Sabtu, 05 Juli 2014

Bersama iAnimals mengunjungi lokasi Wild Animal Rescue Centre di Sumatera Selatan



Kamis, 3 Juli 2014


Tampak dari kejauhan perbukitan Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Selatan. Photo by Erni Suyanti Musabine 

Seorang teman dari Animals Indonesia (iAnimals) mengajakku untuk melihat lokasi Pusat Penyelamatan Satwa yang akan dibangun di Provinsi Sumatera Selatan atas kerjasama antara Centre for Orangutan Protection dan Animals Indonesia dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan. Dari kota Bengkulu kami mengendarai sepeda motor menuju kota Curup di Kabupaten Rejang Lebong, sekitar 2 jam perjalanan dari kota Bengkulu. Pemandangan yang menyejukkan saat kami melewati pegunungan dan kawasan hutan habitat Rafflesia arnoldi dan juga merupakan habitat berbagai satwa liar termasuk didalamnya harimau sumatera, yakni Cagar Alam Taba Penanjung dan Hutan Lindung Bukit Daun yang berada di kiri dan kanan jalan lintas Kota Bengkulu - Rejang Lebong. Udara pun sejuk seperti udara di daerah pegunungan pada umumnya, tidak seperti saat melewati jalan-jalan di kota Bengkulu yang panas karena orang-orang tidak gemar menanam pohon di sepanjang jalan. Saat melewati Cagar Alam Taba Penanjung kami berniat berhenti sejenak untuk melihat bunga Rafflesia yang sedang mekar namun tidak ada, yang kami temui malah beberapa remaja sedang berburu primata di kawasan konservasi tersebut dari pinggir jalan raya dengan senjata. Sungguh memprihatinkan mental generasi muda yang tidak peduli dengan lingkungan dan satwa liar. Sesampainya di Kota Curup akhirnya kami menginap di rumah seorang teman di kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dan esok harinya kami bertiga akan berangkat ke lokasi PPS tersebut.

Jumat, 4 Juli 2014

Pukul 08.00 WIB kami berangkat menuju Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, yang tak jauh dari Provinsi Bengkulu karena lokasinya dekat dengan perbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Disana kami menuju rumah Pak Suratmin yang sudah sejak lama menjadi aktivis lingkungan. Beliau sangat berjasa dalam memberikan solusi bagi desa-desa yang kesulitan air, dan pernah mendapatkan penghargaan kalpataru dari Presiden Republik Indonesia. Kini beliau masih berjuang menyelamatkan sumber-sumber air di daerahnya dari ancaman perusahaan-perusahaan sawit berskala besar dan berani bersuara lantang menolak kebijakan pemerintah daerah setempat dalam mencegah perusahaan sawit masuk ke daerahnya yang tentu akan mengancam ketersediaan sumber air bagi penduduk dan persawahan mereka. 

Tracypithecus sp penghuni ladang warga
Di daerah terpencil itu aku pun tak menduga ternyata masih saja ada yang mengenaliku yang notabene baru pertama kali aku kunjungi. Dia adalah anak Pak Suratmin yang mengatakan sepertinya pernah mengenali saya sebelumnya, ternyata dia dulu pernah bekerja menjadi tim patroli Perlindungan Harimau Sumatera (Tiger Protection and Conservation Unit) di Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Ya, aku memaklumi bila dia mengenaliku karena aku juga terkadang bekerja membantu Tim Perlindungan Harimau Sumatera dalam penanganan harimau korban perburuan liar dan konflik dengan manusia. Desa yang kami kunjungi itu berlokasi tak jauh dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat wilayah Sumatera Selatan.  Sepertinya daerah tersebut juga merupakan salah satu daerah rawan konflik antara manusia dengan beruang madu dan harimau sumatera menurut pengakuan salah seorang Brimob yang menjadi petugas pengamanan PT. BSS yang bergerak di bidang perkebunan karet disana, juga menurut informasi dari seorang karyawan perusahaan tersebut.  Nama PT. BSS sepertinya tidak asing di telingaku, karena di sekitar kawasan konservasi Suaka Margasatwa Dangku di dekat perbatasan antara Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi juga saya temui ada perusahaan sawit milik PT. BSS saat saya membantu Zoological Society of London dan BKSDA Sumatera Selatan dalam melakukan rencana penelitian harimau sumatera disana. Selain itu kami juga menjumpai dua kelompok primata jenis Tracypithecus sp atau lutung di ladang masyarakat. Bila pepohonan di areal ladang tersebut kelak dibuka untuk perkebunan mereka juga bisa dipastikan bahwa di waktu yang akan datang akan terjadi konflik antara primata dan manusia dalam berebut tempat hidup dan tempat mencari makan.

Lokasi PPS
Siang itu kami bersama Pak Suratmin dan anaknya menuju lokasi ladang yang rencana dibeli untuk pendirian Pusat Penyelamatan Satwa, kondisinya masih berhutan dan sudah ada jalan akses menuju kesana dan beraspal. Di desa tersebut telah ada listrik masuk desa, namun tiang listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) belum sampai ke ladang. Selain itu di Kota Lubuk Linggau yang jaraknya kurang lebih 40 km dari lokasi tersebut merupakan daerah lintas antar Provinsi Bengkulu - Sumatera Selatan - Jambi - Sumatera Barat dan Lampung. Selain itu juga terdapat lapangan terbang Silampari dengan rute penerbangan Lubuk Linggau - Jakarta tiga kali dalam seminggu dan rute Lubuk Linggau - Palembang, serta terdapat stasiun kereta  api rute Lubuk Linggau - Palembang. Tentu, lokasinya sangat strategis.

Hari itu kami diskusi tentang banyak hal, dan mendengar cerita suka duka Pak Suratmin dalam memperjuangkan lingkungannya. Waktu telah menjelang sore, kami pun harus buru-buru kembali ke Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Daerah perbatasan antara Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan sangat rawan terhadap perampokan sehingga kami berencana melewati daerah tersebut sebelum hari gelap. Menjelang berbuka puasa kami telah kembali ke Kota Curup. Perjalanan hari itu sangatlah menyenangkan. Bagi saya pribadi perjalanan hari itu menambah jaringan komunikasi dengan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Dan ini tentu sangat bermanfaat. Kami mendapat oleh-oleh bibit mangga dan bubuk kopi luwak, yang didapat dari hasil memungut kotoran musang liar di kebun kopi dan diproses menjadi kopi yang lezat :)

Sabtu, 5 Juli 2014
Pagi itu aku kembali ke Kota Bengkulu, sedangkan seorang teman lainnya melanjutkan perjalanan ke Palembang, Sumatera Selatan.  Berharap Wild Animal Rescue Centre (Pusat Penyelamatan Satwa) ini bisa cepat diwujudkan, guna menampung satwa liar korban konflik dengan manusia, perburuan dan perdagangan illegal dengan fasilitas yang lebih layak. Adanya Pusat Penyelamatan Satwa sudah menjadi kebutuhan untuk saat ini seiring dengan masih banyaknya konflik satwa liar dengan manusia untuk berebut hutan sebagai tempat hidup serta masih maraknya perburuan dan perdagangan illegal yang terjadi. Dukungan dari BKSDA Sumatera Selatan terhadap pembangunan PPS ini patut diapresiasi. Suatu saat diharapkan tempat ini tidak hanya sebagai rescue centre tetapi juga dimanfaatkan sekaligus untuk rehabilitasi satwa liar tertentu untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya, sebagi pusat pendidikan tentang satwa liar dan penelitian. Seandainya fasilitas seperti ada di wilayah Bengkulu, pasti kami akan menyambut dengan baik dan memanfaatkannya semaksimal mungkin sesuai dengan fungsinya. Namun sayangnya usulan serupa seperti itu sejak empat tahun yang lalu ke BKSDA Bengkulu tak kunjung mendapatkan respon meskipun faktanya kami sangat membutuh tempat yang layak untuk perawatan satwa liar hasil rescue dan penyitaan. "We will never know the real answer, before we try. And nothing is impossible. Anything can happen as long as we believe". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar