Jumat, 26 April 2013

Harimau sumatera yang malang, Tesa....hanya 62 hari bertahan dalam perawatan

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama TESA hanya mampu bertahan selama 62 hari saat menjalani perawatan medis di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu.  Akhirnya mati setelah mengalami kondisi kritis dan kesulitan bernafas selama dua hari.

Harimau sumatera 'Tesa' sesaat setelah sadar dari pembiusan
Tanggal 22 Pebruari 2013

Rescue (penyelamatan) harimau sumatera bernama Tesa
Hari itu tanggal 21 Pebruari 2013, saya sedang berada di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat di Bengkulu Utara untuk pengobatan gajah bernama Aswita dan Bona yang sedang sakit saat itu, kemudian mendapat informasi bahwa telah diselamatan seekor harimau sumatera dari konflik dengan manusia di Desa Talang Sebaris, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Bengkulu.  Hari itu saya langsung kembali menuju ke kota Bengkulu dengan menggunakan angkutan umum dengan menempuh perjalanan sekitar 4-5 jam untuk bisa sampai ke kota Bengkulu.  Dari camp PKG Seblat saya masih harus menyeberangi Sungai Seblat dengan perahu dayung atau bisa juga menyeberang dengan bantuan gajah jinak, kemudian dilanjutkan dengan ojek motor selama kurang lebih satu jam melewati jalan buruk untuk mencapai jalan lintas antar  provinsi Bengkulu-Sumatera Barat/ Jambi, dari jalan lintas bisa menggunakan mobil travel menuju kota Bengkulu yang ditempuh selama 4 jam.  Kondisi jalan yang harus dilewati pun tidak cukup bagus, karena masih ditemukan beberapa tempat jalan rusak akibat mobil-mobil besar yang melintas dengan muatan melebihi batas beban jalan seperti truk batubara dan lainnya.

Harimau sumatera tersebut yang kemudian diberi nama Tesa, telah berhasil diselamatkan oleh tim rescue dari Seksi KSDA Wilayah II dengan menggunakan box trap dengan umpan seekor kambing, pada hari itu juga harimau tertangkap, selanjutnya dipindahkan ke kantor BKSDA Bengkulu untuk pemeriksaan dan mendapatkan perawatan medis. 


Pemeriksaan awal harimau Tesa
Harimau (Tesa) mengalami paresis pada kedua kaki belakang
Tanggal 22 Pebruari 2013 
Sore hari baru tiba di kota Bengkulu dan saya langsung melihat kondisi harimau tersebut, karena sebelumnya  tim rescue menginformasikan bahwa harimau dalam kondisi sakit, terluka, tidak bisa berjalan normal dan terjerat di leher.  Harimau diletakkan dalam kandang perawatan, yakni box trap yang dialihfungsikan untuk kandang perawatan dengan ukuran sekitar 2mx1mx1m tanpa ada kandang jepit dan lokasi kandang diisolasi agar tidak banyak orang yang melihat kecuali petugas pemberi pakan dan tenaga medis.  Karena satwa liar seperti harimau sumatera bila dipertontonkan ke banyak orang akan memicu stress dan perilakunya menjadi tidak normal. Perawatan harimau liar yang tepat adalah harus diisolasi untuk meminimalkan kontak langsung dengan manusia yang bisa menimbulkan stress pada satwa liar. Tampak tubuh bagian pinggul sampai ujung kedua kaki belakang tampak kusam dan rambut rontok serta terdapat luka gores kemungkinan karena kedua kaki tersebut saat berjalan diseret sehingga terluka.  Juga terdapat luka melingkar pada leher dengan masih terdapat jerat di leher yang belum lepas, luka tersebut kemungkinan terjadi saat harimau mencoba untuk melepaskan jerat sehingga membuat leher bagian atas terdapat luka yang dalam dan sudah terjadi myasis (berulat).  Harimau sangat lemah, saya pun masih bisa memasukkan tangan kedalam kandang untuk mengukur suhu tubuh guna mengetahui apakah harimau tersebut dalam kondisi demam atau tidak.  Serta melakukan palpasi pada tulang vertebrae dari ekor sampai dengan punggung untuk mengetahui apakah ada cidera tulang belakang atau tidak.  Harimau tampak tidak agresif sehingga saya lebih leluasa untuk melakukan pemeriksaan  fisik tanpa pembiusan.  Tapi harus tetap waspada sambil memeriksa dan terus mengamati gerakannya, bagaimanapun dia adalah tetap hewan buas :)

Pengobatan yang dilakukan pada sore itu adalah membersihkan luka terbuka yang terdapat pada leher dan kaki serta ekornya.  Dan harimau diberi minum terlebih dulu dan supplement sebelum dipuasakan untuk persiapan operasi esok harinya.

Luka pada leher karena jerat dan luka pada kaki belakang 
karena diseret saat berjalan, tanggal 21 Pebruari 2013
Saya selanjutnya menggali informasi dari tim rescue tentang kondisi harimau Tesa sebelum direscue.  Menurut informasi masyarakat setempat, bahwa harimau Tesa telah berkeliaran di Desa Talang Sebaris selama dua minggu, dan sudah dalam kondisi lumpuh pada kedua kaki belakangnya menurut warga yang pernah melihat secara langsung.  Berjalan hanya menggunakan kedua kaki depan dan menyeret tubuh bagian belakang dengan pinggul sebagai tumpuan. Harimau tersebut memangsa ternak ayam dan bebek mereka juga anjing kampung disana.  Harimau terkena jerat di leher, jerat tersebut  berupa tali nylon yang digunakan warga untuk menjerat babi hutan. Menurut pengakuan warga, harimau Tesa juga pernah jatuh kedalam jurang karena jalannya yang tidak normal itu dan akhirnya sanggup merangkak naik kembali dan berkeliaran di Desa Talang Sebaris untuk mencari makan.  


Pengobatan Harimau Tesa
Wildlife Rescue Unit - BKSDA Bengkulu
Operasi Harimau Tesa
Esok harinya, tanggal 22 Pebruari 2013 mulai pagi saya dan wildlife rescue unit BKSDA Begkulu  mempersiapkan segala perlengkapan untuk keperluan pembiusan, operasi penjahitan luka dan pengobatan harimau.  Karena peralatan dan obat serta anggota tim masih belum lengkap sehingga operasi ditunda siang harinya setelah shalat jumat. Setiap melakukan pembiusan setidaknya saya membutuhkan empat orang untuk membantu, yakni orang yang bertugas sebagai recorder untuk mencatat physiological data / vital signs selama pembiusan juga melakukan pencatatan tentang anesthesi dan pengobatan apa saja yang dilakukan serta kelainan apa saja yang ditemukan saat pemeriksaan.  Recorder ini juga sangat membantu untuk mengingatkan dokter hewan bila terjadi adverse side dari anesthesi seperti hypothermi/ hyperthermi, henti nafas, pulsus lemah/ hilang dan lain-lain sesuai dengan data yang didapat, sehingga bisa segera dilakukan perbaikan kondisi satwa oleh dokter hewan.  Selain itu juga dibutuhkan orang untuk pengukuran suhu tubuh, frekuensi pernafasan (respirasi) dan denyut jantung ataupun pulsus per 5-10 menit sekali.  Karena keterbatasan peralatan medis sehingga semua itu dilakukan secara manual. Juga memerlukan orang untuk melakukan dokumentasi dari setiap kegiatan yang dilakukan juga mendokumentasikan setiap hal yang ditemukan dalam pemeriksaan medis untuk bahan laporan tertulis, dan satu orang lagi sebagai runner yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh dokter hewan untuk membantu banyak hal sesuai kebutuhan. 

Dalam setiap penanganan harimau sumatera baik saat rescue dari jerat pemburu liar atau konflik dengan manusia, saat pengobatan maupun saat pemeriksaan nekropsi, dari anggota tim yang terlibat hanya saya sendiri yang berlatar belakang kedokteran hewan, sedangkan lainnya adalah mengkaryakan polisi kehutanan (Polhut), PEH (Pengendali Ekosistem Hutan), Penyuluh, Humas, Mahout (pawang gajah) dan lainnya sebagai Vet Nurses, namun mereka sedikit demi sedikit sudah terlatih secara langsung dilapangan dan tahu apa yang musti dikerjakan karena sering membantu saya dalam penanganan satwa liar.

Operasi penjahitan luka karena jerat leher
BKSDA Bengkulu, 22 Pebruari 2013
Pengobatan yang dilakukan setelah melepaskan jerat di leher harimau adalah pembersihan luka akibat jerat dan myasis, dan saya menemukan lebih dari 50 larva lalat (orang awam menyebutnya ulat) dalam otot (daging) yang terdapat didalam luka, kemudian dibuat luka baru sebelum penjahitan untuk penutupan luka, dilakukan juga pengobatan luka pada kedua kaki belakang.  Melakukan palpasi pada tulang vertebrae mulai dari leher sampai pangkal ekor, juga memeriksa seluruh persendian pada kaki terutama kaki belakang.  Dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap (hematologi) dan serologi juga sampel lainnya seperti rambut, urine, ektoparasit, serta pemeriksaan lainnya.  Selain itu juga pemberian fluid therapy karena harimau mengalami dehidrasi serta pemberian supplement, antibiotik, anti inflamasi, analgesik juga antiparasit injection.  Disamping pemeriksaan medis dan pengobatan juga dilakukan pengambilan data body measurement dan mendokumentasi corak loreng pada tubuh harimau untuk identifikasi individu.

Setelah harimau mulai sadar, kami kembalikan lagi ke dalam kandang perawatan.  Masih  dilakukan pemberan infuse/ fluid therapy, kemudian penyuntikan antidote agar harimau segera sadar kembali.  Proses sadar kembali dari efek pembiusan merupakan saat-saat yang kritis dan perlu dimonitoring terus kondisinya dan tidak boleh ditinggalkan, karena pada saat-saat seperti itu juga rawan terjadinya kematian.

Pada awalnya saya menduga bahwa pembiusan akan berefek buruk terhadap kondisinya karena sebelumnya harimau tersebut sangat lemah. Ternyata hasil pencatatan data vital signs selama terbius kondisinya sangat bagus dan tidak terjadi komplikasi selama terbius.  Semua berjalan baik, mulai dari saat proses pembiusan, selama terbius sampai saat penyadaran kembali.


Perawatan pasca operasi
Pengobatan luka, 20 April 2013 
Perawatan pasca operasi memang lebih sulit dibandingkan melakukan operasi itu sendiri, karena posisi luka di leher dan dikaki sehingga harimau bisa menggaruk lukanya dengan kaki depan yang kadangkala  menyebabkan luka menjadi terbuka kembali dan infeksi.  Setelah monitoring beberapa hari, ada beberapa jahitan yang terbuka/ jebol karena digaruk dengan kaki depannya tetapi tidak terjadi infeksi, karena luka tersebut dua kali sehari selalu dibersihkan dan disemprot antibiotik lokal pada bekas jahitan.  Akhirnya luka pada leher menutup dan tumbuh rambut kembali, seperti halnya luka di bagian kedua kaki belakang menjadi kering dan tumbuh rambut kembali sehingga tidak tampak kusam lagi.  Bahkan harimau terlihat sering berusaha untuk berdiri tetapi tidak sanggup dan akhirnya hanya berdiri bertumpu pada tulang pinggul. 


Pemberian obat per oral
Nafsu makan harimau cukup bagus sehingga tidak ada masalah dalam pemberian makanan, dan akhirnya pemberian obat (antibiotik, analgesik, supplement, anti inflamasi) secara per oral pun menjadi lancar, hanya terkadang harimau merasa bosan dengan makanan yang kurang bervariasi, sehingga perawat satwa perlu memberikan makanan yang berbeda pada saat harimau sudah mulai bosan dengan makanan yang sejenis dalam waktu lama.  Selain itu juga diperikan pengobatan antibiotik long acting injeksi. 

Sejak hari ketiga berada di BKSDA Bengkulu, tepatnya sehari setelah operasi untuk pengobatan, kondisi harimau semakin membaik, nafsu makan bagus, tidak tampak lemah dan lesu lagi sehingga tidak bisa lagi didekati bahkan dipegang karena dia sudah mulai menerkam dan berusaha mencakar setiap orang yang datang untuk merawatnya dan setiap ada pergerakan orang di dekat kandangnya. Ini terlihat normal seperti harimau-harimau sebelumnya yang pernah kami rawat.

Pada tanggal 19 April 2013, saya mendapatkan laporan dari perawat satwa bahwa harimau Tesa nafsu makannya turun, daging ayam yang diberikan tidak dihabiskan.  Saya meminta perawat satwa untuk mengganti dengan daging sapi, kemungkinan nafsu makannya turun karena sakit atau karena bosan terhadap daging ayam yang diberikan terus-menerus setiap hari. Ternyata semua daging sapi yang diberikan dimakan habis olehnya.  Esok harinya tanggal 20 April 2013, saya menemaninya makan sekalian membantu untuk membersihkan kandang dan mengobati luka decubitus yang telah sembuh menjadi luka kembali, dan terdapat luka baru dipunggung akibat bergesekan dengan jeruji kandang saat pindah posisi.  Saat itu perawat satwa membawa makanan berupa daging ayam, dan Tesa hanya makan beberapa potong saja, tidak semua dimakannya, sehingga saya memintanya untuk mengganti dengan daging lainnya. Semua makanan yang diberikan kepada harimau selalu dalam kondisi segar baru disembelih.  Seperti halnya harimau-harimau sebelumnya, bahkan bila diberi daging yang telah disimpan dalam kulkas (refrigerator) harimau tidak mau makan, untuk itu setiap pemberian pakan pada harimau, kami selalu membeli daging yang masih segar. 

Sebelum memasuki kandangnya, saya memperhatikan dari lubang pintu, harimau Tesa bersuara seperti sapi sehingga menarik perhatianku, beberapa kali dia bersuara seperti sapi.  Akhirnya berhenti bersuara saat dia mengetahui kehadiranku dan bangun menatap kearah pintu yang masih tertutup dengan penuh curiga.  Satwa liar yang satu ini memang sangat sensitif, meskipun saya datang mengendap-endap tanpa bersuara dan memperhatikannya dibalik pintu melalui lubang kecil di pintu, tetapi harimau tahu bahwa dibalik pintu ada orang yang memperhatikannya, mungkin dia tahu dari bau manusia yang sudah dia kenali.  Hari itu harimau masih tampak agresif dan terlihat selalu waspada sambil menghadap dan menyesuaikan dengan posisi orang yang ada di dekatnya, apalagi melihat saya yang sering bergerak di sekitar kandang untuk mengobatinya, membuat dia sangat terganggu dan marah.

Perilakunya mulai tampak tidak normal sejak tanggal 23 April 2013 siang itu harimau tersebut masih terlihat seperti biasa, namun sore harinya sekitar pukul 17.00 WIB saat perawat satwa akan memberi makan, harimau tidur dan tidak merubah posisinya, saat ada orang datang dan tidak tampak agresif. Kemudian pukul 19.00 - 20.00 WIB, saya datang kembali untuk melihat kondisinya sebelum memutuskan untuk pergi ke Pusat Konservasi Gajah Seblat besok paginya tanggal 24 April 2013 guna melakukan vaksinasi dan pemeriksaan gajah rutin serta pemberian obat cacing rutin pada semua gajah disana.  

Nafas harimau terlihat berat, lambat dan dalam, sepertinya ada gangguan dalam pernafasannya dan sesekali batuk seperti mau vomit (muntah).  Saya palpasi perutnya tampak kembung, sehingga malam itu saya melakukan pengobatan kembung terlebih dulu dan saya juga therapy supportive.  Malam itu saya meminta petugas penjaga kantor untuk memeriksanya setiap saat, dan saya meninggalkan kunci kandang untuknya.  Lokasi kandang harimau memang selalu terkunci untuk menghindari orang-orang keluar masuk lokasi tersebut, dan hanya saya dan petugas pemberi pakan dan yang membersihkan kandangnya yang membawa kuncinya.  Petugas penjaga kantor juga memberi penerangan di lokasi kandang agar kondisi harimau mudah dipantau dari luar kandang.  Saya juga berpesan untuk dihubungi sewaktu-waktu bila terlihat kondisi harimau semakin kritis.  Saya kembali pulang dan standby di rumah untuk mendapatkan informasi tentang kondisi harimau atau bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada harimau malam itu.  Saya melewati malam dengan penuh kecemasan, dan sudah berpikir apakah harimau Tesa masih bisa bertahan malam itu.  Paginya saya mendapat telepon bahwa Tesa kondisinya masih sulit bernafas dan sering membantingkan kepalanya ke jeruji kandang.  Seorang teman kantor menjemput saya pagi itu untuk segera ke kantor BKSDA Bengkulu, dengan membawa peralatan medis milik saya sendiri yang lebih lengkap.  Harimau tampak sering kejang, dan membantingkan kepala ke jeruji kandang, mungkin karena adanya rasa sakit yang luar biasa.  Dia hanya sanggup mengangkat kepala, dan menggerakan kaki belakang dan ekor, sedangkan posisi tubuh lainnya tetap seperti hari sebelumnya tanpa ada perubahan. Setelah memberikan obat-obatan injeksi untuk meredakan gejala klinis yang muncul kemudian mencoba memberi makanan hati sapi agar mudah dikunyah dengan cara disuapi, nafsu makan bagus dan sering mengangkat kepalanya untuk minta makanan lagi tapi sepertinya tidak sanggup mengunyah, makanan tersebut dikeluarkan lagi dari mulutnya.  Akhirnya pemberian makanan dicoba diganti dengan pemberian karbonhydrat dalam bentuk cairan yang bisa diberikan melalui infuse.  

BKSDA Bengkulu, tanggal 24 April 2013
Saya sudah merasa bahwa Harimau Tesa akan pergi bahkan sejak malam itu, karena kondisinya sangat lemah, sehingga untuk memegangnya pun bisa dilakukan, namun dia masih bisa angkat kepala, tidak hanya nafas bahkan denyut jantungnya juga sudah abnormal sangat pelan dan tidak teratur.  Meskipun begitu, apapun masih tetap diupayakan untuk memperbaiki kondisinya meskipun kemungkinannya sangat kecil.  Akhirnya tepat pukul 12.33 WIB harimau Tesa dinyatakan mati.  Kami semua yang selama ini merawatnya ada didekatnya dan menemaninya saat menjelang dia akan pergi.  Meskipun tak semua orang memperdulikannya disini, bahkan acuh dan tidak mau tahu, tetapi paling tidak Tesa akan merasakan bahwa masih ada orang-orang yang sudi memperhatikannya selama ini, dan berada disampingnya disaat dia akan menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Harimau sumatera yang malang, kondisinya membuat dia harus ditangkap, dan kondisinya juga yang membuat dia kehilangan nyawa.  Kematian Tesa meninggalkan misteri yang harus dicari jawabannya.  Untuk itu dilakukan pemeriksaan nekropsi (bedah bangkai) untuk mengetahui penyebab kematiannya dan pemeriksaan laboratorium baik histopatologi, bakteriologi dan virologi untuk penegakan diagnosa. Juga untuk mengetahui penyebab kedua kaki belakangnya yang mengalami paresis sehingga tidak bisa dipakai untuk berjalan secara normal, mengingat tidak ditemukan adanya cidera pada tulang belakang (spinal cord injury).  Ditemukan juga pneumonia purulenta karena hampir merata di seluruh permukaan paru-parunya terdapat benjolan/ nodule berisi pus (nanah) dan eksudat warna kehijauan.  Mungkin ini penyebab harimau mengalami kesulitan bernafas. Dan tidak ditemukan adanya endoparasit pada paru yang kadang juga menyebabkan adanya bentukan nodule pada paru yang berisi parasit.  Organ lainnya tampak normal kecuali saluran pencernaan.

Selama ini hanya bisa menduga-duga tentang apa yang dideritanya, tanpa adanya pemeriksaan lain yang mendukung, tanpa adanya peralatan medis yang memadai, dan terbatasnya dana untuk pemeriksaan tentunya bila diperiksa di tempat lain, oleh karena itu tidak banyak yang bisa diperbuat, dan tidak banyak hal yang bisa dideteksi secara dini, sehingga berpengaruhi terhadap therapy yang akan dilakukan. Memiliki peralatan medis yang memadai sudah menjadi kebutuhan mutlak mengingat konflik harimau di Sumatera khususnya di Provinsi Bengkulu makin lama makin meningkat akibat aktifitas manusia yang sudah mulai mempersempit  habitat-habitat harimau sumatera, dan tidak semua harimau yang direscue selalu dalam kondisi sehat tentunya, mengingat untuk meminjam peralatan dari tempat lain pun belum tentu bisa didapatkan dengan mudah, meskipun tujuannya mulia yakni untuk mendukung konservasi harimau sumatera yang sudah masuk kategori critically endangered species di negara ini menurut red list dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).   Hanya dengan menunggu harimau sumatera mati dengan sendirinya tanpa bisa berbuat banyak karena keterbatasan fasilitas untuk penanganan, atau juga terlalu lama menunggu upaya untuk rujukan  ke tempat lain yang memiliki fasilitas yang lebih memadai, semua itu sungguh membuat perasaan tersiksa bagi perawatnya, karena tidak banyak yang bisa diperbuat secara maksimal dan akhirnya pun tidak bisa segera diambil keputusan yang tepat tanpa dasar yang kuat, apakah harimau tersebut harus dieuthanasia, ditranslokasi ke tempat lain untuk pengobatan lebih lanjut ataukah ada kemungkinan bisa pulih kembali dan mampu untuk dilepasliarkan kembali ???  Hal ini dipengaruhi karena selama ini dalam penanganan satwa liar terlebih satwa yang terancam punah, otoritas veteriner belum berlaku karena semua diputuskan oleh penentu kebijakan termasuk hal-hal yang berhubungan dengan medik konservasi, sangat berbeda dengan di negara lain dan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab VII tentang Otoritas Veteriner.  

Rabu, 17 April 2013

Kedokteran Forensik : Visum et Repertum (untuk Kasus Kejahatan pada Satwa Liar)

Visum et Repertum atau VR adalah suatu laporan tertulis dari dokter hewan yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan atau diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara.


Harimau sumatera (Tupan) yang tertembak pemburu
di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat
Kerinci - Jambi, 25 Mei 2010

Hal-hal yang berkaitan dengan Visum et Repertum
  • Surat permintaan VR hanya boleh dibuat oleh pihak yang diberi wewenang.
  • VR harus dibuat oleh dokter hewan yang telah disumpah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar memenuhi persyaratan secara yuridis.
  • VR sebagaimana halnya surat-surat resmi yang dipakai untuk perkara-perkara di Pengadilan harus memenuhi ketentuan yang berlaku, dalam hal ini ordonansi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2 sub 27, dimana sebagai penggantinya materai maka dalam VR dicantumkan kalimat PRO JUSTITIA

Bentuk dan Isi Visum et Repertum
Laporan tertulis seperti apa yang dimaksudkan dalam VR mempunyai bentuk dan isi sebagai berikut :
  • Pro Justitia, pada bagian atas untuk memenuhi persyaratan yuridis pengganti materai.
  • Visum et Repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti.
  • Pendahuluan, memuat identitas dokter hewan pemeriksa pembuat VR, identitas peminta VR, saat dan tempat dilakukannya pemeriksaan dan identitas barang bukti (satwa liar dilindungi), sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan VR dari pihak penyidik dan label atau segel.
  • Pemberitaan dan Hasil Pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksa oleh dokter hewan, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium) yakni bila dianggap perlu sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu.
  • Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan yang disertai dengan pendapat dokter hewan yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.
  • Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya VR tersebut dibuat atas sumpah dokter hewan dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.
Bahwa VR dibuat bukan untuk kepentingan dokter hewan dan bukan pula untuk sekedar pemuas keinginan tahuan dokter hewan mengenai penyebab kematian atau tindakan kekerasan / kejahatan terhadap satwa liar lainnya.  VR dibuat dan dibutuhkan dalam upaya penegakan hukum  dan keadilan, sehingga sebagai pengguna VR adalah perangkat penegak hukum yakni pihak penyidik sebagai instansi pertama yang memerlukan VR guna membuat terang dan jelas suatu perkara pidana yang telah terjadi.

 
Luka tembak pada harimau sumatera
(Tupan), TNKS 25 Mei 2010
 
Luka tembak pada gajah sumatera
(Paula & Gia) - PLG Seblat
Bengkulu, 24 Maret 2009 
 
Luka tembak pada orangutan sumatera (Leuser) di TN Bukit Tigapuluh - Jambi, 3 November 2006


Peran dokter hewan tidak hanya sebatas pada penentuan sebab kematian satwa liar saja tetapi juga diminta memberikan keterangan ahli, dengan demikian diperlukan keterangan apa saja yang harus diberikan dokter hewan kepada penyidik, agar penyidik dapat melaksanakan tugasnya, yaitu membuat jelas dan terang suatu perkara pidana dimana tergantung dari kasus atau obyek yang diperiksa oleh dokter hewan yang bersangkutan.


Barang bukti berupa bangkai satwa liar yang diduga akibat dari suatu tindak pidana/ wildlife crime, maka keterangan atau kejelasan yang harus diberikan oleh dokter hewan kepada pihak penyidik sebagai berikut :
  • Identifikasi korban.
  • Memperkirakan saat kematian : dilihat dari hasil pemeriksaan bangkai, informasi yang diperoleh dari para saksi serta keadaan di tempat kejadian perkara (TKP).  Manfaatnya penyidik akan dapat mempersempit daftar tersangka, dengan mempelajari alibi dari para tersangka, dengan demikian penyidikan bisa lebih dipersempit dan terarah.
  • Menentukan sebab kematian : dilihat dari hasil nekropsi (bedah bangkai), dengan atau tanpa disertai pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan toxicology, histopatology, dll).  Bagi penyidik mengetahui penyebab kematian sangat berguna karena untuk menentukan dengan cara apa bisa mengakibatkan kematian pada satwa liar, misalnya senjata, senjata tajam, jerat, racun, dll.


Pada kasus-kasus tertentu maka diperlukan keterangan dokter hewan di dalam VR untuk memberikan penjelasan misalnya :
Kasus Penembakan :
Orangutan Leuser yang ditembak
62 peluru oleh pemburu liar
di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh,
Jambi, 3 November 2006
  • Apakah benar luka pada korban karena luka tembak.
  • Luka tembak masuk atau luka tembak keluar.
  • Diameter anak peluru dan kaliber serta jenis senjata api yang dipergunakan.
  • Jarak penembakan.
  • Arah penembakan.
  • Posisi korban dan posisi penembak.
  • Berapa kali korban ditembak.
  • Apakah luka tembak tersebut yang menyebabkan kematian dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian, bila ada lebih dari satu luka tembak.


Kasus Penusukan / Penganiayaan :
Gajah sumatera (Pratama) yang mati
dibunuh pemburu untuk diambil gadingnya
PLG Seblat Bengkulu, 17 Juli 2007
  • Jenis senjata yang digunakan.
  • Perkiraan lebar maksimal senjata tajam yang masuk pada tubuh korban.
  • Luka mana dan akibat senjata yang bagaimana yang menyebabkan kematian.




Kasus Kecelakaan :
  • Penyebab terjadinya kecelakaan.
  • Perkiraan jangka waktu antara terjadinya kecelakaan dan kematian.
  • Kematian disebabkan oleh kecelakaan itu sendiri atau terlambat mendapatkan pertolongan.

Bila korban masih dalam kondisi hidup
  • Kasus Perlukaan / Penganiayaan : 
    Orangutan Leuser dilukai dengan senjata 
    tajam oleh pemburu liar di Jambi,
    tanggal 3 November 2006
  • Identifikasi korban.
  • Penjelasan tentang jenis luka dan jenis kekerasan serta kualifikasi luka, dimana itu akan menentukan berat ringannya hukuman bagi si pelaku/ tersangka dan berkaitan pula dengan alasan penahanan.




 
Orangutan sumatera bernama Leuser yang
tertembak di mata mengakibatkan cacat
seumur hidup (buta). Jambi, 3 November 2006
 
Harimau sumatera bernama Rajo yang tertembak
di mata mengakibatkan cacat pada mata kiri
Lebong - Bengkulu, 12 Januari 2012


Note :
  • Hambatan pengadaan VR bisa disebabkan bila di daerah tersebut tidak ada ahli serta jauh dari tempat yang mempunyai fasilitas, sehingga terjadi hambatan dalam administrasip-yuridis, transportasi serta latar belakang sosial budaya setempat yang turut berperan bagi penyidik dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya, dan jangan sampai hambatan ini akan menyebabkan pihak penyidik menghentikan penyidikannya begitu saja.
  • Karena tidak ada ketentuan yang secara tegas menyatakan bahwa bantuan dokter hewan harus dalam bentuk VR.
  • Keterangan ahli dapat diberikan baik secara lisan maupun tulisan.  Jadi dalam membantu peradilan
    Harimau sumatera (Rajo) yang dijerat oleh pemburu liar,
    ditombak dengan 9 luka tusukan dan ditembaki
    dengan puluhan peluru di bagian kepala
    di Kab. Lebong, Bengkulu - 12 Januari 2012
    bagi dokter hewan dan bagi pihak penyidik yang penting adalah : Isi dari bantuan tersebut tidak semata-mata berdasarkan bentuknya tetapi misalnya pada kasus pembunuhan kejelasan apa saja yang harus diutarakan oleh dokter hewan agar penyidik dapat melaksanakan tugas penyelidikannya dengan baik.  Dan untuk kasus-kasus lainnya seperti pembunuhan dengan senjata tajam, jerat, racun dan kasus penganiayaan lainnya, dokter hewan harus tahu apa yang dibutuhkan oleh penyidik agar ia dapat membuat jelas dan terang suatu perkara yang telah terjadi. 


Contoh Kesimpulan Visum et Repertum

Kasus Penembakan
" Pada bangkai harimau sumatera jantan dewasa yang berumur sekitar 6 tahun ini didapatkan dua luka tembak keluar dan lima buah luka tembak masuk serta hancurnya sebagian jaringan otak, robeknya jantung dan perdarahan; juga ditemukan dua buah anak peluru yang masih utuh serta pecahan anak peluru. 
Sebab kematian harimau ini karena tembakan senjata api yang masuk dari punggung dan menembus jantung. Tembakan pada kepala secara tersendiri dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan sifat lukanya tembakan tersebut merupakan luka tembak jarak jauh (maksimal 20 meter), dengan garis tengah anak peluru......mm, hal mana sesuai dengan senjata api kaliber......dengan alur ke kanan.
Pada belakang telinga peluru masuk dari arah kanan bawah, pada leher dan pundak dari arah kanan atas, pada ketiak dari arah kanan bawah, pada punggung peluru masuk dari arah belakang bawah.  Saat kematian diperkirakan antara pukul ..........-..........WIB kurang dari 4-6 jam setelah harimau jantan ini selesai menerkam satwa mangsanya".

Referensi : Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik edisi pertama oleh dr. Abdul Mun'in Idries

Selasa, 16 April 2013

Kedokteran Forensik 'Pemeriksaan Satwa Liar karena Keracunan'

Definisi RACUN menurut Taylor : setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatip kecil, bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian.

Cara racun masuk ke dalam tubuh
Berdasarkan kecepatan kerjanya, racun dapat menimbulkan efek samping pada tubuh sebagai berikut (mulai dari yang paling cepat ke yang paling lambat) : 
inhalasi - injeksi - per oral - per rektal atau per vaginal - kulit

Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk Urea dan NPK
di Perkebunan sawit PT ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007
Beberapa Jenis Racun


Bahan yang terdapat di rumah tangga
1.    Desinfektan
2.    Detergen
3.    Insektisida
Bahan pertanian dan perkebunan
1.    Pestisida
2.    Herbisida
Bahan medis
1.    Hipnotika
2.    Sedativa
3.    Tranquillizer
4.    Anti-depressan
5.    Analgetika
6.    Narkotika
7.    Antibiotika
Bahan industri dan laboratorium
1.    Asam dan basa kuat
2.    Logam berat
Bahan yang terdapat di alam bebas
1.    Opium
2.    Ganja
3.    Cocain
4.    Amygdala (Sianida dalam tumbuhan)
5.    Racun Jamur
6.    Racun pada hewan berbisa



Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk
di Perkebunan sawit PT. Sapta Buana, Bengkulu Utara
Tanggal 3 Maret 2011
Mekanisme kerja racun dalam tubuh


Racun yang bekerja secara lokal
Zat-zat korosif
1.    Lisol
2.    Asam kuat
3.    Basa kuat
Bersifat irritant
1.    Arsen
2.    HgCl2
Bersifat anestetik
1.    Kokain
2.    Asam karbol
Racun yang bekerja secara sistemik
Berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
1.    Narkotika
2.    Barbiturat
3.    Alkohol
Berpengaruh terhadap jantung
1.    Digitalis
2.    Asam oksalat
Berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel
1.    Karbon monoksida
2.    Sianida
Berpengaruh terhadap hati
Insektisda
1.    Chlorinated hydro carbon
2.    Phospor organik
Berpengaruh terhadap medulla spinalis
1.    Strichnine
Berpengaruh terhadap ginjal
2.    Cantharides
3.    HgCl2
Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
1.    Asam oksalat
2.    Asam karbol
3.    Arsen
4.    Garam Pb


Pemeriksaan nekropsi gajah liar yang mati
karena keracunan pupuk di perkebunan sawit
PT. ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007

Diagnosa pada Korban Keracunan
Kriteria diagnostik pada kasus keracunan adalah :
  • Anamnesa adanya kontak antara korban dengan racun.
  • Adanya gejala (tanda-tanda klinis) keracunan sesuai dengan gejala dari jenis racun yang diduga.
  • Hasil nekropsi (bedah bangkai) menunjukkan kelainan yang sesuai dengan jenis racun yang diduga, dan tidak ditemukan adanya penyebab kematian lainnya.
  • Hasil pemeriksaan laboratorium (analisa kimia atau pemeriksaan toxicology) harus dapat dibuktikan adanya racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban secara sistemik.

Dalam melakukan pemeriksaan korban keracunan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Gajah liar yang keracunan tanaman beracun yang mengandung
Phorbol ester di perkebunan sawit - Kab. Muko Muko
Bengkulu, tahun 2006

Mengumpulkan informasi mengenai korban dari orang-orang yang mengetahui kejadian tersebut.
Pemeriksa tidak boleh merokok, mempergunakan banyak air, menggunakan desinfektan atau air freshner untuk menghilangkan bau tak sedap, dan bahan-bahan kimia lainnya yang dapat mengganggupenafsiran saat pemeriksaan.

Kelainan atau perubahan yang terjadi pada korban keracunan


Rapid poisoning death
Kongesti organ dalam
Edema paru, otak dan ginjal
Tanda-tanda korosif
Bila penyebabnya racun korosif
Bau yang khas dari hidung dan mulut
Bila penyebabnya racun dari sianida, insektisida dan alkohol atau racun yang punya bau yang khas
Lebam bangkai yang khas, merah terang, cherry red, merah coklat
Bila racunnya menyebabkan perubahan pada warna darah maka warna lebam bangkai pun mengalami perubahan
Delayed poisoning death
Terdapat kelainan yang khas untuk tiap jenis racun
Pigmentasi, hiperkeratosis, rontoknya rambut
Keracunan arsen
Perlunakan pada globus pallidus, perdarahan berbintik pada substantia alba, perdarahan pada mm. Papillares,  adanya ring haemorrhages pada otak
Keracunan karbon-monoksida
Cirrhosis hepatis, perdarahan pada saluran pencernaan
Keracunan alkohol


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lebam pada bangkai
  • Warna merah terang : bila keracunan sianida atau terkena benda yang bersuhu rendah (es)
  • Warna cheery red : bila keracunan karbon-monoksida.
  • Warna coklat kebiruan (slaty) : bila keracunan anilin, nitrobenzena, kina, potassium-chlorate dan acetanilide.
Pemeriksaan bercak, warna disekitar mulut dan distribusinya
  • Warna kulit menjadi hitam : bila keracunan yodium.
  • Warna kulit menjadi kuning : bila keracunan nitrat.
  • Luka bakar berwarna merah coklat : bila keracunan zat-zat korosif.
  • Distribusi memberi informasi tentang cara kematian (bercak tidak beraturan, bercak beraturan atau tidak khas).
Pemeriksaan bau hidung dan mulut 
(dengan cara menekan dinding dada dan dekatkan hidung pemeriksa pada mulut dan hidung korban untuk mengetahui bau yang keluar)
  • Berbau amandel : bila keracunan sianida.
  • Berbau khas dan mudah dikenali : bila keracunan alkohol, insektisida, eter dan asam karbol.
Pemeriksaan lainnya
  • Kulit menjadi kuning : bila keracunan fosfor, tembaga dan keracunan chlorinated hydrocarbon insecticide.
Pemeriksaan Bedah Bangkai
a. Rongga Tengkorak
Perhatikan bau yang keluar, warna jaringan otak (cherry red pada keracunan CO), menjadi lebih coklat pada keracunan zat yang menyebabkan terjadinya met-Hb. 

b. Rongga Dada
Perhatikan warna dan bau yang keluar, pada keracunan zat yang mengakibatkan terjadinya hemolisi seperti bisa ular, pyrogallol, hydroquinone atau arsine, darah dan organ menjadi coklat kemerahan dan gelap, pada keracunan zat yang mengganggu trombosit akan tampak adanya pendarahan pada otot-otot.

Rongga dada & rongga perut Harimau sumatera  yang ditemukan mati karena keracunan
pestisida di sekitar Taman Nasional  Kerinci Seblat. Jambi, tanggal 9 April 2013

Lambung gajah liar yang mati
karena keracunan di perkebunan
sawit PT. ISA - Jambi, tgl 3 Maret 2007
c. Rongga Perut
Bila masuknya racun per oral (melalui mulut) maka kelainan terutama terdapat pada lambung, selain juga perlu memperhatikan bau yang keluar serta perubahan warna dari jaringan tubuh.


Adapun kelainan pada lambung sebagai berikut :


Hiperemi
Sering dijumpai pada daerah curvatura mayor


Keracunan zat korosif
Perlunakan
Dijumpai pada daerah curvatura mayor dan perlu dibedakan dengan perlunakan akibat proses pembusukan
Keracunan zat korosif alkalis
Ulserasi
Ulkus tampak rapuh, tipis dan dikelilingi tanda peradangan
Keracunan zat korosif
Perforasi
Perlu dibedakan dengan tanda proses pembusukan
Keracunan asam sulfat pekat
Mukosa lambung mengkerut, warna coklat atau hitam
Keracunan zat korosif an-organik bersifat asam (asam sulfat, asam khlorida, asam nitrat
Mukosa seperti kering dan hangus terbakar
Mukosa lambung lunak, sembab dan basah, warna merah atau coklat
Keracunan zat korosif an-organik bersifat basa
(natrium hydroksida, kalium hydroksida, garam-garam karbonat dan ammonia
Diraba seperti sabun (karena terjadi proses penyabunan)
Tampak pseudomembran warna abu-abu kebiruan atau abu-abu kekuningan akibat terjadinya penetrasi dan koagulasi protein sel dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam sehingga terjadi nekrose.  Pseudomembran terbentuk dari jaringan-jaringan yang nekrotik
Keracunan zat korosif golongan fenol (asam karbol, lisol, kresol)
Mengakibatkan membran mukosa menjadi mengkerut, mengeras dan berwarna kelabu
Keracunan zat korosif formaldehid
Racun yang berbentuk gas akan ditemukan kelainan pada saluran pernafasan (sembab, hiperemi, tanda-tanda iritasi dan kongesti)
Racun yang bekerja pada saraf pusat akan ditemukan kelainan / tanda-tanda asfiksia dan disertai ciri khusus dari racun itu sendiri, yakni :
Racun strychnine : tubuh korban melengkung, opistotonus, emperosthotonus atau pleurosthotonus

Keracunan karena beberapa jenis zat yang mengakibatkan perubahan warna urine

Urine warna merah – kuning kecoklatan
Keracunan asam pikrat
Urine warna merah anggur
Keracunan sulfat kronis dan barbital
Urine warna hijau kecoklatan dan hijau gelap
Keracuna fenpl atau salisilat
Urine warna merah coklat atau coklat kehitaman
Keracunan yang mengakibatkan terbentuknya met-Hb


Cara pengambilan sampel pada satwa liar yang mati karena keracunan
Pada prinsipnya pengambilan sampel pada kasus yang diduga keracunan adalah dengan mengambil sampel sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan sebagai cadangan untuk pemeriksaan histopatologi.

Pemeriksaan nekropsi harimau sumatera
di Taman Nasional Kerinci Seblat
Jambi, tanggal 11 April 201
3
Pemeriksaan nekropsi macan dahan
di BKSDA Bengkulu, 19 Juli 2012
Secara umum sampel yang diambil adalah 
  • Lambung dengan isinya.
  • Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
  • Darah yang berasal dari jantung dan yang berasal dari perifer (vena jugularis, arteri femoralis dan lain-lain), sebanyak 50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet NaF 1% dan satunya tidak diberi bahan pengawet.
  • Hati sebagai tempat detoksifikasi racun, diambil sebanyak 500 gr.
  • Ginjal diambil dua-duanya, terutama pada kasus keracunan logam berat dan urine tidak tersedia.
  • otak diambil sebanyak 500 gr khusus untuk keracunan khlorofom dan keracunan sianida. Hal ini karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk merentensi racun, walaupun telah mengalami pembusukan.
  • Urine diambil seluruhnya, penting karena pada umumnya racun diekskresikan melalui urine, khususnya untuk test penyaring pada keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
  • Empedu, fungsinya seperti urine, diambil karena merupakan tempat ekskresi berbagai racun terutama narkotika.

Dan ada lagi cara pengambilan sampel yang direkomenadsikan untuk pemeriksaan toksin / residu / pestisida, sebagai berikut :
  • Ambil isi lambung dan sisa-sisa makanan yang dicurigai.
  • Ambil sampel organ hati dan ginjal.
  • Jangan diberi pengawet dan dinginkan.
  • Dapat juga diambil sampel darah dari pembuluh darah telinga dan lainnya bila satwa liar belum mati atau dari jantung bila satwa telah mati.
Bahan pengawet yang digunakan
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel. Bahan pengawet yang dianjurkan sebagai berikut :
  • Alkohol absolut.
  • Larutan garam jenuh (untuk daerah di Indonesia paling ideal)
  • Natrium fluoride 1%.
  • Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg untuk setiap 10 ml sampel.
  • Natrium benzoat dan phenyl mercuric nitrate.
(Alkohol dan larutan garam jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sampel cair, sedangkan Na benzoat dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine)

Note :
Tiap sampel ditaruh pada kemasan yang terpisah.
Penyegelan dilakukan oleh penyidik dan dokter hewan sebagai saksi.
Permintaan pemeriksaan dibuat oleh penyidik dan dokter hewan menyertakan laporan singkat serta racun yang diduga sebagai penyebab kematian.
Setiap pengiriman sampel harus disertai dengan pengiriman contoh bahan pengawet untuk kontrol.
Dokter hewan bertugas dalam pengambilan sampel dan memasukkan ke dalam masing-masing kemasan.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toxicology dilakukan sebelum bangkai diawetkan.
Bila korban masih hidup maka alkohol tidak direkomendasikan sebagai desinfektan sewaktu dokter hewan melakukan pengambilan sampel darah, sebagai penggantinya dapat menggunakan sublimat 1: 1000 atau mercury-chloride 1%.

Referensi :
Kedokteran Forensik edisi pertama oleh dr. Abdul Mun'im Idries
Pedoman pengambilan sampel oleh Balai Besar Penelitian Veteriner
Anatomiahumana.ucv.cl