Rabu, 21 Mei 2014

Volunteers for Our Tiger


Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Elsa 
yang dievakuasi dari jerat pemburu liar
Menjalani perawatan medis di BKSDA Bengkulu. 
Photo sebelum menjalani operasi amputasi
Sudah 52 hari seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Elsa dalam perawatan pasca rescue dan operasi amputasi kaki depan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Tim yang dibentuk untuk ditugaskan memberi perawatan harimau tersebut pun tidak berjalan semestinya walaupun telah dikeluarkan Surat Perintah Tugas dari BKSDA Bengkulu.

Namun kami memiliki tim relawan yang selalu bersedia kapan saja untuk bekerja bagi satwa liar. Tidak perlu menggunakan surat perintah ataupun sejenisnya untuk menggerakan mereka. Dan tidak perlu harus memberi honor karena kami pun tidak memiliki uang untuk bisa membayar mereka.  Mereka adalah orang-orang pilihan. Pilihan diantara orang-orang yang bekerja hanya berorientasi uang, yang hanya mau bergerak bila ada uang honor untuk dirinya. Tanpa itu mereka selalu siap sedia membantu setiap kali kami mempunyai pasien harimau yang harus dirawat dalam jangka waktu lama. Tanpa mereka, dokter hewan tidak akan bisa bekerja dengan baik. Kami saling mendukung satu sama lain. Bahkan beberapa diantara kami adalah perintis dibentuknya Tim Rescue Satwa Liar di Balai KSDA Bengkulu beberapa tahun yang lalu untuk memenuhi kebutuhan akan adanya sebuah tim yang memiliki kemampuan dalam penyelamatan dan penanganan satwa liar terutama harimau sumatera.

Jadi, siapakah mereka para relawan yang saat ini bekerja untuk perawatan harimau sumatera bernama Elsa ? Inilah orangnya :

Gita Puspita Abriyani, S.Hut
Namanya Gita Puspita Abriyani, S.Hut atau biasa dipanggil Gita. Sehari-hari dia menjabat sebagai Penyuluh di Balai KSDA Bengkulu. Di awal kerjanya di BKSDA Bengkulu dia ikut dalam Tim mitigasi konflik antara manusia dengan harimau di sebuah desa di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Dan pernah mengikuti tim rescue untuk evakuasi harimau terjerat di Hutan Produksi Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Setiap ada kegiatan penanganan harimau terjerat atau korban konflik, dia seringkali ikut serta membantu dokter hewan dalam operasi harimau atau pemeriksaan kesehatan harimau dan satwa liar lainnya, seperti membantu monitoring vital signs (monitoring frekuensi nafas, frekuensi pulsus, tempertaure tubuh) selama proses pembiusan, recording immobilisasi, data fisiologi dan morfometri. Tidak memiliki background keilmuwan di dunia kedokteran hewan, namun kondisi pekerjaan yang menuntutnya untuk menjadi multi talenta dalam membantu dokter hewan dalam penanganan satwa liar secara sukarela. Tidak hanya penanganan harimau tetapi juga telah biasa membantu penanganan darurat untuk rusa tutul. Disamping pekerjaan utamanya sebagai penyuluh, sehari-hari dia juga membantu mengelola dana pakan harimau dari berbagai sumber dan mengatur agar dana tersebut mencukupi untuk pakan harimau Elsa berapapun jumlahnya yang diperoleh.


Pujonggo
Namanya Pujonggo, atau biasa dipanggil dengan sebutan Pujo. Dia alumni SKMA, juga tidak memiliki background ilmu kedokteran hewan namun telah seringkali membantu dokter hewan dalam penyelamatan harimau dari jerat pemburu liar seperti di Kabupaten Mukomuko, di Kabupaten Lebong dan di Kabupaten Kaur, dan membantu kegiatan penangan medis harimau pasca rescue. Mungkin bisa dikatakan bahwa hampir setiap kali saya melakukan pembiusan harimau dia selalu ada untuk membantu. Dia adalah salah satu orang yang bisa saya percaya untuk membantu dibidang medis, tidak hanya pada harimau tetapi juga pada rusa tutul, beruang dan lain-lain. Pekerjaan utamanya adalah staff Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) yang ditugaskan di Tim Pengendalian Kebakaran Hutan, namun setiap kali ada kegiatan penanganan medis harimau, dia siap membantu. Dia sangat terampil dalam membantu dokter hewan melakukan monitoring vital signs, recording immobilisasi, data fisiologi dan morfometri, koleksi specimen, membantu penanganan kondisi darurat pada satwa liar, serta membantu operasi harimau. Dalam penyelamatan harimau sumatera bernama Elsa, dia sangat berperan penting dalam membantu dokter hewan saat melakukan evakuasi harimau dari jerat pemburu liar di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu dan juga membantu dokter hewan dalam operasi amputasi kaki depan harimau Elsa.


Rinaldi Syafer, SP
Namanya Rinaldi Syafer, kami biasa memanggilnya Syafer. Dia saat ini bekerja sebagai staff Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) di Seksi KSDA Wilayah II dengan wilayah tugas di wilayah Bengkulu bagian selatan. Dia juga tidak memiliki background ilmu kedokteran hewan, karena dia adalah alumni sekolah kehutanan atau SKMA. Dia telah membantu dokter hewan dalam penanganan medis di lapangan pasca rescue harimau Elsa dari jerat pemburu liar. Membantu medis dalam recording data morfometri dan penanganan darurat dari efek samping obat bius yang merugikan. Selain itu dia juga pernah membantu dokter hewan dalam pengambilan sampel dan pengobatan rusa sambar yang diduga terkena wabah penyakit menular. Dalam perawatan harimau Elsa ini tugasnya adalah berurusan dengan pihak otoritas yakni BKSDA Bengkulu, baik yang berhubungan dengan birokrasi dan administrasi maupun mendesak otoritas untuk membantu perawatan harimau sumatera tersebut.


Lukman Efendi
Bapak yang satu ini sehari-hari bertugas sebagai penjaga kantor BKSDA Bengkulu dan tinggal berdampingan dengan lokasi kandang perawatan harimau Elsa. Namanya Lukman, tapi kami biasa memanggilnya Bungsu. Selain tugas utamanya menjaga kantor dan membersihkan kantor BKSDA, dia terkadang juga mendapat tambahan tugas untuk merawat satwa liar, seperti beruang madu 'Jony', kucing kuwuk 'Felix' dan juga menjaga keamanan harimau sumatera bernama Elsa. Dia yang selalu memeriksa kondisi harimau di malam hari, juga memeriksa kondisi air minum yang harus tersedia ad libitum (mengalir sepanjang hari) dan bila menemukan perilaku harimau yang tidak normal atau ada gejala-gejala yang tidak normal di malam hari, dialah orang pertama yang melaporkannya kepada dokter hewan untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Dia juga sangat membantu dalam hal yang berhubungan dengan perbaikan kandang dan sanitasi kandang perawatan.


Rico Delios, SH
Namanya Rico, saat ini bekerja sebagai tenaga honor di Kantor Resort KSDA Kota Bengkulu. Sudah beberapa kali dia bekerja membantu untuk memberi makan harimau yang sedang dalam perawatan medis, mulai dari harimau Mekar, Tarisa, Dara, Tesa dan sekarang Elsa. Juga pernah ikut kami beberapa kali dalam kegiatan mitigasi konflik harimau dengan manusia di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Utara. Selain pekerjaan utamanya di kantor resort kota dan kesibukannya kuliah di Fakultas Hukum, sehari-hari dia harus bolak-balik dari kantor resort kota ke kantor Balai KSDA Bengkulu untuk memberi makan harimau Elsa, serta mendokumentasikan kegiatan tersebut. Selain itu setiap pagi dan sore hari harus ke pasar tradisional untuk mencari pakan harimau serta seringkali survey harga daging dan ayam kampung hidup yang termurah, karena dia harus memberi makan selama dua kali dalam sehari menyesuaikan dengan jadwal pemberian obat-obatan per oral. Dia juga membantu pengobatan lokal pada luka bekas amputasi setiap harinya.


Deri Utami, S.Kom
Namanya Deri Utami, panggilannya Deri, latar belakang pendidikannya adalah Ilmu Komunikasi. Saat ini bekerja sebagai tenaga honor BKSDA Bengkulu yang ditugaskan di bagian Humas untuk memberi pelayanan publik mengenai pengurusan Simaksi (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi). Beberapa kali pernah membantu dokter hewan dalam rescue harimau dari jerat pemburu liar, penanganan dan pemeriksaan kesehatan harimau, rusa tutul, rusa sambar dan satwa liar lainnya. Dalam perawatan harimau Elsa, dia banyak membantu dalam pengadaan/ belanja obat-obatan dan peralatan medis yang dibutuhkan oleh dokter hewan, serta membantu operasi amputasi kaki depan harimau Elsa, bersama tim ikut membantu monitoring vital signs selama pembiusan.


Erni Suyanti Musabine
Sebagai medik veteriner (dokter hewan) di BKSDA Bengkulu tentu saya selalu bertugas dalam setiap upaya penyelamatan harimau sumatera dari jerat pemburu liar, konflik dengan manusia ataupun karena sakit dan penyakit, juga melakukan pemeriksaan forensik pada satwa liar korban kejahatan (wildlife crime). Mulai aktif bekerja untuk penyelamatan dan penanganan medis harimau sumatera sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang. Dan saat ini sedang merawat harimau Elsa korban perburuan di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Selain harimau Elsa, bersama tim kami sudah berhasil mengevakuasi 5 ekor harimau sumatera lainnya dari jerat pemburu liar dan seekor macan dahan, satu diantaranya telah berhasil dilepasliarkan kembali setelah mendapatkan perawatan medis selama 29 hari. Dan mengevakuasi serta memberikan penanganan medis terhadap 7 ekor harimau sumatera lainnya yang terlibat konflik dengan manusia, ditemukan sakit dan berperilaku abnormal, tertembak dan keracunan. Belum lagi termasuk satwa liar lainnya selain harimau sumatera.

Dalam perawatan harimau Elsa, tentu tugas utama saya adalah memberikan pengobatan sejak masih berada di lokasi terjerat sampai berada dalam kandang perawatan pasca operasi amputasi kaki depan serta membuat pelaporan baik kepada pihak otoritas maupun pihak lain yang membantu. Dan pekerjaan terberat malah diluar kegiatan medis, yakni selanjutnya mencari relawan orang-orang yang bersedia membantu perawatan dengan sukarela, karena memang tidak ada honor bagi mereka setiap membantu kegiatan medis, yang dibutuhkan hanya orang-orang yang punya empati terhadap satwa liar. Pekerjaan berat lainnya adalah bahwa saya pun masih harus melakukan pencarian dana kepihak lain agar harimau yang dalam perawatan medis agar tetap bisa makan sesuai kebutuhan dan bisa membeli obat-obatan yang diperlukan. Karena satwa liar tidak mengenal birokrasi dan administrasi dan tidak bisa menunggu ketidakpastian, yang dia butuhkan hanyalah pakan yang cukup dan pengobatan. Karena kami menyadari bahwa kami tidak bisa tergantung sepenuhnya pada pihak otoritas yang belum tentu memiliki dana khusus untuk perawatan harimau bermasalah. Tidak hanya cukup disitu, setiap hal yang berhubungan dengan kebutuhan satwa liar baik berupa perbaikan kandang perawatan, fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung perawatan, pakan satwa dan lain-lain, sepertinya rekan kerja sendiri pun lebih menyukai menanyakannya dan memintanya kepada saya dan bukannya kepada para pejabat terkait pengambil kebijakan. Seolah-olah harimau tersebut adalah milik kami pribadi dan kamilah yang harus bertanggung jawab semuanya terhadap perawatan harimau termasuk bertanggung jawab secara financial. Saya sangat beruntung masih memiliki segelintir rekan kerja yang bisa diajak bekerja secara sukarela meski tanpa ada anggaran proyek dari negara untuk mendukung kegiatan, sehingga setiap kegiatan penanganan satwa liar yang dalam perawatan medis tidak pernah ada kendala. Dan bersyukur memiliki teman-teman diluar Bengkulu yang turut peduli pada setiap satwa liar yang kami rawat dan merekalah yang membantu kami dengan memberikan donasi untuk perawatan harimau tersebut.

Maka bila ada pihak-pihak tertentu yang menjadikan satwa liar terutama harimau sumatera sebagai obyek komoditas untuk mendapatkan dana dengan mengatasnamakan kepentingan harimau guna mencari keuntungan bagi dirinya sendiri ataupun sekelompok orang dan tidak untuk harimau, mereka yang sesungguhnya adalah golongan orang-orang yang tidak peduli terhadap konservasi harimau sumatera.

Note :
Bagi pihak lain yang ingin membantu donasi bagi perawatan harimau sumatera bernama Elsa di BKSDA Bengkulu maka bisa menghubungi Animals Indonesia. E-mail : wildjava@animalsindonesia.org Dan bisa mencari informasi di link ini www.animalsindonesia.org

Jumat, 09 Mei 2014

HarimauKita kembali memberikan training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' bagi Private Sector di Riau



Catatan Perjalanan

Pagi itu tanggal 5 April 2014, kami anggota tim pemateri dari Forum Konservasi Harimau Sumatera atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) bertemu di Bandara International Soekarno Hatta, Jakarta. Saya berangkat menggunakan pesawat pagi bersama Hariyawan A. Wahyudi dan Amir Hamzah Ritonga menuju Pekanbaru, Provinsi Riau. Di Bandara International Sultan Syarif II, Pekanbaru kami bertemu Adnun Salampessy dan rekan lainnya dari Sinarmas Forestry dan APP yang juga akan menjadi pemateri dalam acara pelatihan tersebut. Sore harinya, tiga pemateri dari FHK menggunakan penerbangan sore datang menyusul, yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International (FFI), Nurazman dari Taman Nasional Berbak dan Sartono dari BKSDA Jambi.

Sumatran Tiger Conservation Forum (HarimauKita) and Private Sectors and BBKSDA Riau

Training Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lansekap Hutan Produksi akan dimulai pada tanggal 6 - 8 April 2014 di Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM), yang berlokasi di Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Peserta pelatihan terdiri dari karyawan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yakni yang bekerja di APP group, juga diikuti oleh staff Balai Besar KSDA Riau yang terdiri dari Paramedis, Polisi Kehutanan (Polhut) dan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Ini adalah pelatihan yang kedua kalinya setelah pelatihan pertama yang diadakan di Provinsi Jambi.

Guideline Book for Human-Tiger Conflict Mitigation
Perlindungan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja dalam hal ini Kementerian Kehutanan, karena populasi liar harimau sumatera yang tersisa tidak hanya hidup di kawasan konservasi saja seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Suaka Margasatwa, Cagar Alam, namun juga banyak ditemukan diluar kawasan konservasi seperti kawasan hutan dibawah pengelolaan pemerintah daerah (Pemda) dalam hal ini Dinas Kehutanan baik yang terdapat di tingkat provinsi maupun kabupaten seperti Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, APL, HPK dan lain-lain. Tidak hanya itu, harimau sumatera juga hidup di areal konsesi sektor swasta dibidang kehutanan tanaman industri seperti HTI, juga terdapat di areal HGU perkebunan baik sawit atau karet dan lain-lain, juga di areal peruntukan lainnya. Dulunya areal konsesi tersebut merupakan habitat harimau sumatera tetapi telah dialihfungsikan bagi pengembangan sektor kehutanan dan perkebunan, sehingga harimau masih bertahan hidup di areal tersebut meskipun telah mengalami perubahan ekosistem dari hutan menjadi areal konsesi perusahaan bidang kehutanan. Untuk itu peran sektor swasta dalam mendukung perlindungan harimau sumatera sangat diperlukan, seperti ikut berperan aktif dalam melindungi populasi liar harimau sumatera yang berada di areal konsesinya dengan berbagai cara diantaranya melakukan penelitian sebaran harimau dan satwa liar lainnya dengan cara pemasangan camera trap, identifikasi jejak satwa liar dan lain-lain, sosialisasi tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau bagi pekerja perkebunan dan masyarakat di daerah rawan konflik di wilayahnya, membantu petugas dalam penyelamatan harimau yang bermasalah. Dan diharapkan setiap perusahaan tersebut mempunyai mekanisme yang jelas tentang management penanganan konflik satwa liar dengan manusia yang bisa diterapkan dengan mudah sesuai aturan yang berlaku untuk membantu petugas berwenang. Dan satu hal yang terpenting adalah, perusahaan perkebunan bersedia menyisakan areal yang masih berhutan sebagai tempat tinggal harimau dan satwa liar lainnya yang juga berfungsi sebagai koridor satwa liar dari areal konsesi perusahaan menuju hutan di sekitarnya dan sebaliknya.

Pelatihan ini dibuka oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sekaligus menyampaikan materi di awal acara. Kemudian dilanjutkan oleh tim pemateri dari Forum HarimauKita, diantaranya Ekologi dan Status Konservasi Harimau oleh Hariyo T. Wibisono dari FFI/ FHK, materi berikutnya adalah Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48 Tahun 2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman dari Taman Nasional Berbak/ FHK. Forum HarimauKita sebagai komunitas pemerhati perlindungan harimau sumatera juga terpanggil untuk ikut membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permenhut tersebut kepada pihak-pihak terkait. Materi lainnya adalah Identifikasi Jejak Harimau dan Satwa Liar Lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP/ FHK, materi tentang Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Sartono dari BKSDA Jambi/ FHK dan Febri Aggriawan Widodo dari WWF/ FHK sekaligus berbagi pengalaman tentang mitigasi konflik harimau di perkebunan. Materi tersebut disampaikan melalui oral presentation dan diselingi dengan ice breaking serta kegiatan praktek di luar ruangan.

Sedangkan saya sendiri pada kesempatan ini sebagai medik veteriner mendapat tugas dari FHK untuk memberikan materi tentang Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik. Yang dibagi dalam dua presentasi, untuk materi pertama lebih banyak memaparkan tentang langkah-langkah yang harus diambil bila menemui harimau terjerat atau yang berkonflik dengan manusia, juga menyampaikan tentang ciri-ciri harimau sakit yang ditemukan berkeliaran mendekati aktivitas manusia yang juga diartikan sebagai konflik, serta sistem pelaporannya pada pihak terkait. Dalam beberapa kasus yang pernah kami tangani bahwa seringkali terdapat hubungan antara konflik dan perburuan. Dan cara penanganan harimau pada kedua kasus ini agak berbeda. Pada materi kedua saya menyampaikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk membantu petugas berwenang dalam handling harimau, penanganan darurat dan pertolongan pertama pada harimau korban jerat, keracunan, luka tembak ataupun luka karena senjata tajam. Selain itu juga menegaskan tentang apa yang merupakan wewenang tenaga medis (dokter hewan)  dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh orang non medis (orang yang profesinya bukan dokter hewan).  Hal ini perlu diingatkan terus-menerus karena Provinsi Riau punya sejarah panjang dalam pembiusan satwa liar tanpa melibatkan dokter hewan sehingga mengakibatkan kematian saat pembiusan dan pasca pembiusan. Peran dokter hewan dalam setiap chemical restraint (pembiusan) sangat diperlukan. Bukan berarti peran petugas/ orang non medis tidak penting, dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan bahwa peran masyarakat/ karyawan perusahaan yang bertugas di lapangan juga petugas berwenang yang non medis punya peran penting dalam membantu dokter hewan dalam setiap upaya penyelamatan dan penanganan harimau, karena dokter hewan tidak bisa bekerja sendiri, memerlukan orang yang membantu untuk monitoring vital signs selama proses pembiusan seperti  monitoring frekuensi nafas dan pulsus dan temperatur tubuh. Diperlukan bantuan juga untuk recording (pencatatan data hasil pemeriksaan vital signs, morfometri dan lain-lain). Dengan monitoring data fisiologi tersebut maka dokter hewan akan lebih mudah mengetahui kondisi harimau, apakah dalam kondisi baik atau kah perlu tindakan untuk penanganan darurat. Juga disampaikan mengenai cara transportasi yang aman untuk menghindari terjadinya efek samping yang buruk bahkan kematian.

Selama ini kebanyakan orang bahkan petugas sendiri beranggapan bahwa pembiusan satwa liar dilakukan hanyalah berfungsi untuk mempermudah handling satwa, seperti untuk keperluan memindahkan satwa dari satu tempat ke tempat lain tanpa resiko. Satu hal yang mereka tidak pahami bahwa melakukan pembiusan itu sama artinya dengan melakukan kegiatan yang beresiko tinggi karena efek samping yang buruk dari pemakaian obat-obat anaesthesi bila tidak dimonitoring bisa menyebabkan kematian. Untuk itu selalu ditekankan bahwa pembiusan satwa liar harus dilakukan oleh orang-orang yang tepat, yakni orang-orang yang memang punya profesi untuk itu sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan tidak boleh dilakukan oleh petugas non medis, kecuali bila dibawah pengawasan dan panduan dokter hewan. Jangan sampai kita menjadi pembunuh bagi satwa liar terancam punah yang seharusnya kita lindungi hanya karena bertindak yang kurang tepat.

Praktek Pembuatan Meriam Paralon dan Cara Penggunaannya untuk Mitigasi Konflik 

Tanggal 9 April 2014 kegiatan training berakhir, dan kami tim pemateri dari Forum HarimauKita kembali ke institusi/ lembaga masing-masing. Mendorong peran aktif private sector dalam upaya konservasi harimau sumatera adalah hal yang sangat posistif, karena populasi liar harimau sumatera juga berada di areal konsesinya. Berharap hal seperti ini bisa dikembangkan di banyak private sector di Indonesia yang areal konsesinya juga masih merupakan habitat satwa liar, tidak hanya harimau tetapi juga gajah, orangutan dan lainnya. Banyak cara bisa dilakukan untuk membantu upaya konservasi harimau  dan bisa dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya pemerintah saja atau NGO saja, tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait termasuk pihak swasta dan masyarakat sendiri. Dan tidak harus bekerja dan berjuang sendirian, berkolaborasi untuk penyelamatan satwa liar dan habitat yang masih tersisa akan terasa lebih meringankan beban. Bila bisa dikerjakan bersama-sama dengan hasil yang lebih baik mengapa harus bekerja sendirian misalnya hanya dilakukan oleh lembaga tertentu saja, toh tujuannya juga sama yakni sama-sama untuk perlindungan satwa liar Indonesia.

Jumat, 02 Mei 2014

Mengajar Pendidikan Lingkungan di Sekolah Gratis 'MTs Syuhada' Mukomuko



Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada atau setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada di sebuah desa terpencil di Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Lokasi desa tersebut juga tidak jauh dari kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).  Kawasan TNKS memang meliputi empat provinsi, yakni Provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Sedangkan di wilayah Bengkulu, salah satu wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat adalah Kabupaten Mukomuko.

Kamis, 24 April 2014
Keinginan mengunjungi sekolah MTs Syuhada tersebut dari ide yang muncul tiba-tiba saat saya sedang nongkrong dengan dua orang teman dari LSM lokal, yakni dari Yayasan Genesis dan Ulayat, serta seorang wartawan dari Kantor Berita Antara. Seperti biasa saat bertemu kami seringkali membahas soal lingkungan, konservasi, satwa liar dan segala hal yang berhubungan dengan itu. Hari ini tak luput pula kami membicarakan tentang sekolah gratis yang didirikan secara swadana oleh seorang warga di Kecamatan Selagan Raya, Mukomuko, Bengkulu. Membuatku tertarik untuk membicarakannya. Kebetulan teman saya seorang wartawan dari Kantor Berita Antara ingin meliputnya, dan saya pun tertarik untuk mengunjunginya. Dan teman lainnya yang berasal dari LSM lokal dan tinggal di daerah tersebut meminta saya untuk mengajar muatan lokal tentang konservasi di sekolah itu saat nanti berkunjung. Akhirnya kami pun memutuskan bahwa besok malam kami akan berangkat kesana.

Jumat, 25 April 2014
Dengan menggunakan angkutan umum yakni mobil travel dari Kota Bengkulu menuju ke Kecamatan Selagan Raya, saya bersama seorang teman Marini Sipayung, yang bekerja sebagai wartawan Kantor Berita Antara melakukan perjalanan ke daerah tersebut malam itu. Hanya dengan membayar Rp. 120.000 per orang dengan jarak tempuh kurang lebih selama 8 jam akhirnya kami sampai juga di Desa Sungai Ipuh II, Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Sekitar pukul setengah tiga dini hari kami berhenti di depan sebuah rumah panggung berdinding kayu. Dalam hati saya berkata, "sepertinya ini pemukiman penduduk asli dan bukan pendatang atau daerah transmigrasi", berdasarkan pengamatanku sekilas ke rumah-rumah di sekitarnya, karena di desa itu rumah warga didominasi dengan bentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu yang mencirikan bahwa pemukiman tersebut adalah pemukiman penduduk asli disana.

Bahasa daerah yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari di desa itu tidak bisa saya mengerti. Dan berbeda dengan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Mukomuko pada umumnya. Saya hanya menguasai satu bahasa daerah saja disini yakni Bahasa Bengkulu yang biasa digunakan untuk percakapan sehari-hari di Kota Bengkulu dan penggunaannya pun lebih luas di banyak wilayah di Bengkulu. Begitu banyaknya bahasa daerah yang berbeda-beda di Provinsi Bengkulu membuatku sulit untuk bisa menguasainya satu persatu meskipun saya sudah beberapa tahun tinggal disini dan sering berpergian ke tempat-tempat tersebut yang memiliki bahasa daerah berbeda-beda.

Sabtu, 26 April 2014
Pagi itu setelah sarapan pagi, agenda kami adalah mengunjungi MTs Syuhada, yakni sekolah yang memberikan pelayanan gratis bagi siswanya untuk bersekolah disana. Lokasinya di Desa Aur Cina, Jln. Depati 6, Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, tak jauh dari tempat kami menginap di Desa Sungai Ipuh II.

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syuhada di Desa Aur Cina, Kec. Selagan Raya, 
Kab. Mukomuko, Bengkulu

Saya bersama dua orang teman, yakni wartawan Kantor Berita Antara dan seorang lainnya dari LSM lokal Yayasan Genesis yang berasal dari Selagan Raya. Kami bertiga mengunjungi sekolah MTs Syuhada pada jam istirahat siang. Kehadiran kami disambut dengan ramah oleh Ketua Yayasan Syuhada yakni Bapak Muhammad Zabur beserta istrinya juga para guru disana. Sambil berbincang-bincang dengan mereka, saya juga memyempatkan diri untuk melihat-lihat sekitar. Sekolah MTs Syuhada hanya terdiri dari dua ruang kelas yang bentuk fisiknya sangat sederhana. Salah satu ruang kelas masih harus berbagi tempat dengan ruang guru dan kepala sekolah. Berdinding kayu papan, berlantai semen dan beratap seng bekas. Dalam ruang kelas terdapat satu whiteboard (papan tulis) dan beberapa kursi serta meja belajar. Di halaman depan sekolah merupakan tempat olahraga dan upacara bendera, terdapat satu tiang bendera yang terbuat dari bambu, sebuah lapangan sepak bola dengan ukuran lebih kecil dari ukuran yang seharusnya dan lapangan bola voli. Sekolah itu berdiri di areal seluas sekitar seperempat hektar. Didirikan pada tahun 2012 oleh Muhammad Zabur sebagai penyandang dana dan ketua Yayasan Syuhada.

Muhammad Zabur, Pendiri dan Ketua Yayasan Syuhada
Pak Zabur kami memanggilnya, adalah seorang petani dan petugas irigasi di desa tersebut. Merasa prihatin saat menjumpai bahwa pemuda desa itu tidak memiliki kemampuan untuk adzan, menjadi imam masjid, berkotbah dan ketrampilan lainnya yang berhubungan dengan kegiataan adat istiadat, budaya dan agama di desa itu. Bila suatu kaum (sebutan untuk suku) tidak memiliki orang yang terampil dalam hal-hal tersebut diatas maka akan dikenai denda. Ada 12 kaum di Kecamatan Selagan Raya dan dipimpin oleh kepala kaum setiap tiga tahun yang tentunya harus menguasai ilmu agama.

Berawal dari keprihatinan itu akhirnya Pak Zabur yang kini berusia 50 tahun bertekat untuk mendirikan sekolah gratis yang berbasis agama, dengan porsi pelajaran agama lebih banyak dari sekolah lainnya dan pendidikan yang diberikan akan disesuaikan dengan kebutuhan sosial masyarakat disana. Butuh pengorbanan besar untuk mewujudkan itu. Diatas tanah seluas seperempat hektar yang dibelinya dari hasil menjual kebun keluarga dan keikhlasan istrinya untuk mendukung cita-cita tersebut, akhirnya sekolah itupun bisa diwujudkan. Biaya yang telah dihabiskan sebanyak 50 juta rupiah. Sekolah tersebut dibangun juga secara gotong-royong tanpa mengeluarkan biaya upah kerja. Pada awalnya Pak Zabur dianggap gila memiliki cita-cita yang tak wajar itu bagi warga lainnya, "seorang petani ingin mendirikan sekolah tanpa memungut biaya atau gratis bagi siswanya".   Setelah berhasil didirikan, sekolah itu juga tidak serta merta bisa diterima oleh warga lainnya. Pada awalnya warga tidak mempercayai sekolah ini, namun akhirnya ada 20 siswa yang mendaftar pada awal berdiri. "Orangtua murid ada yang membawa uang untuk membayar pendaftaran sekolah namun ditolak," kata Pak Zabur, karena Pak Zabur tidak mau memungut biaya apapun bagi siswa yang bersekolah disana. Karena Pak Zabur juga punya keinginan agar anak-anak dari orangtua yang kurang mampu masih bisa mendapatkan pendidikan yang layak bagi anaknya dengan sekolah gratis disana. Sekolah ini juga sebagai alternatif pilihan yang ditujukan bagi anak-anak yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi sekolah negeri dan tidak memiliki kendaraan untuk bersekolah.

Kegiatan Belajar Mengajar di MTs Syuhada
Penerimaan siswa sekolah angkatan pertama yakni sebanyak 20 orang, mereka juga difasilitasi seragam sekolah gratis. Pak Zabur telah menghabiskan uang pribadinya sebanyak 20 juta rupiah untuk keperluan tersebut. Sedangkan untuk operasional sekolah menggunakan uang yang didapat dari hasil panen kebunnya. Siswa sekolah benar-benar tidak dibebani dengan biaya sekolah. Pak Zabur juga beruntung telah didukung oleh 10 orang guru sekolah yang ikhlas mengajar di sekolah tersebut meski tanpa bayaran yang layak, hanya bantuan uang transportasi saja. Sedangkan angkatan kedua sebanyak 30 siswa. Pada tahun 2014 ini juga telah mendaftar 40 calon siswa yang ingin bersekolah di tempat tersebut, namun masih terkendala tidak ada ruang kelas, karena ruang kelas yang tersedia baru ada dua buah ruangan saja. Selain kendala ruangan, juga keterbatasan fasilitas buku pelajaran, karena sekolah ini masih meminjam buku dari SMP Negeri 9 Selagan Raya. Kurikulum pelajaran sekolah juga disesuaikan dengan kurikulum pendidikan resmi, namun bedanya hanya pada pendidikan agama yang porsinya lebih banyak yakni 12 jam per minggu dan pelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan sosial masyarakat di Kecamatan Selagan Raya.

Teaching about wildlife conservation to students and teachers 
at Junior High School in the hinterland of Bengkulu

Di kesempatan hari itu saya juga diminta untuk pertama kalinya mengajar muatan lokal tentang pendidikan lingkungan. Permintaan yang mendadak itu tentunya tidak ada materi yang bisa saya persiapkan seperti saat saya diminta untuk mengajar di sekolah-sekolah lainnya atau di lembaga-lembaga lain. Saya hanya bercerita di depan kelas dengan media papan tulis dan spidol serta melakukan diskusi interaktif sesuai dengan materi yang saya berikan dengan siswa sekolah dan para guru.  Kebetulan yang mengikuti materi yang saya sampaikan tidak hanya semua siswa sekolah tetapi juga para guru, kepala sekolah dan kepala Yayasan Syuhada. Saya tertarik menyampaikan materi yang disesuaikan dengan daerah tersebut, karena Kecamatan Selagan Raya berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) maka saya lebih banyak membahas tentang konservasi harimau sumatera dan habitatnya serta hal-hal yang berhubungan dengan itu seperti ancaman bagi perlindungan harimau sumatera, hal-hal pemicu human-tiger conflict dan bagaimana cara mencegah dan mengatasinya, fungsi ekologis harimau dalam ekosistem dan manfaatnya bagi masyarakat yang hidup di sekitar kawasan habitat harimau, dan lain-lain.  Mengingat TNKS merupakan salah satu habitat harimau sumatera. Selain itu juga pengenalan satwa liar dilindungi di Indonesia serta peraturan perundangan yang melindunginya. Dalam diskusi siang itu banyak pertanyaan berbobot dari siswa sekolah dan para guru, diantaranya adalah : "Kenapa harimau harus dilindungi dan apa fungsinya harimau bagi kehidupan manusia ? ; Apa yang harus dilakukan bila kita bertemu harimau di dalam hutan ? ; Adakah aturan hukum yang bisa memberi sanksi bagi pemburu liar harimau ?" ; dan masih banyak lagi lainnya. Saya merasa senang karena diskusi menjadi hidup karena mereka aktif bertanya, tak lupa saya pun juga mempunyai pertanyaan yang saya tujukan pada siswa sekolah tentang hal-hal mendasar yang berhubungan dengan satwa liar yang ada di sekitar mereka. Saya berharap semoga di lain waktu masih mendapat kesempatan untuk mengajar muatan lokal tentang pendidikan lingkungan di sekolah tersebut serta berharap kedepannya mereka juga akan peduli dengan konservasi mengingat desa mereka berdekatan dengan kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat serta kawasan hutan lainnya seperti Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Majunto yang sama-sama merupakan habitat satwa liar terutama harimau sumatera. Mengingat Kabupaten Mukomuko juga rawan terhadap perburuan liar harimau sumatera. Saya sendiri bersama tim rescue BKSDA Bengkulu dan Tim Perlindungan Harimau Sumatera (Tiger Protection and Conservation Unit) pernah mengevakuasi harimau terjerat di Kabupaten Mukomuko dan menemukan banyak jerat harimau yang masih aktif di sekitarnya. Pada kesempatan itu tidak hanya saya yang menyampaikan materi tentang konservasi satwa liar dan habitatnya tetapi juga dilanjutkan oleh rekan kami, Barlian dari Yayasan Genesis.

Kantin Sekolah MTs Syuhada
Selesai memberikan pelajaran muatan lokal, kami masih berbincang-bincang lagi diluar ruangan kelas, karena ruang kelas akan dipakai untuk pelajaran berikutnya. Kami lebih memilih duduk di warung, saya menyebutnya kantin, yakni sebuah gubug sederhana yang berada di seberang sekolah. Di halaman sekolah beberapa siswa juga tampak sedang berlatih upacara bendera. Di hari itu juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepakatan  antara Yayasan Genesis dengan Yayasan Syuhada tentang penambahan pelajaran sekolah dengan muatan lokal tentang pendidikan lingkungan. Diharapkan kelak mereka menjadi generasi penerus yang sadar akan konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

Sungguh terharu mendengar langsung cerita tentang perjuangan seorang petani yang ingin mendirikan sekolah yang berbasis agama dengan biaya sendiri serta semangatnya untuk memajukan pendidikan di daerahnya dengan gratis, sungguh patut dibanggakan. Namun kondisi secara fisik sekolah tersebut masih apa adanya, dan belum dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Untuk itu bagi rekan-rekan yang berminat ingin membantu buku bacaan setingkat Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan sangat saya apresiasi. Dan saat ini juga sangat dibutuhkan guru relawan untuk mengajar Bahasa Arab. Begitu juga masih dibutuhkan bantuan dalam bentuk lainnya, seperti sarana prasarana sekolah, bila dalam bentuk dana bisa langsung disalurkan melalui Rekening BRI cabang Penarik Mukomuko atas nama Yayasan MTs Syuhada nomor 5586 01 011622 53 5. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang akan membalasnya.