Jumat, 28 Maret 2014

Specimen Collection for Laboratory Diagnosis Workshop



Senin, tanggal 24 Maret 2014

Selesai meeting untuk koordinasi dengan kolega dokter hewan yang tergabung dalam Sumatran Tiger Health Forum, yakni diwakili oleh Dr. John Lewis dari International Zoo Veterinarian Group sebagai supervisor dan dokter hewan Taman Safari Indonesia serta saya sendiri di Safari Lodge, Taman Safari Indonesia Cisarua yang membahas tentang rencana kegiatan training untuk mendukung Sumatran Tiger Diseases Surveillance, sore itu dari Cisarua saya segera menuju ke kota Bogor untuk mengikuti meeting lainnya yakni workshop untuk capacity building dokter hewan yang diadakan oleh pemerintah Amerika Serikat dan Kementerian Pertanian yang difasilitasi oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI). Tanggal 24 Maret kami semua peserta workshop sudah harus check in di Hotel Santika Bogor dimana lokasi workshop diadakan. Malam itu saya sampai di Hotel Santika yang satu areal dengan Botani Square Bogor. Saat check in dikejutkan dengan nama teman sekamar saya yang telah ditentukan oleh panitia adalah laki-laki, mungkin karena namanya mirip perempuan sehingga satu kamar dengan saya. Kemudian saya menelpon salah satu panitia dari PB PDHI untuk menanyakan kemungkinan dari kami ada yang bisa dipindahkan ke kamar lainnya. Saat menelpon saya tidak tahu bahwa yang menjawab telepon saya adalah Drh. Ratni, orang yang ada disamping saya....hehe :) Baru malam itu juga saya tahu bahwa yang mengadakan acara ini adalah Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) bersama Kementerian Pertanian RI dan U.S Government yang diwakili oleh USDA dan American Embassy.

Specimen Collection for Laboratory Diagnosis Workshop, 
Santika Hotel - Bogor - West Java, 25 - 27 Maret 2014 
Membuat saya agak salah tingkah setelah mengetahui bahwa panitianya adalah PB PDHI, karena saya diam-diam sedang menghindari bertemu dengan Drh. Wiwiek yang menjabat Ketua Umum PB PDHI, karena saya belum melaporkan hasil perjalanan saya mengikuti konferensi ilmiah tahunan AAZV (American Association of Zoo Veterinarian) setelah pulang dari United States. Karena sebelumnya beliau pernah menanyakan saya apakah sudah pulang ke Indonesia atau belum. Saat sedang menunggu di depan lift untuk menuju kamar saya di lantai tujuh, begitu lift terbuka yang ada dihadapan saya adalah Drh. Wiwiek dan spontan beliau langsung memanggil saya dan mengajak saya berbincang-bincang sejenak dan memperkenalkan saya dengan Dr. Darunee dari Thailand yang bekerja di USDA, salah satu pemateri dalam workshop yang akan saya ikuti. Hehehe.....berusaha menghindari malah bertemu :)

Malam itu saya hanya meletakkan travel bag saya di dalam kamar hotel kemudian keluar lagi ke cafe Telapak dengan seorang teman yakni Drh. Zulvi Arsan yang juga merupakan Ketua Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik dan Eksotik Indonesia. Kebetulan kami bertemu secara tidak sengaja di lobby hotel karena beliau sedang membantu PB PDHI mempersiapkan acara workshop, mumpung bertemu maka kami merencanakan untuk ngobrol bareng malam itu dan berusaha menghubungi kolega lainnya mungkin bisa ikut bergabung dengan kami. Banyak hal yang kami diskusikan saat itu. Malam itu saya juga bolak-balik mengecek hand phone untuk melihat message dan telepon masuk dari kolega dokter hewan lainnya karena kami juga berencana untuk menjenguk seorang kolega Drh. Retno Sudarwati, yakni dokter hewan Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua yang sedang sakit di rumahnya. Seharusnya hari itu saya rapat koordinasi dengan beliau tentang rencana mengadakan training tentang sample collection guna persiapan Sumatran Tiger Diseases Surveillance bagi petugas lapangan yang bekerja secara langsung untuk harimau liar di Sumatera  di Safari Lodge TSI, kebetulan beliau ditunjuk sebagai Ketua Sumatran Tiger Health Forum dan saya ditunjuk sebagai wakil beliau untuk Field Coordinator di Sumatera. Karena beliau sakit maka tidak bisa menghadiri meeting dan saya ingin menjenguknya dan sekaligus menyampaikan hasil meeting hari itu secara informal. Pada akhirnya pun saya hanya bisa berkomunikasi lewat telepon karena saya sendiri mulai malam itu jatuh sakit.

Selesai berdiskusi dengan Drh. Zulvi Arsan, saya langsung kembali ke Hotel Santika untuk beristirahat karena kondisi tubuh saya sudah menunjukkan gejala kurang sehat dan besok harus mengikuti acara workshop beberapa hari disana.


Selasa, tanggal 25 Maret 2014


Bersama pemateri workshop : Dr. Surapong Wongkrasemjit, 
Dr. Sontana dan Dr. Darunee Tuntasuvan 
Pagi itu kondisi kesehatan saya memang kurang baik, namun melihat materi workshop yang akan disampaikan menarik dan saya pun saat ini sangat membutuhkan pengetahuan tersebut membuat saya menjadi bersemangat mengikuti acara ini.  Peserta workshop didominasi oleh dokter hewan dari Kementerian Pertanian dan Puskeswan, hanya beberapa dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta dua orang dokter hewan dari Kementerian Kehutanan, salah satunya saya sendiri. Pemateri kami berasal dari Thailand, yakni Dr. Darunee Tuntasuvan, Dr. Surapong Wongkrasemjit dan Dr. Sontana. Adapun materi yang diberikan dalam workshop sebagai berikut :


1
Introduction and preparation for specimen collection
2
History taking & clean verses infected zones
3
Sample from live animal, carcass and environment
4
Sample collection, packing and transport
5
Basic laboratory tests (pathogen)
6
Basic laboratory tests (chemical agent)
7
Avian necropsy
8
Mammal necropsy
9
Gross pathology to enhance diagnosis
10
Demonstration : Necropsy
11
Demonstration : Specimen collection & discussion


Sebelum workshop dimulai semua peserta harus mengikuti pre-test dan begitu juga setelah workshop selesai diadakan post-test. Namun sayangnya yang dibahas dalam workshop ini lebih banyak tentang animal domestic terutama hewan ternak, dan pertanyaan saya yang berhubungan dengan field cases pada satwa liar belum banyak terjawab dan belum dapat dijelaskan semuanya akhirnya Dr. Darunee memberikan saya alamat email dan akan memperkenalkan saya dengan kolega dokter hewan yang bekerja di satwa liar di Thailand untuk diskusi lebih lanjut.

Alumnus Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University
Workshop ini berlangsung sampai dengan hari Kamis, tanggal 27 Maret 2014.  Dan kami peserta workshop baru check out dari Hotel Santika pada hari Jumat tanggal 28 Maret 2014. Karena peserta workshop adalah semua berprofesi sebagai dokter hewan maka workshop ini juga sekaligus sebagai ajang reuni karena kami bisa bertemu dengan teman-teman satu alumni dari universitas masing-masing.

Selasa sore selesai acara workshop hari itu, saya bersama dua orang kolega berjalan-jalan ke Botani Square untuk membeli obat-obatan agar kondisi saya menjadi lebih baik, dan makan malam bersama diluar hotel karena pada malam hari kami memang tidak mendapat jatah makan malam. Namun pada malam-malam berikutnya saya tidak keluar hotel untuk makan malam karena badan saya demam dan hilang tenaga. Saya lebih memilih makan malam di dalam kamar dengan memesan makanan dari hotel.


Rabu, tanggal 26 Maret 2014

Kondisi kesehatan saya makin memburuk, mungkin salah satu penyebabnya karena kecapekan. Pada saat makan siang saya satu meja dengan para pemateri workshop, saya banyak berdiskusi dengan Dr. Sontana dan Dr. Darunee Tuntasuvan. Diskusi informal diluar acara lebih efektif karena punya banyak kesempatan untuk bertukar pikiran, berbeda saat berdiskusi di dalam acara workshop yang mana waktu tanya jawab sangat dibatasi. Selain itu disaat coffee break saya juga banyak berdiskusi dengan perwakilan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian terutama tentang dugaan adanya transmisi penyakit dari hewan-hewan domestik pada satwa liar. Saya pun sepertinya harus banyak belajar lagi tentang ilmu epidemiology, yang dulu waktu masih kuliah termasuk mata kuliah yang tidak saya sukai dan sekarang saya malah membutuhkannya dan harus mempelajarinya lagi, bahkan menurut saran beliau, saya diminta bergabung dengan asosiasinya dokter hewan yang berkaitan dengan itu. Di setiap workshop selalu saja ada orang-orang tertentu yang menjadi target saya untuk mendapatkan emailnya guna komunikasi lebih lanjut sebagai tempat saya bertanya, berdiskusi, berkonsultasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan aktivitas profesi diluar workshop. Tidak hanya acara workshop yang penting bagi saya, tapi juga mengidentifikasi dan mengenal orang-orang yang expert dibidangnya yang berhubungan dengan profesi saya juga tidak kalah penting.


Kamis, tanggal 27 Maret 2014


Praktek Nekropsi di FKH - IPB
Kegiatan workshop tidak hanya dilaksanakan di Hotel Santika, Bogor tetapi juga di kampus Institute Pertanian Bogor (IPB). Di hari terakhir itu kegiatan kami praktek nekropsi dan menonton film dokumenter tentang cara nekropsi, koleksi sampel dan pemeriksaan laboratorium. Drh. Ratni, Drh. Zulvi serta saya sendiri sebagai operatornya secara bergantian. Begitu juga dengan dokumentasi kegiatan, kami bertiga secara bergantian sebagai petugas dokumentasi untuk PB PDHI dari hari pertama kegiatan sampai selesai.

Sejak Kamis sore sudah tidak ada acara lagi di hotel, sehingga saya berniat untuk bertemu dengan teman-teman anggota Sumatran Tiger Conservation Forum di kantor HarimauKita, kebetulan seorang teman dari Zoological Society of London yang bekerja di wilayah Sumatera Selatan juga sedang berada di Bogor, akhirnya kami semua bertemu di kantor HarimauKita. Malam itu saya berangkat ke kantor HarimauKita dengan dijemput seorang teman ke Hotel Santika. Berkumpul dengan teman-teman yang satu idealisme dan sama-sama bekerja untuk perlindungan harimau sumatera terkadang membuat lupa waktu, sekitar pukul 01.30 WIB saya baru kembali ke hotel. Baru esok harinya saya bersiap-siap untuk kembali pulang.

Training seperti ini sangat bermanfaat bagi praktisi dokter hewan untuk menunjang kinerjanya. Koleksi specimen dan pemeriksaan laboratorium merupakan hal penting sebagai upaya penegakan diagnosa guna mengetahui penyebab sakit atau kematian hewan atau satwa liar.

Senin, 24 Maret 2014

Meeting Koordinasi Sumatran Tiger Health Forum


Senin, tanggal 24 Maret 2014 pukul 3.50 AM alarm saya berbunyi, pertanda saya harus cepat bangun dan mandi karena sebentar lagi taxi akan menjemput saya di rumah. Pagi itu ada pertemuan dengan Dr. John Lewis dari International Zoo Veterinarian Group dan dokter hewan dari Taman Safari Indonesia di Safari Lodge, Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua pukul 9.00 AM. Pukul 5.00 AM taxi baru datang menjemput saya untuk mengantar saya ke terminal Kampung Rambutan, Jakarta. Setengah jam kemudian saya telah sampai di terminal tersebut. Dan tiga puluh menit lamanya saya menunggu namun tak satupun bus jurusan Bogor yang parkir di depanku, ternyata saya salah tempat untuk menunggu. Seseorang yang menunjukan lokasi Bus jurusan ke Bogor ternyata menunjukan lokasi yang salah. Kemudian saya berpindah tempat dan bertanya kepada petugas di pos jaga, tak lama kemudian saya sudah menaiki bus yang saya cari.

Melanjutkan tidur sejenak dalam perjalanan karena saya masih mengantuk, tak lama kemudian saya telah sampai Terminal Baranang Siang di kota Bogor sekitar pukul 7.10 AM. Biasanya tak secepat itu, mungkin karena saya pergi pagi sekali sehingga terhindar dari macet. Kemacetan hanya terjadi dari arah Bogor menuju Jakarta, sedangkan dari arah Jakarta menuju Bogor bebas hambatan.

Sebelumnya berniat untuk menghubungi dokter hewan Taman Safari yang tinggal di kota Bogor untuk berangkat bersamaan menuju Safari Lodge, namun saya batalkan, sepertinya saya lebih tertarik untuk menaiki angkutan umum karena rasa ingin tahu angkutan apa saja yang bisa digunakan untuk menuju kesana. Ternyata saya perlu berganti angkutan kota sebanyak tiga kali untuk mencapai lokasi. Angkutan kota pertama saya hanya membayar Rp. 2500 menuju Ciawi, kemudian berganti dengan angkutan yang menuju ke Cisarua dengan hanya membayar sebesar Rp. 8000, dan untuk menuju Taman Safari Indonesia saya hanya membayar sebesar Rp. 5000,-

Sesampainya di Safari Lodge jam tangan saya menunjukkan pukul 8.05 AM. Hmm....akhirnya saya tidak terlambat karena meeting baru dimulai pukul 9.00 AM. Saya memilih menunggu para kolega di ruang tunggu di lobby hotel Safari Lodge. Tak lama kemudian Dr. John Lewis datang menghampiriku, sambil menunggu lainnya kami minum kopi dan berdiskusi sebelum meeting dimulai. Selain itu saya juga mendapat oleh-oleh sebuah microskop berukuran mini yang bisa saya pakai untuk bekerja di lapangan. Sebelumnya saya memang menginginkan benda itu sudah sejak setahun yang lalu dan saya pun berniat ingin membelinya karena saya sangat membutuhkannya. Tanpa diduga dia ingin membelikan itu untuk saya :) Dan ternyata dia emang sungguh-sungguh membawakan itu dari negaranya untuk saya. Seorang kolega yang melihat benda itu mengira bahwa yang kubawa itu adalah alat untuk memasak kopi....hahaha, mungkin karena bentuknya yang tidak terlalu mirip dengan microskop :)

Berbicara soal kopi ada cerita lucu pagi itu, Dr. John meminta bantuan saya untuk menyampaikan kepada petugas reservation untuk membantu mengeprintkan boarding pass-nya karena dia memang tidak bisa berbahasa Indonesia.  Setelah boarding pass tersebut diprint kemudian saya serahkan kepadanya. Ternyata dia membutuhkan lebih dari satu lembar. Kemudian dia mencoba ingin meminta tolong sendiri kepada reservation dan bilang, "I need two copies". Dan reservation menjawab, "with sugar or no sugar ?". Dan kolega saya pun kebingungan mendengar jawaban petugas tersebut. Akhirnya saya membantunya untuk menjelaskan bahwa John membutuhkan dua lembar print out dan bukan memesan kopi, dan saya juga menjelaskan kepada John bahwa copy dan kopi mempunyai kesamaan dalam pengucapan namun punya arti yang berbeda, yang satu artinya salinan dan satunya minuman coffee  :)

Mendekati pukul 9.00 AM kolega dokter hewan dari Taman Safari datang dan kamipun memulai meeting untuk berkoordinasi hari itu karena saya sendiri hanya bisa menyanggupi satu hari saja karena di hari itu pun saya masih harus mengikuti pertemuan dokter hewan di lain tempat. Beberapa hal penting dibahas untuk persiapan mengadakan training bagi dokter hewan dan petugas lapangan untuk persiapan rencana sumatran tiger diseases surveillance. Meeting hari itu tidak hanya dihadiri oleh dokter hewan yakni saya sendiri, seorang dokter hewan dari International Zoo Veterinarian Group dan tiga orang dokter hewan dari TSI namun juga dihadiri oleh direktur Taman Safari.

Meeting hari itu sudah selesai menjelang makan siang, dan sisa waktu kami gunakan untuk berdiskusi dan konsultasi tentang wildlife anaesthesia untuk berbagai jenis satwa liar. Sore itu sekitar pukul 5 PM saya langsung menuju kota Bogor untuk mengikuti workshop yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia tentang Sample Collection and Laboratory Diagnosis. Peserta yang mengikuti workshop ini didominasi oleh staff Kementerian Pertanian, dan hanya saya dan seorang kolega dokter hewan berasal dari Kementerian Kehutanan.

Sabtu, 08 Maret 2014

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' untuk Private Sector di Provinsi Jambi



'Human-Tiger Conflict Mitigation' Training at Private Sector - Jambi 
with Sumatran Tiger Conservation Forum

Sumatran Tiger Conservation Forum atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) merupakan suatu forum peneliti dan pemerhati harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Pada bulan Maret 2014 berkegiatan mengunjungi private sector di Sumatera yang bersinggungan dengan habitat harimau sumatera di wilayah konsesinya, guna memberikan pelatihan bagi staff perusahaan sektor kehutanan tersebut tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau.


Human-Tiger Conflict at Bengkulu
Habitat harimau sumatera yang tersisa sekarang ini sebagian besar berada diluar kawasan konservasi. Pembangunan dibidang ekonomi menyebabkan adanya tumpang tindih kepentingan atas suatu kawasan hutan, tidak hanya sebagai tempat hidup bagi satwa liar tetapi juga telah dimanfaatkan untuk keperluan perkebunan, pertambangan, pemukiman seperti untuk pemekaran desa dan lokasi transmigrasi, pembangunan jalan dan lain-lain.

Hal ini telah memicu intensitas human-tiger conflict makin lama makin meningkat dari waktu ke waktu karena berbagai sebab tersebut. Konflik antara manusia dengan harimau tidak hanya menyebabkan kerugian materi saja tetapi bahkan bisa menyebabkan korban jiwa, baik manusia yang menjadi korban atau terbunuhnya harimau yang terlibat konflik.

Berdasarkan laporan forum HarimauKita dalam kurun waktu 1998-2011 kurang lebih telah terjadi human-tiger conflicts sebanyak 563 kali dan telah menyebabkan 57 orang meninggal dunia dan 46 ekor harimau sumatera terbunuh. (Sumber : Laporan lapang Wildlife Conservation Society; Leuser International Foundation; Fauna and Flora International; Zoological Society of London; World Wildlife Fund; PHKA-Kementerian Kehutanan).

Salah satu cara Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau
Photo : Erni Suyanti Musabine
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan pedoman penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar, termasuk harimau sumatera didalamnya melalui P.48/Menhut-II/2008, namun implementasinya di lapangan belum maksimal untuk itu mendorong dilakukannya pelatihan dan sosialisasi tentang penerapan dari pedoman yang telah dibuat. Dan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan hutan yang dialihfungsikan untuk kepentingan lainnya seperti perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) maka diperlukan adanya keterlibatan private sector (perusahaan-perusahaan pemegang konsesi) untuk terlibat langsung dalam upaya konservasi harimau sumatera di wilayah konsesinya. Dan karena latar belakang tersebut Forum HarimauKita memberikan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi staff perusahaan dengan tujuan meningkatkan kapasitas staff perusahaan dibidang kehutanan dalam mitigasi konflik antara manusia dengan harimau dan satwa liar lainnya serta untuk meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan harimau di wilayahnya.  

Kegiatan ini diadakan berdasarkan hasil annual meeting Forum HarimauKita di Padang pada bulan Oktober tahun 2013, kebetulan saya sendiri tidak bisa mengikuti acara tersebut karena pada waktu yang bersamaan sedang bekerja menjadi relawan dokter hewan di salah satu rumah sakit satwa liar di Seattle, Washington, U.S.A. Salah satu hasil rapat tahunan tersebut bahwa akan diadakan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi private sector yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Kebetulan saya beserta 5 orang anggota Forum HarimauKita lainnya yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Drh. Kholis dari Fauna and Flora International; Nurhazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak; Adnun Salampessy dari APP; Hariyawan Agung Wahyudi dari FHK mendapat amanah untuk menjadi pemateri dalam training tersebut.

Sebelum kegiatan dimulai kami berdiskusi melalui email karena masing-masing pemateri yang terlibat berada di provinsi yang berlainan, untuk menentukan waktu disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. Dari hasil kesepakatan kami akan melakukan training di Provinsi Riau terlebih dahulu yakni di awal bulan Maret dan kemudian menyusul di Provinsi Jambi di akhir bulan Maret. Karena saya sendiri di bulan Maret juga memiliki jadwal lainnya yakni akan mengikuti workshop tentang Specimen Collection - Laboratory Diagnosis yang diadakan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Kebetulan oleh Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) - PHKA Kementerian Kehutanan saya ditugaskan untuk mengikuti acara tersebut. Selain itu juga masih memiliki jadwal lain yakni meeting dengan kolega dokter hewan dari Wildlife Vets International UK dan Taman Safari Indonesia untuk mempersiapkan training bagi dokter hewan dan petugas lapangan untuk rencana kegiatan 'Sumatran Tiger Diseases Surveillance'. Belum lagi kesibukan teman-teman pemateri lainnya yang masing-masing punya peran penting di institusinya, dan kami semua pun harus menyesuaikan jadwal masing-masing untuk mencari waktu yang tepat agar sama-sama bisa meluangkan waktu guna mendukung kegiatan forum HarimauKita tersebut.

Kabut asap yang melanda Provinsi Riau karena kebakaran hutan dan lahan telah mengganggu penerbangan dari dan menuju Pekanbaru, Riau. Hal ini juga yang menyebabkan jadwal pelatihan di Riau untuk sementara dibatalkan dan dialihkan ke Jambi. 

Minggu, tanggal 2 Maret 2014 saya berangkat ke Bogor, Jawa Barat. Saya singgah sebentar untuk menemui teman-teman yang bekerja di International Animal Rescue (IAR) di Ciapus, Bogor. Memanfaatkan waktu saat mengunjungi kota lain untuk bertemu teman-teman yang sama-sama bekerja untuk konservasi satwa liar Indonesia merupakan hal yang membahagiakan karena kami bisa berdiskusi banyak hal. Disana saya juga bertemu dengan staff IAR lainnya dan seorang volunteer dokter hewan dari Bangalore, India yang telah mendirikan lembaga animal rescue untuk pet animal di negaranya. Hmmm...sungguh menginspirasi.


Hari itu saya benar-benar merasakan berada di kota hujan Bogor, karena sore itu sepanjang perjalanan menjadi basah kuyup diguyur hujan deras bersama seorang teman yang mengantarkan saya dari Ciapus menuju kantor Forum HarimauKita di kota Bogor


Senin, tanggal 3 Maret 2014 saya bersama Hariyawan A. Wahyudi berangkat dari kantor Forum HarimauKita di Bogor.  Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, kami bertemu dengan teman-teman lainya yakni dua orang dari perusahaan APP dan Sinarmas Forestry dan dua orang lainnya anggota Forum HarimauKita yakni Adnun Salampessy dan Pak Beebach, kemudian kami bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju ke Jambi. 

Pelatihan Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi bagi private sector ini akan diadakan pada tanggal 3 - 7 Maret 2014 di Sungai Tapah, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Diikuti oleh 10 orang staff PT. WKS, 10 orang staff PT. RHM, 2 orang staff BKSDA Jambi dan 2 orang staff BKSDA Sumatera Selatan. Bagi saya sendiri ini adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan guna memberikan training bagi staff perusahaan dalam hal human-tiger conflict mitigation. Biasanya saya memberikan materi pelatihan bagi polisi kehutanan baik yang berasal dari Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun Dinas Kehutanan, unit-unit patroli hutan yang dibentuk oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan animal rescue team yang dibentuk oleh management authority ataupun Non-Government Organization.


Hutan koridor  di areal konsesi perusahaan HTI - Jambi
HarimauKita termasuk salah satu forum yang paling aktif dari sekian banyaknya forum di bidang konservasi yang saya ikuti. Dan adanya ide memberikan pelatihan bagi private sector dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya perlindungan harimau sumatera merupakan ide yang brilliant menurut saya. Mengingat di wilayah konsesi perusahaan perkebunan atau HTI juga merupakan wilayah rawan konflik manusia dengan harimau karena disekitar perkebunan juga merupakan habitat harimau sumatera dan mereka juga menyisakan hutan sebagai koridor yang merupakan habitat harimau saat ini yang mereka sebut dengan hutan konservasi. Seperti yang telah saya lihat saat menuju ke tempat pelatihan di Sungai Tapah, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Memasuki wilayah perkebunan sejauh mata memandang yang terlihat adalah pohon akasia sebagai bahan baku kertas. Namun mendekati tempat pelatihan saya masih melihat hutan alami yang disisakan, dan itulah yang mereka sebut dengan hutan konservasi, hutan tersebut juga merupakan koridor satwa liar ke kawasan lindung. Didalamnya masih dihuni oleh gajah dan harimau juga satwa liar lainnya. Sepanjang waktu pelatihan angan-angan saya melayang ke berbagai daerah di Indonesia yang seringkali terjadi human-wildlife conflict, pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, peracunan gajah di lokasi perkebunan yang merupakan jalur jelajahnya dan lain-lain. Seandainya perusahaan-perusahan tersebut didorong untuk menyisakan hutan sebagai koridor satwa liar, dan diberikan sosialisasi 'P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar' serta memberi kesempatan untuk pelatihan staffnya tentang human-wildlife conflict mitigation dan mendorong perusahaan punya mekanisme yang jelas di internalnya dalam merespon terjadinya konflik satwa liar tentu akan meminimalkan korban akibat konflik baik korban jiwa yakni satwa liar itu sendiri dan manusia ataupun kerugian secara materiil.

Yang perlu direnungkan adalah bila pemerintah sudah terlanjur memberi ijin perusahaan untuk ekploitasi hutan yang merupakan habitat satwa liar untuk kepentingan perkebunan, pertambangan dan lain-lain, menurut pengalaman saya pribadi bahwa upaya dengan segala cara untuk menghentikan atau mencabut kembali kebijakan itu tentu tidak bisa dilakukan dengan mudah bahkan bisa dikatakan tidak akan pernah bisa, karena yang dihadapi bukan orang perorang tetapi banyak lembaga atau institusi yang mendukung kebijakan itu terjadi dari tingkat daerah (dari tingkat desa, kabupaten, provinsi) sampai pusat. Jadi melibatkan private sector dalam perlindungan satwa liar merupakan alternatif dan jalan tengah yang efektif dalam menyikapi kebijakan tumpang tindih kepentingan antara perlindungan satwa liar dan pembangunan di bidang ekonomi. Semua itu tujuan utamanya sama yakni meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar serta melakukan tindakan mitigasi konflik dengan mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi manusianya sendiri maupun harimau dan mencegah kerugian materiil yang cukup besar dengan membuat mekanisme penanggulangan konflik yang jelas dan terarah sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan yang penting adalah sosialisasi tentang sejauh mana tindakan yang boleh dilakukan oleh masyarakat sipil dan karyawan perusahaan dan mana yang tidak boleh dilakukan dan hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait dalam setiap mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar.



Materi 'Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik'
Photo : HarimauKita
Selasa, 4 Maret 2014 acara pelatihan Mitigasi Konflik antara Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi tersebut dibuka oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Kegiatan training berlangsung sampai dengan tanggal 6 Maret 2014. Materi yang diberikan berupa oral presentation dan praktek, antara lain  Ekologi dan Status Konservasi Harimau yang disampaikan oleh Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Identifikasi Tiger Sign dan Satwa Liar lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP; Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48/Menhut-II/2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak/WCCRT; Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Drh. Munawar Kholis dari Fauna and Flora International; Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik yang disampaikan oleh saya sendiri.  Semua pemateri berasal dari lembaga/ institusi yang beragam dan mereka semua merupakan anggota Sumatran Tiger Conservation Forum (Forum HarimauKita). Dalam kesempatan ini juga dibagikan buku tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau sebagai panduan bagi pekerja dan petugas di lapangan. 


Presentasi Peserta tentang Alur Penanganan Konflik
Manusia - Harimau di Perusahaan HTI
Photo : Erni Suyanti Musabine
Di hari terakhir pelatihan, kami ikut mendengarkan hasil diskusi dan presentasi peserta tentang mekanisme pelaporan dan kerja yang telah dibuat di perusahaan masing-masing tentang upaya penanggulangan konflik manusia dan satwa liar. Kembali saya membayangkan bila setiap perusahaan yang berdampingan langsung dan bahkan tumpang tindih dengan habitat harimau sumatera atau satwa liar lainnya dan merupakan daerah rawan konflik satwa liar, bila masing-masing mempunyai mekanisme kerja yang jelas dalam upaya human-wildlife conflict mitigation dan berperan aktif didalamnya maka ini akan sangat membantu petugas terkait dalam upaya penanggulangan konflik dan perlindungan satwa liar. Berharap kegiatan seperti ini akan bermanfaat bagi semua pihak dan bagi konservasi satwa liar itu sendiri tentunya. Dan P.48/Menhut-II/2008 menjadi aturan/ pedoman yang tidak hanya diatas kertas belaka tapi bisa diimplementasikan dengan tepat oleh setiap pihak yang terlibat dalam konflik manusia vs satwa liar. Hari Kamis, tanggal 6 Maret 2014 sore itu kegiatan Pelatihan telah usai dilaksanakan. Tanggal 7 Maret 2014 pagi, kami kembali pulang ke daerah masing-masing.