Rabu, 17 Desember 2014

Mengunjungi Raptor Sanctuary di Taman Nasional Gunung Halimun Salak



Raptor Sanctuary, Gunung Halimun Salak National Park

Selesai mengikuti Indonesian Tiger Conference (ITC) di Bogor Jawa Barat, pada tanggal 16 Desember 2014 saya ditawari oleh teman-teman Suaka Elang untuk ikut kegiatan mereka mengunjungi lokasi Raptor Sanctuary di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Raptor Sanctuary tersebut dibangun sebagai upaya untuk penyelamatan dan pelepasliaran raptor (burung pemangsa) terancam punah seperti Elang Jawa dan burung pemangsa jenis lainnya dari hasil penyitaan dan penyerahan masyarakat sesuai standar IUCN dan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, serta melakukan upaya penyadartahuan masyarakat melalui kegiatan pendidikan lingkungan dan ekowisata terbatas berbasis burung pemangsa.


bersama teman-teman Suaka Elang
Lokasinya tak jauh dari Kota Bogor. Kami pergi ke lokasi tersebut berlima, selain dengan teman-teman Suaka Elang juga dengan teman lama saya, drh. Dian Tresno Wikanti, yakni seorang dokter hewan spesialis raptor (burung pemangsa). Dokter hewan yang satu ini mempunyai pengalaman panjang dalam menangani berbagai jenis burung elang terancam punah di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan ini mempertemukan saya kembali dengannya. 

Kebetulan saya tidak mempunyai banyak pengalaman menangani burung elang, meskipun sebelumnya saya juga pernah bekerja untuk menangani raptor seperti Elang Laut perut putih, Elang Ular bido, Elang Brontok dan lain-lain di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Petungsewu di Malang Jawa Timur, mungkin ini juga karena saya lebih tertarik dengan satwa predator golongan mammalia besar dibanding aves, sehingga tak pernah berminat belajar tentang spesies ini. 

Kesempatan kali ini saya manfaatkan untuk melihat-lihat dan belajar penanganan medis elang selama masa karantina dan rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya meski waktunya terbatas hanya sehari. Menurutku ilmu apapun itu sangat berharga dan akan sangat bermanfaat, meski saat ini saya belum membutuhkannya, tapi mungkin suatu saat nanti saya akan membutuhkannya, atau mungkin orang lain yang ada disekitar saya yang membutuhkannya. Jadi menurutku saat itulah waktu yang tepat untuk belajar elang pada orang yang tepat dan di tempat yang tepat.

Raptor Sanctuary, Gunung Halimun Salak National Park

Siang itu, tanggal 16 Desember 2014 pukul 11.08 WIB, kami tiba di lokasi Raptor Sanctuary di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dari jauh tampak pemandangan perbukitan hijau yang indah. Setelah sekian tahun lamanya akhirnya saya bisa melihat kembali hutan di Pulau Jawa. Tak lupa juga dengan kebiasaan saya untuk berkeliling melihat-lihat dan memotret pemandangan yang ada di sekitar.

Kegiatan pemeriksaan medis untuk elang dimulai dari kandang karantina terlebih dahulu, baru dilanjutkan pada elang-elang yang ada di kandang rehabilitasi. Spesies elang yang diperiksa adalah Elang Ular bido (Spilornis cheela), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). 

Penanganan medis untuk raptor yang dilakukan sebagai berikut :

1
Penimbangan berat badan
 

2
Morfometri (pengukuran panjang tubuh, lebar tubuh bagian dada, panjang kepala, panjang sayap, lebar kaki, panjang cengkraman kaki, panjang paruh, lebar paruh, tinggi paruh)
 

3
Pemeriksaan rongga mulut
 

4
Pemeriksaan bulu primer, bulu sekunder dan bulu ekor
 

5
Pemeriksaan mata
 

6
Pemeriksaan telapak kaki (apakah ada bumblefoot)
 

7
Koleksi sampel darah
Sampel darah untuk pemeriksaan DNA dan serologi terutama untuk mendeteksi adanya penyakit Avian Influensa (flu burung) dan Newcastle Diseases (ND).

Swab rongga mulut dan swab cloaca.
 

8
Penyuntikan anti parasit
 

9
Pemeriksaan kondisi tubuh :
body condition index
kondisi fisiologi
 



10
Sexing
 



Selain pemeriksaan medis, saya juga belajar tentang cara handling elang yang benar. Oya, elang yang akan dilepasliarkan telah diberi tagging / ring untuk penandaan individu sehingga nantinya individu elang yang dilepasliarkan akan dapat diidentifikasi dengan mudah.

Elang jawa (Spizaetus bartelsi)
Populasi elang di alam liar terancam dengan masih adanya perburuan liar dan perdagangan illegal. Di Indonesia maraknya perburuan elang seiring dengan munculnya para penghobby pemelihara elang untuk kesenangan manusia. Ironisnya lagi para penghobby tersebut seringkali membuat komunitas dengan mengatasnamakan penyayang binatang dengan kedok konservasi elang. Mungkin anda pernah melihat komunitas-komunitas seperti itu di sekitar anda ? Elang adalah salah satu satwa liar yang sudah dilindungi oleh UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena statusnya terancam punah sebagai akibat adanya aktifitas perburuan liar dan perdagangan illegal. 

Mengambil (berburu) satwa liar dari hutan jauh lebih mudah daripada pelepasliaran kembali satwa liar ke habitatnya, begitu juga dengan elang. Orang sangat mudah untuk mengambilnya di hutan, namun pada saat ingin dikembalikan lagi ke hutan perlu proses yang panjang dan lama, bahkan waktu yang diperlukan bisa mencapai dua tahun tiap individu, dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit pada setiap prosesnya, sungguh tak sebanding dengan harga jualnya di pasar gelap. Ini artinya 'merusak' alam jauh lebih mudah dilakukan daripada 'memperbaiki'. Seandainya itu disadari oleh banyak orang terutama para penghobby yang memelihara elang hanya sekedar untuk hiburan bahwa tindakan mereka telah mendorong adanya perburuan liar dan perdagangan illegal, dan tanpa mereka sadari efek samping terburuk adalah tindakan mereka itu telah merusak ekosistem.


Raptor Sanctuary - Bogor Jawa Barat
Prosedur pelepasliaran satwa sesuai dengan panduan yang diterbitkan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) beberapa proses yang musti dijalani oleh satwa yang akan dilepasliarkan adalah 1. Dinyatakan kondisinya sehat dari hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan, hal ini diperlukan untuk mencegah penularan penyakit berbahaya kepada individu elang lainnya ataupun satwa liar lainnya; 2. Rehabilitasi guna menumbuhkan perilaku alaminya seperti berburu mangsa dan belajar terbang; 3. Lolos dari proses habituasi di lokasi pelepasliaran. Bila elang sudah lolos dari pemeriksaan medis dan perilaku maka akan layak untuk dilepasliarkan. Sedangkan kriteria lokasi yang ideal sebagai tempat pelepasliaran elang adalah habitatnya sesuai untuk tempat hidup elang, tingkat kepadatan populasi jenis elang tersebut tidak terlalu tinggi, dan lokasinya aman dari perburuan liar.

Beberapa lokasi untuk rehabilitasi elang di Indonesia diantaranya adalah Raptor Sanctuary yang terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Pusat Rehabilitasi Elang di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut, Jawa Barat; Pusat Penyelamatan Satwa Kotok, Kepulauan Seribu; Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi Jawa Barat; Pusat Penyelamatan Satwa Gadog/ Animal Sanctuary Trust Indonesia, Bogor, Jawa Barat, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar