Tampilkan postingan dengan label Chemical Restraint. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Chemical Restraint. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 November 2013

Chemical and Physical Restraint of Wild Animal


Hanya ingin berbagi beberapa cara pembiusan satwa liar dan cara penanganannya selama terbius. Digunakan pada saat kita melakukan rescue (penyelamatan) satwa liar di habitat baik dari daerah konflik, dari perburuan maupun karena penyakit, dan restraint untuk keperluan pemeriksaan medis pasca rescue, pemasangan transponder pada tubuh satwa untuk tujuan research dan penandaan individu serta pelepasliaran kembali ke habitat. Mengingat setiap spesies satwa liar memiliki teknik yang berbeda dalam penanganannya, begitu juga dengan kondisi satwa dan kondisi lingkungan sekitarnya saat dilakukan pembiusan. Peralatan yang minimalis yang bisa dibawa ke lapangan juga berpengaruh karena tidak akan bisa seperti penanganan satwa liar di rumah sakit atau klinik hewan yang cenderung dilengkapi dengan fasilitas medis yang cukup memadai.


Beberapa cara pembiusan satwa liar :
Chemical Restraint

at Malilangwe Wildlife Reserve, Zimbabwe - Africa. Photo : Michael Sibalatani

Cara pembiusan gajah, badak, jerapah liar di Africa, dengan kondisi habitat terbuka atau satwa liar bisa terlihat dengan mudah dengan tembak bius. Helicopter bergerak mengikuti satwa target yang berlari kencang di bawah. Pembiusan dilakukan dari atas helicopter.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan singa liar di Africa, yakni singa dipancing keluar dari perbukitan berbatu dengan menggunakan rekaman suara zebra yang merupakan salah satu satwa mangsanya, dengan menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke perbukitan tempat singa berada. Dan disediakan bangkai zebra untuk memancing singa mendekat sesuai dengan yang kita inginkan.  Pembiusan dilakukan dari mobil yang bisa melihat dengan jelas kearah singa tersebut.  Bila pembiusan dilakukan untuk pergantian alat transponder semacam Radio-Frequency Identification yang ditanam di tubuh satwa, maka digunakan juga alat detektor untuk mendeteksi keberadaan singa dan mengidentifikasi singa yang menjadi target pembiusan diantara kelompoknya dan pembiusan dilakukan dengan cara tembak bius dari atas mobil yang diparkir tak jauh dari kelompok singa tersebut.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan keledai (donkey) dalam kandang luas.  Menggunakan tembak bius dari luar kandang.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan impala di habitat.  Impala biasa hidup berkelompok, untuk mempermudah pembiusan dilakukan penggiringan kawanan impala terlebih dahulu  dengan menggunakan air craft (pesawat kecil) dan diarahkan menuju jaring yang panjang terbentang. Impala yang terjebak di jaring ditangkap dan dibius dengan cara suntik langsung.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan wildebeest di habitat.  Wildebeest juga hidup berkelompok dalam jumlah besar, bahkan seringkali bercampur dengan zebra dan satwa liar lainnya.  Kawanan wildebeest digiring dengan menggunakan air craft (pesawat kecil) dan diarahkan menuju lokasi yang sudah dibatasi terpal yang disekat-sekat dengan bentuk mengerucut, semakin menyempit.  Begitu wilebeest berlarian memasuki lokasi yang dibatasi terpal tersebut, maka langsung ditutup dengan terpal lainnya, sampai akhirnya wildebeest memasuki kandang yakni areal yang telah disekat dengan papan seng. Tembak bius wildebeest dilakukan dari atas mobil atau dari atas kandang.


Sumpit bius harimau terjerat. Photo : BKSDA Bengkulu

Cara pembiusan harimau terjerat.  Kondisi harimau terjerat pasti sangat stress sehingga perlu berhati-hati dalam pembiusan.  Perlu tindakan rescue yang tidak memicu stress harimau seperti diupayakan kehadiran tim rescue tidak terlihat oleh harimau bila memungkinkan.  Tidak berpakaian mencolok dan tidak menggunakan bau-bauan yang menyengat seperti parfum, merokok dan lain-lain saat berada dilokasi sekitar satwa target.   Batasi petugas yang mendekati satwa target, hanya orang yang berkepentingan saja yang mendekati satwa, seperti dokter hewan, seorang petugas dokumentasi dan seorang petugas yang bersenjata untuk mengamankan tim tersebut. Petugas lainnya lebih baik menunggu di lokasi yang jauh dan tidak terlihat oleh satwa target. Pembiusan dilakukan di tempat tersembunyi dengan cara sumpit bius ataupun tembak bius dengan kecepatan dan kekuatan tembak yang tidak terlalu kencang (pilih peluru warna hijau/ untuk jarak dekat) dan ada peredam suara.  Tetapi sumpit bius akan lebih baik dibandingkan dengan tembak bius.


Sumpit bius harimau dalam kandang
Photo : BKSDA Bengkulu
Pembiusan dengan hand inject
Cara pembiusan harimau di dalam kandang.  Bila kandang sempit bisa menggunakan sumpit bius, dan bila kandang luas bisa menggunakan tembak bius, serta jika mempunyai fasilitas kandang jepit maka pembiusan bisa dilakukan dengan cara suntik dengan tangan langsung.


Penanganan satwa liar selama terbius
Reposisi
Reposisi (memperbaiki posisi) tubuh satwa pasca pembiusan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya efek samping yang buruk selama terbius seperti depresi nafas.  Pembiusan pada badak, posisi tubuh satwa harus sternal recumbency berbeda dengan pembiusan pada gajah, maka posisi yang aman dan tepat adalah lateral recumbency atau bisa juga dengan posisi standing sedation.  Bila posisi satwa tidak seperti itu maka perlu cepat-cepat direposisi untuk menghindari efek samping yang buruk terjadi.


Reposisi tubuh Badak (Whiterhino) dan Gajah liar pasca anesthesia.
Photo : Erni Suyanti Musabine

Physical restraint.
Terkadang tidak cukup dengan pembiusan saja untuk restraint, juga perlu dikombinasikan dengan physical restraint selama pembiusan seperti contohnya menggunakan tali untuk mempertahankan posisi satwa.  Bisa juga dibantu dengan net (jaring) dan peralatan lainnya yang disesuaikan dengan jenis satwa.

Physical Restraint pada Jerapah, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Impala
Photo : Erni Suyanti Musabine

Menutup telinga dan mata

Pembiusan Badak (Whiterhino), Jerapah, Impala, Harimau Sumatera, 
Gajah Sumatera. Photo : Erni Suyanti Musabine

Recording.
Semua tindakan yang dilakukan di setiap tahap pembiusan perlu dicatat dalam immobilization worksheet.


Recording.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Monitoring vital signs
Memeriksa frekuensi detak jantung dan pulsus per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan frekuensi detak jantung pada Harimau Sumatera 
dan Badak Afrika (Whiterhino). Photo : Erni Suyanti Musabine


Memeriksa frekuensi pernafasan per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan frekuensi nafas pada Harimau Sumatera dan Jerapah
Photo : Erni Suyanti Musabine

Memeriksa suhu tubuh per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan suhu tubuh pada Gajah Afrika, Badak Afrika, Harimau Sumatera 
dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti  Musabine & Martin Mulama

Pemberian oksigen

Pembiusan Jerapah dan Whiterhino (badak).  Photo : Erni Suyanti Musabine

Pengambilan sampel darah. 
Selain sampel darah juga bisa dilakukan pengambilan sampel lainnya seperti feces, rambut, parasit, untuk berbagai keperluan seperti tes DNA, pemeriksaan parasitologi, dan lain-lain

Koleksi sampel darah Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera
Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine

Pengobatan dan Pencegahan
Pemberian antibiotik long acting, untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada bekas suntik bius.
Pemberian salep mata

Pemberian antibiotik long acting pasca tembak bius/ sumpit bius
pada Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera
Photo : Erni Suyanti Musabine

Fluid Therapy (jika diperlukan).  
Therapy cairan yang direkomendasikan adalah melalui intra vena, pemberian secara sub cutaneus pada rescue satwa liar kurang banyak membantu.


Fluid therapy pada gajah liar dan harimau sumatera saat rescue dari jerat
Photo : BKSDA Bengkulu

Pemberian obat-obatan emergency dan tindakan medis untuk memperbaiki kondisi bila terjadi efek samping yang merugikan selama pembiusan, seperti hypothermia/ hyperthermia; henti nafas; henti jantung; shock; seizure (kejang); bloat dan lain-lain.

Salah satu cara penangan bila terjadi henti nafas 

Penyemprotan dengan air atau diberi peneduh atau pemberian air dingin per rectal.  Fungsinya untuk mencegah dan therapy hypertermia sebagai efek samping dari pembiusan dan kondisi temperatur lingkungan yang panas.

Mencegah hyperthermia pada Badak (Whiterhino), Jerapah, Harimau Sumatera 
dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti Musabine & BKSDA Bengkulu 

Body measurement.  Pada gajah body measurement bisa digunakan untuk estimasi berat badan.

Photo : BKSDA Bengkulu 

Photo gigi.  Photo gigi harimau dan orangutan dapat digunakan untuk estimasi umur.

Gigi Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera
Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine
 

Pemberian antidote
Antidote diberikan setelah semua tindakan yang diperlukan selesai dilakukan, untuk golongan alpha-2 Antagonists yakni Reversine (Yohimbin)  diberikan secara intra vena sedangkan Antisedan (Atipamezole) bisa diberikan dengan cara kombinasi antara intra muscular dan intra vena. Sedangkan untuk golongan opioid antagonists seperti M5050 (Diprenorphine) diberikan secara intra vena.

Penyuntikan antidote pada Gajah Afrika dan Keledai.
Photo : Erni Suyanti Musabine

Dalam setiap rescue (penyelamatan) satwa liar di habitatnya ataupun daerah konflik dengan berbagai penyebab perlu adanya pembatasan petugas yang melakukan chemical restraint, yakni pembiusan guna mencegah satwa panik dan stress melihat kehadiran banyak orang karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembiusan (dalam kondisi stress maka obat bius tidak akan bisa bekerja dengan sempurna) dan keselamatan tim terancam bila satwa panik dan berontak atau terlepas dari jerat dan menyerang petugas guna mempertahankan diri. Itu sifat alami satwa liar dalam kondisi terdesak pasti akan berusaha untuk mempertahankan diri.  Tim yang diperlukan saat pertama kali mendekati satwa liar guna pembiusan adalah (untuk rescue harimau) :
  1. Dokter hewan dan atau seorang petugas dibawah supervisi dokter hewan; 
  2. Seorang petugas yang bersenjata (Polisi kehutanan, Polisi, TNI) untuk melindungi dokter hewan saat mendekati satwa target;
  3. Petugas dokumentasi.  
Petugas lainnya menunggu dalam jarak tertentu yang tidak terlihat oleh satwa. Bila satwa tersebut sudah aman didekati atau sudah terbius baru mendekat ke lokasi untuk mulai bekerja.

Rabu, 05 Juni 2013

Deer ' Axis axis' Chemical Immobilization

" dalam blog ini saya ingin berbagi pengalaman dalam hal handling rusa tutul baik secara chemical restraint maupun physical restraint.  Dari 24 ekor rusa tutul yang pernah saya tangani ternyata  masing-masing individu memiliki respon yang beragam terhadap pembiusan (chemical restraint). "


Rusa Tutul (Axis axis)
Photo : Erni Suyanti Musabine

Penangkapan rusa tutul untuk tujuan pengobatan atau relokasi ataupun tujuan lainnya dapat dilakukan dengan kombinasi antara chemical restraint yakni dengan cara pembiusan dan dengan physical restraint (secara manual) dengan bantuan peralatan.

Chemical Immobilization
Obat-obatan yang biasa digunakan dalam handling rusa tutul beserta dosisnya seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini.  Untuk chemical restraint digunakan obat-obatan kombinasi antara Ketamine HCl dengan Xylazine, mengingat obat-obatan ini yang mudah didapatkan dan umum digunakan.  Penyuntikan dengan menggunakan blowdart (sumpit bius), dan untuk menyadarkan kembali menggunakan Yohimbine (Reversin) atau bisa juga menggunakan Atipamezole (Antisedan). 



Chemical Immobilization
Video : Erni Suyanti Musabine

The Chemical Restraint of Deer (Axis axis)
Dosages
Reference
Sedatives
Alpha-2 agonist
Xylazine
0.5mg/kg BW IM
4mg/kg BW IM
Handbook of Wildlife Chemical Immobilizati-on. 1996. (Terry J. Kreeger)
Alpha-2 antagonist
Yohimbine
1ml/40-50kg BW IV
or
0.125mg/
kg BW IV
Atipamezole
0.1 of Xylazine IM/IV
Benzodia-zepines
Diazepam
0.05-0.1mg/kg BW IM/IV
Cyclohe-xylamines
Ketamine
5mg/kg BW IM
4mg/kg BW IM
Handbook of Wildlife Chemical Immobilizati-on. 1996.  (Terry J. Kreeger)
Ketamine (Supplemental drug)
1mg/kg BW IM
Handbook of Wildlife Chemical Immobilizati-on. 1996.  (Terry J. Kreeger)
Zolazepam + Tiletamine (Zoletil)
2.6mg/kg BW IM
Handbook of Wildlife Chemical Immobilizati-on. 1996.  (Terry J. Kreeger)
Other drugs
Stimulant
Doxapram
0.5-1mg/kg BW IV reply 5min needed
Epinephrine
0.01-0.02mg/kg   BW IV
Antibiotic
Amoxycillin LA
1ml/10kg BW IM/SC
Penicillin Streptomycin LA
1ml/10kg BW IM


Physical Restraint
Setelah rusa terbius, biasanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit setelah waktu pembiusan (masuknya obat bius ke dalam tubuh hewan) efek obat akan terlihat, yakni rusa jalan sempoyongan dan tampak rusa-rusa lainnya akan mendorongnya untuk dibangunkan karena rusa tersebut akan roboh, serta kemudian duduk (sternal recumbency) atau rebah (lateral recumbency).  Peralatan yang digunakan dalam penangkapan rusa  tutul adalah dengan net/ jaring dan tali serta penutup mata dan telinga.

Adverse Side dari Chemical Immobilization
Beberapa permasalahan efek samping dari pembiusan yang merugikan yang sering terjadi pada rusa tutul seperti dalam tabel berikut :

Adverse Side
Gejala Klinis
Therapy
Hypertermia



Suhu tubuh lebih dari nilai normal ( >39°C )
Menghindari pembiusan pada saat cuaca sangat panas, lebih baik dilakukan pada pagi atau sore hari.
Rusa ditempatkan di lokasi yang teduh.
Dapat diatasi dengan penyemprotan air ke tubuh satwa atau irigasi air dingin dengan menggunakan slang yang dimasukkan ke dalam anus
Hypotermia
Suhu tubuh dibawah normal ( < 34°C )
Dapat diatasi dengan kompres air hangat atau diberi selimut
Torticolis
Leher menekuk kebelakang
Desain kandang harus sesuai dengan ukuran tubuh satwa sehingga rusa tidak mudah berbalik arah kebelakang.  Hindari stress selama hewan terimmobilisasi karena akan memicu rusa jadi banyak bergerak dan mempermudah kepala menekuk kebelakang, dan bila tidak direposisi akan mengakibatkan sulit kembali ke posisi normal.
Seizure
Kejang-kejang
Seizure bisa memicu terjadinya hypertermia.  Hindari membuat kandang angkut yang terlalu luas bagi satwa karena akan membuat satwa banyak bergerak dan berpindah tempat saat kejang.  Bisa diredakan dengan penyuntikan Diazepam
Bloat
Perut di bagian daerah legok lapar bila dipukul akan terasa memantul karena adanya akumulasi  gas
Efek samping menggunakan Xylazine dapat memicu terjadinya bloat pada satwa ruminansia. Penanganannya rusa sebaiknya direbahkan (lateral recumbency) dengan sisi kanan (dextra) dibagian bawah dan sisi kiri (sinistra) di bagian atas, untuk mempermudah dilakukannya trocar bila terjadi kembung yang serius.  Bisa juga diberi antibloat. 
Depresi nafas
Frekuensi nafas < 10X per menit bahkan bisa sampai 2-4X per menit
Bila terjadi depresi nafas maka perlu segera diberi antidote untuk dibangunkan kembali, yakni Yohimbine atau Atipamezole.  Dan bisa juga menggunakan stimulan yakni Doxapram bila terjadi henti nafas.
Shock


Detak jantung kencang (tachycardia), terjadi gangguan irama jantung, kaki bila diraba terasa dingin, rusa tampak lemah hanya duduk atau rebah. Bisa disebabkan karena hypovolemia. Penyebab paling sering adalah dehidrasi dan pendarahan. Mukosa pucat atau kebiruan.
Fluid therapy terutama dengan menggunakan cairan Ringer’s Lactate, dan NaCl.  Fluid therapy harus diberikan secara intra venous, karena pemberian secara sub cutaneus tidak akan berguna. Posisi kaki ditinggikan, bebaskan hambatan pada jalan nafas, pemberian oksigen, atau pemberian obat-obatan dengan Adrenalin/ korticosteroid  dan dopamine/ dobuject.
Stress
Banyak bergerak, menyebabkan posisi terbalik, kepala dibawah atau punggung dibawah dan akan terlihat lebih tenang bila kandang ditutup
Hindari faktor penyebab stress pada hewan, tidak dikejar-kejar saat penangkapan, tidak berisik, tidak banyak orang berkerumun disekitar kandang angkut,  dan menutup kandang/ mata satwa agar tidak bisa melihat sekitarnya, tetap menjaga suasana sekitar dalam kondisi tenang saat penanganan rusa
Traumatis
Luka karena menabrak/ berbenturan dengan kandang karena banyak bergerak.  Bahkan bisa terjadi fracture  
Desain kandang angkut harus sesuai sehingga tidak menimbulkan cidera pada rusa.  Dilakukan pengobatan luka serta penyuntikan antibiotik long acting, hal ini juga sekaligus untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada bekas suntikan sumpit bius. Bila terjadi fracture dilakukan reposisi tergantung tipe fracture dan kondisinya.

Note :
  1. Selama rusa tutul terimmobilisasi perlu dilakukan monitoring frekuensi respirasi, denyut jantung dan pulsus serta temperature tubuh per 5-10 menit sekali serta pemeriksaan tekanan darah bila memungkinkan.
  2. Rusa tutul mudah sekali mengalami stress jadi sebaiknya meminimalkan faktor-faktor yang memicu stress pada saat sebelum pembiusan, selama pembiusan dan setelah pelepasan kembali.
  3. Bila rusa tutul sudah tampak stress sebelum dilakukan pembiusan, lebih baik ditunda melakukan pembiusan karena obat bius yang akan diberikan tidak akan menunjukkan  hasil maksimal.
  4. Banyak efek samping yang merugikan yang menyertai pembiusan pada rusa tutul maka perlu dipersiapkan obat-obatan dan peralatan yang dibutuhkan sehingga pada saat terjadi akan cepat bisa diatasi, karena bila tidak ditangani bisa menimbulkan kematian.
" The best way to handle anaesthetic emergencies is 
to predict the next problem and be ready before it happens