Senin, 11 April 2016

Menikmati setiap pekerjaan sebagai dokter hewan dan bukan menganggapnya sebagai beban



Axis axis (Rusa totol)

Tanggal 30  - 31 Maret 2016, Selama dua hari aku akan membantu pembiusan 3 ekor rusa untuk direlokasi dari satu penangkaran ke penangkaran lainnya antar kabupaten di Provinsi Bengkulu. Permintaan bantuan ini sebenarnya sudah beberapa bulan sebelumnya namun aku sendiri kesulitan menyediakan waktu untuk bisa membantu mengingat kegiatanku di banyak tempat belum bisa ditinggalkan. Selama ini orang mengenalku sebagai dokter hewan khusus satwa liar yang tidak hanya sering melakukan pembiusan pada harimau dan gajah saja tetapi juga sebagai pembius rusa, mungkin karena sering berhasil melakukan pembiusan dan relokasi rusa tanpa ada kendala maka akhirnya sering juga dimintai bantuan untuk itu tidak hanya di Provinsi Bengkulu saja namun juga men-supervisi dan memberikan konsultasi tentang pembiusan rusa di tempat lainnya seperti di Jambi, Sumatera Selatan, Aceh, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur, bahkan pernah juga men-supervisi pembiusan rusa di negara lain yang merupakan habitat alami rusa tutul. Sejujurnya, pembiusan satwa liar yang paling tidak aku sukai adalah membius rusa, terutama rusa tutul, karena efek samping yang buruk dari pembiusan sering terjadi, apalagi bila menggunakan chemical restraint dengan kombinasi obat Xylazine dan Ketamine HCl. Namun saat itu aku lebih memilih menggunakan Zoletyl yang relative lebih aman untuk rusa. Selain itu melakukan immobilisasi pada rusa perlu melibatkan tim yang berpengalaman untuk menghindari hal-hal buruk terjadi selama proses pembiusan dan saat transportasi. Kebetulan kami sudah memiliki tim pembiusan satwa liar yang solid dan terlatih, tidak hanya untuk satwa rusa dan harimau saja tetapi juga satwa liar jenis lainnya. Mereka tidak belajar secara khusus dan tidak memiliki latar belakang pendidikan medik veteriner ataupun paramedik veteriner, tapi menjadi berpengalaman karena sering mengikuti proses pembiusan satwa liar yang aku lakukan selama bertahun-tahun. Alasan lain kenapa aku tidak menyukai melakukan pembiusan rusa karena tidak bisa dilakukan sendirian dan harus melibatkan tim atau orang lain untuk membantu physical restraint. Pembiusan rusa akan berhasil bila dilakukan dengan mengkombinasikan antara chemical restraint dan physical restraint, seperti halnya pembiusan jerapah dan gajah liar di habitatnya. 

Kebetulan mulai tahun 2016 kami difasilitasi oleh anggaran negara untuk melengkapi peralatan rescue satwa liar setelah selama 9 tahun lebih berkecimpung dalam pekerjaan itu dan berhadapan dengan harimau liar yang selalu menerkam setiap kali akan dilepaskan dari jerat pemburu, aku mulai mempertimbangkan tentang keselamatan dan keamanan diri dan tim saat rescue harimau yang sudah terlepas dari jerat pemburu, sehingga peralatan pembiusan yang aman diperlukan, maka pada saat kondisi berbahaya aku tidak akan menggunakan sumpit bius lagi atau pembiusan jarak dekat. Akhirnya aku pun memiliki senjata bius baru sesuai dengan yang kubutuhkan dilapangan.  Dan senjata bius ini juga bisa kami pakai untuk pembiusan rusa dari jarak jauh. Selain itu aku juga mulai sedikit demi sedikit melengkapi peralatan pembiusan lainnya dan peralatan bedah veteriner, berharap suatu saat kami diberi tempat khusus untuk perawatan satwa liar di BKSDA Bengkulu, dan tidak perlu lagi melakukan operasi amputasi atau bedah dan pengobatan pada harimau dan satwa liar lainnya di halaman belakang kantor atau di lorong-lorong kantor. Sedih rasanya, untuk penanganan satwa liar yang hampir punah dan satwa liar yang menjadi fokus pemerintah untuk dilestarikan hanya mendapatkan perlakukan seperti itu dibandingkan dengan kegiatan dibidang kehutanan lainnya yang lebih banyak menghabiskan anggaran, tetapi bila menyangkut nasib satwa liar korban konflik dan perburuan tak banyak yang bisa difasilitasi. Sebagai dokter hewan tentu aku merasa bahwa masih banyak yang harus diperjuangkan dan masih harus terus-menerus mencari dukungan dari banyak pihak untuk kepentingan satwa liar yang statusnya critically endangered species menurut IUCN dan termasuk species yang menjadi fokus negara untuk ditingkatkan populasinya karena kondisinya sudah kritis dan sebentar lagi punah bila tidak ada upaya serius untuk melestarikannya.

Pembiusan rusa totol
Kembali cerita soal rusa, pada hari Kamis tanggal 31 Maret 2016 kami merelokasi 3 ekor rusa ke Kabupaten Bengkulu Utara, tidak ada masalah selama pembiusan dan translokasi, semua berjalan dengan baik, namun masalah baru muncul setelah direlease di penangkaran yang baru. Pada malam hari seekor rusa menabrak dan berhasil menerobos pagar berduri pembatas perkebunan sawit, meski tidak ada luka fisik tetapi cukup menimbulkan stress sehingga rusa hanya terbaring tanpa mau bangun kembali. Aku tidak begitu saja percaya saat melihat kondisi rusa setelah dilepaskan baik-baik saja, mereka tampak berjalan-jalan mengelilingi kandang yang luas (perkebunan sawit yang dipagar sekeliling)  untuk orientasi lokasi baru sampai menghilang dari pandangan. Meskipun begitu aku dan kawan-kawan masih monitoring rusa setelah pelepasan. Ternyata benar, malam itu aku ingin sekali melihatnya lagi, mengajak salah satu pekerja disana untuk mencari rusa-rusa yang sudah dilepaskan, dari atas sebuah bangunan yang belum jadi dekat perkebunan sawit aku mencoba mengarahkan headlamp dan senter ke segala arah, tiba-tiba menemukan seekor rusa yang berjalan sempoyongan dan ambruk tidak bisa berdiri sendiri. Saat itu juga aku langsung berlari turun ditemani salah satu orang disana tanpa peduli tanah yang kupijak naik turun untuk mencari lokasi rusa tersebut terjatuh dengan mengandalkan headlamp karena sekitarku tampak gelap gulita tanpa ada penerangan. Posisi rusa sudah berada diluar pagar berduri pembatas perkebunan sawit. Saya mencoba menganalisa apa yang telah terjadi dengan memeriksa sekeliling sendirian karena karyawan yang bersamaku sebelumnya aku mintai tolong untuk mengambil obat-obatan di ransel yang kuletakkan di dalam mobil dan meminta bantuan kawan lainnya. Menurutku penyebab rusa tersebut ambruk karena stress, kemungkinan ada sesuatu yang menakutinya sehingga berlari dan menabrak pagar berduri malam-malam, sehingga menyebabkan jalan sempoyongan sebelum akhirnya ambruk. Aku mendekati rusa pelan-pelan agar tidak terkejut, akhirnya aku bisa memegangnya, selama obat-obatan dan peralatan medis belum datang, kucoba untuk memenangkannya dengan mengelus-elus bagian bawah leher, dan badannya serta memeriksa kondisi fisiknya. Rusa merasa tidak terganggu dan tampak lebih tenang. Dalam kondisi darurat seperti itu, terasa lama sekali bantuan datang dan aku mulai tak sabar menunggu yang lain datang membawa obat dan alat medis, padahal aku tahu bahwa lokasi mobil dan lokasi rusa jaraknya lumayan jauh. Saat orang-orang telah datang, rusa mulai terganggu sehingga aku hanya membolehkan satu orang saja yang mendekat membantuku untuk merawat rusa, lainnya menunggu dari jarak jauh. Saya periksa frekuensi detak jantungnya dan temperaturenya, serta mulai merawatnya agar kondisinya menjadi lebih baik. Sebelum melakukan terapi apapun, rusa sudah mampu berdiri dan berjalan normal kembali. Baru kali inilah aku mengobati satwa hanya cukup dengan cara dielus-elus saja untuk menenangkannya, meskipun satwa itu perilakunya masih liar dan bukan satwa liar yang sudah dijinakan......hehehe ! 

Dini hari tanggal 1 April 2016 kami baru saja selesai bekerja untuk penanganan rusa di Kabupaten Bengkulu Utara, saat itu dalam kondisi kelelahan dan mengantuk tiba-tiba hand phone-ku berdering berulang kali yang menginformasikan ada seekor kukang yang terkena sengatan listrik tegangan tinggi di areal PLN (Perusahaan Listrik Negara) di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang membutuhkan pertolongan. Ya....seperti biasa, panggilan darurat itu sering datang sewaktu-waktu tanpa diduga.



Reporter & Cameraman Kick Andy Talkshow
bersama Mahout PKG Seblat, Bengkulu
Meskipun baru kembali ke Kota Bengkulu dini hari, namun pagi harinya aku sudah pergi ke kantor BKSDA Bengkulu untuk koordinasi dengan humas dan pimpinan yang baru tentang berbagai hal yakni mengenai rencana kerjasama dengan Pertamina untuk upaya konservasi harimau, tentang kasus kukang yang ada di seksi wilayah I KSDA Bengkulu, serta tentang pembuatan simaksi dan mengambil SPT (Surat Perintah Tugas) melakukan liputan Kick Andy tentang aktivitas saya sebagai dokter hewan untuk keperluan acara talkshow dengan tema "Pengabdian Para Dokter", dan mengambil lokasi di salah satu kawasan konservasi di Bengkulu, serta rencanaku untuk melihat kembali kondisi gajah-gajah  yang sebelumnya bermasalah dan telah diambil sampel darahnya untuk pemeriksaan laboratorium serta yang telah mendapatkan pengobatan karena menderita otitis di PKG Seblat, sekaligus ingin melihat kondisi harimau serta waktunya pemeriksaan feces dan pencegahan penyakit parasiter, aku abaikan rasa capek setelah dua hari menangani rusa di luar kota tanpa bisa banyak istirahat, hari itu juga tanggal 1 April 2016 aku kembali melakukan perjalanan menuju TWA Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara. 

Selama dalam perjalanan mencoba untuk berkoordinasi untuk penanganan dan pengobatan kukang (Nycticebus coucang) di kabupaten lainnya. Ada 5 ekor kukang yang harus ditangani di Provinsi Bengkulu dan 2 ekor kukang di Provinsi Sumatera Selatan. Aku berusaha meyakinkan petugas di lokasi tersebut bahwa kukang perlu diperiksa terlebih dulu dan tidak bisa langsung dilepasliarkan kembali apalagi merupakan hasil penyitaan dari perdagangan illegal, perlu proses karantina dan pemeriksaan medis serta monitoring perilaku untuk menyatakan layak untuk segera dilepasliarkan atau ditunda terlebih dahulu. Selama ini yang menjadi masalah besar yang berhubungan dengan penanganan satwa liar selain harimau dan beruang madu, seringkali para petugas polisi kehutanan tidak melibatkan tenaga profesional dokter hewan dalam penanganan satwa sehingga sering melakukan pelepasliaran satwa liar hasil penyitaan dari perdagangan illegal tanpa melakukan pemeriksaan medis dan langsung begitu saja dilepaskan disertai dengan kegiatan ceremonial, tanpa peduli apakah satwa tersebut bermasalah dengan kondisi fisiknya atau kesehatannya atau perilakunya dan adapatasi terhadap makanan alaminya. Bagi mereka asalkan ada Berita Acara Pelepasliaran dan laporan sudah cukup, tanpa peduli apakah satwa yang dilepasliarkan bisa bertahan hidup atau tidak.

Bagi kami sebagai dokter hewan yang sudah lama berkecimpung menangani satwa hasil penyitaan dari perdagangan dan kepemilikan illegal di masyarakat serta hasil penyelamatan dari korban konflik dan perburuan di Pusat Penyelamatan Satwa, Pusat Rehabilitasi Satwa, Stasiun Karantina, Rumah Sakit Satwa Liar dan lain-lain, benar-benar memahami bagaimana proses yang harus dijalani oleh satwa sampai bisa dinyatakan layak untuk dilepasliarkan kembali, tentu merasa sangat sedih dan prihatin dengan kondisi seperti itu apalagi dilakukan oleh petugas terkait yang seharusnya bisa menangani satwa dengan baik sesuai prosedur. Bahkan kadang aku pun harus menerima khabar buruk kematian satwa karena salah penanganan atau perlakuan yang tidak layak, disisi lain aku harus menghadapi arogansi petugas terkait yang selalu merasa benar dengan keputusannya dan merasa mampu untuk menangani satwa tapi kenyataannya tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan saat berdebat soal itu dengan mereka aku seolah-olah ditertawakan dan menganggap bahwa yang mereka lakukan sudah benar adanya.


Pemeriksaan dan Pengobatan Kukang di PPS Sumatera Selatan
Minggu malam, tanggal 3 April 2016 aku kembali ke Kota Bengkulu dari pulang perjalanan ke Kabupaten Bengkulu Utara. Malam itu aku telah disibukkan kembali untuk mempersiapkan worksheets guna pemeriksaan 7 ekor kukang yang berada di PPS (Pusat Penyelamatan Satwa) Sumatera di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, 5 ekor kukang merupakan titipan BKSDA Bengkulu dan 2 ekor kukang lainnya adalah titipan BKSDA Sumatera Selatan. Esok paginya aku masih menyempatkan diri ke kantor BKSDA Bengkulu untuk mengambil obat-obatan dan peralatan medis dan langsung berangkat lagi menuju Sumatera Selatan untuk pemeriksaan medis dan pengobatan kukang yang sedang menjalani proses karantina. Saat sedang dalam perjalanan, aku sambil menjawab dan menanggapi permintaan beberapa media nasional mumpung signal masih lancar. 

Waktuku sangat terbatas untuk melakukan pemeriksaan medis pada kukang sebelum akhirnya aku harus kembali lagi ke Kota Bengkulu. Sebenarnya aku hanya bisa menyediakan waktu selama 3 hari, meski pada kenyataannya harus molor menjadi empat hari, dan dua hari sudah habis terpakai untuk perjalanan pergi pulang, jadi efektif bekerja hanya dua hari saja, belum terkadang terganggu oleh cuaca buruk (hujan deras) yang menyebabkan kegiatan terhenti. Dalam dua hari akhirnya selesai juga memeriksa kukang-kukang tersebut, dan aku kembali ke Kota Bengkulu hari Kamis tanggal 6 April 2016. Aku hanya memiliki waktu satu hari di Kota Bengkulu yakni hari Jumat untuk efektif bekerja membuat laporan medis hasil pemeriksaan kukang dan membuat materi oral presentation untuk persiapan jadi narasumber seminar di Universitas Airlangga, Surabaya yang diadakan pada hari Minggu tanggal 10 April 2016.

Seminar "Conservation Through Responsible Tourism"
di Rektorat Universitas Airlangga, Surabaya
Setiap menit itu sangat berharga, memanfaatkannya untuk hal-hal yang bermanfaat bukanlah kuanggap sebagai beban bila kita bisa menikmatinya. Dan arti menikmati bukan berarti selalu mendapatkan imbalan uang, bagiku melakukan suatu pekerjaan tidak harus selalu berorientasi untuk mendapatkan uang, bahkan sebaliknya aku sering keluar uang sendiri untuk membiayai pekerjaanku, namun juga ada yang berorientasi untuk menolong makhluk hidup lain yang membutuhkan, berorientasi untuk mencari atau meningkatkan pengalaman, dan lain-lain. Bila kita menjalani setiap kegiatan dengan hati bahagia, tulus dan ikhlas tentu bekerja bukanlah suatu beban berat, namun akan dinikmati sebagai salah satu dari kesenangan dan pengorbanan. Bahkan aku sendiri kesulitan untuk membedakan antara bekerja dan berwisata, karena dua-duanya bagiku mengandung makna yang sama, disaat aku sedang bekerja bagiku aku juga merasa sedang berwisata serta sebaliknya, mungkin karena aku selalu menikmati setiap pekerjaanku dengan senang hati dan tak menganggapnya sebuah beban tugas.