Senin, 29 September 2014

Narasumber dalam Training "Human-Tiger Conflicts Mitigation" di Bengkulu


Hari Sabtu, tanggal 20 September 2014 saya mendapat undangan dari Yayasan Genesis Bengkulu untuk memberikan training sehari tentang 'Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau' di Kota Bengkulu. Peserta pelatihan tersebut adalah perwakilan masyarakat dari beberapa desa di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu yang desanya berdekatan dengan habitat harimau sumatera dan Taman Nasional Kerinci Seblat, dan tentunya punya resiko tinggi terhadap terjadinya konflik antara warga setempat dengan harimau. Materi pelatihan yang diberikan diantaranya "Cara Identifikasi Keberadaan Harimau Sumatera", dilanjutkan dengan "Kiat-Kiat Mengindari Konflik dengan Harimau Sumatera", serta materi terakhir adalah "Metode Penanggulangan Konflik dengan Harimau Sumatera". Selain materi berupa presentasi lisan tersebut juga disediakan waktu untuk berdiskusi/ tanya jawab dan praktek. Kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dimulai dari pagi dan berakhir di sore hari.

Beberapa hari kemudian saya kembali melakukan perjalanan ke luar kota yakni ke Kabupaten Mukomuko yang terletak diujung bagian utara Provinsi Bengkulu. Kebetulan saya mendapat undangan untuk menjadi narasumber dalam training yang sama, yakni tentang Human-Tiger Conflic Mitigation untuk private sectors (sektor swasta) yang akan dilaksanakan pada tanggal 24-25 September 2014. Sebelumnya di awal tahun ini saya beserta tim dari Forum Konservasi Harimau Sumatera (Forum HarimauKita) juga pernah memberikan training yang sama untuk private sectors di Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Dan kini diundang untuk menjadi narasumber bagi training yang diadakan oleh perusahaan perkebunan di Provinsi Bengkulu, yang juga memiliki areal HGU (Hak Guna Usaha) berdampingan langsung dengan habitat harimau serta memiliki hutan restorasi yang memang merupakan habitat harimau sumatera di areal konsesinya tersebut.

Mukomuko Airport. Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari itu Selasa, tanggal 23 September 2014 saya berangkat dari Kota Bengkulu pukul 13.00 WIB dengan menggunakan pesawat kecil berkapasitas 12 orang dari Bandara Fatmawati Bengkulu menuju Bandara Mukomuko. Perjalanan yang ditempuh hanya selama 40 menit. Biasanya saya melakukan perjalanan ke Kabupaten Mukomuko via darat dengan jarak tempuh selama kurang lebih 7 jam. Harga tiket pesawat dan biaya travel juga tidak terlalu jauh, tiket penerbangan dengan pesawat kecil tersebut sebesar Rp. 340.000,- sedangkan dengan menggunakan travel sekitar Rp. 100.000,- s/d Rp. 180.000,- belum termasuk biaya untuk makan di perjalanan, dan ditambah lagi rasa kecapekan karena berjalanan yang lama dan jauh.

Sesampainya di Bandara Mukomuko, saya dijemput oleh karyawan dari perusahan tersebut untuk diantarkan ke guest house di tempat mereka. Terlihat disana juga sedang banyak tamu, saya tidak sendirian, namun kami mempunyai tujuan yang berbeda. Mereka ada yang sedang bekerja sebagai auditor dan dua orang lainnya dari perusaahan lain yang bergerak dibidang pengolahan limbah dan pemanfaatan limbah untuk biogas. Malam itu saya lebih banyak beristirahat di dalam kamar, sambil sebelumnya memeriksa kembali materi presentasi untuk training yang akan saya sampaikan esok hari nya.

Rabu tanggal 24 September 2014, pagi-pagi saya sudah bersiap diri untuk menuju lokasi training. Sebelum dimulai, di tempat training saya diperkenalkan dan berbincang-bincang sebentar dengan seorang expratiate yang merupakan General Manager perusahaan tersebut dan Bupati Mukomuko yang kebetulan juga ada di lokasi. Mendengar bahwa saya akan memberikan training tentang Human-Tiger Conflict Mitigation, bupati tersebut juga menghubungi organisasi Pencinta Alam di Kabupaten Mukomuko untuk ikut serta dalam pelatihan ini. Hari itu adalah jadwal saya seharian memberikan training tentang Human-Tiger Conflict Mitigation bagi semua manager di group perusahaan tersebut dan seluruh rangers dan asisten dari PT. Agromuko dan PT. MMAS. Materi training tidak hanya berupa oral presentation tetapi juga diskusi interaktif (tanya jawab) dan praktek di akhir kegiatan.

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' di PT. Agromuko dan PT. MMAS, Mukomuko Bengkulu. 

Sesuai dengan hasil diskusi sebelumnya dan permintaan dari pihak perusahaan maka materi training yang saya berikan adalah 1. Sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/ 2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar; 2. Sosialisasi Panduan Praktis Penanganan Konflik antara Manusia dengan Harimau; 3. Cara Identifikasi Keberadaan Harimau dan Satwa Liar Lainnya; 4. Kiat-Kiat Mencegah dan Menghindari Konflik dengan Harimau; 5. Penanganan Harimau Sumatera Korban Konflik dan Perburuan Liar; 6. Praktek Pengenalan Alat untuk Mitigasi Konflik dengan Harimau. Materi yang harus saya sampaikan cukup banyak dan padat. Biasanya kami membutuhkan waktu sekitar 3 hari untuk pemberian materi seperti itu, namun kini dituntut untuk meringkasnya menjadi satu hari saja dan dengan hasil yang optimal. Sungguh ini pekerjaan yang berat, sebagai instructor, kita akan selalu berharap bahwa materi yang diberikan akan dipahami seluruhnya dan bisa diaplikasikan demi keselamatan karyawan dan orang-orang yang pekerjaannya sehari-hari bersinggungan langsung dengan habitat harimau serta demi keamanan harimau itu sendiri. Dan dari semua materi yang diberikan berhubungan dengan hal itu.

Selama waktu diskusi banyak pertanyaan dan juga berbagi pengalaman yang berhubungan dengan materi yang diberikan. Bahkan waktu training yang diberikan dirasa sangat kurang karena peserta sangat antusias untuk berdiskusi. Banyak pertanyaan yang sangat bagus disampaikan, diantaranya yang menjadi perhatian saya adalah :
Pertanyaan ini disampaikan oleh para manager :

  • Seperti apa peran sektor swasta dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar ?
  • Bila terjadi Human-Elephant Conficts di areal perusahaan perkebunan, dan satwa tersebut dibunuh, apakah hukumannya dan adakah peraturan yang mengatur tentang itu ?

Pertanyaan seperti ini juga diajukan oleh manager lainnya yakni,

  • Di Kalimantan banyak orangutan yang dibunuh oleh perusahaan perkebunan sawit karena dianggap hama, begitu juga dengan gajah di Sumatera. Adakah aturan hukum yang mengatur untuk memberi sanksi pada para pelaku tersebut ?
  • Bila perburuan harimau hanya dikenai sanksi hukuman 5 tahun penjara dan denda 100 juta apakah hukuman itu tidak terlalu ringan karena tidak sebanding dengan harga jual harimau hasil perburuan di pasar gelap.
  • Apakah perambahan yang terjadi pada habitat harimau juga akan memicu terjadinya konflik ? Dan mengapa perambahan dan illegal logging seringkali tidak segera ditangani saat sebelum meluas dan semakin banyak ?

Pertanyaan yang diajukan oleh karyawan/ ranger :

  • Bagaimana cara penanganan konflik harimau yang berkeliaran di pemukiman ?
  • Pada tahun 2011 ada harimau yang berkeliaran di pinggir perkebunan dan terjadi perjumpaan langsung dengan masyarakat yang akan pergi ke ladang, harimau berjalan mengarah ke orang tersebut, apa yang harus dilakukan ?
  • Bila mencium bau bangkai dan juga menemukan jejak harimau disekitarnya maka apa yang harus dilakukan ?
  • Di salah satu estate milik perusahaan perkebunan juga banyak dijumpai macan dahan. Apakah perilaku makan macan dahan sama dengan harimau ?

Peserta Training dari PT. Agromuko dan PT. MMAS
Dan masih banyak pertanyaan berbobot lainnya yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu disini. Dalam diskusi tersebut saya banyak menjelaskan hal-hal teknis di lapangan yang berhubungan dengan konflik harimau, kemudian tentang Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena harus menjelaskan tentang pengertian hutan dan institusi apa saja sebagai management authority baik yang di pusat atau daerah sebagai pengelolanya. Juga memberikan penjelasan mengenai Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kedua peraturan perundangan itu erat hubungannya dengan Human-Wildlife Conflict, yang satu membahas tentang satwa liar dilindungi dan satunya lagi membahas tentang habitatnya. Dan ini juga sangat berkaitan dengan Permenhut No. P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Satwa Liar, maka dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Manusia-Satwa Liar serta Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia-Satwa Liar harus melibatkan banyak pihak, tidak hanya pemerintah pusat saja (Kementerian Kehutanan) tetapi juga pemerintah daerah, pihak swasta, LSM yang bergerak dibidang itu serta masyarakat dan aparat. Mereka punya peran masing-masing.

Kita ketahui selama ini dalam kejadian konflik antara manusia dengan satwa liar bahwa, "Siapa yang berbuat ? Siapa yang menanggung akibatnya ? Dan Siapa yang bertanggung jawab ?" Semua berbeda, bukan pihak yang sama, untuk itu sekarang semua harus ikut bertanggung jawab dalam penanganan konflik antara manusia dengan satwa liar ini. Mengingat pemicu konflik ini penyebabnya sangat komplek dan melibatkan banyak pihak untuk itu juga menuntut banyak pihak ikut bertanggung jawab dalam penanganan konflik ini.

Praktek Mitigasi Konflik Harimau. 
Siang harinya sampai menjelang sore hari, training dilanjutkan dengan praktek tentang pembuatan salah satu alat untuk mitigasi konflik harimau, yakni meriam karbit. Peserta kali ini hanya diikuti oleh petugas lapangan yakni asisten dan ranger. Kemudian kami praktekan cara pemakaiannya.

Pukul 17.00 WIB kegiatan training hari itu selesai dan akan dilanjutkan esok hari untuk materi lainnya. Saya diantarkan ke guest house. Sesampainya di depan penginapan, teman baru saya yang saya kenal ditempat itu, satu dari Indonesia dan satu lagi dari India, mereka adalah staff perusahaan pengolahan limbah untuk dijadikan biogas, menawari saya untuk ikut keluar makan bersama di Penarik. Akhirnya kami bertiga keluar ditemani oleh seorang supir perusahaan. Lumayan untuk refreshing sejenak dengan berbincang-bincang membahas makanan khas negara masing-masing, setelah capek seharian berbicara serius di depan peserta pelatihan. Malam itu saya ditraktir oleh teman dari India untuk makan Kwiteau, itulah makanan favoritnya selama berada di Mukomuko. Sepulang dari jalan-jalan dan sampai di guest house, kami masih juga makan malam kembali bersama dengan tamu lainnya :)

Saya tidak langsung beristirahat dan tidur, tapi masih berbincang-bincang santai di teras dengan teman lainnya. Akhirnya saya kembali ke kamar karena masih ada pekerjaan yang belum selesai dan musti saya ketik malam itu.

Praktek Analisa Vegetasi

Kamis, tanggal 25 September 2014. Hari itu materi training akan disampaikan oleh internal perusahaan yakni tentang Analisa Vegetasi, materi lainnya adalah Teknik Patroli dan Input Data Hasil Patroli ke Program Smart, Penggunaan GPS serta praktek lapangan. Peserta pelatihan adalah ranger, asisten serta diikuti oleh Pencinta Alam di Mukomuko yang ditugasi oleh Bupati Mukomuko untuk ikut serta. Sisa waktu hari itu saya manfaatkan untuk mengikuti training tersebut sambil menunggu jadwal penerbangan kembali ke Kota Bengkulu.

Sejak siang hari turun hujan deras, yang membuat cemas takut pesawat akan batal terbang ke Kota Bengkulu padahal saya musti kembali ke Bengkulu secepatnya karena ada tugas lainnya. Secepatnya membuat rencana/ Plan B bila diputuskan tidak ada penerbangan ke Bengkulu karena cuaca buruk. Saya akan naik travel malam harinya dan akan sampai Kota Bengkulu pagi harinya. Setelah menunggu lama di bandara dengan ditemani sopir dari perusahaan akhirnya hujan reda dan saya mempersilahkan sopir tersebut untuk kembali ke perusahaan, karena penerbangan ke Bengkulu akan tetap ada sore itu. Pukul 16.00 WIB berangkat dari bandara Mukomuko, sore itu saya bertemu lagi dengan Bupati Mukomuko yang kebetulan juga satu penerbangan dengan saya menuju Bengkulu.

Narasumber dalam Training Human-Tiger Conflict Mitigation
dan Analisa Vegetasi
Seharusnya kegiatan sosialisasi seperti ini bisa dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan dan sudah harus menjadi kegiatan rutin di setiap BKSDA atau Taman Nasional yang di wilayahnya rawan konflik dengan satwa liar. Materi yang diberikan juga harus tepat sasaran dan sesuai kebutuhan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah serta satwa liar jenis apa saja yang berkonflik dengan masyarakat disana. Karena cara penanganan konflik masing-masing satwa liar berbeda, harus memahami perilaku satwa liar dan hal-hal lain yang berhubungan dengan satwa liar tersebut. Materi juga harus mudah dipahami oleh masyarakat yang hidup berdampingan dengan habitat satwa liar serta bisa diaplikasikan secara nyata. Semua dilakukan untuk perlindungan satwa liar yang terlibat konflik, dalam hal ini adalah harimau sumatera dan habitatnya juga kenyamanan orang-orang yang tinggal berbatasan langsung dengan habitat harimau, mendorong mereka untuk bisa hidup berdampingan dengan harimau.

Dalam pelatihan ini juga diharapkan adanya peran aktif perusahaan sektor swasta dalam mencegah dan menangani konflik satwa liar, diharapkan di internal mereka sendiri sudah memiliki protokol pengambilan keputusan yang jelas bila menjumpai kasus konflik manusia-satwa liar di areal konsesinya. Dan setiap tindakan yang dilakukan tetap berpedoman bahwa Satwa Liar dan Manusia sama-sama penting, dan dilakukan secara tepat, cepat, efektif dan efisien. Dan mereka harus tahu sejauh mana yang bisa dilakukan oleh perusahaan/ sektor swasta dalam penanganan konflik satwa liar, dan tindakan apa saja yang hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait/ pihak berwenang. Seperti penangkapan satwa liar sebagai upaya penanggulangan konflik atau penyelamatan dari perburuan hanya boleh dilakukan oleh pihak berwenang atau seijin pihak berwenang dalam hal ini BKSDA setempat, untuk menghindari terjadinya tindakan anarkis yang merugikan satwa liar dan mengancam jiwanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar