Tampilkan postingan dengan label HarimauKita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HarimauKita. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Mei 2014

HarimauKita kembali memberikan training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' bagi Private Sector di Riau



Catatan Perjalanan

Pagi itu tanggal 5 April 2014, kami anggota tim pemateri dari Forum Konservasi Harimau Sumatera atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) bertemu di Bandara International Soekarno Hatta, Jakarta. Saya berangkat menggunakan pesawat pagi bersama Hariyawan A. Wahyudi dan Amir Hamzah Ritonga menuju Pekanbaru, Provinsi Riau. Di Bandara International Sultan Syarif II, Pekanbaru kami bertemu Adnun Salampessy dan rekan lainnya dari Sinarmas Forestry dan APP yang juga akan menjadi pemateri dalam acara pelatihan tersebut. Sore harinya, tiga pemateri dari FHK menggunakan penerbangan sore datang menyusul, yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International (FFI), Nurazman dari Taman Nasional Berbak dan Sartono dari BKSDA Jambi.

Sumatran Tiger Conservation Forum (HarimauKita) and Private Sectors and BBKSDA Riau

Training Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lansekap Hutan Produksi akan dimulai pada tanggal 6 - 8 April 2014 di Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM), yang berlokasi di Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Peserta pelatihan terdiri dari karyawan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yakni yang bekerja di APP group, juga diikuti oleh staff Balai Besar KSDA Riau yang terdiri dari Paramedis, Polisi Kehutanan (Polhut) dan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Ini adalah pelatihan yang kedua kalinya setelah pelatihan pertama yang diadakan di Provinsi Jambi.

Guideline Book for Human-Tiger Conflict Mitigation
Perlindungan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja dalam hal ini Kementerian Kehutanan, karena populasi liar harimau sumatera yang tersisa tidak hanya hidup di kawasan konservasi saja seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Suaka Margasatwa, Cagar Alam, namun juga banyak ditemukan diluar kawasan konservasi seperti kawasan hutan dibawah pengelolaan pemerintah daerah (Pemda) dalam hal ini Dinas Kehutanan baik yang terdapat di tingkat provinsi maupun kabupaten seperti Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, APL, HPK dan lain-lain. Tidak hanya itu, harimau sumatera juga hidup di areal konsesi sektor swasta dibidang kehutanan tanaman industri seperti HTI, juga terdapat di areal HGU perkebunan baik sawit atau karet dan lain-lain, juga di areal peruntukan lainnya. Dulunya areal konsesi tersebut merupakan habitat harimau sumatera tetapi telah dialihfungsikan bagi pengembangan sektor kehutanan dan perkebunan, sehingga harimau masih bertahan hidup di areal tersebut meskipun telah mengalami perubahan ekosistem dari hutan menjadi areal konsesi perusahaan bidang kehutanan. Untuk itu peran sektor swasta dalam mendukung perlindungan harimau sumatera sangat diperlukan, seperti ikut berperan aktif dalam melindungi populasi liar harimau sumatera yang berada di areal konsesinya dengan berbagai cara diantaranya melakukan penelitian sebaran harimau dan satwa liar lainnya dengan cara pemasangan camera trap, identifikasi jejak satwa liar dan lain-lain, sosialisasi tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau bagi pekerja perkebunan dan masyarakat di daerah rawan konflik di wilayahnya, membantu petugas dalam penyelamatan harimau yang bermasalah. Dan diharapkan setiap perusahaan tersebut mempunyai mekanisme yang jelas tentang management penanganan konflik satwa liar dengan manusia yang bisa diterapkan dengan mudah sesuai aturan yang berlaku untuk membantu petugas berwenang. Dan satu hal yang terpenting adalah, perusahaan perkebunan bersedia menyisakan areal yang masih berhutan sebagai tempat tinggal harimau dan satwa liar lainnya yang juga berfungsi sebagai koridor satwa liar dari areal konsesi perusahaan menuju hutan di sekitarnya dan sebaliknya.

Pelatihan ini dibuka oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, sekaligus menyampaikan materi di awal acara. Kemudian dilanjutkan oleh tim pemateri dari Forum HarimauKita, diantaranya Ekologi dan Status Konservasi Harimau oleh Hariyo T. Wibisono dari FFI/ FHK, materi berikutnya adalah Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48 Tahun 2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman dari Taman Nasional Berbak/ FHK. Forum HarimauKita sebagai komunitas pemerhati perlindungan harimau sumatera juga terpanggil untuk ikut membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permenhut tersebut kepada pihak-pihak terkait. Materi lainnya adalah Identifikasi Jejak Harimau dan Satwa Liar Lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP/ FHK, materi tentang Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Sartono dari BKSDA Jambi/ FHK dan Febri Aggriawan Widodo dari WWF/ FHK sekaligus berbagi pengalaman tentang mitigasi konflik harimau di perkebunan. Materi tersebut disampaikan melalui oral presentation dan diselingi dengan ice breaking serta kegiatan praktek di luar ruangan.

Sedangkan saya sendiri pada kesempatan ini sebagai medik veteriner mendapat tugas dari FHK untuk memberikan materi tentang Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik. Yang dibagi dalam dua presentasi, untuk materi pertama lebih banyak memaparkan tentang langkah-langkah yang harus diambil bila menemui harimau terjerat atau yang berkonflik dengan manusia, juga menyampaikan tentang ciri-ciri harimau sakit yang ditemukan berkeliaran mendekati aktivitas manusia yang juga diartikan sebagai konflik, serta sistem pelaporannya pada pihak terkait. Dalam beberapa kasus yang pernah kami tangani bahwa seringkali terdapat hubungan antara konflik dan perburuan. Dan cara penanganan harimau pada kedua kasus ini agak berbeda. Pada materi kedua saya menyampaikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk membantu petugas berwenang dalam handling harimau, penanganan darurat dan pertolongan pertama pada harimau korban jerat, keracunan, luka tembak ataupun luka karena senjata tajam. Selain itu juga menegaskan tentang apa yang merupakan wewenang tenaga medis (dokter hewan)  dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh orang non medis (orang yang profesinya bukan dokter hewan).  Hal ini perlu diingatkan terus-menerus karena Provinsi Riau punya sejarah panjang dalam pembiusan satwa liar tanpa melibatkan dokter hewan sehingga mengakibatkan kematian saat pembiusan dan pasca pembiusan. Peran dokter hewan dalam setiap chemical restraint (pembiusan) sangat diperlukan. Bukan berarti peran petugas/ orang non medis tidak penting, dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan bahwa peran masyarakat/ karyawan perusahaan yang bertugas di lapangan juga petugas berwenang yang non medis punya peran penting dalam membantu dokter hewan dalam setiap upaya penyelamatan dan penanganan harimau, karena dokter hewan tidak bisa bekerja sendiri, memerlukan orang yang membantu untuk monitoring vital signs selama proses pembiusan seperti  monitoring frekuensi nafas dan pulsus dan temperatur tubuh. Diperlukan bantuan juga untuk recording (pencatatan data hasil pemeriksaan vital signs, morfometri dan lain-lain). Dengan monitoring data fisiologi tersebut maka dokter hewan akan lebih mudah mengetahui kondisi harimau, apakah dalam kondisi baik atau kah perlu tindakan untuk penanganan darurat. Juga disampaikan mengenai cara transportasi yang aman untuk menghindari terjadinya efek samping yang buruk bahkan kematian.

Selama ini kebanyakan orang bahkan petugas sendiri beranggapan bahwa pembiusan satwa liar dilakukan hanyalah berfungsi untuk mempermudah handling satwa, seperti untuk keperluan memindahkan satwa dari satu tempat ke tempat lain tanpa resiko. Satu hal yang mereka tidak pahami bahwa melakukan pembiusan itu sama artinya dengan melakukan kegiatan yang beresiko tinggi karena efek samping yang buruk dari pemakaian obat-obat anaesthesi bila tidak dimonitoring bisa menyebabkan kematian. Untuk itu selalu ditekankan bahwa pembiusan satwa liar harus dilakukan oleh orang-orang yang tepat, yakni orang-orang yang memang punya profesi untuk itu sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan tidak boleh dilakukan oleh petugas non medis, kecuali bila dibawah pengawasan dan panduan dokter hewan. Jangan sampai kita menjadi pembunuh bagi satwa liar terancam punah yang seharusnya kita lindungi hanya karena bertindak yang kurang tepat.

Praktek Pembuatan Meriam Paralon dan Cara Penggunaannya untuk Mitigasi Konflik 

Tanggal 9 April 2014 kegiatan training berakhir, dan kami tim pemateri dari Forum HarimauKita kembali ke institusi/ lembaga masing-masing. Mendorong peran aktif private sector dalam upaya konservasi harimau sumatera adalah hal yang sangat posistif, karena populasi liar harimau sumatera juga berada di areal konsesinya. Berharap hal seperti ini bisa dikembangkan di banyak private sector di Indonesia yang areal konsesinya juga masih merupakan habitat satwa liar, tidak hanya harimau tetapi juga gajah, orangutan dan lainnya. Banyak cara bisa dilakukan untuk membantu upaya konservasi harimau  dan bisa dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya pemerintah saja atau NGO saja, tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait termasuk pihak swasta dan masyarakat sendiri. Dan tidak harus bekerja dan berjuang sendirian, berkolaborasi untuk penyelamatan satwa liar dan habitat yang masih tersisa akan terasa lebih meringankan beban. Bila bisa dikerjakan bersama-sama dengan hasil yang lebih baik mengapa harus bekerja sendirian misalnya hanya dilakukan oleh lembaga tertentu saja, toh tujuannya juga sama yakni sama-sama untuk perlindungan satwa liar Indonesia.

Sabtu, 08 Maret 2014

Training 'Human-Tiger Conflict Mitigation' untuk Private Sector di Provinsi Jambi



'Human-Tiger Conflict Mitigation' Training at Private Sector - Jambi 
with Sumatran Tiger Conservation Forum

Sumatran Tiger Conservation Forum atau lebih dikenal dengan sebutan Forum HarimauKita (FHK) merupakan suatu forum peneliti dan pemerhati harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Pada bulan Maret 2014 berkegiatan mengunjungi private sector di Sumatera yang bersinggungan dengan habitat harimau sumatera di wilayah konsesinya, guna memberikan pelatihan bagi staff perusahaan sektor kehutanan tersebut tentang mitigasi konflik manusia dengan harimau.


Human-Tiger Conflict at Bengkulu
Habitat harimau sumatera yang tersisa sekarang ini sebagian besar berada diluar kawasan konservasi. Pembangunan dibidang ekonomi menyebabkan adanya tumpang tindih kepentingan atas suatu kawasan hutan, tidak hanya sebagai tempat hidup bagi satwa liar tetapi juga telah dimanfaatkan untuk keperluan perkebunan, pertambangan, pemukiman seperti untuk pemekaran desa dan lokasi transmigrasi, pembangunan jalan dan lain-lain.

Hal ini telah memicu intensitas human-tiger conflict makin lama makin meningkat dari waktu ke waktu karena berbagai sebab tersebut. Konflik antara manusia dengan harimau tidak hanya menyebabkan kerugian materi saja tetapi bahkan bisa menyebabkan korban jiwa, baik manusia yang menjadi korban atau terbunuhnya harimau yang terlibat konflik.

Berdasarkan laporan forum HarimauKita dalam kurun waktu 1998-2011 kurang lebih telah terjadi human-tiger conflicts sebanyak 563 kali dan telah menyebabkan 57 orang meninggal dunia dan 46 ekor harimau sumatera terbunuh. (Sumber : Laporan lapang Wildlife Conservation Society; Leuser International Foundation; Fauna and Flora International; Zoological Society of London; World Wildlife Fund; PHKA-Kementerian Kehutanan).

Salah satu cara Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau
Photo : Erni Suyanti Musabine
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan pedoman penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar, termasuk harimau sumatera didalamnya melalui P.48/Menhut-II/2008, namun implementasinya di lapangan belum maksimal untuk itu mendorong dilakukannya pelatihan dan sosialisasi tentang penerapan dari pedoman yang telah dibuat. Dan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan hutan yang dialihfungsikan untuk kepentingan lainnya seperti perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) maka diperlukan adanya keterlibatan private sector (perusahaan-perusahaan pemegang konsesi) untuk terlibat langsung dalam upaya konservasi harimau sumatera di wilayah konsesinya. Dan karena latar belakang tersebut Forum HarimauKita memberikan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi staff perusahaan dengan tujuan meningkatkan kapasitas staff perusahaan dibidang kehutanan dalam mitigasi konflik antara manusia dengan harimau dan satwa liar lainnya serta untuk meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan harimau di wilayahnya.  

Kegiatan ini diadakan berdasarkan hasil annual meeting Forum HarimauKita di Padang pada bulan Oktober tahun 2013, kebetulan saya sendiri tidak bisa mengikuti acara tersebut karena pada waktu yang bersamaan sedang bekerja menjadi relawan dokter hewan di salah satu rumah sakit satwa liar di Seattle, Washington, U.S.A. Salah satu hasil rapat tahunan tersebut bahwa akan diadakan pelatihan tentang human-tiger conflict mitigation bagi private sector yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Kebetulan saya beserta 5 orang anggota Forum HarimauKita lainnya yakni Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Drh. Kholis dari Fauna and Flora International; Nurhazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak; Adnun Salampessy dari APP; Hariyawan Agung Wahyudi dari FHK mendapat amanah untuk menjadi pemateri dalam training tersebut.

Sebelum kegiatan dimulai kami berdiskusi melalui email karena masing-masing pemateri yang terlibat berada di provinsi yang berlainan, untuk menentukan waktu disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. Dari hasil kesepakatan kami akan melakukan training di Provinsi Riau terlebih dahulu yakni di awal bulan Maret dan kemudian menyusul di Provinsi Jambi di akhir bulan Maret. Karena saya sendiri di bulan Maret juga memiliki jadwal lainnya yakni akan mengikuti workshop tentang Specimen Collection - Laboratory Diagnosis yang diadakan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Kebetulan oleh Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) - PHKA Kementerian Kehutanan saya ditugaskan untuk mengikuti acara tersebut. Selain itu juga masih memiliki jadwal lain yakni meeting dengan kolega dokter hewan dari Wildlife Vets International UK dan Taman Safari Indonesia untuk mempersiapkan training bagi dokter hewan dan petugas lapangan untuk rencana kegiatan 'Sumatran Tiger Diseases Surveillance'. Belum lagi kesibukan teman-teman pemateri lainnya yang masing-masing punya peran penting di institusinya, dan kami semua pun harus menyesuaikan jadwal masing-masing untuk mencari waktu yang tepat agar sama-sama bisa meluangkan waktu guna mendukung kegiatan forum HarimauKita tersebut.

Kabut asap yang melanda Provinsi Riau karena kebakaran hutan dan lahan telah mengganggu penerbangan dari dan menuju Pekanbaru, Riau. Hal ini juga yang menyebabkan jadwal pelatihan di Riau untuk sementara dibatalkan dan dialihkan ke Jambi. 

Minggu, tanggal 2 Maret 2014 saya berangkat ke Bogor, Jawa Barat. Saya singgah sebentar untuk menemui teman-teman yang bekerja di International Animal Rescue (IAR) di Ciapus, Bogor. Memanfaatkan waktu saat mengunjungi kota lain untuk bertemu teman-teman yang sama-sama bekerja untuk konservasi satwa liar Indonesia merupakan hal yang membahagiakan karena kami bisa berdiskusi banyak hal. Disana saya juga bertemu dengan staff IAR lainnya dan seorang volunteer dokter hewan dari Bangalore, India yang telah mendirikan lembaga animal rescue untuk pet animal di negaranya. Hmmm...sungguh menginspirasi.


Hari itu saya benar-benar merasakan berada di kota hujan Bogor, karena sore itu sepanjang perjalanan menjadi basah kuyup diguyur hujan deras bersama seorang teman yang mengantarkan saya dari Ciapus menuju kantor Forum HarimauKita di kota Bogor


Senin, tanggal 3 Maret 2014 saya bersama Hariyawan A. Wahyudi berangkat dari kantor Forum HarimauKita di Bogor.  Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, kami bertemu dengan teman-teman lainya yakni dua orang dari perusahaan APP dan Sinarmas Forestry dan dua orang lainnya anggota Forum HarimauKita yakni Adnun Salampessy dan Pak Beebach, kemudian kami bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju ke Jambi. 

Pelatihan Mitigasi Konflik Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi bagi private sector ini akan diadakan pada tanggal 3 - 7 Maret 2014 di Sungai Tapah, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Diikuti oleh 10 orang staff PT. WKS, 10 orang staff PT. RHM, 2 orang staff BKSDA Jambi dan 2 orang staff BKSDA Sumatera Selatan. Bagi saya sendiri ini adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan guna memberikan training bagi staff perusahaan dalam hal human-tiger conflict mitigation. Biasanya saya memberikan materi pelatihan bagi polisi kehutanan baik yang berasal dari Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun Dinas Kehutanan, unit-unit patroli hutan yang dibentuk oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan animal rescue team yang dibentuk oleh management authority ataupun Non-Government Organization.


Hutan koridor  di areal konsesi perusahaan HTI - Jambi
HarimauKita termasuk salah satu forum yang paling aktif dari sekian banyaknya forum di bidang konservasi yang saya ikuti. Dan adanya ide memberikan pelatihan bagi private sector dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya perlindungan harimau sumatera merupakan ide yang brilliant menurut saya. Mengingat di wilayah konsesi perusahaan perkebunan atau HTI juga merupakan wilayah rawan konflik manusia dengan harimau karena disekitar perkebunan juga merupakan habitat harimau sumatera dan mereka juga menyisakan hutan sebagai koridor yang merupakan habitat harimau saat ini yang mereka sebut dengan hutan konservasi. Seperti yang telah saya lihat saat menuju ke tempat pelatihan di Sungai Tapah, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Memasuki wilayah perkebunan sejauh mata memandang yang terlihat adalah pohon akasia sebagai bahan baku kertas. Namun mendekati tempat pelatihan saya masih melihat hutan alami yang disisakan, dan itulah yang mereka sebut dengan hutan konservasi, hutan tersebut juga merupakan koridor satwa liar ke kawasan lindung. Didalamnya masih dihuni oleh gajah dan harimau juga satwa liar lainnya. Sepanjang waktu pelatihan angan-angan saya melayang ke berbagai daerah di Indonesia yang seringkali terjadi human-wildlife conflict, pembantaian orangutan oleh perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, peracunan gajah di lokasi perkebunan yang merupakan jalur jelajahnya dan lain-lain. Seandainya perusahaan-perusahan tersebut didorong untuk menyisakan hutan sebagai koridor satwa liar, dan diberikan sosialisasi 'P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Satwa Liar' serta memberi kesempatan untuk pelatihan staffnya tentang human-wildlife conflict mitigation dan mendorong perusahaan punya mekanisme yang jelas di internalnya dalam merespon terjadinya konflik satwa liar tentu akan meminimalkan korban akibat konflik baik korban jiwa yakni satwa liar itu sendiri dan manusia ataupun kerugian secara materiil.

Yang perlu direnungkan adalah bila pemerintah sudah terlanjur memberi ijin perusahaan untuk ekploitasi hutan yang merupakan habitat satwa liar untuk kepentingan perkebunan, pertambangan dan lain-lain, menurut pengalaman saya pribadi bahwa upaya dengan segala cara untuk menghentikan atau mencabut kembali kebijakan itu tentu tidak bisa dilakukan dengan mudah bahkan bisa dikatakan tidak akan pernah bisa, karena yang dihadapi bukan orang perorang tetapi banyak lembaga atau institusi yang mendukung kebijakan itu terjadi dari tingkat daerah (dari tingkat desa, kabupaten, provinsi) sampai pusat. Jadi melibatkan private sector dalam perlindungan satwa liar merupakan alternatif dan jalan tengah yang efektif dalam menyikapi kebijakan tumpang tindih kepentingan antara perlindungan satwa liar dan pembangunan di bidang ekonomi. Semua itu tujuan utamanya sama yakni meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar serta melakukan tindakan mitigasi konflik dengan mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi manusianya sendiri maupun harimau dan mencegah kerugian materiil yang cukup besar dengan membuat mekanisme penanggulangan konflik yang jelas dan terarah sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan yang penting adalah sosialisasi tentang sejauh mana tindakan yang boleh dilakukan oleh masyarakat sipil dan karyawan perusahaan dan mana yang tidak boleh dilakukan dan hanya boleh dilakukan oleh petugas terkait dalam setiap mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar.



Materi 'Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik'
Photo : HarimauKita
Selasa, 4 Maret 2014 acara pelatihan Mitigasi Konflik antara Manusia dengan Harimau di Lanskape Hutan Produksi tersebut dibuka oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Kegiatan training berlangsung sampai dengan tanggal 6 Maret 2014. Materi yang diberikan berupa oral presentation dan praktek, antara lain  Ekologi dan Status Konservasi Harimau yang disampaikan oleh Hariyo T. Wibisono (Beebach) dari Fauna and Flora International; Identifikasi Tiger Sign dan Satwa Liar lainnya disampaikan oleh Adnun Salampessy dari APP; Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dan Harimau, Penjelasan Permenhut P.48/Menhut-II/2008 dan turunannya disampaikan oleh Nurazman Nurdin dari Taman Nasional Berbak/WCCRT; Mitigasi Konflik Harimau dan Kiat-Kiat Menghindari Konflik dengan Harimau saat Bekerja di HTI disampaikan oleh Drh. Munawar Kholis dari Fauna and Flora International; Penanganan Pertama Harimau Korban Konflik yang disampaikan oleh saya sendiri.  Semua pemateri berasal dari lembaga/ institusi yang beragam dan mereka semua merupakan anggota Sumatran Tiger Conservation Forum (Forum HarimauKita). Dalam kesempatan ini juga dibagikan buku tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia dengan Harimau sebagai panduan bagi pekerja dan petugas di lapangan. 


Presentasi Peserta tentang Alur Penanganan Konflik
Manusia - Harimau di Perusahaan HTI
Photo : Erni Suyanti Musabine
Di hari terakhir pelatihan, kami ikut mendengarkan hasil diskusi dan presentasi peserta tentang mekanisme pelaporan dan kerja yang telah dibuat di perusahaan masing-masing tentang upaya penanggulangan konflik manusia dan satwa liar. Kembali saya membayangkan bila setiap perusahaan yang berdampingan langsung dan bahkan tumpang tindih dengan habitat harimau sumatera atau satwa liar lainnya dan merupakan daerah rawan konflik satwa liar, bila masing-masing mempunyai mekanisme kerja yang jelas dalam upaya human-wildlife conflict mitigation dan berperan aktif didalamnya maka ini akan sangat membantu petugas terkait dalam upaya penanggulangan konflik dan perlindungan satwa liar. Berharap kegiatan seperti ini akan bermanfaat bagi semua pihak dan bagi konservasi satwa liar itu sendiri tentunya. Dan P.48/Menhut-II/2008 menjadi aturan/ pedoman yang tidak hanya diatas kertas belaka tapi bisa diimplementasikan dengan tepat oleh setiap pihak yang terlibat dalam konflik manusia vs satwa liar. Hari Kamis, tanggal 6 Maret 2014 sore itu kegiatan Pelatihan telah usai dilaksanakan. Tanggal 7 Maret 2014 pagi, kami kembali pulang ke daerah masing-masing.