Kamis, 01 Januari 2015

Wisata Sejarah ke Sendangsono


Tahukah anda apakah Sendangsono itu ?

Kapel Para Rasul
Saya juga baru mendengar nama tempat ini diawal tahun 2015 dari teman yang beragama Katolik. Lokasinya di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Tempat ini mempunyai nilai sejarah tinggi terutama dalam hal penyebaran agama Katolik di Pulau Jawa. Pada tahun 1894 belum ada orang Jawa Tengah satu pun yang beragama Katolik. Sejarah ini juga mengungkap peran dari Pastur Fr. Van Lith, rohaniwan Belanda yang datang pada tahun 1896 dan ditunjuk sebagai pembantu Pastur W. Helings SJ. untuk misi penyebaran agama Katolik di Jawa. Disana terdapat Goa Maria Sendangsono yang dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan. Selain sebagai lokasi kegiatan rohani bagi pemeluk agama Katolik juga merupakan tempat berziarah serta pengambilan air dari sendang (mata air) yang muncul diantara dua pohon Sono. Air tersebut juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Tidak hanya untuk para penganut Katolik, tempat itu juga dibuka untuk umum sebagai lokasi wisata sejarah bagi orang yang beragama lain, karena yang berkunjung ke tempat ini tidak hanya orang Katolik saja, tapi juga penganut agama lainnya seperti Muslim dan Budha. Para rohaniawan Budha juga memanfaatkan tempat tersebut untuk bertapa dalam rangka mensucikan diri dan menyepikan diri, karena lokasinya yang sejuk dan nyaman.

Pohon Sono

Saya tertarik tempat tersebut karena saya menyukai sejarah, terutama sejarah tentang bangsa Indonesia. Belajar sejarah dengan mengunjungi langsung lokasi-lokasi yang bersejarah tentu sangat menarik daripada hanya membaca cerita dari buku dan akan membuat kita mengetahui apa yang terjadi di masa lampau. Dua orang teman saya beragama Katolik, mereka kesana untuk beribadah, sedangkan saya hanya ingin berwisata, memotret tempat yang indah dan melihat-lihat peninggalan bersejarah.  


Sejarah penyebaran agama Katolik di Indonesia

Relief tentang penduduk desa berpakaian Jawa sedang dibaptis
Tahun 1519 dianggap sebagai permulaan missi penyebaran Katolik di Indonesia. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Pulau Sumatera, yakni kota-kota sepanjang pantai Sumatera Utara, namun setelah daerah itu di bawah pemerintahan Aceh usaha penyebaran agama Katolik tersebut lenyap. Pada tahun 1530, Pastur Portugis bernama Simon Vaz mendatangi Ternate di Kepulauan Maluku bersama para pedagang. Orang-orang pertama yang menganut agama Katolik di Indonesia adalah Raja (Kapala) beserta anak negerinya di Ternate. Adanya pemberontakan hebat melawan orang-orang Portugis maka misi penyebaran agama Katolik di Ternate pun terhenti, karena mereka diusir dari daerah tersebut. Pada tahun 1546-1547 penyebaran agama Katolik di Maluku dimulai kembali dengan datangnya Sato Fransiskus Xaverius, tidak hanya mengunjungi Ternate tetapi juga Ambon dan Saparua. Sampai tahun 1570 agama Katolik berkembang dengan subur disana dengan pengikut mencapai 25.000 orang.

Di Jawa Timur agama Katolik mulai berkembang tahun 1580-1600, dengan adanya bukti sejarah berupa beberapa patung abdi yang berasal dari jaman Majapahit. Di Pulau Sumatera misi penyebaran agama Katolik dimulai lagi pada tahun 1638, pemerintah Portugis mengirimkan utusan dagang ke Aceh diikuti oleh Pastur Karmelit Di Jonisius dan Bruder Redemptus. Pada awalnya diterima dengan baik tapi karena beragama lain akhirnya mereka disergap dan ditawan oleh Sultan Aceh. Tahun 1544 misi penyebaran agama Katolik di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, sedangkan Manado, Sulawesi Utara baru didatangi para Misionaris lesuit pada tahun 1563. Penyebaran agama Katolik di Pulau Kalimantan dimulai di hulu Sungai Barito, sejak misionaris tersebut meninggal pada tahun 1693 missi tersebut tidak ada yang melanjutkan.

Sedangkan di Pulau Timor dan Flores, missi penyebaran agama Katolik sukses dilakukan oleh Pastur-Pastur dari Ordo Dominikan walaupun ditentang oleh penduduk yang beragama lain. Gereja Katolik pun berdiri di Larantuka dan Maumere/ Shika. Missi penyebaran agama Katolik di Papua dimulai tahun 1850. Selama 200 tahun VOC tidak mengijinkan misionaris masuk ke Indonesia, hal ini menjadikan terhentinya missi Katolik di Indonesia, selain karena jumlah misionaris yang terbatas juga rintangan dari penduduk. Baru pada masa pemerintahan Daendels tahun 1808-1811, mereka diperbolehkan masuk kembali ke Indonesia.

Pada tahun 1914 penyebaran agama Katolik mulai berkembang di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. Sedangkan tahun 1897 misionaris mulai pergi ke Muntilan dan Mendut, sejak itu dimulailah penyebaran agama Katolik di desa - desa sekitar Muntilan, Jawa Tengah. Sedangkan tempat ibadah dan ziarah umat Katolik di Sendangsono tersebut dibangun bertahap pada tahun 1974, arsitekturnya karya budayawan dan rohaniawan YB Mangunwijaya, bangunannya bernuansa Jawa dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan hasil alam. Pada tahun 1991 komplek bangunan di Sendangsono telah mendapatkan penghargaan arsitektur terbaik dari Ikatan Arsitek Indonesia untuk kategori kelompok bangunan khusus.


Yogyakarta, 1 Januari 2015



Kebetulan saya sangat menyukai bangunan dengan arsitektur yang unik, bagiku arsitektur itu adalah sebuah karya seni, dan kebetulan dulunya cita-cita saya memang ingin menjadi Arsitek untuk bisa menciptakan karya seni yang indah dalam bentuk bangunan, sebelum akhirnya saya menjadi seorang dokter hewan untuk konservasi satwa liar di habitat. Pergi berwisata ke Sendangsono tentu menarik buatku, selain untuk mengenal salah satu tempat bersejarah di Indonesia, juga bisa menikmati keindahan karya seni arsitektur yang tentunya menarik perhatianku.



1 komentar: