Tampilkan postingan dengan label Training. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Training. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 November 2015

Training : Human-Wildlife Conflicts Mitigation - Kerinci Seblat National Park


Surabaya 22 November 2015, Sepulang dari Taman Nasional Baluran saya singgah ke Surabaya terlebih dulu, Jawa Timur untuk mengunjungi keluarga, teman-teman satu organisasi di Pecinta Alam Wanala Unair dan mengunjungi Universitas Airlangga, kebetulan saya sedang ada urusan dengan bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Hewan dan Rektorat Universitas Airlangga. Selain itu kesempatan yang ada juga saya pakai untuk menemui dosen di Departemen Patologi Klinik dan Anatomi untuk berdiskusi.

Sebelumnya, selama berada di Taman Nasional Baluran saya mendapat telepon dari Project Leader-nya Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU) atau lebih dikenal dengan sebutan PHS-KS, yakni Tim Patroli dan Investigasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sering bekerja denganku dalam penanganan harimau bermasalah di Jambi dan Bengkulu. Setiap kali mendapat telepon dari mereka selalu membuatku sport jantung karena selalu berpikir, "Apa yang terjadi dengan harimau disana ? " Padahal waktu itu mereka hanya ingin mengundangku sebagai pembicara pada acara pelatihan tentang Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar terutama Harimau, Gajah dan Beruang, karena tiga species itu yang selama ini sering terlibat konflik dengan manusia di sekitar TNKS.  

Hari Selasa, tanggal 24 November 2015 saya sudah harus kembali ke Bengkulu, sehingga sehari sebelumnya saya mulai mengurus transportasi untuk kegiatanku beberapa hari kedepan. Membeli tiket penerbangan dari Surabaya ke Bengkulu dengan transit di Jakarta, kemudian memesan travel untuk perjalanan dari Bengkulu menuju Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Diluar urusan transportasi saya juga harus menyelesaikan materi presentasi untuk Pelatihan tentang Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar di TNKS dan sudah harus saya kirimkan via email kepada panitia disana. Semua itu saya kerjakan saat masih berada di Surabaya. Ya begitulah, pada kenyataannya saya memang tidak membutuhkan kantor untuk bekerja karena biasa mengerjakan pekerjaan dimana saja, dalam perjalanan, di pinggir jalan, di kafe, diatas kapal laut dan lain-lain asalkan ada instalasi listrik dan jaringan internet itu sudah cukup, untuk pekerjaan yang sifatnya bukan praktisi bisa diselesaikan dimana saja. Saya kembali ke Kota Bengkulu menggunakan penerbangan pagi dan sampai di Kota Bengkulu siang hari. beberapa jam untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor BKSDA Bengkulu sebelum pergi kembali. Hari itu saya tidur lebih cepat agar sakit tidak bertambah parah dan demam turun.

Pagi pukul 07.00 WIB mobil travel menjemputku di rumah, ternyata penumpangnya hanya saya sendiri. Hari itu saya harus menempuh perjalanan sekitar 10 - 12 jam menuju Kota Sungai Penuh, Kerinci. Kondisiku sedang kurang sehat, sejak di Surabaya saya sudah merasakan sakit demam dan batuk, sepertinya infeksi tenggorokan saya sedang kambuh. Kerinci adalah tempat yang indah, saya sangat menyukainya, udaranya sejuk, dingin, kota kecil ini dikelilingi oleh pemandangan yang indah yakni hutan dan perbukitan Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun, perjalananku sebelumnya dari daerah taman nasional yang kering, tandus dan panas menuju ke taman nasional yang dingin, basah dan sejuk membuat badanku kondisinya makin kurang sehat karena perbedaan suhu di dua tempat yang ekstrim. Sesampainya di hotel tempatku menginap, aku melewatkan makan malam dan berencana langsung tidur agar demamku turun dan esok hari saya tidak ada masalah dengan suara dan tenggorokan yang sakit serta batuk reda, sehingga sebelum tidur saya sempatkan minum obat yang dibelikan oleh resepsionis hotel.

Training : Human - Wildlife Conflicts Mitigation

Kegiatan Pelatihan Penanganan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar diadakan tanggal 25 - 26 November 2015 di Kota Sungai Penuh. Materi pelatihan pada hari Rabu tanggal 25 diberikan oleh Balai Besar TNKS dan Dinas Kehutanan setempat, sedangkan hari Kamis tanggal 26 saya dari BKSDA Bengkulu diundang untuk memberikan materi pelatihan seharian dari pagi hingga sore hari. 
Saya hanya memberikan materi tentang teknis pencegahan dan penanganan konflik dengan satwa liar terutama harimau, gajah dan beruang madu yang bisa diaplikasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari bagi yang tinggal di daerah rawan konflik. Materi yang saya berikan yakni tentang : 
  1. Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar; 
  2. Identifikasi Keberadaan Harimau dan Satwa Liar Lainnya; 
  3. Kiat -Kiat Mencegah dan Menghindari Konflik dengan Harimau;  
  4. Penanganan Harimau Korban Konflik dan Perburuan Liar;
  5. Pengenalan Alat Mitigasi Konflik Satwa Liar : Cara Pembuatan dan Penggunaannya;
  6. Pemutaran Video tentang Ciri - Ciri Harimau Berperilaku Abnormal yang rawan terlibat konflik dengan manusia.

Peserta Pelatihan : Kepala Desa di Kab. Kerinci
Peserta pelatihan adalah Kepala Desa dari Kabupaten Kerinci yang daerahnya merupakan rawan konflik dengan harimau, beruang madu dan gajah. Diharapkan dengan materi yang diberikan para kepala desa bisa meneruskan untuk memberi sosialisasi warga desanya masing-masing agar bisa menghindari konflik dan mencegahnya, juga diharapkan dapat menangani konflik secara mandiri tanpa berbuat anarkis pada satwa liar yang terlibat konflik. Selain itu juga bisa ikut serta membantu petugas terkait dalam hal ini BKSDA atau TNKS dalam penanganan satwa dilokasi saat ada penyelamatan satwa korban konflik dan perburuan. Dalam pedoman penanggulangan konflik satwa liar juga sudah ada alur cara penanganan bila konflik terjadi dengan korban manusia atau pun satwa atau tanpa ada korban di kedua belah pihak. Dan yang tidak kalah penting adalah alur informasi atau pelaporan, pihak-pihak terkait yang harus dihubungi harus tepat sehingga laporan bisa direspon dan ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat. Mengingat beberapa kasus penanganan satwa korban konflik atau perburuan berujung ditembak mati oleh aparat kepolisian karena tidak tahu cara penanganan satwa seperti harimau dan lainnya, dianggap satwa tersebut akan membahayakan manusia di sekitarnya. Masyarakat bila mengahadapi masalah tidak hanya yang berhubungan dengan konflik antar manusia, tetapi juga dengan satwa liar terkadang pelaporannya ke pigak kepolisian atau TNI dan bukan ke petugas terkait dalam hal ini BKSDA / Taman Nasional. Seandainya para aparat tersebut tahu behavior harimau atau satwa liar lainnya dan tahu cara penanganannya hal seperti itu seharusnya tak terjadi dan bisa dihindari. Karena tidak hanya nyawa manusia yang penting, tapi nyawa satwa liar yang sudah terancam punah itu juga penting untuk diselamatkan dan bukan dibunuh sia-sia. Dan petugas khusus yang menangani satwa liar korban konflik atau perburuan adalah BKSDA, Taman Nasional, Dinas Kehutanan, Tenaga Fungsional seperti PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) dan Polhut (Polisi Kehutanan), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang konservasi satwa liar, serta Tenaga ahli/ profesional dokter hewan. Saat acara diskusi peserta sangat aktif bertanya, banyak pertanyaan yang mereka ajukan sepertinya sesuai dengan yang mereka alami di daerahnya masing-masing, diantaranya seperti, "Apakah ada sanksi bagi orang yang berburu, membunuh dan memperjualbelikan satwa liar dilindungi, dan apakah sanksinya ? ; Bagaimana cara menangani konflik dengan beruang madu yang sering datang dan merusak kebun jagung ? ; Kepada siapa harus melaporkan bila terjadi konflik satwa liar ? "   

Selesai memberi materi di acara training tersebut, saya langsung diantarkan oleh salah satu staff TNKS ke rumah seorang teman yakni Debbie Martyr yang ada di Sungai Penuh, saya ada janji dengannya untuk bertemu malam itu. Kami ngobrol sampai malam dan makan malam bersama sebelum akhirnya saya kembali ke hotel. Kondisi tubuh saya semakin memburuk, batuk dan hilang suara sehingga saya harus tidur lebih cepat. Esok paginya saya menemui kawan-kawan TNKS yang jadi panitia training dan berpamitan dan pagi itu travel menjemput dan mengantarkan saya untuk pulang kembali ke Bengkulu. Dalam perjalanan pulang saya dihubungi oleh seorang teman Hardi Baktiantoro dari Centre for Orangutan Protection dan Animals Indonesia bahwa esok hari saya diajak untuk mengunjungi lokasi pembangunan Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Liar Sumatera (PPS) di Sumatera Selatan. Malam itu saya harus beristirahat lebih awal sesampainya di kota Bengkulu agar esok hari bisa melanjutkan perjalanan ke Sumatera selatan tanpa banyak kendala.

Senin, 29 September 2014

Narasumber dalam Training "Human-Tiger Conflicts Mitigation" di Bengkulu


Hari Sabtu, tanggal 20 September 2014 saya mendapat undangan dari Yayasan Genesis Bengkulu untuk memberikan training sehari tentang 'Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau' di Kota Bengkulu. Peserta pelatihan tersebut adalah perwakilan masyarakat dari beberapa desa di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu yang desanya berdekatan dengan habitat harimau sumatera dan Taman Nasional Kerinci Seblat, dan tentunya punya resiko tinggi terhadap terjadinya konflik antara warga setempat dengan harimau. Materi pelatihan yang diberikan diantaranya "Cara Identifikasi Keberadaan Harimau Sumatera", dilanjutkan dengan "Kiat-Kiat Mengindari Konflik dengan Harimau Sumatera", serta materi terakhir adalah "Metode Penanggulangan Konflik dengan Harimau Sumatera". Selain materi berupa presentasi lisan tersebut juga disediakan waktu untuk berdiskusi/ tanya jawab dan praktek. Kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dimulai dari pagi dan berakhir di sore hari.

Beberapa hari kemudian saya kembali melakukan perjalanan ke luar kota yakni ke Kabupaten Mukomuko yang terletak diujung bagian utara Provinsi Bengkulu. Kebetulan saya mendapat undangan untuk menjadi narasumber dalam training yang sama, yakni tentang Human-Tiger Conflic Mitigation untuk private sectors (sektor swasta) yang akan dilaksanakan pada tanggal 24-25 September 2014. Sebelumnya di awal tahun ini saya beserta tim dari Forum Konservasi Harimau Sumatera (Forum HarimauKita) juga pernah memberikan training yang sama untuk private sectors di Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Dan kini diundang untuk menjadi narasumber bagi training yang diadakan oleh perusahaan perkebunan di Provinsi Bengkulu, yang juga memiliki areal HGU (Hak Guna Usaha) berdampingan langsung dengan habitat harimau serta memiliki hutan restorasi yang memang merupakan habitat harimau sumatera di areal konsesinya tersebut.

Mukomuko Airport. Photo : Erni Suyanti Musabine
Hari itu Selasa, tanggal 23 September 2014 saya berangkat dari Kota Bengkulu pukul 13.00 WIB dengan menggunakan pesawat kecil berkapasitas 12 orang dari Bandara Fatmawati Bengkulu menuju Bandara Mukomuko. Perjalanan yang ditempuh hanya selama 40 menit. Biasanya saya melakukan perjalanan ke Kabupaten Mukomuko via darat dengan jarak tempuh selama kurang lebih 7 jam. Harga tiket pesawat dan biaya travel juga tidak terlalu jauh, tiket penerbangan dengan pesawat kecil tersebut sebesar Rp. 340.000,- sedangkan dengan menggunakan travel sekitar Rp. 100.000,- s/d Rp. 180.000,- belum termasuk biaya untuk makan di perjalanan, dan ditambah lagi rasa kecapekan karena berjalanan yang lama dan jauh.

Sesampainya di Bandara Mukomuko, saya dijemput oleh karyawan dari perusahan tersebut untuk diantarkan ke guest house di tempat mereka. Terlihat disana juga sedang banyak tamu, saya tidak sendirian, namun kami mempunyai tujuan yang berbeda. Mereka ada yang sedang bekerja sebagai auditor dan dua orang lainnya dari perusaahan lain yang bergerak dibidang pengolahan limbah dan pemanfaatan limbah untuk biogas. Malam itu saya lebih banyak beristirahat di dalam kamar, sambil sebelumnya memeriksa kembali materi presentasi untuk training yang akan saya sampaikan esok hari nya.

Rabu tanggal 24 September 2014, pagi-pagi saya sudah bersiap diri untuk menuju lokasi training. Sebelum dimulai, di tempat training saya diperkenalkan dan berbincang-bincang sebentar dengan seorang expratiate yang merupakan General Manager perusahaan tersebut dan Bupati Mukomuko yang kebetulan juga ada di lokasi. Mendengar bahwa saya akan memberikan training tentang Human-Tiger Conflict Mitigation, bupati tersebut juga menghubungi organisasi Pencinta Alam di Kabupaten Mukomuko untuk ikut serta dalam pelatihan ini. Hari itu adalah jadwal saya seharian memberikan training tentang Human-Tiger Conflict Mitigation bagi semua manager di group perusahaan tersebut dan seluruh rangers dan asisten dari PT. Agromuko dan PT. MMAS. Materi training tidak hanya berupa oral presentation tetapi juga diskusi interaktif (tanya jawab) dan praktek di akhir kegiatan.

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' di PT. Agromuko dan PT. MMAS, Mukomuko Bengkulu. 

Sesuai dengan hasil diskusi sebelumnya dan permintaan dari pihak perusahaan maka materi training yang saya berikan adalah 1. Sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/ 2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar; 2. Sosialisasi Panduan Praktis Penanganan Konflik antara Manusia dengan Harimau; 3. Cara Identifikasi Keberadaan Harimau dan Satwa Liar Lainnya; 4. Kiat-Kiat Mencegah dan Menghindari Konflik dengan Harimau; 5. Penanganan Harimau Sumatera Korban Konflik dan Perburuan Liar; 6. Praktek Pengenalan Alat untuk Mitigasi Konflik dengan Harimau. Materi yang harus saya sampaikan cukup banyak dan padat. Biasanya kami membutuhkan waktu sekitar 3 hari untuk pemberian materi seperti itu, namun kini dituntut untuk meringkasnya menjadi satu hari saja dan dengan hasil yang optimal. Sungguh ini pekerjaan yang berat, sebagai instructor, kita akan selalu berharap bahwa materi yang diberikan akan dipahami seluruhnya dan bisa diaplikasikan demi keselamatan karyawan dan orang-orang yang pekerjaannya sehari-hari bersinggungan langsung dengan habitat harimau serta demi keamanan harimau itu sendiri. Dan dari semua materi yang diberikan berhubungan dengan hal itu.

Selama waktu diskusi banyak pertanyaan dan juga berbagi pengalaman yang berhubungan dengan materi yang diberikan. Bahkan waktu training yang diberikan dirasa sangat kurang karena peserta sangat antusias untuk berdiskusi. Banyak pertanyaan yang sangat bagus disampaikan, diantaranya yang menjadi perhatian saya adalah :
Pertanyaan ini disampaikan oleh para manager :

  • Seperti apa peran sektor swasta dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar ?
  • Bila terjadi Human-Elephant Conficts di areal perusahaan perkebunan, dan satwa tersebut dibunuh, apakah hukumannya dan adakah peraturan yang mengatur tentang itu ?

Pertanyaan seperti ini juga diajukan oleh manager lainnya yakni,

  • Di Kalimantan banyak orangutan yang dibunuh oleh perusahaan perkebunan sawit karena dianggap hama, begitu juga dengan gajah di Sumatera. Adakah aturan hukum yang mengatur untuk memberi sanksi pada para pelaku tersebut ?
  • Bila perburuan harimau hanya dikenai sanksi hukuman 5 tahun penjara dan denda 100 juta apakah hukuman itu tidak terlalu ringan karena tidak sebanding dengan harga jual harimau hasil perburuan di pasar gelap.
  • Apakah perambahan yang terjadi pada habitat harimau juga akan memicu terjadinya konflik ? Dan mengapa perambahan dan illegal logging seringkali tidak segera ditangani saat sebelum meluas dan semakin banyak ?

Pertanyaan yang diajukan oleh karyawan/ ranger :

  • Bagaimana cara penanganan konflik harimau yang berkeliaran di pemukiman ?
  • Pada tahun 2011 ada harimau yang berkeliaran di pinggir perkebunan dan terjadi perjumpaan langsung dengan masyarakat yang akan pergi ke ladang, harimau berjalan mengarah ke orang tersebut, apa yang harus dilakukan ?
  • Bila mencium bau bangkai dan juga menemukan jejak harimau disekitarnya maka apa yang harus dilakukan ?
  • Di salah satu estate milik perusahaan perkebunan juga banyak dijumpai macan dahan. Apakah perilaku makan macan dahan sama dengan harimau ?

Peserta Training dari PT. Agromuko dan PT. MMAS
Dan masih banyak pertanyaan berbobot lainnya yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu disini. Dalam diskusi tersebut saya banyak menjelaskan hal-hal teknis di lapangan yang berhubungan dengan konflik harimau, kemudian tentang Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena harus menjelaskan tentang pengertian hutan dan institusi apa saja sebagai management authority baik yang di pusat atau daerah sebagai pengelolanya. Juga memberikan penjelasan mengenai Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kedua peraturan perundangan itu erat hubungannya dengan Human-Wildlife Conflict, yang satu membahas tentang satwa liar dilindungi dan satunya lagi membahas tentang habitatnya. Dan ini juga sangat berkaitan dengan Permenhut No. P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Satwa Liar, maka dalam Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Manusia-Satwa Liar serta Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia-Satwa Liar harus melibatkan banyak pihak, tidak hanya pemerintah pusat saja (Kementerian Kehutanan) tetapi juga pemerintah daerah, pihak swasta, LSM yang bergerak dibidang itu serta masyarakat dan aparat. Mereka punya peran masing-masing.

Kita ketahui selama ini dalam kejadian konflik antara manusia dengan satwa liar bahwa, "Siapa yang berbuat ? Siapa yang menanggung akibatnya ? Dan Siapa yang bertanggung jawab ?" Semua berbeda, bukan pihak yang sama, untuk itu sekarang semua harus ikut bertanggung jawab dalam penanganan konflik antara manusia dengan satwa liar ini. Mengingat pemicu konflik ini penyebabnya sangat komplek dan melibatkan banyak pihak untuk itu juga menuntut banyak pihak ikut bertanggung jawab dalam penanganan konflik ini.

Praktek Mitigasi Konflik Harimau. 
Siang harinya sampai menjelang sore hari, training dilanjutkan dengan praktek tentang pembuatan salah satu alat untuk mitigasi konflik harimau, yakni meriam karbit. Peserta kali ini hanya diikuti oleh petugas lapangan yakni asisten dan ranger. Kemudian kami praktekan cara pemakaiannya.

Pukul 17.00 WIB kegiatan training hari itu selesai dan akan dilanjutkan esok hari untuk materi lainnya. Saya diantarkan ke guest house. Sesampainya di depan penginapan, teman baru saya yang saya kenal ditempat itu, satu dari Indonesia dan satu lagi dari India, mereka adalah staff perusahaan pengolahan limbah untuk dijadikan biogas, menawari saya untuk ikut keluar makan bersama di Penarik. Akhirnya kami bertiga keluar ditemani oleh seorang supir perusahaan. Lumayan untuk refreshing sejenak dengan berbincang-bincang membahas makanan khas negara masing-masing, setelah capek seharian berbicara serius di depan peserta pelatihan. Malam itu saya ditraktir oleh teman dari India untuk makan Kwiteau, itulah makanan favoritnya selama berada di Mukomuko. Sepulang dari jalan-jalan dan sampai di guest house, kami masih juga makan malam kembali bersama dengan tamu lainnya :)

Saya tidak langsung beristirahat dan tidur, tapi masih berbincang-bincang santai di teras dengan teman lainnya. Akhirnya saya kembali ke kamar karena masih ada pekerjaan yang belum selesai dan musti saya ketik malam itu.

Praktek Analisa Vegetasi

Kamis, tanggal 25 September 2014. Hari itu materi training akan disampaikan oleh internal perusahaan yakni tentang Analisa Vegetasi, materi lainnya adalah Teknik Patroli dan Input Data Hasil Patroli ke Program Smart, Penggunaan GPS serta praktek lapangan. Peserta pelatihan adalah ranger, asisten serta diikuti oleh Pencinta Alam di Mukomuko yang ditugasi oleh Bupati Mukomuko untuk ikut serta. Sisa waktu hari itu saya manfaatkan untuk mengikuti training tersebut sambil menunggu jadwal penerbangan kembali ke Kota Bengkulu.

Sejak siang hari turun hujan deras, yang membuat cemas takut pesawat akan batal terbang ke Kota Bengkulu padahal saya musti kembali ke Bengkulu secepatnya karena ada tugas lainnya. Secepatnya membuat rencana/ Plan B bila diputuskan tidak ada penerbangan ke Bengkulu karena cuaca buruk. Saya akan naik travel malam harinya dan akan sampai Kota Bengkulu pagi harinya. Setelah menunggu lama di bandara dengan ditemani sopir dari perusahaan akhirnya hujan reda dan saya mempersilahkan sopir tersebut untuk kembali ke perusahaan, karena penerbangan ke Bengkulu akan tetap ada sore itu. Pukul 16.00 WIB berangkat dari bandara Mukomuko, sore itu saya bertemu lagi dengan Bupati Mukomuko yang kebetulan juga satu penerbangan dengan saya menuju Bengkulu.

Narasumber dalam Training Human-Tiger Conflict Mitigation
dan Analisa Vegetasi
Seharusnya kegiatan sosialisasi seperti ini bisa dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan dan sudah harus menjadi kegiatan rutin di setiap BKSDA atau Taman Nasional yang di wilayahnya rawan konflik dengan satwa liar. Materi yang diberikan juga harus tepat sasaran dan sesuai kebutuhan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah serta satwa liar jenis apa saja yang berkonflik dengan masyarakat disana. Karena cara penanganan konflik masing-masing satwa liar berbeda, harus memahami perilaku satwa liar dan hal-hal lain yang berhubungan dengan satwa liar tersebut. Materi juga harus mudah dipahami oleh masyarakat yang hidup berdampingan dengan habitat satwa liar serta bisa diaplikasikan secara nyata. Semua dilakukan untuk perlindungan satwa liar yang terlibat konflik, dalam hal ini adalah harimau sumatera dan habitatnya juga kenyamanan orang-orang yang tinggal berbatasan langsung dengan habitat harimau, mendorong mereka untuk bisa hidup berdampingan dengan harimau.

Dalam pelatihan ini juga diharapkan adanya peran aktif perusahaan sektor swasta dalam mencegah dan menangani konflik satwa liar, diharapkan di internal mereka sendiri sudah memiliki protokol pengambilan keputusan yang jelas bila menjumpai kasus konflik manusia-satwa liar di areal konsesinya. Dan setiap tindakan yang dilakukan tetap berpedoman bahwa Satwa Liar dan Manusia sama-sama penting, dan dilakukan secara tepat, cepat, efektif dan efisien. Dan mereka harus tahu sejauh mana yang bisa dilakukan oleh perusahaan/ sektor swasta dalam penanganan konflik satwa liar, dan tindakan apa saja yang hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait/ pihak berwenang. Seperti penangkapan satwa liar sebagai upaya penanggulangan konflik atau penyelamatan dari perburuan hanya boleh dilakukan oleh pihak berwenang atau seijin pihak berwenang dalam hal ini BKSDA setempat, untuk menghindari terjadinya tindakan anarkis yang merugikan satwa liar dan mengancam jiwanya.

Jumat, 09 Mei 2014

HarimauKita kembali memberikan training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' bagi Private Sector di Riau



Catatan Perjalanan

Pagi itu tanggal 5 April 2014, kami anggota tim pemateri dari Forum Konservasi Harimau Sumatera atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) bertemu di Bandara International Soekarno Hatta, Jakarta. Saya berangkat menggunakan pesawat pagi bersama Hariyawan A. Wahyudi dan Amir Hamzah Ritonga menuju Pekanbaru, Provinsi Riau. Di Bandara International Sultan Syarif II, Pekanbaru kami bertemu Adnun Salampessy dan rekan lainnya dari Sinarmas Forestry dan APP yang juga akan menjadi pemateri dalam acara pelatihan tersebut. Sore harinya, tiga pemateri dari FHK menggunakan penerbangan sore datang menyusul, yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International (FFI), Nurazman dari Taman Nasional Berbak dan Sartono dari BKSDA Jambi.

Sumatran Tiger Conservation Forum (HarimauKita) and Private Sectors and BBKSDA Riau

Training Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lansekap Hutan Produksi akan dimulai pada tanggal 6 - 8 April 2014 di Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM), yang berlokasi di Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Peserta pelatihan terdiri dari karyawan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yakni yang bekerja di APP group, juga diikuti oleh staff Balai Besar KSDA Riau yang terdiri dari Paramedis, Polisi Kehutanan (Polhut) dan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Ini adalah pelatihan yang kedua kalinya setelah pelatihan pertama yang diadakan di Provinsi Jambi.

Guideline Book for Human-Tiger Conflict Mitigation
Perlindungan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja dalam hal ini Kementerian Kehutanan, karena populasi liar harimau sumatera yang tersisa tidak hanya hidup di kawasan konservasi saja seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Suaka Margasatwa, Cagar Alam, namun juga banyak ditemukan diluar kawasan konservasi seperti kawasan hutan dibawah pengelolaan pemerintah daerah (Pemda) dalam hal ini Dinas Kehutanan baik yang terdapat di tingkat provinsi maupun kabupaten seperti Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, APL, HPK dan lain-lain. Tidak hanya itu, harimau sumatera juga hidup di areal konsesi sektor swasta dibidang kehutanan tanaman industri seperti HTI, juga terdapat di areal HGU perkebunan baik sawit atau karet dan lain-lain, juga di areal peruntukan lainnya. Dulunya areal konsesi tersebut merupakan habitat harimau sumatera tetapi telah dialihfungsikan bagi pengembangan sektor kehutanan dan perkebunan, sehingga harimau masih bertahan hidup di areal tersebut meskipun telah mengalami perubahan ekosistem dari hutan menjadi areal konsesi perusahaan bidang kehutanan. Untuk itu peran sektor swasta dalam mendukung perlindungan harimau sumatera sangat diperlukan, seperti ikut berperan aktif dalam melindungi populasi liar harimau sumatera yang berada di areal konsesinya dengan berbagai cara diantaranya melakukan penelitian sebaran harimau dan satwa liar lainnya dengan cara pemasangan camera trap, identifikasi jejak satwa liar dan lain-lain, sosialisasi tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau bagi pekerja perkebunan dan masyarakat di daerah rawan konflik di wilayahnya, membantu petugas dalam penyelamatan harimau yang bermasalah. Dan diharapkan setiap perusahaan tersebut mempunyai mekanisme yang jelas tentang management penanganan konflik satwa liar dengan manusia yang bisa diterapkan dengan mudah sesuai aturan yang berlaku untuk membantu petugas berwenang. Dan satu hal yang terpenting adalah, perusahaan perkebunan bersedia menyisakan areal yang masih berhutan sebagai tempat tinggal harimau dan satwa liar lainnya yang juga berfungsi sebagai koridor satwa liar dari areal konsesi perusahaan menuju hutan di sekitarnya dan sebaliknya.

Pelatihan ini dibuka oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sekaligus menyampaikan materi di awal acara. Kemudian dilanjutkan oleh tim pemateri dari Forum HarimauKita, diantaranya Ekologi dan Status Konservasi Harimau oleh Hariyo T. Wibisono dari FFI/ FHK, materi berikutnya adalah Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48 Tahun 2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman dari Taman Nasional Berbak/ FHK. Forum HarimauKita sebagai komunitas pemerhati perlindungan harimau sumatera juga terpanggil untuk ikut membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permenhut tersebut kepada pihak-pihak terkait. Materi lainnya adalah Identifikasi Jejak Harimau dan Satwa Liar Lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP/ FHK, materi tentang Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Sartono dari BKSDA Jambi/ FHK dan Febri Aggriawan Widodo dari WWF/ FHK sekaligus berbagi pengalaman tentang mitigasi konflik harimau di perkebunan. Materi tersebut disampaikan melalui oral presentation dan diselingi dengan ice breaking serta kegiatan praktek di luar ruangan.

Sedangkan saya sendiri pada kesempatan ini sebagai medik veteriner mendapat tugas dari FHK untuk memberikan materi tentang Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik. Yang dibagi dalam dua presentasi, untuk materi pertama lebih banyak memaparkan tentang langkah-langkah yang harus diambil bila menemui harimau terjerat atau yang berkonflik dengan manusia, juga menyampaikan tentang ciri-ciri harimau sakit yang ditemukan berkeliaran mendekati aktivitas manusia yang juga diartikan sebagai konflik, serta sistem pelaporannya pada pihak terkait. Dalam beberapa kasus yang pernah kami tangani bahwa seringkali terdapat hubungan antara konflik dan perburuan. Dan cara penanganan harimau pada kedua kasus ini agak berbeda. Pada materi kedua saya menyampaikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk membantu petugas berwenang dalam handling harimau, penanganan darurat dan pertolongan pertama pada harimau korban jerat, keracunan, luka tembak ataupun luka karena senjata tajam. Selain itu juga menegaskan tentang apa yang merupakan wewenang tenaga medis (dokter hewan)  dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh orang non medis (orang yang profesinya bukan dokter hewan).  Hal ini perlu diingatkan terus-menerus karena Provinsi Riau punya sejarah panjang dalam pembiusan satwa liar tanpa melibatkan dokter hewan sehingga mengakibatkan kematian saat pembiusan dan pasca pembiusan. Peran dokter hewan dalam setiap chemical restraint (pembiusan) sangat diperlukan. Bukan berarti peran petugas/ orang non medis tidak penting, dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan bahwa peran masyarakat/ karyawan perusahaan yang bertugas di lapangan juga petugas berwenang yang non medis punya peran penting dalam membantu dokter hewan dalam setiap upaya penyelamatan dan penanganan harimau, karena dokter hewan tidak bisa bekerja sendiri, memerlukan orang yang membantu untuk monitoring vital signs selama proses pembiusan seperti  monitoring frekuensi nafas dan pulsus dan temperatur tubuh. Diperlukan bantuan juga untuk recording (pencatatan data hasil pemeriksaan vital signs, morfometri dan lain-lain). Dengan monitoring data fisiologi tersebut maka dokter hewan akan lebih mudah mengetahui kondisi harimau, apakah dalam kondisi baik atau kah perlu tindakan untuk penanganan darurat. Juga disampaikan mengenai cara transportasi yang aman untuk menghindari terjadinya efek samping yang buruk bahkan kematian.

Selama ini kebanyakan orang bahkan petugas sendiri beranggapan bahwa pembiusan satwa liar dilakukan hanyalah berfungsi untuk mempermudah handling satwa, seperti untuk keperluan memindahkan satwa dari satu tempat ke tempat lain tanpa resiko. Satu hal yang mereka tidak pahami bahwa melakukan pembiusan itu sama artinya dengan melakukan kegiatan yang beresiko tinggi karena efek samping yang buruk dari pemakaian obat-obat anaesthesi bila tidak dimonitoring bisa menyebabkan kematian. Untuk itu selalu ditekankan bahwa pembiusan satwa liar harus dilakukan oleh orang-orang yang tepat, yakni orang-orang yang memang punya profesi untuk itu sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan tidak boleh dilakukan oleh petugas non medis, kecuali bila dibawah pengawasan dan panduan dokter hewan. Jangan sampai kita menjadi pembunuh bagi satwa liar terancam punah yang seharusnya kita lindungi hanya karena bertindak yang kurang tepat.

Praktek Pembuatan Meriam Paralon dan Cara Penggunaannya untuk Mitigasi Konflik 

Tanggal 9 April 2014 kegiatan training berakhir, dan kami tim pemateri dari Forum HarimauKita kembali ke institusi/ lembaga masing-masing. Mendorong peran aktif private sector dalam upaya konservasi harimau sumatera adalah hal yang sangat posistif, karena populasi liar harimau sumatera juga berada di areal konsesinya. Berharap hal seperti ini bisa dikembangkan di banyak private sector di Indonesia yang areal konsesinya juga masih merupakan habitat satwa liar, tidak hanya harimau tetapi juga gajah, orangutan dan lainnya. Banyak cara bisa dilakukan untuk membantu upaya konservasi harimau  dan bisa dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya pemerintah saja atau NGO saja, tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait termasuk pihak swasta dan masyarakat sendiri. Dan tidak harus bekerja dan berjuang sendirian, berkolaborasi untuk penyelamatan satwa liar dan habitat yang masih tersisa akan terasa lebih meringankan beban. Bila bisa dikerjakan bersama-sama dengan hasil yang lebih baik mengapa harus bekerja sendirian misalnya hanya dilakukan oleh lembaga tertentu saja, toh tujuannya juga sama yakni sama-sama untuk perlindungan satwa liar Indonesia.

Sabtu, 08 Maret 2014

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' untuk Private Sector di Provinsi Jambi



'Human-Tiger Conflict Mitigation' Training at Private Sector - Jambi 
with Sumatran Tiger Conservation Forum

Sumatran Tiger Conservation Forum atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) merupakan suatu forum peneliti dan pemerhati harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Pada bulan Maret 2014 berkegiatan mengunjungi private sector di Sumatera yang bersinggungan dengan habitat harimau sumatera di wilayah konsesinya, guna memberikan pelatihan bagi staff perusahaan sektor kehutanan tersebut tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau.


Human-Tiger Conflict at Bengkulu
Habitat harimau sumatera yang tersisa sekarang ini sebagian besar berada diluar kawasan konservasi. Pembangunan dibidang ekonomi menyebabkan adanya tumpang tindih kepentingan atas suatu kawasan hutan, tidak hanya sebagai tempat hidup bagi satwa liar tetapi juga telah dimanfaatkan untuk keperluan perkebunan, pertambangan, pemukiman seperti untuk pemekaran desa dan lokasi transmigrasi, pembangunan jalan dan lain-lain.

Hal ini telah memicu intensitas human-tiger conflict makin lama makin meningkat dari waktu ke waktu karena berbagai sebab tersebut. Konflik antara manusia dengan harimau tidak hanya menyebabkan kerugian materi saja tetapi bahkan bisa menyebabkan korban jiwa, baik manusia yang menjadi korban atau terbunuhnya harimau yang terlibat konflik.

Berdasarkan laporan forum HarimauKita dalam kurun waktu 1998-2011 kurang lebih telah terjadi human-tiger conflicts sebanyak 563 kali dan telah menyebabkan 57 orang meninggal dunia dan 46 ekor harimau sumatera terbunuh. (Sumber : Laporan lapang Wildlife Conservation Society; Leuser International Foundation; Fauna and Flora International; Zoological Society of London; World Wildlife Fund; PHKA-Kementerian Kehutanan).

Salah satu cara Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau
Photo : Erni Suyanti Musabine
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan pedoman penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar, termasuk harimau sumatera didalamnya melalui P.48/Menhut-II/2008, namun implementasinya di lapangan belum maksimal untuk itu mendorong dilakukannya pelatihan dan sosialisasi tentang penerapan dari pedoman yang telah dibuat. Dan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan hutan yang dialihfungsikan untuk kepentingan lainnya seperti perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) maka diperlukan adanya keterlibatan private sector (perusahaan-perusahaan pemegang konsesi) untuk terlibat langsung dalam upaya konservasi harimau sumatera di wilayah konsesinya. Dan karena latar belakang tersebut Forum HarimauKita memberikan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi staff perusahaan dengan tujuan meningkatkan kapasitas staff perusahaan dibidang kehutanan dalam mitigasi konflik antara manusia dengan harimau dan satwa liar lainnya serta untuk meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan harimau di wilayahnya.  

Kegiatan ini diadakan berdasarkan hasil annual meeting Forum HarimauKita di Padang pada bulan Oktober tahun 2013, kebetulan saya sendiri tidak bisa mengikuti acara tersebut karena pada waktu yang bersamaan sedang bekerja menjadi relawan dokter hewan di salah satu rumah sakit satwa liar di Seattle, Washington, U.S.A. Salah satu hasil rapat tahunan tersebut bahwa akan diadakan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi private sector yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Kebetulan saya beserta 5 orang anggota Forum HarimauKita lainnya yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Drh. Kholis dari Fauna and Flora International; Nurhazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak; Adnun Salampessy dari APP; Hariyawan Agung Wahyudi dari FHK mendapat amanah untuk menjadi pemateri dalam training tersebut.

Sebelum kegiatan dimulai kami berdiskusi melalui email karena masing-masing pemateri yang terlibat berada di provinsi yang berlainan, untuk menentukan waktu disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. Dari hasil kesepakatan kami akan melakukan training di Provinsi Riau terlebih dahulu yakni di awal bulan Maret dan kemudian menyusul di Provinsi Jambi di akhir bulan Maret. Karena saya sendiri di bulan Maret juga memiliki jadwal lainnya yakni akan mengikuti workshop tentang Specimen Collection - Laboratory Diagnosis yang diadakan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Kebetulan oleh Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) - PHKA Kementerian Kehutanan saya ditugaskan untuk mengikuti acara tersebut. Selain itu juga masih memiliki jadwal lain yakni meeting dengan kolega dokter hewan dari Wildlife Vets International UK dan Taman Safari Indonesia untuk mempersiapkan training bagi dokter hewan dan petugas lapangan untuk rencana kegiatan 'Sumatran Tiger Diseases Surveillance'. Belum lagi kesibukan teman-teman pemateri lainnya yang masing-masing punya peran penting di institusinya, dan kami semua pun harus menyesuaikan jadwal masing-masing untuk mencari waktu yang tepat agar sama-sama bisa meluangkan waktu guna mendukung kegiatan forum HarimauKita tersebut.

Kabut asap yang melanda Provinsi Riau karena kebakaran hutan dan lahan telah mengganggu penerbangan dari dan menuju Pekanbaru, Riau. Hal ini juga yang menyebabkan jadwal pelatihan di Riau untuk sementara dibatalkan dan dialihkan ke Jambi. 

Minggu, tanggal 2 Maret 2014 saya berangkat ke Bogor, Jawa Barat. Saya singgah sebentar untuk menemui teman-teman yang bekerja di International Animal Rescue (IAR) di Ciapus, Bogor. Memanfaatkan waktu saat mengunjungi kota lain untuk bertemu teman-teman yang sama-sama bekerja untuk konservasi satwa liar Indonesia merupakan hal yang membahagiakan karena kami bisa berdiskusi banyak hal. Disana saya juga bertemu dengan staff IAR lainnya dan seorang volunteer dokter hewan dari Bangalore, India yang telah mendirikan lembaga animal rescue untuk pet animal di negaranya. Hmmm...sungguh menginspirasi.


Hari itu saya benar-benar merasakan berada di kota hujan Bogor, karena sore itu sepanjang perjalanan menjadi basah kuyup diguyur hujan deras bersama seorang teman yang mengantarkan saya dari Ciapus menuju kantor Forum HarimauKita di kota Bogor


Senin, tanggal 3 Maret 2014 saya bersama Hariyawan A. Wahyudi berangkat dari kantor Forum HarimauKita di Bogor.  Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, kami bertemu dengan teman-teman lainya yakni dua orang dari perusahaan APP dan Sinarmas Forestry dan dua orang lainnya anggota Forum HarimauKita yakni Adnun Salampessy dan Pak Beebach, kemudian kami bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju ke Jambi. 

Pelatihan Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi bagi private sector ini akan diadakan pada tanggal 3 - 7 Maret 2014 di Sungai Tapah, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Diikuti oleh 10 orang staff PT. WKS, 10 orang staff PT. RHM, 2 orang staff BKSDA Jambi dan 2 orang staff BKSDA Sumatera Selatan. Bagi saya sendiri ini adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan guna memberikan training bagi staff perusahaan dalam hal human-tiger conflict mitigation. Biasanya saya memberikan materi pelatihan bagi polisi kehutanan baik yang berasal dari Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun Dinas Kehutanan, unit-unit patroli hutan yang dibentuk oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan animal rescue team yang dibentuk oleh management authority ataupun Non-Government Organization.


Hutan koridor  di areal konsesi perusahaan HTI - Jambi
HarimauKita termasuk salah satu forum yang paling aktif dari sekian banyaknya forum di bidang konservasi yang saya ikuti. Dan adanya ide memberikan pelatihan bagi private sector dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya perlindungan harimau sumatera merupakan ide yang brilliant menurut saya. Mengingat di wilayah konsesi perusahaan perkebunan atau HTI juga merupakan wilayah rawan konflik manusia dengan harimau karena disekitar perkebunan juga merupakan habitat harimau sumatera dan mereka juga menyisakan hutan sebagai koridor yang merupakan habitat harimau saat ini yang mereka sebut dengan hutan konservasi. Seperti yang telah saya lihat saat menuju ke tempat pelatihan di Sungai Tapah, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Memasuki wilayah perkebunan sejauh mata memandang yang terlihat adalah pohon akasia sebagai bahan baku kertas. Namun mendekati tempat pelatihan saya masih melihat hutan alami yang disisakan, dan itulah yang mereka sebut dengan hutan konservasi, hutan tersebut juga merupakan koridor satwa liar ke kawasan lindung. Didalamnya masih dihuni oleh gajah dan harimau juga satwa liar lainnya. Sepanjang waktu pelatihan angan-angan saya melayang ke berbagai daerah di Indonesia yang seringkali terjadi human-wildlife conflict, pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, peracunan gajah di lokasi perkebunan yang merupakan jalur jelajahnya dan lain-lain. Seandainya perusahaan-perusahan tersebut didorong untuk menyisakan hutan sebagai koridor satwa liar, dan diberikan sosialisasi 'P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar' serta memberi kesempatan untuk pelatihan staffnya tentang human-wildlife conflict mitigation dan mendorong perusahaan punya mekanisme yang jelas di internalnya dalam merespon terjadinya konflik satwa liar tentu akan meminimalkan korban akibat konflik baik korban jiwa yakni satwa liar itu sendiri dan manusia ataupun kerugian secara materiil.

Yang perlu direnungkan adalah bila pemerintah sudah terlanjur memberi ijin perusahaan untuk ekploitasi hutan yang merupakan habitat satwa liar untuk kepentingan perkebunan, pertambangan dan lain-lain, menurut pengalaman saya pribadi bahwa upaya dengan segala cara untuk menghentikan atau mencabut kembali kebijakan itu tentu tidak bisa dilakukan dengan mudah bahkan bisa dikatakan tidak akan pernah bisa, karena yang dihadapi bukan orang perorang tetapi banyak lembaga atau institusi yang mendukung kebijakan itu terjadi dari tingkat daerah (dari tingkat desa, kabupaten, provinsi) sampai pusat. Jadi melibatkan private sector dalam perlindungan satwa liar merupakan alternatif dan jalan tengah yang efektif dalam menyikapi kebijakan tumpang tindih kepentingan antara perlindungan satwa liar dan pembangunan di bidang ekonomi. Semua itu tujuan utamanya sama yakni meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar serta melakukan tindakan mitigasi konflik dengan mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi manusianya sendiri maupun harimau dan mencegah kerugian materiil yang cukup besar dengan membuat mekanisme penanggulangan konflik yang jelas dan terarah sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan yang penting adalah sosialisasi tentang sejauh mana tindakan yang boleh dilakukan oleh masyarakat sipil dan karyawan perusahaan dan mana yang tidak boleh dilakukan dan hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait dalam setiap mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar.



Materi 'Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik'
Photo : HarimauKita
Selasa, 4 Maret 2014 acara pelatihan Mitigasi Konflik antara Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi tersebut dibuka oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Kegiatan training berlangsung sampai dengan tanggal 6 Maret 2014. Materi yang diberikan berupa oral presentation dan praktek, antara lain  Ekologi dan Status Konservasi Harimau yang disampaikan oleh Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Identifikasi Tiger Sign dan Satwa Liar lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP; Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48/Menhut-II/2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak/WCCRT; Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Drh. Munawar Kholis dari Fauna and Flora International; Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik yang disampaikan oleh saya sendiri.  Semua pemateri berasal dari lembaga/ institusi yang beragam dan mereka semua merupakan anggota Sumatran Tiger Conservation Forum (Forum HarimauKita). Dalam kesempatan ini juga dibagikan buku tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau sebagai panduan bagi pekerja dan petugas di lapangan. 


Presentasi Peserta tentang Alur Penanganan Konflik
Manusia - Harimau di Perusahaan HTI
Photo : Erni Suyanti Musabine
Di hari terakhir pelatihan, kami ikut mendengarkan hasil diskusi dan presentasi peserta tentang mekanisme pelaporan dan kerja yang telah dibuat di perusahaan masing-masing tentang upaya penanggulangan konflik manusia dan satwa liar. Kembali saya membayangkan bila setiap perusahaan yang berdampingan langsung dan bahkan tumpang tindih dengan habitat harimau sumatera atau satwa liar lainnya dan merupakan daerah rawan konflik satwa liar, bila masing-masing mempunyai mekanisme kerja yang jelas dalam upaya human-wildlife conflict mitigation dan berperan aktif didalamnya maka ini akan sangat membantu petugas terkait dalam upaya penanggulangan konflik dan perlindungan satwa liar. Berharap kegiatan seperti ini akan bermanfaat bagi semua pihak dan bagi konservasi satwa liar itu sendiri tentunya. Dan P.48/Menhut-II/2008 menjadi aturan/ pedoman yang tidak hanya diatas kertas belaka tapi bisa diimplementasikan dengan tepat oleh setiap pihak yang terlibat dalam konflik manusia vs satwa liar. Hari Kamis, tanggal 6 Maret 2014 sore itu kegiatan Pelatihan telah usai dilaksanakan. Tanggal 7 Maret 2014 pagi, kami kembali pulang ke daerah masing-masing.