahan bakar mobil, membeli minuman dan snack untuk perjalanan dan ke toilet.  Toilet yang dimaksud bukanlah bangunan di areal SPBU untuk buang air kecil tetapi mobil berhenti di tengah jalan dan sekitarnya adalah semak-semak, disitulah toilet yang dimaksud.  Saat saya ditawari teman saya untuk pergi ke toilet, saya melihat kiri kanan dan mencari dimana ada toilet, dan teman saya bilang toiletnya 'in the bush' :)  Perjalanan dari kota Chiredzi menuju Hakamela saya tertidur kelelahan dengan peta masih ditangan.  Terbangun saat teman seperjalanan membangunkanku karena kami melewati habitat badak.  Saya mengamati sekitar, berharap bisa melihat Badak Africa di alam liar tetapi tak satupun yang kami lihat dalam perjalananan.  Hanya sapi-sapi ternak masyarakat di kiri kanan jalan.  Mungkin itu salah satu cara teman saya untuk membangunkan saya :) 

Pengaruh perbedaan waktu
Penginapanku di Hakamela 
Sore itu sekitar pukul 4 sore kami sampai di Hakamela. Teman saya berbahasa Chishona (bahasa lokal Zimbabwe) menyapa penjaga portal menuju Hakamela lodge. Setelah saya mendapatkan kamar tempat menginap dan meletakkan travel bag saya, saya harus berbagi kamar dengan seorang teman dari Inggris.  Panitia short course menyapa saya dan mengucapkan selamat datang dan memberi tahu jam makan malam dan menunjukkan lokasinya, kemudian saya mengurus administrasi dan melakukan daftar ulang untuk mengikuti short course.  Terlihat sudah datang juga beberapa participants dari beberapa negara tetapi saya belum sempat berkenalan dengan mereka.  Ternyata saya satu-satunya peserta dari Asia karena peserta yang dari India belum datang, dan peserta lainnya dan dosen pengajar berasal dari Africa, Eropa dan Amerika.  Karena secara fisik warna kulit berbeda sendiri membuat peserta dan dosen pengajar mudah sekali mengenali dan mengingat saya dibanding peserta lainnya.  Panitia meminta saya bergabung dengan peserta lainnya untuk dinner bersama, kalau seandainya bisa memilih saya lebih memilih tidur saja daripada makan malam.  Saya benar-benar mengantuk sekali.  Setelah selesai makan malam bersama ternyata tak seorangpun langsung beranjak dari meja makan tetapi masih saling berkenalan satu sama lain dan bertukar cerita sebagai perkenalan awal.  Saya pun harus meladeni dan menjawab pertanyaan teman-teman baru saya mengenai pekerjaan saya dan lain-lain.  Mereka bertanya kenapa saya terlihat sangat kelelahan dan akhirnya saya menunjukkan jam tangan saya yang kebetulan belum saya rubah waktunya menyesuaikan waktu di Zimbabwe, masih waktu Indonesia, dan jam tangan saya menunjukkan pukul 3 pagi, itu mengapa saya sangat mengantuk dan terlihat seperti orang kelelahan.  Tubuh saya belum bisa menyesuaikan perbedaan waktu antara Indonesia dan Zimbabwe, masih butuh penyesuaian beberapa hari agar terbiasa dengan waktu disana.  Akhirnya teman-teman saya mempersilahkan saya untuk beristirahat lebih dulu :)


Lady first
Selama tinggal di Hakamela, karyawan disana begitu ramah dan setiap acara makan, mereka menyapa saya dan saya menjawabnya dengan menggunakan bahasa Chishona (basa Zimbabwe), sebelumnya kursus private denga teman saya, Rumbi, yang mengajari saya sebelum saya meninggalkan kota Harare.  Membuat mereka senang karena saya menjawab pertanyaan mereka dengan bahasa mereka sehari-hari.  Terasa menyenangkan dan begitu akrab.  Budaya yang saya kagumi, disana wanita selalu diutamakan dan dihormati.  Setiap antri mengambil jatah makan wanita didahulukan.  Saat karyawan mengantar makanan pembuka dan makanan penutup ke meja makan, wanita juga selalu didahulukan.

Hasil kursus singkat bahasa Chishona

Chishona - Zimbabwe
Indonesia
Nda tenda
Terimakasih
Santi sana
Terimakasih
Mangwanani
Selamat pagi
Maswerasei
Selamat malam
Masikathi
Selamat siang
Titambire
Selamat datang
Makadii
Apa khabar ?
Ndine urombo
Maafkan saya
Mhoro
Halo
Zaka naka
Enak


Aktivitas harian

Praktek Pembiusan Gajah 
Praktek Pembiusan Jerapah
Sebelum kegiatan belajar dimulai pada hari pertama di class, kami diwajibkan untuk memperkenalkan diri masing-masing dan menceritakan aktivitas di negara masing-masing secara singkat.  Karena perkenalan ini akhirnya saya bisa mengenal dokter hewan dari Frankfurt Zoological Society, Dr. Pete Morkel yang menangani project di Africa yang menjadi dosen pengajar dan penguji saya saat ujian waktu itu. Kegiatan kami selama berada di Malilangwe hanya belajar......belajar dan belajar setiap hari. Tanpa berpikir lagi tentang makanan, cucian, transportasi dan hal-hal kecil lainnya karena semua sudah disediakan pelayanan khusus untuk itu dan free, mungkin sudah dimasukkan kedalam biaya belajar.  Pagi-pagi sekali sekitar pukul 5 atau terkadang pukul 6 pagi, kami sudah harus berangkat ke hutan untuk praktek, bagi yang terlambat bangun akan ditinggal.  Pulang dari praktek mandi dan sarapan, setelah itu baru kuliah dalam ruangan sampai siang. Siang hari saatnya makan siang dan praktek penggunaan senjata bius (praktek menembak), kemudian dilanjutkan dengan kuliah lagi sampai sore.  Sore hari berangkat lagi ke hutan untuk praktek handling satwa liar baik dengan cara physical restraint maupun chemical restraint (anesthesia).  Sepulang dari praktek biasanya sudah malam, lalu mandi, badan kotor karena debu dan dilanjutkan makan malam bersama.  Setelah selesai makan malam biasanya kami tidak langsung istirahat tidur tetapi masih bercanda dan begadang di ruang makan, bila sudah benar-benar mengantuk baru tidur.  Dan begitu seterusnya setiap hari. 
Dengan mobil mencari lokasi satwa liar yang tertembak bius
Hal-hal lucu yang terjadi selama mengikuti short course di Malilangwe dan selama berada di kota Harare.
Saat berada di kota Harare, saya mencoba menerapkan keramah-tamahan yang biasa dilakukan di negara lain, menyapa orang yang saya jumpai.  Tetapi ternyata tidak cocok diterapkan disana, jadi ingat kata pepatah "lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya".  Akibat suka menyapa orang lain dengan ramah  meskipun hanya sekedar untuk mengucapkan 'selamat pagi, dll' pada setiap orang saat bertemu terutama laki-laki, bisa dipastikan mereka akan mencari tahu tentang dirimu dan tempatmu tinggal dan tiba-tiba mendatangimu hanya untuk menyampaikan bahwa dia menyukaimu bahkan berniat mengajakmu berkencan :)  Jadi sebaiknya  hanya menyapa orang-orang yang kamu kenal saja.  Sangat berbeda dengan di Australia, setiap orang biasa menyapa bila berpapasan di jalan baik kenal atau tidak, karena itu sudah budayanya. 

Bersama kolega dokter hewan dari Tanzania dan Kenya
Pada hari terakhir berada di kota Harare, saya bersama teman dari Kenya (Martin Mulama), India (Garga mohan Das) dan Tanzania (Kuya Sayalel) berjalan-jalan keliling kota, kadang kami naik taxi terkadang berjalan kaki, dan saya sebagai guidenya karena sebelumnya sudah jalan-jalan di kota Harare pada saat hari pertama datang di negara itu.  Terheran-heran karena saya bisa menjadi pusat perhatian saat berada di tempat umum, apa mungkin karena warna kulit saya berbeda  (bukan kulit hitam dan bukan kulit putih) dan mungkin karena saya orang Asia yang jarang mereka lihat.  Banyak toko milik orang Portugal di Harare, setiap saya memasuki toko milik orang Portugal, pramuniaga mengira saya orang Portugal juga, menurut mereka bahasa Inggris saya mirip aksen orang Portugal :) 

Saat kami sedang belanja souvenir bersama teman dari Zimbabwe (Sithasisiwe Moyo), Kenya (Martin Mulama), India (Garga Mohan Das), Tanzania (Kuya Sayalel) dan waktu sangat terbatas karena siang itu saya dan teman dari Kenya harus kembali pulang ke negara masing-masing.  Waktu yang sempit membuat Martin teman saya dari Kenya memberi waktu saya hanya 10 menit berada di Souvenir shop untuk membeli oleh-oleh.  Dan teman saya Stha dari Zimbabwe yang bertugas membantu saya untuk membayar barang yang telah saya beli, karena saya kurang paham dengan nilai uang Zimbabwe yang mengalami inflasi tinggi, karena saya harus membayar menggunakan $ Zim dan bukan $ US.  Uang sebanyak 3M ($ Zim 3 billion) hanya cukup untuk membeli T-shirts beberapa buah saja :) 

Saat makan malam dan saat ada teman yang berulang tahun, kami semua mendapat minuman gratis.  Biasanya saya sering duduk berdekatan dengan teman-teman dari Zimbabwe, Namibia, Kenya, India, Tanzania, Zambia, dll saat makan malam.  Mereka tahu saya tidak minum alkohol, akhirnya jatah vodka untuk saya diminum teman-teman, dan yang biasa menghabiskannya adalah teman dari Namibia.  Dengan dua botol vodka besar habis saat makan malam, dan akibatnya esok harinya saat pelajaran tertidur dikelas....hehe! Saya yang duduk dibelakangnya suka membangunkannya dan menyuruhnya keluar untuk minum kopi agar efek alkohol yang diminumnya berkurang.  Dan gara-gara sering mabuk, dia juga sering ketiduran dan ketinggalan mengikuti praktek. Kebetulan dia satu team dengan saya.   
Berbeda dengan saya, terkadang saya juga tertidur di dalam kelas bila dosennya saat mengajar membosankan.  Teman sebangku saya dari Amerika sering membangunkan saya bila sudah mulai mengantuk   di siang hari di kelas :)  Bisa dipastikan bila pengajarnya Prof. Meltzer, saya pasti mengantuk di kelas karena bicaranya pelan dan kurang jelas, mungkin faktor umur :)  Sepertinya saya hanya semangat saat praktek saja dan saat ujian yang tidak mungkin membuat saya tertidur karena harus berpikir keras.

Suatu hari saat makan malam, salah satu teman mulai usil dengan melempar kue diatas meja ke arah teman yang berada di meja yang berlainan.  Akhirnya mendorong yang lain ikut-ikutan tidak hanya mahasiswa tetapi juga dosennya, kamipun akhirnya saling lempar-lemparan kue dari meja makan seperti sedang berperang antar meja.  Bahkan pelayan yang datang mengantar makanan kami pun harus pintar menghindari terkena lemparan kue.  Seru...seperti anak kecil main perang-perangan, ada yang bersembunyi di bawah meja kemudian melempar kepala dan badan kawan dengan kue dan bersembunyi lagi, begitu seterusnya.  Tidak hanya kue, malah ada yang mengambil slang air di taman dan menyemprotkan air kepada orang-orang yang diincar.  Benar-benar mengasyikan, tetapi ruangan jadi berantakan dan sangat kotor.  Mungkin pelayan disana keheranan melihat tingkah kami semua :)

Ketika sedang praktek pembiusan singa dari atas mobil bak terbuka, setelah singa ditembak bius tiba-tiba kelompok gajah liar datang dan mengusir singa yang telah terbius sehingga singa tersebut pergi menjauh dan lepas dari pantauan kami. Sungguh sial waktu itu gara-gara gajah liar :) 

Hakamela Lodge
Baru tiga hari berada di Hakamela, seorang teman course setelah selesai makan malam mengatakan bahwa dia menyukai saya dan apakah saya mau menikah dengannya......hahaha....ada-ada saja :)
Saat hari terakhir di Hakamela dan sebelum pergi, beberapa karyawan minta berfoto dengan saya dan minta alamat saya, heran juga. Mengapa tidak berfoto dengan yang lain ?! Mungkin karena saya satu-satunya wanita Asia disana dengan warna kulit berbeda dengan mereka, yang menurut mereka menarik.

Selama kembali ke kota Harare saya dan teman-teman ingin berjalan-jalan keliling kota dan mencari souvenir khas Zimbabwe. Kebetulan teman-teman yang berasal dari negara lain juga menginap di hotel yang sama sehingga kami bisa jalan-jalan bersama.  Tetapi saat itu saya telah membuat janji dengan seorang teman dokter hewan yang bekerja sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Hewan, University of Zimbabwe.  Saat sedang bekerja saya menelponnya dan mengajaknya jalan-jalan.  Tak lama kemudian dia mendatangi kami ke hotel. Dan setelah itu teman saya orang Kenya bilang bahwa saya sedang dicari oleh Rektor University of Zimbabwe yang akan complain ke saya karena menculik karyawannya untuk diajak jalan-jalan saat dia sedang bekerja.....hehe :)


Teori sangat membosankan dan praktek begitu menyenangkan dan membuat bersemangat :)


Praktek Pembiusan dari Helicopter untuk tembak bius gajah, jerapah 
dan badak. Lokasi : Malilangwe Wildlife Reserve
Setiap hari saya harus membaca buku berbahasa Inggris 274 halaman, bukunya sangat menarik karena mengenai pembiusan satwa liar Africa dari berbagai species dimana setiap jenis hewan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dan harus hafal diluar kepala.  Saya sangat malas bila harus membaca setiap hari dalam jumlah banyak, karena akan membuat saya mual dan mengantuk, apalagi bila ada kata-kata dalam bahasa Inggris yang tidak saya mengerti, saya harus menerjemahkan dulu dengan kamus digital saya.  Sungguh membosankan.  Berbeda bila saat praktek, saya selalu antusias ingin mencoba semua hal, termasuk belajar tembak bius baik tembak bius dengan obyek tidak bergerak maupun tembak bius dari atas helicopter yang terbang menuju target pembiusan. Juga sangat antusias saat handling beberapa jenis satwa liar yang belum pernah saya temui sebelumnya di alam liar seperti wildebeest, impala, jerapah, singa, whiterhino, gajah africa, dll.  


Tidak sekedar praktek...bahkan ini tergolong kegiatan berbahaya 

Praktek Pembiusan Singa
Gajah Africa (Loxodonta africana)
Saat praktek tembak bius wildebeest, rombongan wildebeest digiring dengan bantuan pesawat kecil agar menuju lokasi yang telah disekat-sekat oleh pembatas terpal.  Kebetulan team saya mendapat tugas untuk menutup sekat bila rombongan wildebeest telah melewatinya.  Dan resikonya bila wildebeest melihat kami dan menyerang, cara kami menyelamatkan diri adalah pindah dibalik terpal tetapi itu juga tidak menjamin bahwa dibalik terpal tidak ada rombongan wildebeest lainnya yang juga bisa menyerang kami.  Melihat rombongan besar wildebeest yang berlari kencang di depan kami karena panik mendegar suara pesawat yang mengejarnya membuat saya membayangkan seandainya ditabrak dan diinjak-injak oleh wildebeest tersebut pasti tidak akan selamat.


Air craft
untuk menggiring satwa liar
yang akan ditembak bius
Physical Restraint of Impala












Praktek menaikan gajah
keatas truk
Saat praktek pembiusan singa dan mengganti transponder, bukit berbatu tampak sunyi seperti tidak ada tanda-tanda adanya satwa liar disana, yang ada hanya jejak-jejak gajah liar dan kotorannya, bahkan seorang teman menunjukkan saya seekor gajah liar yang tak jauh dari kami sedang makan. Sesekali dosen pendamping mengingatkan kami untuk tidak bicara karena dibalik batu-batu di bukit tersebut banyak singa liar.  Sebelum menuju lokasi praktek, dosen kami membatasi peserta untuk praktek, hanya 20 orang yang diijinkan mengikuti praktek ini, 10 orang  dari Africa dan 10 orang dari luar Africa, akhirnya pertama kali saya angkat tangan agar dipilih untuk bisa mengikuti kegiatan tersebut. Dan saya memilih duduk mengambil posisi paling depan di bak belakang mobil pickup hanya berjarak beberapa meter saja dari zebra untuk memancing singa datang.  Selain zebra juga diperdengarkan suara rekaman zebra agar singa datang menuju lokasi arah suara.  Dosen kami mengingatkan saya karena duduk paling depan untuk tidak banyak bergerak karena akan memancing perhatian rombongan singa, dan katanya bila singa menyerang kami, sayalah orang pertama yang akan diterkamnya karena berada paling depan :)  Tak lama kemudian rombongan singa betina datang satu persatu menuju zebra dan sesekali melihat kearah kami, mungkin curiga.  Mereka datang dari arah depan kami, dan kemudian singa jantan keluar dari arah kanan kami, serta singa betina ada juga yang datang mendekat dari arah kiri kami.  Tidak hanya itu dari arah kanan juga muncul rombongan gajah liar yang mendekat, dan di belakang kami suara terompet gajah liar bersaut-sautan.  Antara cemas dan waspada bila semua satwa liar tersebut curiga dan menuju kearah kami dan mengusir kami, tak tahu bagaimana cara menyelamatkan diri karena kami berada di mobil terbuka tanpa ada pengaman, dan juga ada rasa penasaran dan bahagia karena melihat satwa liar di habitatnya dan ingin terus mendokumentasikannya tanpa peduli mereka dekat dengan posisi kami.  Karena resiko yang besar dari praktek ini maka kami diwajibkan memiliki asuransi untuk mengikuti short course tersebut.


Bahagianya bisa melihat satwa liar Africa dari dekat

Whiterhino
Sepulang dari praktek pembiusan satwa liar, kami kelelahan, biasanya berdiri selama perjalanan di bak belakang mobil pickup sekarang pada duduk terdiam dan ada yang sibuk motret sekeliling. Jalan berdebu, mobil sangat kencang, membuat muka dan rambut kami tertutup debu halus, bisa dibayangkan seperti apa wajah kami setiap perjalanan pulang kembali ke Hakamela lodge. Rambut berubah menjadi abu-abu.  Saya pun sering tertidur di bak belakang.  Teman saya dokter hewan dari Serengeti NP - Tanzania, Dr. Kuya Sayalel sering membangunkanku setiap ada satwa liar yang dilihat, seperti saat itu dia melihat seekor gajah sedang makan dipinggir jalan, dia selalu membuat saya kaget dan terbangun, "Yanti, look at...elephant !!!" Begitu saya tertidur lagi karena kelelahan akan terbangun lagi saat dia berteriak, " Yantiiii....blackrhino".  Benar-benar surprise melihat blackrhino (badak) berlari sepanjang jalan mengiringi mobil kami akhirnya membuat kami sibuk untuk memotretnya.  Cukup puas akhirnya bisa melihat dua jenis badak Africa, Blackrhino dan whiterhino meskipun saya sendiri masih sulit membedakannya.
Pada saat kami berangkat menuju tempat praktek seringkali mendapat bonus melihat kelompok rangkong, dan burung rangkong africa jauh lebih besar ukurannya dibanding rangkong di Indonesia.  Juga melihat kelompok zebra yang bercampur dengan wildebeest, terkadang juga melihat impala yang berlarian terkejut mendengar mobil kami berlari kencang.  Sebagai pencinta primata, sebenarnya saya berharap bisa melihat chimpanzee dan gorilla tetapi di Zimbabwe tidak ada :)
Hal yang paling menyenangkan saat kami mencari target satwa liar yang akan dibius dan mencarinya sesaat setelah terbius.  Mengikuti jerapah yang terlihat kepalanya diantara pepohonan, dan mobil team kami melaju kencang mengikuti arah helicopter untuk mencari posisi satwa yang telah terbius seperti badak, gajah, jerapah, dll.  Menegangkan dan mengasyikan :)  Semua orang harus bekerja secara cepat....'action only, no talk'

Ice breaking
Playing Football in the bush
Dalam belajar yang beruntun setiap hari dari pagi sampai sore kadang malam, jelas menimbulkan rasa jenuh.  Dan untuk menghilangkan kejenuhan itu, sehabis pelajaran kami disediakan fasilitas untuk bermain football, yakni kompetisi antar team praktek.  Bahagia bisa ikut menyumbangkan gool bagi team saya, blue team :) Dan akhirnya teman-teman berpendapat bahwa orang Indonesia ternyata pandai main bola :)  Karena ketagihan setiap sore saya semangat mengajak teman-teman laki-laki untuk main bola.  Tidak ada lapangan bola disana yang ada padang rumput tempat satwa liar mencari makan, disitulah kami main bola.

Duuh.....Ujian telah tiba
Studying hard before exam
Ujian dilakukan 3 kali, yakni ujian tertulis sekali dan ujian lisan dua kali dengan tujuh dosen penguji.  Sebelum waktu ujian, kami diberi libur selama dua hari yang dimanfaatkan untuk belajar, berdiskusi dan bertanya bila ada yang belum dipahami.  Selama dua hari itu pemandangan di Hakamela lodge berubah total, dimana-mana di dalam ruangan, di kamar, di taman/halaman setiap orang tampak belajar dan tak lepas dari buku.  Saya mengikuti diskusi santai bersama teman-teman di taman untuk membahas setiap bab yang telah kami pelajari di kelas.  Malamnya saya baru belajar sendiri di dalam kamar.  Sesekali saya mengambil photo dan video pemandangan yang aneh dan lucu itu....wajah-wajah serius menjelang ujian.  Karena hasil ujian ini untuk menentukan bahwa kami bisa atau tidak mendapatkan surat ijin pembiusan untuk satwa liar di Africa, dan bagi yang tidak lulus harus mengulang sampai lulus di tahun berikutnya untuk mendapatkan license pembiusan satwa liar.  Mengulang berarti harus mengeluarkan biaya sangat besar lagi untuk mengikuti short course ini, karena course ini tidak murah.  Setiap negara memiliki aturan berbeda dalam memberikan license untuk pembiusan satwa liar.  Dan ini sempat menjadi perdebatan yang rumit karena kami mempunyai pandangan yang berbeda tentang ijin anesthesi.  Di Indonesia pembiusan hanya bisa dilakukan oleh dokter, dokter hewan dan dokter gigi atau petugas dibawah supervisi ketiga dokter tersebut.  

Hooray.....waktunya berpesta
Di hari terakhir panitia penyelenggara membuat pesta kebun, lokasinya di taman tepat depan kamar saya.  Barbecue....ada ayam ada domba africa.  Saya sangat menyukai daging domba africa panggang, rasanya sangat enak sekali, apalagi dimakan dengan gandum.  Itu makanan favorit saya selama disana.  Memutar music disco untuk dance serta bagi yang suka minum tersedia juga minuman beraneka macam. Saya duduk dipojok bersama teman-teman yang tidak suka dance dan minum, kami hanya makan saja sambil ngobrol.  Kebetulan pengelola kawasan Malilangwe Wildlife Reserve juga hadir di pesta malam itu, dan dia menghabiskan waktu ngobrol dengan kami.  Merasa bangga juga ternyata negara Indonesia sangat terkenal, terlepas dari hal-hal buruk dan baik yang beritanya sampai ke negara mereka, tetapi yang jelas tak satupun orang disana yang tidak tahu Indonesia.  Saat saya bilang saya dari Indonesia, dia bilang bahwa saya peserta course paling jauh diantara yang lain.  Dan teman-teman banyak mengetahui berita tentang Indonesia, terutama Bali, Tsunami Aceh, dan project-project konservasi satwa liar di Indonesia. Berbeda dengan beberapa teman lainnya, saat mereka menyebutkan negaranya tidak semua orang tahu negara itu berada dimana dan di benua mana :)  Seperti India, ternyata tak semua orang tahu India :)  Saya memilih tidak mengikuti pesta sampai pagi, saya istirahat lebih dulu meninggalkan pesta bersamaan dengan teman-teman yang menginap di Kwale camp.  Ujian seharian telah membuat saya lelah fisik dan pikiran dan ingin tidur lebih cepat.


Dinner bersama untuk perpisahan dengan teman-teman dekat

Setelah selesai mencari souvenir, malamnya kami berencana makan malam bersama di luar hotel dengan mengundang beberapa teman dekat.  Teman-teman yang berasal dari Zimbabwe yang menentukan tempatnya.  Akhirnya diputuskan untuk dinner di rumah makan China.  Kebetulan selama tinggal di Zimbabwe baik di Harare maupun Malilangwe saya telah mempunyai banyak teman dan di malam terakhir itu saya ingin sekali kami bisa berkumpul bersama meskipun kegiatan short course kami telah selesai.  Malam itu yang dapat hadir hanya beberapa orang, yakni Rumbi, Stha dan Donald dari Zimbabwe, Garga dari India,  Martin dari Kenya, Kuya dari Tanzania.  Sedangkan teman lainnya dari Namibia, Zambia dan seorang lagi dari Zimbabwe tidak bisa datang.  Mereka itu adalah teman-teman dekat saya, saat di Harare maupun di Malilangwe kami selalu bersama.  Dan kami tidak tahu bahwa teman-teman dari Zimbabwe sudah merencanakan tanpa sepengetahuan kami bahwa mereka yang membiayai makan malam kami yang berasal dari luar Zimbabwe.  Dan pada saat itu saya diberi kenang-kenangan mata uang Zimbabwe dari pecahan terkecil sampai terbesar oleh seorang teman :)


so hard to say goodbye to Africa.......

Teman-teman dekat selama di Zimbabwedari berbagai negara
Seperti tulisan yang ada dalam ticket pesawat dari Zimbabwe ke Tanzania yang ditunjukkan oleh seorang teman pada saya di hari terakhir saya berada di Harare, yakni 'So hard to say goodbye to Africa',  memang merasa sedih saat akan meninggalkan Africa dan saat berpisah dengan teman-teman, tetapi sebaliknya  sekaligus merasa beruntung bisa pulang kembali ke Indonesia sebelum kerusuhan terjadi di Zimbabwe.  Karena bila terlambat bisa terkatung-katung di negeri orang.  Mengingat negara itu sedang bergejolak, adanya pemberontakan yang ingin menggulingkan presiden yang sedang berkuasa saat itu.  Kerusuhan dimana-mana karena politik yang sedang memanas dan kondisi ekonomi yang terpuruk, inflasi mencapai 600%.  Jelas ini juga berefek samping dengan penerbangan dari dan menuju ke Zimbabwe menjadi terganggu.  Beritanya sampai di TV di Indonesia yang membuat cemas orang-orang yang kukenal dan mengetahui kepergian saya  ke negara itu dan mereka tidak mengetahui kapan saya kembali.  Apalagi handphone dengan telkomsel card tidak bisa dipakai di Zimbabwe dan akses internet sangat terbatas. Tidak bisa komunikasi keluar.  Tapi satu hal yang pasti, keindahan negara itu, keanekaragaman satwa liarnya dan kebaikan orang-orang yang saya temui selama disana membuat saya kagum dan menjauhkan pikiranku tentang negara itu yang lagi carut-marut.