Tampilkan postingan dengan label gejala klinis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gejala klinis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Juni 2016

Bloat pada Gajah Ucok


Gajah Ucok yang mengalami bloat, di PLG Seblat
Tanggal 29 Mei 2016, ada pergantian mahout (perawat) gajah Ucok. Saat itu gajah sudah terlihat sering mengejan, kesulitan buang kotoran, tampak lesu dan nafsu makan turun, namun belum dilaporkan ke dokter hewan oleh mahout kedua meskipun gejala klinis itu telah berlangsung selama dua hari.  

Lendir yang keluar dari anus saat gajah mengejan
Tanggal 31 Mei 2016, hari sudah menjelang gelap, tanpa sengaja saya mendapat informasi saat sedang ngobrol dengan mahout gajah lainnya yang kebetulan melihat kondisi gajah Ucok sore itu. Dia menjelaskan bahwa Ucok sore hari sudah posisi tidur rebah lateral, makanan yang diberikan untuk malam hari berupa tebu dan pelepah sawit masih utuh tak termakan, malah sekelompok monyet ekor panjang sibuk mencurinya. Saya tentu terkejut mendengar itu, karena hari itu saya telah bertemu dengan mahoutnya namun tidak pernah cerita sedikitpun tentang kondisi gajah Ucok saat dia berpamitan pulang pada kami sore itu. Mungkin karena bila dia melaporkan gajahnya sakit, kami akan mencegahnya pulang.  Seekor gajah yang tidur rebah lateral di sore hari menurutku itu diluar kebiasaan, dan saya menduga gajah tersebut punya masalah serius dengan kesehatannya apalagi makanannya pun tak disentuh, seharusnya gajah seperti Ucok sedang aktif makan diwaktu sore hari hingga malam. Mahasiswa Kedokteran Hewan yang sedang belajar di PLG Seblat juga menyampaikan pada saya bahwa mereka pernah melihat gajah Ucok mengejan saat akan buang kotoran. Kebetulan sebelumnya mereka telah mendapatkan pelajaran tentang cara mengetahui tanda-tanda seekor gajah itu dalam kondisi sehat ataupun tidak sehat, dan salah satu gejala klinis yang menunjukkan gajah itu sakit adalah terlihat mengejan/ kesulitan saat akan defekasi atau juga urinasi. Tanpa menunggu lama saya mengajak mahout itu menuju tempat Ucok untuk memeriksanya. Biasanya gajah Ucok agresif didatangi orang apalagi di sore hari seperti itu, namun kali ini dia tampak lemas dan tidak mau berjalan. Meskipun begitu, kami tetap berhati-hati saat mendekat. Makanan terlihat masih utuh. Saya memeriksa sekeliling tidak ditemukan bekas feces (kotoran) dikeluarkan. Dan saya memeriksa tubuhnya, sepertinya mengalami kembung (bloat). Saya mendapat informasi tambahan bahwa gajah itu sudah beberapa hari tidak bisa buang kotoran, sering mengejan dan yang keluar hanya lendir dilapisi darah.


Table 7.4. Signs of an Unhealthy Elephant
  • Listless, decreased movement, unusual behavior, exercise intolerance
  • Dull or sunken eyes, increased tear flow, thick discharge
  • Mucous membranes pale, muddy, bright red, or dry
  • Discharge from the trunk, coughing, abnormal respiratory sounds
  • Dry skin, loss of elasticity, wounds
  • Weight loss, sunken abdomen, prominent ribs (see body condition index)
  • Deceased appetite, anorexia
  • Change in urine or feces (amount, color); straining
  • Lameness
  • Obvious pain
  • Any unusual swelling or protrusion
Reference : "Biology, Medicine and Surgery of Elephants" by Murray E. Fowler and Susan K. Mikota


Saya meminta mahout untuk memindahkan gajah itu mendekati klinik agar bisa dimonitoring setiap waktu, karena bloat termasuk berbahaya dan bisa menyebabkan kematian mendadak bila tidak ditangani. Dan saya meminta mahasiswa kedokteran hewan untuk memindahkan makanannya mendekati gajah. Setelah lebih dari setahun saya dipindahkan ke Kantor Seksi Konservasi Wilayah I dengan pekerjaan baru yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kegiatan medis dan satwa, serta baru satu minggu ini saya ditugaskan kembali sebagai dokter hewan untuk menangani gajah-gajah di PLG Seblat setelah begitu banyak masalah kesehatan gajah terjadi. Saya memasuki ruang obat dan berusaha menemukan sisa obat-obatan yang bisa digunakan untuk pengobatan, sekian lama tidak bekerja lagi di tempat itu membuatku tidak begitu mengenali lagi persediaan obat-obatan apa yang tersedia, namun akhirnya hanya mendapatkan Antibloat, Antibiotik Long Acting, Flunixin meglumine dan Biodin / Biosolamine.

Terapi Gajah Ucok di PLG Seblat
Malam itu kami melakukan pengobatan, yakni melakukan rectal untuk mengeluarkan dan membersihkan kotoran, kami mencari orang diantara kami yang tangannya paling panjang. Tidak adanya peralatan kami memanfaatkan slang air minum untuk harimau yang dipotong, kami juga memasukkan air hangat dengan pelicin untuk membantu pengeluaran feces apabila ada feces yang sulit keluar. Agar ujung slang tidak melukai saluran cerna maka pada saat rectal ujungnya ditutup dengan genggaman telapak tangan. Kemudian memasukkan Antibloat per rectal karena untuk per oral tidak memungkinkan karena gajah sama sekali tidak mau makan dan minum. Dilanjutkan dengan penyuntikan Antibiotik LA, analgesik dan anti kolik, serta biodin. Gajah mulai bisa kentut dan mulai mau makan rumput (king grass) yang disediakan. Meskipun masih terlihat kembung.

Esok harinya dilakukan penyuntikan ulang analgesik karena gajah mulai tidak mau makan dan minum lagi. Dalam kondisi seperti itu tidak ada mahout gajah Ucok yang stand by di camp gajah di hutan, sehingga salah satu mahout akhirnya harus kembali dan menginap di camp bersama kami, dan membantu monitoring gajah Ucok siang dan malam. Saya meminta mahout untuk membawa gajah berjalan-jalan melewati jalan menanjak untuk merangsang kentut. Karena gajah tidak mau minum maka saya juga meminta mahout saat menyeberangi sungai Seblat melewati sungai yang agak dalam agar mulut terendam dan diharapkan air sungai akan masuk kedalam mulut dan meminumnya. Saya amati beberapa kali gajah merejan dan kesulitan untuk buang kotoran, meski saat directal tidak ditemukan adanya feces yang mengeras. Saluran pencernaan gajah bagian bawah yang terlalu dalam kemungkinan tangan tidak dapat menjangkaunya saat rectal. Setiap kali merejan yang keluar dari anus adalah lendir dilapisi darah. Hasil pemeriksaan sampel feces tidak ditemukan telur cacing, kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri atau penyebab lainnya, untuk itu penyuntikan antibiotik diperlukan. Setelah penyuntikan analgesik gajah Ucok mau makan kembali namun tidak banyak, meskipun pakan yang diberikan cukup banyak dan bervariasi. Bagi saya, melihat hal itu berarti kondisi gajah belum membaik. Pengobatan yang diulang hanya pemberian antibiotik dan analgesik saja.

Tanggal 5 Juni 2016, Gajah Ucok belum bisa buang kotoran, bagi saya kondisinya masih mengkhawatirkan. Kami ingin melakukan rectal sekali lagi. Hari itu secara mendadak saya mendapat tugas ke Kota Bengkulu disaat kondisi gajah Ucok belum membaik, hanya untuk membantu Polisi Kehutanan melakukan penyitaan beruang madu, siamang dan burung elang dari kepemilikan illegal di masyarakat. Saya menolak untuk meninggalkan gajah tersebut dan pergi untuk membantu mereka, tetapi mereka tidak mau tahu dan saya harus ada saat mereka melakukan evakuasi satwa-satwa tersebut. Meskipun saya sedikit menggerutu kenapa orang tidak pernah tahu mana yang prioritas harus dilakukan dan mana yang masih bisa ditunda, tapi akhirnya dengan berat hati saya pergi juga. Saya berpikir untuk membuat pilihan cara yang tepat agar gajah Ucok bisa buang kotoran dan mengurangi kembung sehubungan dengan keterbatasan peralatan dan obat-obatan, saya berusaha mencari sesuatu di dapur camp kami kira-kira apa yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. Tidak ada arang kayu yang bisa digunakan. Bila harimau mengalami kesulitan defekasi biasanya saya mengalirkan air hangat dan sabun untuk dimasukkan ke anusnya dan kemudian menyedotnya kembali dengan slang plastik dan syringe, sehingga feces bisa dikeluarkan dengan mudah dengan jari. Tapi sepertinya akan sulit bila dilakukan untuk gajah, karena akan kesulitan menyedot kembali cairan yang telah dimasukan sehubungan dengan anatomi saluran pencernaan gajah yang besar dan dalam. Akhirnya saya meminta mahout untuk menggunakan minyak goreng yang masih baru untuk dimasukkan ke anus. Dan pada saat saya sudah dalam perjalanan menuju Kota Bengkulu, saya mendapat informasi bahwa gajah telah buang kotoran dengan ukuran jauh lebih besar dari normal dengan konsistensi padat/ keras, khabar itu membuat saya merasa agak lega saat meninggalkannya. Gajah pun sudah mulai mau makan dan minum.

Tanggal 6 Juni 2016, pagi itu saya pergi ke kantor BKSDA Bengkulu dengan membawa tiga daypack, yang satu khusus peralatan rescue satwa liar dan obat-obatan, satunya lagi berisi barang-barang penting seperti laptop, kamera dan lain-lain, dan satunya lagi berisi peralatan pribadi. Setelah selesai membantu tugas Polisi Kehutanan dalam evakuasi satwa liar saya berencana langsung berangkat kembali ke PLG Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara, yang berjarak sekitar 140an km dari Kota Bengkulu dengan waktu tempuh 5 - 6 jam.

Gajah Ucok selama pengobatan bloat di PLG Seblat

Pada saat kembali saya melihat gajah Ucok sudah normal kembali tidak hanya nafsu makan dan minumnya namun juga aktivitas dan perilakunya. Sudah bisa defekasi dan urinasi secara normal. Namun saya masih harus memberikan antibiotik sekali lagi untuk dosis yang terakhir.

Terkadang saya merasa heran saat para pejabat baik yang di daerah maupun di Jakarta diberi laporan mengenai gajah-gajah yang sakit, dan tanggapannya dengan memberikan instruksi bahwa sebaiknya gajah-gajah yang sakit tersebut dikirim saja ke Rumah Sakit Gajah yang ada diluar Provinsi Bengkulu, atau nanti didatangkan saja dokter hewan - dokter hewan dari sana untuk mengobati gajah-gajah tersebut. Itu yang tertulis dalam selembar kertas yang ditujukan kepada saya. Dalam hati saya hanya tersenyum saja, "Apakah mereka para pejabat itu pernah berpikir berapa biaya transportasi PP (pergi pulang) untuk mengangkut gajah-gajah tersebut hanya karena menginginkan untuk diobati ke Rumah Sakit Gajah ? Siapa yang akan menanggung biaya tersebut ? Mengapa tidak berpikir yang logis, efektif dan efisien dalam hal ini ?" Membawa gajah-gajah ke rumah sakit tentu sangat tidak efektif, dan membawa gajah tidak seperti membawa satwa liar yang ukuran tubuhnya lebih kecil dan tidak rumit dalam transportasi. Kasus bloat (kembung) disertai kolik bila baru diobati setelah di rumah sakit gajah yang ada di provinsi lain mungkin gajah itu bisa sekarat bahkan kehilangan nyawa saat dalam perjalanan. Daripada menghabiskan dana puluhan juta rupiah untuk membawa gajah-gajah itu ke Rumah Sakit Gajah, alangkah lebih bijaksana bila dana tersebut untuk mendukung pembelian obat-obatan yang memadai serta peralatan yang kami butuhkan agar gajah bisa diobati di lokasi. Mengobati gajah tidak perlu dilakukan di bangunan yang megah, hanya cukup membutuhkan tali dan pohon atau rung untuk physical restraint, dan yang tidak kalah penting didukung dengan peralatan medis dan obat-obatan yang memadai, toh dokter hewan dan para mahout sudah tersedia dan bisa melakukannya sendiri. Bila tidak ada dukungan tersebut maka bila ada gajah-gajah yang sakit tidak banyak yang bisa dilakukan. 

Selasa, 16 April 2013

Kedokteran Forensik 'Pemeriksaan Satwa Liar karena Keracunan'

Definisi RACUN menurut Taylor : setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatip kecil, bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian.

Cara racun masuk ke dalam tubuh
Berdasarkan kecepatan kerjanya, racun dapat menimbulkan efek samping pada tubuh sebagai berikut (mulai dari yang paling cepat ke yang paling lambat) : 
inhalasi - injeksi - per oral - per rektal atau per vaginal - kulit

Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk Urea dan NPK
di Perkebunan sawit PT ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007
Beberapa Jenis Racun


Bahan yang terdapat di rumah tangga
1.    Desinfektan
2.    Detergen
3.    Insektisida
Bahan pertanian dan perkebunan
1.    Pestisida
2.    Herbisida
Bahan medis
1.    Hipnotika
2.    Sedativa
3.    Tranquillizer
4.    Anti-depressan
5.    Analgetika
6.    Narkotika
7.    Antibiotika
Bahan industri dan laboratorium
1.    Asam dan basa kuat
2.    Logam berat
Bahan yang terdapat di alam bebas
1.    Opium
2.    Ganja
3.    Cocain
4.    Amygdala (Sianida dalam tumbuhan)
5.    Racun Jamur
6.    Racun pada hewan berbisa



Gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan pupuk
di Perkebunan sawit PT. Sapta Buana, Bengkulu Utara
Tanggal 3 Maret 2011
Mekanisme kerja racun dalam tubuh


Racun yang bekerja secara lokal
Zat-zat korosif
1.    Lisol
2.    Asam kuat
3.    Basa kuat
Bersifat irritant
1.    Arsen
2.    HgCl2
Bersifat anestetik
1.    Kokain
2.    Asam karbol
Racun yang bekerja secara sistemik
Berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
1.    Narkotika
2.    Barbiturat
3.    Alkohol
Berpengaruh terhadap jantung
1.    Digitalis
2.    Asam oksalat
Berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel
1.    Karbon monoksida
2.    Sianida
Berpengaruh terhadap hati
Insektisda
1.    Chlorinated hydro carbon
2.    Phospor organik
Berpengaruh terhadap medulla spinalis
1.    Strichnine
Berpengaruh terhadap ginjal
2.    Cantharides
3.    HgCl2
Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik
1.    Asam oksalat
2.    Asam karbol
3.    Arsen
4.    Garam Pb


Pemeriksaan nekropsi gajah liar yang mati
karena keracunan pupuk di perkebunan sawit
PT. ISA - Jambi, Tanggal 3 Maret 2007

Diagnosa pada Korban Keracunan
Kriteria diagnostik pada kasus keracunan adalah :
  • Anamnesa adanya kontak antara korban dengan racun.
  • Adanya gejala (tanda-tanda klinis) keracunan sesuai dengan gejala dari jenis racun yang diduga.
  • Hasil nekropsi (bedah bangkai) menunjukkan kelainan yang sesuai dengan jenis racun yang diduga, dan tidak ditemukan adanya penyebab kematian lainnya.
  • Hasil pemeriksaan laboratorium (analisa kimia atau pemeriksaan toxicology) harus dapat dibuktikan adanya racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban secara sistemik.

Dalam melakukan pemeriksaan korban keracunan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Gajah liar yang keracunan tanaman beracun yang mengandung
Phorbol ester di perkebunan sawit - Kab. Muko Muko
Bengkulu, tahun 2006

Mengumpulkan informasi mengenai korban dari orang-orang yang mengetahui kejadian tersebut.
Pemeriksa tidak boleh merokok, mempergunakan banyak air, menggunakan desinfektan atau air freshner untuk menghilangkan bau tak sedap, dan bahan-bahan kimia lainnya yang dapat mengganggupenafsiran saat pemeriksaan.

Kelainan atau perubahan yang terjadi pada korban keracunan


Rapid poisoning death
Kongesti organ dalam
Edema paru, otak dan ginjal
Tanda-tanda korosif
Bila penyebabnya racun korosif
Bau yang khas dari hidung dan mulut
Bila penyebabnya racun dari sianida, insektisida dan alkohol atau racun yang punya bau yang khas
Lebam bangkai yang khas, merah terang, cherry red, merah coklat
Bila racunnya menyebabkan perubahan pada warna darah maka warna lebam bangkai pun mengalami perubahan
Delayed poisoning death
Terdapat kelainan yang khas untuk tiap jenis racun
Pigmentasi, hiperkeratosis, rontoknya rambut
Keracunan arsen
Perlunakan pada globus pallidus, perdarahan berbintik pada substantia alba, perdarahan pada mm. Papillares,  adanya ring haemorrhages pada otak
Keracunan karbon-monoksida
Cirrhosis hepatis, perdarahan pada saluran pencernaan
Keracunan alkohol


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lebam pada bangkai
  • Warna merah terang : bila keracunan sianida atau terkena benda yang bersuhu rendah (es)
  • Warna cheery red : bila keracunan karbon-monoksida.
  • Warna coklat kebiruan (slaty) : bila keracunan anilin, nitrobenzena, kina, potassium-chlorate dan acetanilide.
Pemeriksaan bercak, warna disekitar mulut dan distribusinya
  • Warna kulit menjadi hitam : bila keracunan yodium.
  • Warna kulit menjadi kuning : bila keracunan nitrat.
  • Luka bakar berwarna merah coklat : bila keracunan zat-zat korosif.
  • Distribusi memberi informasi tentang cara kematian (bercak tidak beraturan, bercak beraturan atau tidak khas).
Pemeriksaan bau hidung dan mulut 
(dengan cara menekan dinding dada dan dekatkan hidung pemeriksa pada mulut dan hidung korban untuk mengetahui bau yang keluar)
  • Berbau amandel : bila keracunan sianida.
  • Berbau khas dan mudah dikenali : bila keracunan alkohol, insektisida, eter dan asam karbol.
Pemeriksaan lainnya
  • Kulit menjadi kuning : bila keracunan fosfor, tembaga dan keracunan chlorinated hydrocarbon insecticide.
Pemeriksaan Bedah Bangkai
a. Rongga Tengkorak
Perhatikan bau yang keluar, warna jaringan otak (cherry red pada keracunan CO), menjadi lebih coklat pada keracunan zat yang menyebabkan terjadinya met-Hb. 

b. Rongga Dada
Perhatikan warna dan bau yang keluar, pada keracunan zat yang mengakibatkan terjadinya hemolisi seperti bisa ular, pyrogallol, hydroquinone atau arsine, darah dan organ menjadi coklat kemerahan dan gelap, pada keracunan zat yang mengganggu trombosit akan tampak adanya pendarahan pada otot-otot.

Rongga dada & rongga perut Harimau sumatera  yang ditemukan mati karena keracunan
pestisida di sekitar Taman Nasional  Kerinci Seblat. Jambi, tanggal 9 April 2013

Lambung gajah liar yang mati
karena keracunan di perkebunan
sawit PT. ISA - Jambi, tgl 3 Maret 2007
c. Rongga Perut
Bila masuknya racun per oral (melalui mulut) maka kelainan terutama terdapat pada lambung, selain juga perlu memperhatikan bau yang keluar serta perubahan warna dari jaringan tubuh.


Adapun kelainan pada lambung sebagai berikut :


Hiperemi
Sering dijumpai pada daerah curvatura mayor


Keracunan zat korosif
Perlunakan
Dijumpai pada daerah curvatura mayor dan perlu dibedakan dengan perlunakan akibat proses pembusukan
Keracunan zat korosif alkalis
Ulserasi
Ulkus tampak rapuh, tipis dan dikelilingi tanda peradangan
Keracunan zat korosif
Perforasi
Perlu dibedakan dengan tanda proses pembusukan
Keracunan asam sulfat pekat
Mukosa lambung mengkerut, warna coklat atau hitam
Keracunan zat korosif an-organik bersifat asam (asam sulfat, asam khlorida, asam nitrat
Mukosa seperti kering dan hangus terbakar
Mukosa lambung lunak, sembab dan basah, warna merah atau coklat
Keracunan zat korosif an-organik bersifat basa
(natrium hydroksida, kalium hydroksida, garam-garam karbonat dan ammonia
Diraba seperti sabun (karena terjadi proses penyabunan)
Tampak pseudomembran warna abu-abu kebiruan atau abu-abu kekuningan akibat terjadinya penetrasi dan koagulasi protein sel dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam sehingga terjadi nekrose.  Pseudomembran terbentuk dari jaringan-jaringan yang nekrotik
Keracunan zat korosif golongan fenol (asam karbol, lisol, kresol)
Mengakibatkan membran mukosa menjadi mengkerut, mengeras dan berwarna kelabu
Keracunan zat korosif formaldehid
Racun yang berbentuk gas akan ditemukan kelainan pada saluran pernafasan (sembab, hiperemi, tanda-tanda iritasi dan kongesti)
Racun yang bekerja pada saraf pusat akan ditemukan kelainan / tanda-tanda asfiksia dan disertai ciri khusus dari racun itu sendiri, yakni :
Racun strychnine : tubuh korban melengkung, opistotonus, emperosthotonus atau pleurosthotonus

Keracunan karena beberapa jenis zat yang mengakibatkan perubahan warna urine

Urine warna merah – kuning kecoklatan
Keracunan asam pikrat
Urine warna merah anggur
Keracunan sulfat kronis dan barbital
Urine warna hijau kecoklatan dan hijau gelap
Keracuna fenpl atau salisilat
Urine warna merah coklat atau coklat kehitaman
Keracunan yang mengakibatkan terbentuknya met-Hb


Cara pengambilan sampel pada satwa liar yang mati karena keracunan
Pada prinsipnya pengambilan sampel pada kasus yang diduga keracunan adalah dengan mengambil sampel sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan sebagai cadangan untuk pemeriksaan histopatologi.

Pemeriksaan nekropsi harimau sumatera
di Taman Nasional Kerinci Seblat
Jambi, tanggal 11 April 201
3
Pemeriksaan nekropsi macan dahan
di BKSDA Bengkulu, 19 Juli 2012
Secara umum sampel yang diambil adalah 
  • Lambung dengan isinya.
  • Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
  • Darah yang berasal dari jantung dan yang berasal dari perifer (vena jugularis, arteri femoralis dan lain-lain), sebanyak 50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet NaF 1% dan satunya tidak diberi bahan pengawet.
  • Hati sebagai tempat detoksifikasi racun, diambil sebanyak 500 gr.
  • Ginjal diambil dua-duanya, terutama pada kasus keracunan logam berat dan urine tidak tersedia.
  • otak diambil sebanyak 500 gr khusus untuk keracunan khlorofom dan keracunan sianida. Hal ini karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk merentensi racun, walaupun telah mengalami pembusukan.
  • Urine diambil seluruhnya, penting karena pada umumnya racun diekskresikan melalui urine, khususnya untuk test penyaring pada keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
  • Empedu, fungsinya seperti urine, diambil karena merupakan tempat ekskresi berbagai racun terutama narkotika.

Dan ada lagi cara pengambilan sampel yang direkomenadsikan untuk pemeriksaan toksin / residu / pestisida, sebagai berikut :
  • Ambil isi lambung dan sisa-sisa makanan yang dicurigai.
  • Ambil sampel organ hati dan ginjal.
  • Jangan diberi pengawet dan dinginkan.
  • Dapat juga diambil sampel darah dari pembuluh darah telinga dan lainnya bila satwa liar belum mati atau dari jantung bila satwa telah mati.
Bahan pengawet yang digunakan
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel. Bahan pengawet yang dianjurkan sebagai berikut :
  • Alkohol absolut.
  • Larutan garam jenuh (untuk daerah di Indonesia paling ideal)
  • Natrium fluoride 1%.
  • Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg untuk setiap 10 ml sampel.
  • Natrium benzoat dan phenyl mercuric nitrate.
(Alkohol dan larutan garam jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sampel cair, sedangkan Na benzoat dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine)

Note :
Tiap sampel ditaruh pada kemasan yang terpisah.
Penyegelan dilakukan oleh penyidik dan dokter hewan sebagai saksi.
Permintaan pemeriksaan dibuat oleh penyidik dan dokter hewan menyertakan laporan singkat serta racun yang diduga sebagai penyebab kematian.
Setiap pengiriman sampel harus disertai dengan pengiriman contoh bahan pengawet untuk kontrol.
Dokter hewan bertugas dalam pengambilan sampel dan memasukkan ke dalam masing-masing kemasan.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toxicology dilakukan sebelum bangkai diawetkan.
Bila korban masih hidup maka alkohol tidak direkomendasikan sebagai desinfektan sewaktu dokter hewan melakukan pengambilan sampel darah, sebagai penggantinya dapat menggunakan sublimat 1: 1000 atau mercury-chloride 1%.

Referensi :
Kedokteran Forensik edisi pertama oleh dr. Abdul Mun'im Idries
Pedoman pengambilan sampel oleh Balai Besar Penelitian Veteriner
Anatomiahumana.ucv.cl