Jumat, 11 Oktober 2013

Operasi Bedah Tulang pada Berang-Berang


Volunteer Vet di Animal Hospital, Woodland Park Zoo, Seattle, Washington, U.S.A.

Kamis, 10 Oktober 2013

Bermula pada hari Kamis, tanggal 10 Oktober 2013 setelah selesai rapat pagi dengan seluruh staff rumah sakit hewan, saya bersama Dr. Kadie Anderson yakni dokter hewan magang dari Tacoma Zoo diajak oleh Dr. Darin Collins yang merupakan dokter hewan senior dan juga direktur rumah sakit hewan, Woodland Park Zoo  (WPZ) untuk melakukan pemeriksaan berang-berang di enclosure, bersama dua orang perawat (vet technician/ vet tech) dan dua orang animal keeper.  Jadwal kami melakukan pemeriksaan pukul 10.00 am.  Dengan membawa semua peralatan medis yang dibutuhkan kami berjalan menuju kandang berang-berang.  Ada dua macam berang-berang koleksi kebun binatang ini, yakni yang berasal dari Amerika Selatan yang ukuran tubuhnya lebih besar dari berang-berang yang berasal dari Asia.

Saat ini sedang musim gugur, tumbuhan sudah tampak berubah warna daunnya, udara terasa sangat dingin diluar ruangan.  Jacket polar yang saya pakai pun tidak kuasa menahan dingin, sehingga badan masih terasa menggigil. Sampai di lokasi kandang berang-berang, kami disapa oleh keepernya.  Dan kami melakukan pembagian tugas, dibagi menjadi dua grup, kebetulan saya bersama Dr. Darin dan seorang perawat.  Yang akan melakukan pemeriksaan medis, scan microchip, vaksinasi, dll.  

Lutrinae / Otter /  Berang-berang di Woodland Park Zoo.  Photo : Erni Suyanti Musabine
Pada saat dilakukan penangkapan anak berang-berang yang berumur 3 bulan, binatang tersebut berontak dan menggigit keeper sehingga menyebabkan mulutnya berdarah dan tampak selalu terbuka.  Akhirnya kami memutuskan untuk membawanya ke animal hospital untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut, karena dikhawatirkan terjadi patah tulang rahang.  Kami berjalan cepat dan beriringan, agar cepat sampai di animal hospital dan satwa bisa cepat ditangani.

Sesampainya di hospital Dr. Kelly sudah mempersiapkan peralatan anesthesi.  Berang-berang langsung dibius dan diletakkan di ruang periksa untuk pemeriksaan rongga mulut dan pengambilan sampel darah dan swab cloaca serta pemeriksaan radiologi (X-Ray).  Hasil X-Ray menunjukkan adanya fraktur pada tulang mandibula, sehingga mulut menjadi selalu terbuka dan tidak bisa menutup. Serta diberi pengobatan sementara untuk mencegah infeksi sekunder dan analgesik.  Kemudian dirawat di ruang karantina.  Malam harinya Dr. Darin dan saya berencana akan melakukan kontrol kembali pada pukul 08.00 pm dan 10.00 pm.   Malam itu, saat kami ke kandang karantina, makanan yang diberikan belum termakan, sepertinya binatang tersebut kesulitan untuk makan karena mulut bagian bawah jatuh menggantung dan tidak bisa menutup dan tidak mau menjulurkan lidah.  Tampak terlihat satwa terebut hanya diam bersembunyi di dalam box yang ada di dalam kandang karantina berselimutkan handuk. Empat buah jenis makanan yang disuguhkan sepertinya tak tersentuh.  Pukul 10.00 pm akan dipuasakan guna persiapan operasi bedah tulang esok harinya, yakni perlu dipuasakan terlebih dulu sekitar 8-24 jam.

Jumat, 11 Oktober 2013

Dr. Alex Aguila sedang melakukan reposisi tulang mandibula
pada anak berang-berang
Pagi itu seperti biasa, kami melakukan rapat untuk semua staff rumah sakit hewan sebelum kegiatan harian dimulai yang dipimpin oleh Dr. Darin.  Biasanya rapat akan dimulai pukul 08.30 am sampai selesai.  Sebelum mengikuti rapat pagi, saya selalu menyempatkan diri untuk melihat jadwal harian masing-masing staff rumah sakit, dan untuk mengetahui hari itu kegiatan saya apa saja dan jam berapa saja serta dengan siapa saja.  Sesuai dengan hasil rapat dan sesuai dengan schedule yang telah ada, siang ini sekitar pukul 12.00 pm akan dilakukan operasi bedah tulang di rumah sakit hewan di luar Woodland Park Zoo, kebetulan saya juga akan mengikuti kegiatan tersebut.  Pukul 10.30 am, kami telah siap-siap berkemas, vet tech telah menyiapkan obat-obatan dan peralatan medis yang akan dibawa, keeper menyiapkan berang-berang yang akan dioperasi dan diletakkan didalam kandang angkut.  Sedangkan dokter hewan yang menyertai adalah Dr. Darin bersama saya sendiri.  Kami berangkat menggunakan ambulance, cukup jauh lokasinya dari Animal Hospital, Woodland Park Zoo. 

Rumah Sakit Hewan yang kami tuju semacam Unit Gawat Darurat untuk penanganan emergency terutama pelayanan bedah pada hewan, sebenarnya rumah sakit ini untuk melayani hewan peliharaan seperti kucing, anjing, dll, tetapi juga menerima satwa liar.  Rumah sakit ini sebagai rujukan karena mempunyai peralatan bedah tulang yang lengkap serta terdapat ahli bedah orthopedic untuk hewan.  

Kami disambut oleh seorang vet tech bernama Shanon.  Memasuki rumah sakit ini, didalam gedung yang terlihat tidak terlalu besar dari luar, tetapi saat kami memasuki gedung tersebut di dalam ruangan tampak luas dan banyak meja pemeriksaan, ruang operasi, radiologi, laboratorium, ruang rawat inap, ruang fisiotherapy, ruang farmasi, dan masih banyak lagi ruangan lainnya yang tidak semua bisa kulihat dengan jelas.  Semua peralatan medis yang digunakan lengkap menggunakan peralatan medis hi-tech (teknologi tinggi). Bersih dan tidak berbau hewan sama sekali, meski banyak hewan peliharaan yang diperiksa disana terutama anjing kucing.

Berang-berang langsung diletakkan di meja periksa, dibius secara inhalasi, ditimbang berat badannya serta  pencukuran rambut pada dagu untuk persiapan operasi dan pada kaki untuk fluid therapy.  Setelah selesai proses tersebut baru dipindahkan ke ruang operasi yang steril.  Para vet tech dengan cekatan mempersiapkan semua peralatan dan melakukan pencatatan vital signs.

Pemasangan Fixation plates
dan screws di mandibula
Dokter hewan yang akan melakukan reposisi tulang mandibula adalah ahli bedah hewan, yakni Dr. Alex Aguila dengan dibantu 3 orang vet tech, dua orang vet tech yang memantau kondisi satwa selama teranesthesia dan mencatat vital signs, dan seorang vet tech lagi membantu proses bedah tulang.  Kebetulan kami juga diberi kesempatan untuk mengamati  jalannya operasi orthopedic tersebut dan mengambil dokumentasi setiap tahap yang dilakukan.  Ini adalah pengalaman pertama saya mengikuti operasi bedah tulang untuk reposisi tulang mandibula yang patah pada anak berang-berang.


X-Ray setelah bedah orthopedhic
Hasil X-Ray yang telah dilakukan di animal hospital Woodland Park Zoo dipakai untuk membantu reposisi tulang.  Tulang mandibula yang patah di fiksasi degan Fixation Plates dan screws yang diletakkan di bagian ventral, pemasangan dengan cara dibor dari bawah.  Setelah selesai baru dilakukan penjahitan bekas luka incisi.  Dan dilakukan X-Ray kembali untuk evaluasi pemasangan fixation plates.

Perawatan pasca operasi

Dilakukan selama dua minggu.  Berang-berang diletakkan di kandang karantina untuk dapat dimonitoring secara intensif.  Pengobatan yang diberikan berupa injeksi meloxicam, ibunofren, fluid therapy, dan pemberian antibiotik injeksi setiap tiga hari sekali selama dua minggu dengan Cetriafur.  Kebetulan saya mendapat jadwal untuk ikut melakukan pemeriksaan setelah hari ke-5 pasca operasi.  Tampak luka sudah menutup dan mengering, hanya sedikit inflamasi.  Satwa tampak aktif kembali  dan nafsu makan normal.  Direncanakan setelah dua minggu akan dilakukan pemeriksaan kesehatan kembali, seperti X-Ray, pengambilan sampel darah dan swab untuk culture bakteri dan lain-lain, guna memastikan bahwa satwa sudah dalam kondisi sehat dan siap dilepas kembali ke enclosure.   

Sabtu, 05 Oktober 2013

attending the 45th Annual Meeting of the American Association of Zoo Veterinarians in United States

Menghadiri 45th Annual Conference of the American Association of Zoo Veterinarians sangatlah berkesan, presentasi yang disampaikan oleh para kolega sangat bermanfaat dan juga untuk memperluas networking antar dokter hewan tanpa batas negara.  Karena konferensi ini dihadiri lebih dari 800 dokter hewan dari seluruh dunia, tidak hanya dari Amerika saja, tetapi juga dihadiri oleh partisipan international yakni dokter hewan dari Asia, Eropa dan Africa.


Berawal saat saya menerima surat elektronik (e-mail) tertanggal 1 July 2013 dari International Committee of American Association of Zoo Veterinarians.  Tentu saya sangat gembira waktu membacanya, yang terpikir saat itu bahwa saya akhirnya punya kesempatan untuk pergi ke Amerika Serikat dan bertemu dengan banyak kolega dokter hewan yang bekerja untuk konservasi satwa liar dari berbagai negara, tidak hanya dari Amerika tetapi juga dari belahan bumi lainnya. Jadi teringat lagi 4 bulan sebelumnya yakni saat saya terlibat pembicaraan mengenai United States dengan seorang teman yang pernah tinggal disana untuk belajar, saya ungkapkan impian saya waktu itu, "suatu saat saya ingin ke United States".  Sebelumnya saya punya tiga kali kesempatan kesana yang terlewatkan begitu saja untuk training dokter hewan.  Dan saya juga yakin bahwa saya akan bisa kesana nantinya entah kapan itu.  Dan e-mail yang saya terima 4 bulan kemudian itulah jawabannya.  Selama ini Tuhan selalu mengabulkan doa saya. Dan ini beasiswa yang saya dapatkan dengan berusaha sendiri tanpa rekomendasi siapapun, hanya berbekal riwayat pengalaman kerja saya untuk konservasi satwa liar di Indonesia dan di negara lain yang saya kirimkan akhirnya saya terpilih menjadi salah satu kandidat yang menerima beasiswa ini dari seluruh dunia dan satu-satunya dari Asia Tenggara. Dan untuk mengikuti acara tersebut saya mendapat dukungan sepenuhnya dari ketua umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Dr. Wiwiek Bagja yang terus menyemangati saya sebelum berangkat saat menghadapi berbagai hambatan baik internal maupun eksternal.


Jakarta - Seattle, Tanggal 28 September 2013
Taoyuan International Airport, Taipei, Taiwan
Perjalanan saya menuju United States dari Bandara International Soekarno Hatta menggunakan pesawat Eva Airways jenis Airbus 330-200 dengan nomor penerbangan BR 0238 menuju Taoyuan International Airport di Taipei, Taiwan pada pukul 14.15 WIB (2.15 pm), sampai di Taipei pukul 8.25 pm, yang ditempuh selama 5 jam 10 menit.   Dengan Eva Airways saya mendapatkan fasilitas gratis maksimal 2 bagasi. Kemudian melanjutkan perjalanan kembali selama 10 jam 50 menit dengan pesawat Eva Airways jenis Boeing 747-400 dengan nomor penerbangan BR 0026 pada pukul 23.00 (11.00 pm) menuju Seattle, Washington, sampai tujuan pukul 6.50 pm pada tanggal yang sama,  karena adanya perbedaan waktu antara Indonesia dan Amerika, pada saat di Indonesia sudah tanggal 29 September 2013 maka di Amerika masih tanggal 28 September 2013.  Jadi pada saat saya berangkat dari Indonesia pada tanggal 28 September 2013 maka tiba di United States tetap pada hari yang sama yakni tanggal 28 September 2013 meski sebelumnya telah menempuh perjalanan melewati malam untuk menuju kesana. Sebelumnya saya telah menyiapkan tiket pesawat seharga $1450 dari Jakarta menuju Seattle Tacoma International Airport di Seattle Washington, U.S. untuk perjalanan berangkat dan pulang kembali ke Indonesia.

Dan saya belum memiliki tiket untuk domestic flights dari Seattle, Washington ke Salt Lake City, Utah, pulang pergi.  Akhirnya saya putuskan untuk menginap semalam di Seattle dan akan melanjutkan perjalanan esok harinya.  Itu karena berbagai kendala yang saya hadapi waktu baru menginjakkan kaki di Washington, selain itu saya juga memesan penginapan di Hotel Sheraton Salt Lake City, Utah baru mulai tanggal 29 September 2013, dan semua kamar telah full booking.  Lebih baik menginap di Seattle daripada nantinya kebingungan cari penginapan di Salt Lake City yang belum melakukan pemesanan sebelumnya untuk tanggal 28 September 2013, karena menurut informasi dari kolega saya dari United States Dr. Llizo bahwa semua kamar hotel di Salt Lake City sudah penuh.  Di Seattle, Washington saya mendapat tumpangan menginap di rumah keluarga asal Indonesia yang telah menjadi warga negara Amerika Serikat yang baru saya kenal waktu itu dan bertemu di airport saat mereka mengantar orang Indonesia yang akan kembali ke Jakarta.   Kami bertemu secara tidak sengaja di airport. Sebenarnya saya sendiri berniat bermalam di Tacoma Airport di Seattle sambil menunggu penerbangan ke Utah esok harinya.

Sebelumnya saya berniat mengikuti workshop pada tanggal 28 September 2013 dengan membayar biaya workshop sebesar $350 yakni tentang 'Orangutans and Gorillas : Fundamentals of Veterinary Care' and Advanced Veterinary Care', yang diadakan seharian mulai pukul 8.00 am sampai dengan pukul 5.00 pm. Namun karena masih banyak kendala dan urusan yang musti diselesaikan di Indonesia akhirnya saya membatalkannya dan menginformasikan perubahan itu kepada Executive Director of AAZV, Dr. Rob Hilsenroth, serta memutuskan untuk mengikuti konferensi mulai tanggal 30 September 2013.

Seattle Washington, Minggu Tanggal 29 September 2013
Pagi itu akhirnya saya mendapatkan tiket pesawat untuk melanjutkan perjalanan ke Salt Lake City, Utah dengan bantuan dari keluarga tempat saya menginap malam itu, yakni dengan menggunakan penerbangan sore yakni menggunakan Delta Air dari Tacoma Airport, Seattle menuju Salt Lake City Airport, Utah, yang ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam 53 menit dengan biaya $317 belum termasuk biaya bagasi yakni $25 per bagasi. Sebelum berangkat saya sempat berbincang-bincang dengan staff Kedutaaan Besar RI di San Francisco yang diperkenalkan dengan saya di Seattle oleh seorang teman baru saya. Kami bertiga terlibat pembicaraan serius hari itu.  Mereka mengundang saya memberikan presentasi tentang upaya konservasi satwa liar di Indonesia dan satunya lagi menawarkan bantuan penggalangan dana untuk membantu konservasi satwa liar di Indonesia melalui lembaga-lembaga konservasi yang ada di U.S. Mereka juga menanyakan apa yang menjadi prioritas saat ini untuk dibantu di bidang medis, saya mulai menjelaskan tentang kondisi yang ada dan permasalahannya, sehingga mereka bisa memahami apa yang kami butuhkan saat ini untuk penyelamatan satwa di habitat. Saya tentu menyambut baik semua tawaran itu. Mereka juga menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke airport sore itu dan mengharapkan tetap berkomunikasi dengan mereka melalui e-mail. Mobil mercedes benz itu akhirnya membawa kami menuju airport. Di dalam mobil pun masih terus berdiskusi dan baru menghentikan pembicaraan setelah sampai di airport.  Semua serba kebetulan dan saya sendiri tidak menyangka setelah mendapat kesulitan beruntun, saya diberi banyak kemudahan oleh Yang Maha Kuasa, dan bertemu dengan banyak orang baik-baik di Seattle, bahkan tak terpikirkan sebelumnya bahwa staff Kedutaan Besar RI sendiri yang ingin mengantarkan saya ke airport :)

Sampainya di Salt Lake City sudah malam hari.  Ada fasilitas jemputan gratis dari Hotel Sheraton ke airport. Berkali-kali menghubungi pihak hotel selalu gagal, apakah karena tidak tercantum dalam daftar sehingga Hotel Sheraton tidak bisa dihubungi menggunakan telepon umum yang gratis tersedia di airport tersebut ? Akhirnya baru berhasil setelah menjelang tengah malam untuk mengabarkan bahwa saya telah sampai di Salt Lake City airport, 45 menit kemudian mobil hotel menjemput saya, waktu itu sudah hampir tengah malam. Dan hanya saya sendirian yang dijemput, kemungkinan karena peserta konferensi lainnya telah datang lebih awal. Hari minggu itu tanggal 29 september 2013, saya telah melewatkan special events yakni Opening Icebreaker pada pukul 6.30-9.30 pm dan International Reception pukul 9.00 pm di Gateway Grand Hall Union Pacific Depot 400 West South Temple, Salk Lake City, UT.  Ini adalah kesempatan bertemu dan berkenalan dengan banyak dokter hewan sebelum kegiatan konferensi berlangsung.  Inginnya bisa mengikuti acara tersebut namun pesawat saya juga baru berangkat dari Seattle sekitar pukul 6.00 pm. Saya pun dicari oleh International Committee karena satu-satunya peserta dari Indonesia yang belum terlihat kehadirannya.   Sepertinya ketua International Committee belum membaca email saya sebelumnya yang menginformasikan jam penerbangan saya menuju Salt Lake City dari Seattle sehingga saya datang terlambat.


Hotel Sheraton, Salt Lake City, Utah
Sumber : travelus.news.com
Hotel Sheraton, Salt Lake City, Utah
Photo : Erni Suyanti Musabine
Untuk menghilangkan penat karena jenuh menunggu saya mengobrol dengan sopir yang berasal dari Mexico itu sepanjang perjalanan sampai tiba di Hotel Sheraton, Salk Lake City.  Dan dari dia saya baru tahu kalau Imigran dari Mexico banyak yang bekerja di United States. Di depan pintu masuk lobby hotel saya diturunkan.  Dari jauh saya melihat seorang laki-laki sedang duduk di depan pintu masuk, sepertinya saya mengenalnya atau mungkin orang yang mirip dengan kawan saya. Saya pun sempat berpikir, udara sangat dingin kenapa dia duduk diluar hotel tengah malam begini.  Saat saya turun dari mobil, dia menghampiri dan menyapa saya, ternyata dia adalah teman baik saya, Dr. Darin yang bekerja sebagai dokter hewan dan direktur Animal Hospital di Woodland Park Zoo, Seattle, Washington. Dan kata-kata yang diucapkannya pertama kali saat kami bertemu kembali setelah setahun lamanya bukan bagaimana khabar saya tetapi, "kamu bawakan gudang garam untuk saya?"........hahaha, membuat kami tertawa bersama. Sebelumnya kami memang sudah berkomunikasi via email bahwa kami akan menghadiri konferensi yang sama. Dia membantu membawakan travel bag saya dan mengantar saya ke lobby hotel untuk check in, bahkan mengantarkan saya sampai tepat di depan kamar hotel di lantai 2, sungguh seorang teman yang baik dan perhatian. Malam itu di depan lobby hotel saya juga bertemu dengan Dr. Joost yakni kolega dokter hewan dari Belanda yang pernah bekerja di Indonesia.  Sebelumnya kami pernah berkomunikasi via internet. Dr. Darin juga menginap di hotel yang sama, di Hotel Sheraton sedangkan Dr. Joost menginap di hotel yang berbeda tak jauh dari Hotel Sheraton. Kami bertiga hanya mengobrol sebentar di depan lobby dan akhirnya segera beristirahat karena acara annual conference akan dimulai besok pagi.  

Salk Lake City Utah, Senin Tanggal 30 September 2013
General session of AAZV annual conference dimulai pukul 7.45 am.  Pagi itu saya mengambil name tag dan jadwal konferensi di meja registrasi dan mengambil sarapan. Karena terlambat beberapa menit akhirnya di acara sambutan dan pembukaan konferensi oleh Dr. Murray E. Fowler tersebut saya dan beberapa dokter hewan lainnya tidak mendapat tempat duduk dan kami hanya berdiri di dekat pintu belakang sambil membawa sarapan berupa roti dan teh hangat yang disediakan.  Ruangan tampak penuh sesak, lebih dari 800 dokter hewan dari berbagai negara mengikuti acara ini, tidak hanya dari Amerika, tetapi juga dari Asia, Afrika dan Eropa.


AAZV Conference - Oral Presentation
Hari itu  acara berupa poster presentation dari pukul 7.30 am sampai dengan 3.30 pm.  Disela-sela waktu tersebut ada oral presentation mulai pukul 8.15 am sampai dengan 5.00 pm.  Topic yang menarik buat saya hari itu adalah tentang great ape.  Hari itu saya dicarikan tempat duduk oleh teman sekamar saya Dr. Llizo dari Texas yang masuk ruangan lebih dulu agar saya mendapatkan tempat duduk. Saat saya sedang membetulkan posisi duduk dan tak sengaja menoleh ke belakang ternyata dokter hewan yang duduk dibelakang saya adalah orang yang saya kenal sebelumnya dan pernah mengunjungi PKG Seblat, Bengkulu dan kami pernah bertemu lagi di PKG Way Kambas Lampung saat workshop beberapa tahun yang lalu, yakni Dr. Jeff Proudfoot dari Indianapolis zoo, U.S.  Dia langsung mengenali saya dan menyapa, "Hi..Yanti, how are you. Nice to meet you here?" Saya pun terkejut sekaligus gembira, karena saya bermaksud akan mencari dan menemuinya di sela-sela waktu konferensi malah langsung bertemu di hari pertama tanpa sengaja.

Sebelum berangkat mengikuti annual conference of AAZV ini saya mengirim email ke teman-teman dokter hewan di United States yang telah lama saya kenal sebelumnya untuk menanyakan apakah mereka mengikuti konferensi yang sama.  Yang saya hubungi waktu itu dokter hewan dari Woodland Park Zoo- Seattle Washington, Indianapolis zoo, Denver zoo dan Fort Worth Zoo-Texas. Ternyata beberapa dari mereka mengikuti acara tersebut sehingga ada kesempatan bagi kami untuk bertemu lagi, kali ini di negaranya. Saya juga bertemu dengan Dr. Dennis Smith yang juga pernah berkunjung ke PKG Seblat Bengkulu dan terkenal dengan kemampuannya tentang pemeriksaan ultrasonography (USG) pada gajah.  Namun saya tidak punya kesempatan untuk menemuinya, karena dia tidak mengikuti konferensi sampai selesai.  Saat saya punya kesempatan untuk mencarinya, dia sudah kembali pulang.


Break untuk makan siang pukul 12.15 - 1.30 pm. Saat makan siang itu saya belum mengenal banyak orang, jadi saya duduk tidak memilih tempat dan juga tidak terlebih dahulu melihat siapa saja yang duduk di satu meja.  Begitu banyaknya orang dan meja makan yang disediakan tidak mungkin saya melihat satu persatu dari mereka untuk menemukan orang-orang yang saya kenal sebelumnya. Tanpa sengaja ternyata saya semeja makan dengan kolega dokter hewan dari international participants yang mendapatkan beasiswa untuk menghadiri konferensi tersebut, di sebelah kiri saya adalah Dr. Anneke dari U.S. dan Dr. Enrique dari Mexico, keduanya adalah Internatioal Committee of AAZV yang mengurusi peserta international seperti kami, sebelah kanan saya Dr. Caio Motta dan Dr. Lauro Soares yang keduanya dari Brazil, di depanku Dr. Senthikumar dari India dan Dr. Vijitha dari Sri Lanka. Ternyata saya duduk di meja makan yang tepat. Meja makan tempat kami duduk merupakan meja makan multi bahasa. Mereka yang duduk di sebelah kiri saya berbincang-bincang dengan bahasa Spanyol, saya sendiri berbincang-bincang dengan kolega yang di depan saya dengan bahasa Inggris dan sebelah kanan saya berbincang-bincang dengan bahasa Portugis, sampai Dr. Caio Motta saat menanyaiku pun memakai bahasa Portugis, setelah menyadari dia salah menggunakan bahasa yang membuatku tidak mengerti maksudnya baru dia minta maaf dan mengulangi berbicara dengan saya menggunakan bahasa Inggris.....hehe :)  Saya pun pernah mengalaminya, saat saya berbincang-bincang menggunakan bahasa Indonesia dengan seorang kolega dari Belanda yang bisa berbahasa Indonesia, pada saat saya ganti berbicara dengan kolega dokter hewan dari Nepal pun masih memakai bahasa Indonesia yang membuat dia bengong, baru saya sadar kalau dia tidak mengerti karena saya salah menggunakan bahasa.  Setelah minta maaf baru mengajaknya berbicara dengan bahasa Inggris :)

Di sela-sela makan siang akan ada pengumuman dari setiap ketua committee termasuk dari international committee.  Di acara makan siang pertama itu kami dari peserta international yang mendapatkan beasiswa untuk menghadiri acara ini juga diperkenalkan kepada seluruh partisipan yang hadir.

Setelah acara konferensi selesai langsung diteruskan dengan acara Student Reception dari pukul 5.30-7.30 pm yang diadakan di luar ruangan (outside courtyard).  Untuk mengikuti acara ini musti punya tiket khusus untuk mengikuti acara Student Reception.  Saya telah melewatkan acara penting ini dan sibuk bersama seorang kolega dokter hewan Dr. Adetunji dari Nigeria menyiapkan bahan oral presentation untuk acara malam itu.  Selesai acara Student Reception dilanjutkan dengan acara Committee Business Meetings di ruangan yang berbeda.  Saya datang bersama Dr. Adetunji, ternyata peserta international lainnya sudah selesai presentasi.  Di dalam ruangan terlihat hadir juga Dr. Murray E. Flower, seorang dokter hewan senior yang legendaris dan terkenal dengan buku-buku karyanya tentang pengobatan satwa liar, seperti 'Zoo and Wild Animal Medicine Current Therapy' dan banyak lagi karya lainnya yang dipakai referensi bagi dokter hewan di banyak negara, juga terlihat ada Dr. Susan Mikota, yakni dokter hewan yang cukup terkenal dengan karya bukunya tentang gajah yakni 'Biology, Medicine and Surgery of Elephants' and 'Medical Management of the Elephants' yang juga dipakai referensi oleh dokter hewan di banyak negara.  Selain itu hadir juga Dr. Darin dan beberapa dokter hewan senior dari Eropa dan Amerika. Melihat banyak dokter hewan hebat yang ingin menyaksikan presentasi kami membuatku agak grogi juga. Saat itu sedang ada presentasi dari Dr. Caio Motta Lima dari Brazil, kemudian dilanjutkan presentasi Dr. Veronica Adetunji tentang aktivitasnya sebagai dokter hewan di Nigeria, dan setelah itu baru saya sendiri.  Saya mempresentasikan tentang 'Role of the Veterinarian in Widlife Rescue from Poaching and Conflicts in Indonesia and Supporting Improvement of Animal Welfare in Zoos', merupakan hasil kegiatan penyelamatan dan penanganan medis untuk harimau sumatera, gajah sumatera dan orangutan bersama BKSDA Bengkulu dan Perlindungan Harimau Sumatera-Kerinci Seblat (Tiger Protection and Conservation Unit - Kerinci Seblat National Park) serta Centre for Orangutan Protection.

International Committee Business Meeting, Tanggal 30 September 2013 di Hotel Sheraton Salt Lake City UT.

Selesai memberikan oral presentation, kami photo bersama peserta International lainnya dan International Committee of AAZV.  Kolega dokter hewan dari Brazil dan India juga United States langsung menghampiriku dan mengatakan, "presentasi yang sangat bagus dan itu benar-benar kerja yang nyata untuk konservasi'.  Mereka sangat meng-apresiasi apa yang telah saya presentasikan, ini artinya mereka juga menghargai pekerjaan kawan-kawan yang bekerja bersama kami di Indonesia untuk satwa liar.  Selesai acara itu ada beberapa mahasiswa dan dokter hewan yang mengajakku berkenalan dan tertarik menyimpan kartu namaku karena suatu saat ingin berkunjung ke Indonesia dan punya kesempatan belajar dengan terlibat dalam kegiatan dokter hewan di Indonesia untuk konservasi satwa liar Indonesia.  Seorang kolega Dr. Suraj dari Nepal juga menghampiriku setelah presentasi karena tertarik tentang kasus human-tiger conflict di Sumatera yang saya paparkan.  Dia meminta kartu namaku, kemudian sebaliknya saya juga mendapat kartu namanya. Kami berencana akan diskusi diluar waktu konferensi mengenai konflik harimau setelah itu, karena di negaranya juga sering terjadi konflik harimau dan memakan korban jiwa katanya. Keluar ruangan tersebut saya bermaksud untuk berdiskusi dengan Dr. Suraj  dan ingin menunjukkan beberapa dokumentasi yang memicu terjadinya konflik harimau di Sumatera, tidak hanya karena deforestasi habitat dan perburuan tetapi juga abnormal behavior dan penyakit.  Dia juga ingin menunjukkan pada saya kasus yang sama terjadi di Nepal.  Saya pikir itu bahan yang menarik untuk didiskusikan bagi kami berdua. Karena kami sama-sama bekerja untuk konservasi harimau insitu di negara masing-masing dan memiliki permasalahan yang sama. Namun, malam itu kawan-kawan dari International Committe ingin pesta di bar selesai acara Committee Business Meetings, Anneke dan suaminya yang juga dokter hewan dan pengurus AAZV serta Joost mengajak kami untuk bergabung dengan mereka. Akhirnya kami keluar hotel ramai-ramai dengan berjalan kaki menuju bar terdekat, tidak peduli dengan temperatur yang dingin malam itu. Tak lupa saya kembali ke kamar hotel untuk mengambil jaket tebal terlebih dahulu sebelum pergi.


Erni Suyanti Musabine at SLC
Joost Philippa at SLC
Kami berjalan berempat menuju bar.  Saya tidak melihat Suraj lagi dan beberapa dokter hewan dari Asia lainnya.  Sesampainya di bar, teman-teman saya memesan minuman dan saya cukup juice saja karena saya memang tidak minum minuman beralkohol. Kami berempat bersantai dengan main bilyard (pole), sedangkan kolega lainnya ada yang dance di ruangan lainnya, sepertinya asyik sekali banyak orang yang berkumpul disana diiringi musik yang keras, saya sempat mendekat untuk melihat.  Saya satu tim dengan Joost melawan Anneke dan suaminya, yang kalah dalam permainan yang membayar.  Dan selama 5 kali berturut-turut kami menang.....hehe :) Tapi setelah itu kami kalah sekali melawan tim lainnya.  Malam telah larut, sudah dini hari akhirnya kami kembali ke hotel untuk istirahat, karena konferensi akan dimulai lagi besok pagi.

Selasa, Tanggal 1 Oktober 2013
Salah satu topic oral presentation yang menarik
Author : Suraj Subedi, BVSc & AH 
Pagi pukul 7.30 am dimulai dengan sarapan pagi, yang sudah tersedia di luar ruangan berupa roti, buah-buahan dan minuman (soft drink, kopi, teh dan air putih).  Untuk mendukung misi ramah lingkungan maka mengikuti konferensi ini kami harus membawa botol minum sendiri-sendiri yang bisa diisi dengan air mineral yang telah disediakan karena tidak akan tersedia air mineral dalam kemasan di setiap acara.  Dari pukul 7.30 am sampai dengan pukul 10.15 am waktu poster presentation.  Ada beberapa poster yang menarik perhatianku di ruangan itu, yakni hasil research tentang nilai hematologi dan blood chemistry semua jenis harimau.  Sangat menarik untuk dijadikan referensi nilai standar (nilai normal) pemeriksaan darah pada harimau sumatera, selama ini kami mengacu pada Panthera tigris saja karena sulitnya mencari referensi untuk nilai standar bagi Panthera tigris sumatrae. Juga tidak kalah menarik poster tentang penyakit Elephant Endotheliothropic Herpes Virus (EEHV) pada Gajah Asia di Nepal yang dipresentasikan oleh Dr. Suraj Subedi.  Selain itu ada satu poster lagi yang dipresentasikan oleh Dr. Vijitha Perera dari Sri Lanka, salah satunya tentang penyakit parasit pada Panthera pardus di negara itu, karena mirip sekali dengan penyakit parasit yang saya temukan pada harimau sumatera liar.  Ramainya kolega yang tertarik untuk melihat presentasinya membuat saya lama menunggu untuk bisa bertanya pada Dr. Vijitha dan berdiskusi dengannya tentang parasit tersebut, saya hanya ingin memastikan apakah itu jenis parasit yang sama dengan yang saya temukan pada harimau sumatera.  Karena informasi itu sangat penting artinya bagi saya.

Utah's Hogle Zoo, U.S.A.
Pukul 10.15-12.00 pm kami menghadiri oral presentation tentang Emerging Diseases.  Selesai acara konferensi siang itu dilanjutkan acara Zoo Day, yakni peserta konferensi diberi kesempatan untuk mengunjungi kebun binatang setempat yakni Utah's Hogle Zoo.  Saat sedang mengantri untuk naik bus yang akan mengantarkan kami dari Hotel Sheraton ke Hogle Zoo, saya bertemu lagi dengan Suraj.  Dia mengantri didepan saya bersama Dr. Vijitha, tapi saat bus didepan kami perlu dua orang lagi, dia tidak ikut naik, akhirnya kami berangkat bersama dalam satu bus berikutnya menuju kebun binatang. Sesampainya di kebun binatang, kami peserta konferensi AAZV disambut meriah oleh seluruh karyawan zoo yang berbaris di kiri dan kanan kami sampai menuju depan pintu masuk.  Beberapa dari mereka menyapaku dan bilang, "T-Shirt kamu bagus, saya menyukainya".  Saat itu saya sedang memakai T-Shirt bergambar kepala orangutan yang memenuhi seluruh bagian depan T-Shirt bertuliskan 'Save us from extinction, Pongo pygmaeus, Orangutan'.  Saya selalu merasa bangga memakai T-Shirt bergambar satwa liar Indonesia dimana pun berada dan membuat orang lain pun tertarik.

Darting Competition untuk Peserta AAZV di Hogle Zoo
Kami juga disambut makan siang bersama, teman baru saya, Suraj sudah selesai mengambil makan siang dan mencari tempat duduk.  Dari kejauhan dia melambaikan tangan ke arah saya mungkin untuk memberi isyarat bahwa dia duduk disana, setelah mengambil makanan saya melihat disekitarnya tidak ada kursi yang kosong akhirnya saya duduk di tempat yang berlainan.  Selesai makan siang saya langsung berjalan-jalan sendirian berkeliling zoo, toh disana juga telah tersedia papan informasi untuk menuntun peserta konferensi AAZV yang tersedia di sepanjang jalan.  Terkadang saya bergabung dengan kolega lainnya untuk mendengarkan demonstrasi tentang training satwa liar bagi keperluan medis, dan sesekali saya berjalan sendirian untuk memotret.  Target saya adalah mendapatkan dokumentasi dan video tentang environmental enrichment, bentuk kandang, animal training, fasilitas rumah sakit dan desain kandang perawatan, selain memotret satwa liarnya sendiri dan pemandangan sekitar yang indah.  Disini juga diadakan Darting Competition, yakni kompetesi menembak dengan senjata bius dan yang tepat sasaran akan mendapatkan hadiah berupa uang. Saya lihat beberapa teman saya mengikutinya, saya tidak mengikuti acara itu karena terlambat mengetahui lokasinya dan lebih memilih menghabiskan waktu untuk memotret fasilitas rumah sakit dan berjalan-jalan bersama teman dari Nigeria.


AAZV Participants Visit Hogle Zoo
Bersama Prof. Hatt dari Univ. of Zurich
Hari belum gelap tetapi fasilitas untuk makan malam sudah disediakan, kamipun antri untuk mengambilnya. Panjangnya antrian membuat saya tertarik untuk memotretnya.  Ada life music yang mengiringi makan malam kami hari itu.  Ada kolega yang berpendapat bahwa orang yang bermain musik dan menyanyi tersebut juga dokter hewan.  Saya duduk semeja dengan kolega dokter hewan dari Perancis dan kami pun sempat berkenalan dan mengobrol. Saya bilang ke mereka bahwa saya mempunyai teman seorang dokter hewan di Paris, Perancis, setelah saya sebutkan namanya 'Norin' yang bekerja di La Menagerie, le zoo du jardin des Plantes, mereka langsung mengetahui orang yang kumaksud. Salah satu dari mereka berkata, "dia sangat terkenal ". Ya tentu dia terkenal karena selain sebagai dokter hewan juga sebagai artist, pikirku. Beberapa kolega heran kenapa saya bisa kenal Norin, mereka tidak tahu bila saya pernah bekerja bersama Norin dalam mengobati satwa liar dan terlibat dalam pembuatan film dokumenter bersamanya untuk acara serial televisi Perancis. Dan saya duduk bersebelahan dengan Prof. Hatt dari University of Zurich. Sebelumnya dia menanyakan peserta konferensi yang berasal dari Indonesia kepada teman-teman dokter hewan dari Asia lainnya, padahal saya sedang berada di depannya saat itu. Sejak itu kami berbincang-bincang sepanjang jalan di zoo sampai waktu makan malam. Dia mempunyai kenangan tersendiri tentang Indonesia dan mengenal beberapa dokter hewan Indonesia serta pernah bekerja di Indonesia, salah satunya mengajar di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syahkuala, Aceh. orangnya sangat ramah dan berbincang-bincang dengannya sangatlah menarik.  Di akhir pembicaraan kami, saya mengungkapkan bahwa suatu saat saya berkeinginan untuk magang di kebun-binatangnya dan belajar banyak darinya.  Dia berharap suatu saat saya bisa kesana. Malam itu acara belum selesai, temperatur lingkungan sudah mulai dingin akhirnya saya pun harus mengeluarkan jaket polar untuk dipakai meskipun juga tidak banyak membantu karena tubuh masih terasa kedinginan.  Prof. Hatt menyarankan saya untuk berpindah tempat duduk karena di ujung sana sepertinya lebih hangat.  Akhirnya saya pun pergi ke tempat yang dimaksud, tetapi keinginanku berubah untuk keluar dari tempat itu melihat-lihat lukisan yang dipajang diluar ruangan.  Saya bertemu dengan teman sekamar, Dr. Llizo dari Topeka Zoo, Texas, dia menjelaskan satu persatu lukisan yang dipajang dan menunjukkan pada saya orang yang melukis itu dari kejauhan, dia juga seorang dokter hewan. Wow...bagus sekali seperti photo, meskipun hanya coretan pensil tetapi gambar komodo itu mirip aslinya. Dr. Llizo memberitahu saya bahwa bila ingin kembali ke Hotel Sheraton sudah tersedia bus yang menjemput, tetapi kalau masih ingin tinggal di Hogle Zoo untuk mengikuti acara berikutnya sampai pukul 9.30 pm juga tidak apa-apa.  Melihat kondisi malam itu yang sudah terlalu capek berkeliling kebun binatang ditambah lagi jaket saya tidak bisa menahan suhu udara yang dingin akhirnya saya memilih kembali ke hotel bersama Dr. Llizo lebih dulu untuk beristirahat.  Untuk pertama kalinya malam itu saya tidur lebih cepat.

Rabu, Tanggal 2 Oktober 2013
Bersama Dokter Hewan dari Asia dan Dr. Murray E. Fowler
at 45th Annual Conference of the AAZV , SLC, Utah, U.S.A
Seperti biasa hari itu diawali dengan sarapan pagi pukul 7.30 am.  Kami biasanya mengambil sarapan berupa roti, buah-buahan (melon, semangka, nanas) dan terdapat pilihan berbagai minuman.  Saya lebih suka mengambil teh hangat rasa lemon grass.  Sarapan tersebut biasa kami bawa ke dalam ruangan konferensi, sambil mendengarkan presentasi sambil makan. Biasanya saya duduk bersebelahan dengan teman sekamar saya, tetapi hari itu saya lebih memilih duduk di belakang bersebelahan dengan Dr. Murray Fowler. Karena saya mendapat buku gratis dan langsung ditanda-tangani olehnya, sejak itu dia mengenali saya dengan baik dan selalu menyapa bila berpapasan. Materi presentasi hari itu cukup menarik tentang gorilla, black rhinoceros, beruang, gajah, dan lain-lain.

Bersama Dr. Susan K. Mikota dari United States
Saat makan siang hari itu teman saya, Dr. Suraj mengajak saya bergabung semeja makan dengan Dr. Susan Mikota.  Orang yang ingin saya kenal langsung di konferensi itu selain Dr. Fowler. Karena dia pernah ke Sumatera dan bekerja untuk gajah sumatera di Riau dan bukunya tentang 'Biology, Medicine and Surgery of Elephants' menjadi referensi banyak dokter hewan dari berbagai negara.  Dia juga merupakan Co-Founder dan Director of Veterinary Program and Research for Elephant Care International. Jauh-jauh hari sebelum berangkat pun saya sudah merencanakan untuk bisa berkenalan dengannya. Melalui beberapa kolega saya berusaha untuk berkenalan, pertama kali dengan bantuan Dr. Anneke, kemudian melalui Dr. Joost dan akhirnya melalui Dr. Suraj. Semua ternyata sudah ada jalannya, teman saya Suraj kenal baik dengannya membuat saya mendapatkan waktu untuk bisa berbincang-bincang dan berdiskusi cukup lama dengannya tentang penyakit gajah, dan yang terpenting bagi saya adalah bisa membuka jaringan komunikasi dengan para ahli yang berhubungan dengan satwa liar yang saya tangani di Indonesia.

Untuk sesi siang sampai dengan sore hari saya duduk di belakang, tiba-tiba teman sehari-hari saya duduk menghampiri.  Dia mengajak saya berdiskusi di luar ruangan. Sebelumnya dia bertanya apakah saya tertarik dengan materi presentasi saat itu, saya bilang tidak karena soal Reptiles dan Amphibians dan itu bukan bidangku saat ini, alasanku. Dia keluar ruangan lebih dulu dan saya diminta untuk mengikutinya.  Tapi saya ragu untuk keluar ruangan, kembali dia menjemputku di ruangan dan mengajakku keluar.  Akhirnya kamipun keluar dan duduk di depan lobby, yang tersedia banyak tempat duduk dan disitu bisa akses internet gratis fasilitas untuk peserta konferensi AAZV.  Kami saling tukar menukar informasi tentang konflik harimau dan penyakit gajah. Saya sangat tertarik dengan kasus EEHV dan Tuberculosis pada gajah di Nepal beserta gejala klinisnya.  Kebetulan dia memiliki beberapa dokumentasi yang bisa saya amati dari phone cell-nya, karena saya belum pernah mempunyai kasus seperti itu, dan di Sumatera mempunyai potensi terjadinya penyakit itu pada gajah.  Tiba-tiba Dr. Rob, Executive Director of AAZV melihat kami berdua sedang berdiskusi serius dan memotretnya, sambil menyapa kami, "Are you working ?"  Ternyata photo-photo yang dia ambil itu akan dipertontonkan di akhir konferensi pada saat acara AAZV Banquet :)  Mendengar penjelasannya mengenai human-tiger conflict di negaranya membuatku penasaran apa yang memicu itu terjadi karena kondisinya berbeda dengan yang ada di Sumatera.  Diskusi siang itu sangat menarik.

Saya juga punya keinginan kuat berdiskusi dengan Dr. Susan K. Mikota, selama ini kami pernah berkomunikasi melalui e-mail tetapi belum bertemu secara langsung.  Kami hanya saling kenal dan mengetahui nama saja sebelumnya.  Saat ada dokter hewan Indonesia yang bertemu dengannya, dia titip salam untuk saya begitu juga dengan saya.  Kebetulan teman baru saya Suraj kenal baik dengan Dr. Susan Mikota dan dia ingin memperkenalkan saya dengannya.  Dia memberitahu saya bahwa Dr. Susan akan datang untuk menemui saya di tempat kami itu.  Saya dan Dr. Susan lebih banyak mendominasi pembicaraan dan Suraj lebih memilih jadi pendengar, terkadang kami libatkan juga dalam pembicaraan.  Mumpung bertemu, saya bercerita tentang gajah di Sumatera kemudian saya bercerita tentang PKG Seblat dan akhirnya saya memperlihatkan beberapa kasus penyakit yang pernah diderita gajah sumatera di Bengkulu. Karena berdiskusi dengan Dr. Susan Mikota maka yang menjadi topik pembicaraan harus penyakit gajah dan bukan harimau atau orangutan, karena itu bukan bidangnya. Sore hari dia pamitan pergi dan kami pun masih berbincang-bincang di tempat semula.  Tidak hanya masalah penyakit harimau dan gajah yang jadi topik pembicaraan tetapi sudah saling ingin tahu tentang lokasi kerja masing-masing, dengan google map kami bisa menunjukkan tempat kami berada selama ini.

Bersama Dokter Hewan dari Eropa di Thai Restaurant, SLC
Kolega dokter hewan dari Eropa, Joost dan Prof. Hatt, mereka berdua yang saya kenal, sedangkan lainnya saya belum mengenalinya, menghampiri kami dan menawarkan makan malam bersama diluar hotel. Sebelumnya saya tidak berminat untuk pergi, karena Suraj telah membawakan saya coklat dan soft drink bagi saya itu cukup karena saya makan tidak terlalu banyak, tetapi akhirnya pergi juga dan saya mengajak teman saya Suraj karena teman saya yang dari Eropa itu menginginkan saya bergabung dengan mereka. Malam itu kami berjalan kaki keluar hotel menuju Thai Restaurant.  Menarik mencoba makanan baru karena saya dan teman saya Suraj belum pernah merasakan makanan Thailand sebelumnya dengan harga rata-rata sekitar $10 - $12 per porsi. Malam itu saya ditraktir oleh teman dari Eropa. Udara sangat dingin, bahkan pegunungan di sekitar kota Salt Lake City sudah tampak tertutup salju di puncaknya yang terlihat dengan jelas. Kami bertiga, saya, Joost dan Suraj saling mencicipi makanan kami bertiga.  Selain makan makanan punya saya sendiri akhirnya saya pun ikut membantu Suraj menghabiskan makanannya, karena kerang yang ada di piringnya adalah jatah untuk saya....hahaha (lol)

Hari itu adalah hari pertama diselenggarakannya pameran di sela-sela acara konferensi di tiga lokasi yakni di Bryce Ballroom, Canyons Lobby dan Lodge Lobby dari Hotel Sheraton, disediakan waktu di pagi hari pada pukul 10.05-10.45 am dan sore hari pukul 3.30-4.15 pm untuk mengunjungi pameran tentang peralatan laboratorium, buku-buku medis, peralatan medis, pakan hewan, obat hewan, peralatan pembiusan dan obat bius dan lain-lain.  Di waktu yang bersamaan juga masih ada kesempatan untuk melihat poster presentation di ruangan yang berbeda yakni di Deer Valley.  Di malam hari masih ada evening events, Nag Banquet pada pukul 7.00-9.00 pm di Big Cottonwood.  Juga ada AAZV Committee meeting mulai pukul 7.00-8.30 pm di beberapa ruangan.

Kamis, Tanggal 3 Oktober 2013
Pukul 7.30 am acara konferensi dimulai dengan continental breakfast, kami pun mengambil makanan dan minuman serta membawanya ke ruangan karena pukul 8.02 am oral presentation akan dimulai. Saya biasa duduk di tempat duduk di barisan kiri, hari itu ingin mencoba duduk di barisan sebelah kanan bersama Suraj dan Joost.  Hanya beberapa materi presentasi yang menarik buat saya hari itu, yakni tentang penyakit EEHV - Diseases Risk Management in Asian Elephants dan gambaran serologis penyakit Hepatitis B pada Chimpanzee, karena penyakit ini juga ditemukan pada orangutan.

Pagi hari pukul 9.40-10.30 am dan sore hari pukul 2.20-3.00 pm kami diberi kesempatan terakhir untuk mengunjungi pameran kembali.  Lumayan dapat topi dan meteran gratis di pameran tersebut bisa untuk body measurement harimau saat pemeriksaan medis, karena warnanya menarik.  Banyak buku medis untuk satwa liar dipamerkan dan untuk dijual bahkan pengarangnya pun ada disini, saya sempatkan untuk melihat-lihat dan membaca isinya, banyak yang menarik, tetapi begitu melihat harganya sepertinya saya tidak berminat untuk membelinya karena dana perjalanan saya terbatas.  Beberapa kolega membelinya dan langsung minta tanda tangan pengarangnya seperti Dr. Murray.  Hari itu juga hari terakhir untuk poster presentation.   Waktunya bersamaan dengan kesempatan melihat pameran.

Seven candidates from around the world (Dr. Caio Motta Lima, Dr. Suraj Subedi, 
Dr. Vijitha Perera, Dr. Lauro Soares, Dr. Veronica Adetunji, Dr. Kadirvelu Senthikumar, 
Dr. Erni Suyanti Musabine) who awarded International
Conference Scholarship to attend 45th annual conference of AAZV 

in Salt Lake City, Utah, U.S.A.

Saat siang dan sore harinya saya dan Suraj memilih duduk di belakang, karena saya bermaksud akan membuka computer (laptop) dan mencari lokasi yang dekat dengan colokan listrik.  Saya sedang mencari tiket pesawat untuk esok harinya dari Salt Lake City menuju Tacoma, Washington dan menghubungi beberapa teman di Washington melalui e-mail untuk membantu dengan mengirimkan data diri yang diperlukan dan waktu penerbangan yang diinginkan, karena pulsa phone cell saya cepat habis terkena roaming dan saya belum berganti nomor U.S. Selesai acara konferensi saya tidak langsung kembali ke kamar masih duduk di depan lobby hotel untuk mendapatkan akses free WiFi guna komunikasi dengan teman di Washington maupun Indonesia. Ternyata Suraj mencari saya tetapi tidak bertemu, mungkin dia mencari di tempat duduk disisi yang berlainan. Masih ada waktu 1 jam 15 menit sebelum mempersiapkan diri mengikuti acara AAZV Cocktail Reception dan AAZV Banquet yang diadakan pada pukul 6.00-7.00 pm dan malamnya dilanjutkan dengan perjamuan pukul 7.00-10.00 pm. Dimana semua dokter hewan wanita akan memakai baju pesta dan tampil cantik, begitu juga dengan yang laki-laki, mereka akan berpenampilan formil.


AAZV Banquet
Saat kembali ke kamar, teman sekamar saya Dr. Llizo dan Dr. Shirley sudah terlihat cantik dengan baju yang dipakainya dan siap berangkat ke Canyons Lobby dan Capitol Ballroom. " Saya akan menyusul ", kata saya pada mereka. Dengan memilih memakai gaun pendek bermotif batik bakar warna coklat muda dengan stocking warna coklat tua sampai ujung kaki dan hiheels, saya pikir itu kombinasi yang bagus untuk dipakai di acara tersebut. Dan siap-siap membawa blazer warna coklat tua untuk mencegah bila suhu udara dingin.  Ternyata saya telah melewatkan acara cocktail reception, pada saat saya datang acara telah selesai dan yang terlihat peserta konferensi sedang antri berbaris untuk memasuki Capitol Ballroom. Saya disapa oleh salah satu dokter hewan asal Amerika Serikat yang belum saya kenal sebelumnya. Sambil berjalan kami sambil berbincang-bincang, dan saya katakan padanya bahwa saya ingin berkenalan dengan patologist, dan dia ternyata seorang patologist.  Meskipun sedang mengantri tapi kami masih bisa berdiskusi dengannya. Kebetulan saya sedang mencari patologist untuk menjalin komunikasi bila ada yang ingin saya konsultasikan, akhirnya kami pun tukar menukar kartu nama.  Tiba-tiba seseorang muncul di belakangku sambil berbisik, "penampilanmu terlihat seperti gadis China",  ternyata Suraj, kami pun tertawa.  Sampai di dalam Capital Ballroom, begitu melihat di dalam banyak sekali orang yang mengikuti acara tersebut dan sudah duduk berkelompok dengan teman-teman dekatnya masing-masing, dan tempat duduk sudah terlihat terisi penuh, membuat saya bingung harus duduk dimana.  Seorang patologist kenalan baru saya ingin memperkenalkan saya kepada patologist-patologist lainnya malam itu, sepertinya dia akan mengambil duduk satu meja dengan orang seprofesi, dan dia mengajak saya untuk bergabung bersamanya, sedangkan teman saya Suraj pasti akan ikut duduk dimana saya memilih untuk duduk.  Tiba-tiba Dr. Darin, kawan saya dari Seattle muncul di depan saya pada saat saya bingung mau duduk dimana, " Yanti, saya sudah menyediakan tempat duduk untukmu disana ", katanya.  Saya langsung memeriksa dari kejauhan untuk memastikan bahwa tempat duduk yang tersedia ada dua buah, untuk saya dan Suraj.  Kemudian saya meminta maaf karena tidak bisa duduk semeja dengan teman baru saya seorang Patologist dan saya sampaikan mungkin besok pagi saya akan berkenalan dengan mereka, patologist lainnya.


Dr. Murray Fowler at AAZV Banquet
Acara perjamuan malam itu dikemas cukup menarik dan menyentuh, pada malam itu kami benar-benar merasakan seperti satu keluarga, yakni keluarga besar American Association of Zoo Veterinarians, meski beberapa dari kami bukan dokter hewan Amerika.  Setelah acara dinner bersama, dilanjutkan dengan beberapa acara lainnya, sambutan dari Dr. Murray E. Fowler dan menampilkan para pengurus AAZV, kemudian dilanjutkan dari beberapa committee termasuk International Committee dan menampilkan tujuh dokter hewan peserta international yang terpilih mendapatkan beasiswa untuk mengikuti konferensi AAZV ke 45 termasuk saya sendiri diantaranya yang membuat saya harus maju ke depan, serta pembagian hadiah berupa cek bagi beberapa dokter hewan yang presentasinya menarik.  Satu hal yang menarik perhatianku, yakni ada seorang dokter hewan yang berkerja di Angkatan Darat Amerika Serikat masih aktif mengikuti konferensi dan bahkan memberikan oral presentation tentang hasil penelitiannya mengenai penyakit satwa liar.  Presentasi dengan memakai seragam tentaranya, pemandagan yang cukup menarik.  Di Indonesia banyak juga dokter hewan yang bekerja di Kepolisian RI tetapi belum pernah saya melihat mereka hadir dalam acara konferensi ilmiah dan pertemuan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia apalagi ikut andil berpresentasi tentang penelitian yang berhubungan dengan penyakit hewan di lembaga tempat mereka bekerja.  Bahkan tentara U.S tersebut termasuk salah satu yang mendapatkan hadiah cek karena presentasinya menarik.


AAZV Banquet
Dan acara hiburan lainnya adalah, ditampilkannya photo-photo tentang aktivitas peserta konferensi hasil jepretan paparazi selama beberapa hari ada yang serius dan ada juga yang lucu dan konyol. Teman disamping saya pun ikut berkomentar, "Hei, Itu kamu", sambil tertawa. Membuatku mengingat-ingat kembali, kapan mereka memotretnya ?!  Ada juga paduan suara dengan lyric diganti kata-kata yang lucu untuk mengomentari dokter hewan yang wajahnya dan aktivitasnya ditampilkan di layar yang membuat kami semua tertawa terpingkal-pingkal.  Dan yang banyak menguras emosi dan membuat beberapa dokter hewan menangis dan tidak bisa berkata apa-apa saat memberi sambutan adalah ditampilkannya dokumentasi yang menceritakan aktivitas dokter hewan yang baru meninggal sebelumnya untuk mengenang kembali mereka. Begitu menyentuh yang membuat semua orang merasa kehilangan.


Bersama Dr. Rob Hilsenroth
Executive Director of AAZV
Snowing at Salt Lake City
Diakhir acara, kami peserta International dan International Committee sibuk berphoto bersama.  Saya juga berkesempatan berphoto bersama Executive Director of AAZV dan juga Dr. Susan K. Mikota.

Malam itu malam terakhir kami bersama, dan ada rencana untuk pesta dansa bersama di bar tak jauh dari Hotel Sheraton.  Saya kembali ke kamar untuk menaruh sertifikat dan mengambil passport saya dan mengajak teman sekamar saya Llizo dan Shirley untuk bergabung di pesta, tetapi mereka yang sudah bersiap-siap untuk tidur sepertinya tidak berminat, " Yanti, kami ini sudah tua, kalian saja yang muda-muda pergi berpesta ".  Akhirnya saya turun lagi ke lantai dasar karena yang lain sudah menunggu.  Saya berjalan kaki bersama Suraj dan dua orang mahasiswa kedokteran hewan dari Mexico.  Udara sangat dingin malam itu dan saya masih memakai gaun pendek, stocking dan blazer serta hiheels dan tidak membawa jaket tebal untuk menahan dingin. Teman saya Suraj bertanya, apakah saya pernah nge-dance, "Ya, saya pernah nge-dance saat berpesta di Jawa, tapi setelah di Sumatera tidak pernah lagi ", jawabku sambil berjalan dan sambil menahan dingin. Depan pintu bar ada petugas yang mengecek identitas kami, mahasiswa kedokteran hewan yang didepanku terpaksa tidak boleh masuk karena umurnya belum termasuk kategori dewasa. Kemudian kami mengeluarkan passport dan dipersilahkan masuk. Di dalam penuh sesak, sepertinya pengunjung yang mendominasi adalah peserta konferensi AAZV.  Semua orang memesan minuman (beralkohol) kecuali saya tentunya. Temanku Suraj pun sudah bergabung dengan kolega lainnya yang asyik berdansa saat DJ dengan cekatan mulai memainkan musik pengiringnya.  Saya hanya melihatnya dari kejauhan dan saya duduk dan berbincang-bincang dengan kolega lainnya yang berasal dari United States yang sudah  berumur dan tidak berminat berdansa. Dia pernah bekerja untuk konservasi badak di Sumatera, berbincang-bincang dengan saya merupakan hal yang menyenangkan baginya untuk mengenang kembali Indonesia. Rata-rata kolega dari negara lain yang pernah berkunjung ke Indonesia selalu merasa berkesan. Kami berbincang-bincang dengan suara keras untuk mengimbangi hingar-bingarnya musik yang menggema di seluruh ruangan. Terlihat hanya dokter hewan muda dan mahasiswa yang memenuhi lantai dansa. Lama-lama kolega dokter hewan yang wanita menarik saya untuk ikut ke lantai dansa daripada hanya duduk-duduk dan ngobrol. Akhirnya saya pun ikut berdansa dengan kawan-kawan wanita, tapi itu juga tidak lama, saya kembali duduk karena melihat Dr. Darin ada di ruangan itu dan duduk semeja dengannya.  Saya juga meilhat Prof Hatt dan kolega dari Eropa lainnya. Sepertinya teman akrabku sehari-hari selama konferensi, Suraj melihatku, dan dia mendatangiku dan mengajakku ikut berdansa tanpa peduli saya menolak atau tidak, dia terus mendorongku bahkan mengajakku naik ke tempat yang lebih tinggi.  Disana ada teman-teman dari Mexico, Brazil dan United States yang sudah tidak asing lagi bagiku. Akhirnya saya pun ikut nge-dance, meski memakai hiheels tidak membuat gerakan menjadi terbatas. Lumayan juga untuk menghilangkan penat.  Saya mengikuti gerakan-gerakan dance teman-teman Amerika latin yang ada disamping saya, kami membuat gerakan dance yang seragam, benar-benar menyenangkan. Dan saya pun mendapat pasangan dansa kolega dokter hewan dari United States, yakni Dr. Victor Lion Kinton, dia seorang yang pintar berdansa.   Darin dan Suraj sibuk mengambil photo kami yang sedang berdansa malam itu. Setelah capek dan berkeringat akhirnya saya berhenti, rasanya seperti habis berolahraga saja.  Waktu sudah dini hari, Dr. Darin mengajakku kembali ke Hotel Sheraton bersama Dr. Anneke, saya pun langsung setuju karena saya tidak mau terjebak di bar itu sampai menjelang pagi.  Saya meninggalkan teman saya yang masih asyik berdansa tanpa pesan apapun. Sampai di dekat pintu ternyata di luar sana sedang hujan, tidak mungkin kami kembali ke hotel dengan berjalan kaki.  Dan malam itu tampak turun salju, di depan pintu masih ada bekas salju yang berjatuhan. Kami bertiga menunggu berharap hujan akan reda, ternyata tidak.  Saya membetulkan jaket dan memasang syal leher untuk menahan dinginnya malam itu. Akhirnya Darin memesan taxi untuk menjemput kami di bar itu dan membawa kami bertiga menuju Hotel Sheraton.

Jumat, 4 Oktober 2013
Sesampainya di hotel saya tidak langsung istirahat meski sudah dini hari, tetapi masih membuka laptop dan check email di ruang lobby hotel untuk memeriksa pesanan tiket penerbangan untuk hari itu setelah konferensi berakhir.

Pagi itu pukul 7.30 am kegiatan konferensi dimulai.  Suraj mencari saya pagi itu ingin mengajak saya keluar hotel dan menikmati salju yang turun.  Dia juga memberi khabar yang kurang menyenangkan, bahwa cameranya hilang, begitu juga dengan handphone dan backpacknya setelah pesta malam itu, membuat saya ikut merasa panik juga. Mendengar itu yang langsung saya tanyakan padanya adalah, "bagaimana dengan passport dan dompetmu ?" Karena bila dua barang itu ikut hilang urusannya bakal rumit dan akan mengalami kesulitan besar.  Untungnya dia meletakkannya dalam saku sehingga tidak ikut hilang.  Saya jadi ikut berpikir keras, karena pesta di bar malam itu ramai sekali dan kita tidak tahu siapa saja yang mengunjungi tempat itu. Dia malah pernah memperingatkan saya jangan meletakkan barang di tempat sembarangan. Bila barang hilang disana akan sulit untuk melacaknya. Saya menawarkan untuk memakai laptop saya guna berkomunikasi dengan orang lain melalui e-mail atau lainnya karena handphone pun tidak ada. Dia terlihat santai dan ikhlas kehilangan banyak barang berharga, tetapi saya masih bersedih dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar keluhannya pagi itu.


Ruang Lobby Hotel Sheraton, SLC
Sumber : hotelroomking.com
Kami duduk di ruang lobby, karena saya perlu akses interenet gratis untuk cek e-mail dan komunikasi dengan beberapa orang serta cek tiket saya.  Akhirnya dia masuk ruangan konferensi lebih dahulu dan saya tetap tinggal di luar karena juga masih harus menerima telepon teman di Washington.  Saat sedang sibuk membuka laptop, tiba-tiba seorang laki-laki datang mendekati dan duduk di tempat duduk yang dipakai temanku tadi dan mengatakan, "you have a nice computer ", membuka pembicaraannya.  Sambil mengetik dan sambil meliriknya sejenak saya mengucapkan terimakasih karena menyukai computer (laptop) saya. Kemudian dia melanjutkan bicaranya, bahwa dia menginap di hotel tak jauh dari Hotel Sheraton dan bila saya ada waktu dia menawarkan pada saya untuk mengunjunginya disana.  Saya pun mulai heran, apa maksud orang yang duduk di dekat saya ini, saya tidak mengenalnya, dia bukan kolega saya di konferensi (karena tidak ada tanda / name tag yang dipakainya), tiba-tiba meminta saya untuk berkunjung di tempat menginapnya. Bahkan kalimat terakhirnya mengejutkan saya, "kamu menginap disana juga boleh ". Seketika otak investigasiku langsung bekerja, saya menduga orang asing ini adalah lelaki hidung belang.  Dengan cara halus akhirnya saya mengusirnya dengan mengatakan, "Maaf, saya sedang sibuk dan banyak yang saya kerjakan saat ini, tolong pergi tinggalkan saya karena saya tidak mau diganggu. Terimakasih ".  Akhirnya orang itu pun pergi dari hadapan saya entah kemana, sepertinya masih berkeliaran di Hotel Sheraton.  Saya pun jadi mengeluh kenapa teman saya Suraj tidak ada disini seperti pagi tadi, dengan begitu tidak ada orang yang akan menggangguku disini.  Saya pun masih sibuk dengan internet untuk komunikasi dengan beberapa orang karena handphone saya memang sudah tidak bisa dipakai karena pulsa habis.  Tiba-tiba laki-laki yang sama datang kembali mengejutkan saya, dia mengulangi ucapan yang sama menawarkan pada saya untuk berkunjung ke tempatnya malam ini.  Membuat saya mulai jengkel, kenapa orang asing ini datang lagi, akhirnya saya ulangi juga kata-kata saya yang sama seperti sebelumnya untuk mengusir dia pergi. Tidak hanya di Africa ternyata di Amerika pun saya menemui orang-orang semacam ini di hotel tempat menginap......aaaarrrgh! Kebetulan hanya di Australia saya merasa aman-aman saja tanpa gangguan seperti ini. Akhirnya saya langsung pindah tempat dan masuk ruangan konferensi.
  
Hari itu masih ada oral presentation sampai pukul 12.30 pm, tetapi pesertanya sudah mulai berkurang karena beberapa partisipan sudah banyak yang kembali pulang, dan topic yang menarik bagi saya hari itu adalah Pathology Techniques for the Zoo Clinician pada pukul 8.00-10.00 am. Saya duduk di baris kanan dan duduk dibelakang bersama Suraj, kemudian saya berpamitan dengannya bahwa saya akan keluar ruangan segera karena Darin menunggu saya di lobby pukul 12.00 pm dan kami akan berangkat ke airport bersama-sama. Saya akan mengemas barang-barang saya dan check out dari hotel. Sebenarnya masih ada satu lagi acara menarik di akhir konferensi yang ingin saya ikuti tetapi sepertinya waktu tidak memungkinkan.

Setelah itu saya sudah banyak berada diluar ruangan karena sedang sibuk mengurus dan mengeprint tiket penerbangan saya dari Salt Lake City, Utah menuju Tacoma - Seattle, Washington.  Saya sudah mendapatkan E-Ticket untuk penerbangan sore hari pukul 5.10 pm dan akan tiba di Tacoma pukul 6.15 pm menggunakan maskapai penerbangan Alaska Air jenis boeing 737-800, dengan biaya $306.90 belum termasuk biaya bagasi yakni $20 per bagasi.  Waktunya memang sengaja saya samakan dengan rekan saya yang juga berangkat sekitar pukul 5.00 pm dari SLC menuju Washington, dan sampai di Tacoma sekitar pukul 6.00 pm.

Selesai check out dan membayar biaya penginapan dari tanggal 29 September - 4 Oktober 2013 sebesar $782.55, saya duduk di ruangan lobby dan check email kembali serta berusaha menghubungi kawan-kawan di Washington dan mengabarkan bahwa saya akan berangkat ke Washington sore ini dan tidak perlu menjemput di airport karena saya bersama seorang kolega dokter hewan dari Seattle dan akan menginap di Zoo Apartment atau di rumah kolega saya tersebut.  Saya kembali ke ruangan konferensi karena waktu hampir pukul 12.00 pm untuk mengambil travel bag saya yang saya titipkan di ruangan tersebut.  Sekali lagi saya berpamitan dengan teman saya Suraj yang sedang duduk dibelakang, bahwa saya akan pergi segera. Dia membisikan kata-kata di telinga saya, " Tetap saling berkomunikasi ya ! ", pintanya.  "Tentu", jawabku. Dia sedang on line di Facebook dan kemudian menyodorkan laptopnya agar saya menuliskan nama account saya di facebook untuk dijadikan temannya.  Pukul 12.00 pm, teman saya Darin datang dan mengatakan bahwa kami baru akan meninggalkan hotel pukul 3.00 pm, dia masih tertarik untuk mengikuti acara di akhir konferensi. Kemudian saya mengirim pesan melalui facebook untuk Suraj, mengabarkan bahwa saya masih berada di hotel sampai jam 3 sore.  Tak lupa saya juga mengucapkan selamat menikmati acara konferensi di hari terakhir padanya. "Saya disini saja di lobby", pesanku.  Tak lama kemudian teman saya Suraj datang bersama teman-teman dari Brazil dan Mexico serta Hong Kong.  Dia mengira saya berangkat pukul 12.00 pm, saya jelaskan bahwa saya telah mengirim pesan padanya yang mengatakan saya masih disini sampai pukul 3.00 pm. Dia memberi khabar gembira pada saya bahwa barang-barangnya yang hilang sementara waktu telah kembali, dia baru saja mengambil laptopnya di bar, tasnya akan diambil menyusul.  Kemudian mereka pamitan untuk masuk ke ruangan konferensi dan saya tetap tinggal di ruangan lobby hotel.  Tak lama kemudian Suraj keluar dan mendatangi saya untuk menemani disaat terakhir saya berada di Salt Lake City, dia sepertinya sudah tidak minat lagi ikut acara konferensi di hari terakhir itu. Kemudian satu persatu teman-teman lainnya dari Mexico, Korea, Belanda, India, Sri Lanka, U.S.A dan lain-lain (tidak hanya dokter hewan tetapi juga mahasiswa kedokteran hewan) juga mendatangi kami untuk saling berpamitan dan mengucapkan selamat jalan serta tak lupa kami juga berfoto bersama dengan masing-masing orang di saat-saat berpamitan tersebut. Bahkan saat itu pun saya masih sempat berbincang-bincang dengan Dr. Murray Fowler yang sedang antri check out dan berpamitan dengannya.

Driver Hotel Sheraton telah berteriak-teriak sambil berkeliling mencari penumpang yang akan diantar ke airport, tetapi saya masih enggan berangkat lebih awal, rasanya berat berpisah dengan teman-teman baru saya selama di Salt Lake City, saya memilih menuggu lama di Hotel Sheraton daripada menunggu di airport. Darin tidak kelihatan, entah kemana sibuk mencari kopi dan snack hanya travel bag.nya saja yang ditinggal bersama kami, sedang saya dan Suraj berbincang-bincang sambil menunggu waktu berangkat. Pukul 3.00 pm saya dan Darin akhirnya meninggalkan Hotel Sheraton menuju ke SLC airport dan selanjutnya akan terbang ke Tacoma, Seattle, Washington, dengan pesawat yang berbeda, saya menggunakan Alaska Air sedangkan Darin menggunakan Delta Air namun dengan waktu penerbangan yang hampir bersamaan sehingga sesampainya di Tacoma tak perlu saling menunggu lama. Berat rasanya mengucapkan selamat tinggal pada teman saya ini yang menemani saya sehari-hari selama konferensi.  Saya pun tidak bisa berkata apa-apa, dia mengantarkan saya sampai ke mobil dan membawakan travel bag saya.  Akhirnya yang keluar dari mulut saya pun hanya ucapan, "terimakasih banyak, senang bisa bertemu denganmu, sampai bertemu lagi suatu hari nanti". Dan dia mengatakan bahwa setelah aku pergi, dia pun juga akan segera pergi, kami juga akan tetap saling berkomunikasi.

Konferensi tahunan ke-45 American Association of Zoo Veterinarians sungguh sangat berkesan.  Materi konferensi yang cukup menarik, kolega dokter hewan dari berbagai negara yang begitu baik dan membantu, mungkin hanya makanannya saja saya yang merasa kurang cocok.   Suatu saat bila Tuhan mengijinkan ingin rasanya bertemu dan berkumpul dengan mereka kembali dengan teman-teman baik saya di acara konferensi ilmiah lainnya.  Dan saya tidak akan pernah melupakan saat-saat yang berkesan bersama mereka di Salt Lake City, Utah, U.S.A.  Already miss you all, guys.


Senin, 26 Agustus 2013

Menjadi Relawan Dokter Hewan di Australia Zoo Wildlife Hospital


CATATAN PERJALANAN  

Perjalanan dari Western Australia ke Queensland

Pagi itu pukul 06.00 waktu Perth saya telah dijemput oleh taxi di apartement saya yang berada di Charles ST, tak jauh dari lokasi Kebun Binatang Perth.  Hari itu saya akan menuju airport dan selanjutnya melakukan penerbangan menuju ke Brisbane, Queensland, yakni negara bagian lainnya di benua Australia yang terletak di ujung timur.  Hmmm.....sepertinya hari itu saya akan melintasi benua Australia dari ujung barat ke ujung timur dengan menggunakan penerbangan Qantas. Dan saya pun tidak perlu membayar ongkos taxi, karena semua sudah ditanggung biayanya oleh Perth Zoo, hanya tinggal tanda-tangan di bill kemudian sopir taxi akan melakukan tagihan ke Perth Zoo atas jasa taxi yang saya pakai.  Penerbangan saya pun dari Perth menuju Brisbane juga telah disediakan oleh Australia Zoo, sehingga saya tinggal berangkat saja tanpa mengeluarkan biaya apapun :)

Siang itu saya sampai juga di Brisbane, airport tidak terlalu ramai.  Saat saya sedang menunggu bagasi, tiba-tiba seorang wanita kulit putih menyapa saya, "Are you, Yanti ?" Spontan saya menoleh padanya, "Yes, I am." Dari seragam yang dipakainya saya langsung mengenali bahwa dia bekerja di Australia Zoo dan saya langsung tahu bahwa dialah yang menjemput saya di Brisbane, Dr. Amber Gillett yakni dokter hewan dari Australia Zoo Wildlife Hospital. Mungkin dia juga langsung bisa mengenali saya karena saya berwajah Asia diantara para orang kulit putih yang ada di sekitarku, dan kebetulan saya juga menggunakan identitas dengan memakai T-Shirt 'Tiger Protection and Conservation Unit - Kerinci Seblat National Park' dengan logo TNKS dan FFI.  Karena TPCU merupakan salah satu project konservasi harimau di Sumatera yang disupport oleh Australia Zoo.

Sebelum menuju ke Australia Zoo yang berada di Beerwah, Amber mengajak saya mampir ke klinik dokter di Brisbane, saat dia sedang berobat, saya menunggu di cafe di lokasi tersebut sekalian membeli roti untuk makan siang.  Setelah lama menunggu akhirnya dia muncul juga, dan kami melanjutkan perjalanan menuju Beerwah.  Di tengah perjalanan kami harus berhenti karena ada badai, diluar kaca jendela mobil tampak salju turun, padahal saat itu sudah menjelang musim panas, dan yang membahayakan lagi hujan balok es ukuran kecil-kecil seperti kerikil berjatuhan, menurut Amber kadang itu bisa menyebabkan kaca mobil pecah. Sambil menunggu badai reda, saya sibuk memotretnya, bagi saya itu adalah obyek yang menarik untuk difoto :) 

Hari sudah malam saat kami sampai di lokasi Australia Zoo, kami berhenti di depan areal Karantina Harimau dimana seoarang kawan lainnya berada, Giles Clark telah menunggu.  Kemudian dia muncul menyapa kami.  Saya sudah mengenal dia sebelumnya, saat bertemu di sebuah workshop di Jambi, Sumatera.  Dan dialah yang memfasilitasi saya untuk bisa menjadi volunteer di Australia Zoo Wildlife Hospital atas rekomendasi seorang teman yakni Debbie Martyr yang bekerja di Fauna and Flora International untuk konservasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat.  


Tempat Tinggal
Setelah berbincang-bincang sebentar, akhirnya kami berdua meninggalkannya dan menuju tempat tinggal Amber.  Sebelumnya Giles memang memberitahu saya via email bahwa saya akan tinggal bersama Amber dan juga dua staff Australia Zoo lainnya, yakni Julie Tasker yang bekerja sebagai front office di Wildlife Hospital dan Pete bekerja sebagai kangaroo keeper, selama saya berada di Beerwah. Rumah yang akan saya tinggali seperti perumahan, tertata rapi dan lumayan jauh dari pintu masuk  kebun binatang Australia, meskipun arealnya bersebelahan.  Dan trasnportasi satu-satunya yang bisa diandalkan memang harus memiliki kendaraan sendiri, karena untuk keluar jalan raya terlalu jauh.  Saya pun untuk menuju Wildlife Hospital setiap hari menumpang mobil Amber, dan bila dia sedang libur, saya ganti menumpang mobil Julie.  Tidak hanya saya, tapi masih ada seorang dokter hewan yang juga mahasiswa di Murdoch University - Western Australia yang kebetulan sedang melakukan research di Wildlife Hospital juga menumpang mobil yang sama, dia akan menunggu di pinggir jalan saat kami berangkat.


Sweety,  yang menemaniku 
tidur setiap malam
Dia selalu tidur
diatas selimutku seperti ini
Sesampainya di rumah Amber, saya langsung ditunjukkan kamar yang akan saya tempati. Kamar itu baru saja dipakai ibunya yang sebelumnya mengunjunginya, kata Amber. Dan saya juga ditunjukkan sebuah lemari es ukuran kecil, didalamnya penuh dengan botol minuman dari berbagai merk. Queensland merupakan salah satu negara bagian di Australia yang memproduksi minuman beralkohol yang rasanya enak dan cukup terkenal. Saya dipersilahkan untuk mengambilnya bila saya mau. "Thank alot, I don't drink alcohol", jawabku. Dan Amber pun menjelaskan agar saya tidak kaget bila malam-malam kucingnya masuk kamarku dan ingin tidur bersamaku, karena dia suka tidur di kamar itu :)  Memang benar, malam itu tiba-tiba si Sweety, kucingnya Amber datang mengunjungiku dan tiba-tiba sudah mengambil posisi tidur diatas selimut tebalku tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu....hehe :) Kucing kampung yang manis dan lucu, saya biarkan dia menemaniku tidur setiap malam, pagi hari baru kucing itu meninggalkan kamar saya untuk bermain dengan Sugu kucing ras berbulu lebat dan panjang milik Julie dan malamnya akan kembali ke kamar saya lagi, begitu seterusnya setiap hari :)

Makanan
Di rumah itu, kami semua masak sendiri, tinggal beli bahan makanan di supermarket dan dimasak sendiri, di dapur telah tersedia kompor listrik, refrigerator untuk menyimpan bahan makanan, microwave-oven, dll.  Kebetulan saya juga sedang tidak berpuasa, saat itu bulan ramadhan, sehingga memang harus belanja dan memasak sendiri.  Karena bahan makanan yang tersedia di supermarket dan yang sesuai dengan selera lidahku terbatas, saya hanya membeli beras yang sudah dipacking dalam plastik kecil sekitar 1 kg (produk Thailand), indomie (produk Indonesia), telur, sayuran, mentega dan bumbu instan. Di hari pertama saya tidak memasak untuk bekal bekerja,  memilih membeli french fries (kentang goreng) seharga AUD 20 (20 Australian Dollar) untuk makan siang saya di wildlife hospital, karena porsinya terlalu banyak saya tidak sanggup untuk menghabiskannya.  Kebiasaan disana, kami biasa berbagi makanan, bila tidak habis kawan lainnya yang akan membantu menghabiskan makanan kita. Akhirnya seorang Vet Nurse menawarkan diri untuk menghabiskan makanan saya.  Di tempat ini makan siang saya lebih bervariasi dibandingkan saat saya tinggal di Perth-Western Australia, setiap makan siang hanya makan 6 buah nugget dan sebungkus kecil french fries yang saya beli dari cafe di dalam zoo dengan harga miring yakni AUD 7, itu harga  khusus untuk staff dan volunteer di zoo tersebut.  Bila dijual untuk umum seharga AUD 10, hanya kadang-kadang saja saya makan di restoran Malaysia disekitar zoo dengan menu dan cita rasa masakannya tidak jauh beda dengan Indonesia tetapi tentunya harganya pun cukup mahal sekitar AUD 20-25 per porsi (kurs rupiah per dollar Australia pada saat itu berkisar antara Rp. 8000 - Rp. 9000).  Dan terkadang ditraktir kawan animal keeper dengan membelikan sepotong roti untuk makan siang :)

Di hari kedua dan selanjutnya saya selalu masak sendiri, begitu juga untuk makan siang saya sudah menyiapkannya dari rumah (membawa bekal dari rumah), seperti nasi goreng, omelet telur, mie goreng, dll yang praktis memasaknya dan cocok dengan lidah saya, setiap pagi memasak untuk sarapan sekalian untuk bekal makan siang, malam harinya baru masak lagi.  Seringkali untuk makan malam saya mendapatkan makanan dari kawan-kawan serumah bila kebetulan mereka membeli makanan dari luar dalam porsi banyak sehingga masih ada sisa untuk dibagi-bagi ke kawan serumah lainnya, atau kadang mendapat undangan makan malam dari beberapa teman.  Berbeda dengan di daerah sendiri, bila mendapat undangan makan malam bersama tidak berarti kita akan makan gratis, tetapi semua tetap bayar sendiri-sendiri hanya makannya secara bersama-sama dengan banyak teman.  Tapi karena saya orang asing, terkadang mereka menawarkan diri untuk membayar makanan dan minuman saya :)

Suatu hari, saya mendapat makanan dari Julie, karena dia akan pulang ke Brisbane maka makanannya diberikan pada saya.  Disana makanan cepat dingin.  Malam itu saya ingin memanaskan makanan sebelum makan malam, dan karena saya lupa, makanannya pun hangus dan asap dimana-mana memenuhi ruangan. Spontan kawan-kawan saya keluar dari kamarnya dan menanyakan, "What's going on, Yanti ?" Saya jadi merasa bersalah dan meminta maaf 'Ooh....I've made trouble', akhirnya Pete membantu saya membersihkan dapur.


Relawan Dokter Hewan di Wildlife Hospital

Ruang Rawat Inap Koala
Ruang Rawat Inap Koala
dilengkapi dengan biosecurity
Di hari pertama, saya langsung diperkenalkan dengan beberapa dokter hewan dan vet nurse seperti Peta Moore, Vicky, Joe dan lainnya yang bekerja disana serta para volunteer baik perawat satwa maupun vet students juga manajer rumah sakit tersebut.  Di tempat ini pula saya dipertemukan dengan kawan saya Bonny Cumming yang saat itu masih berstatus mahasiswa kedokteran hewan dari Queensland University. Hari itu saya langsung bekerja, mendampingi salah satu vet nurse untuk berkeliling melakukan pengecekan dan melakukan pengobatan satwa yang berada di dalam kandang rawat inap, satwa terbanyak adalah koala, ada yang diare dan banyak yang mengalami patah tulang dan ada juga yang mengalamai kebutaan.  Kami keliling areal rumah sakit, dan sempat terjebak oleh hujan badai sehingga tidak bisa kembali ke rumah sakit dan bertahan untuk berteduh di kandang rawat inap koala yang berada diluar bangunan utama rumah sakit.


Volunteer sedang bekerja di ruang rawat inap koala

Kandang koala terdapat dalam satu bangunan yang disekat-sekat dengan dinding kawat, setiap kandang dilengkapi dengan enrichment didalamnya dan makanan alami koala diletakkan seperti pohon hidup.  Setiap pintu masuk ruangan dilengkapi dengan biosecurity baik untuk mencuci kaki maupun tangan, masing-masing diletakkan di depan pintu yang kami lewati.  Kami mengecek satu persatu pasien, dan itu rutinitas setiap hari.  Tidak hanya koala, tetapi ada juga burung, penyu, kanguru dan satwa-satwa native Australia di kandang lainnya yang terpisah.  

Australia Zoo Wildlife Hospital

Kesan saya pertama memasuki rumah sakit itu, ramai dan sangat sibuk serta terkesan sempit karena banyak sekali peralatan medis yang memenuhi ruangan, mulai dari front office, lemari obat, laboratorium, peralatan radiologi, meja periksa dan meja bedah, peralatan anaesthesia, yang semuanya itu terletak dalam satu ruangan besar, kemudian ada nursery dan ruang rawat inap untuk beberapa satwa seperti koala, kanguru, burung dan ular yang memerlukan inkubator dan fluid therapy, juga di ruangan lainnya terdapat peralatan sterilisasi dan toilet.  Selain itu masih ada lokasi lagi ruangan kerja dokter dan vet nurse serta perpustakaan.  Bisa dibayangkan ramainya seperti apa. Setiap hari banyak sekali pasien yang datang hasil rescue yang dilakukan oleh masyarakat maupun tim Australia Zoo Rescue Unit dan ratusan yang rawat inap dan memerlukan kontrol serta pengobatan setiap hari.  Setiap pasien satwa liar hasil rescue yang baru datang masing-masing diberi nama, dan ada pasien baru yang diberi nama Yanti seperti namaku....hehe!  Sebelumnya saya telah menonton aksi mereka di televisi Indonesia yang membuat saya kagum dengan aksi-aksi yang mereka lakukan, dan akhirnya saya pun mendapat kesempatan untuk terlibat langsung bekerja dengan mereka melakukan rescue satwa liar di Queensland, benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya.  

Bersama  Koala bernama Tony yang mengalami fracture


Kami hanya punya waktu istirahat siang hari disaat makan siang, itu sekaligus waktu untuk istirahat sejenak dan ngobrol santai dengan kawan.  Diluar waktu itu dari pagi sampai sore bahkan malam terus-menerus melakukan pemeriksaan pasien yang baru datang dan therapy satwa liar.  Bahkan terkadang juga ada panggilan untuk menangani satwa-satwa yang berada di enclosure Australia zoo. Bekerja di rumah sakit itu benar-benar merasakan capek yang luar biasa, semuanya bekerja keras dari tenaga fisik sampai pikiran.

Pemandangan sekitar yang membuat saya terpesona, hampir setiap hari saya melihat masyarakat datang ke rumah sakit mulai dari anak-anak sampai orang dewasa bahkan para lansia, dari yang berpenampilan menarik sampai yang berwajah preman, dengan wajah cemas mereka datang ke rumah sakit sambil membawa satwa liar yang mereka temukan di jalan raya atau di tempat manapun dan perlu mendapatkan pertolongan segera, mulai dari burung, kadal, possum, kanguru, koala, ular, dll. Mereka ingin menyelamatkan satwa itu, yang terkena badai, tertabrak mobil, digigit anjing, dan berbagai penyebab lainnya.  Kesadaran masyarakat cukup tinggi terhadap perlindungan satwa liar disana.  Bila menjumpai satwa yang sakit dan korban kecelakaan mereka tidak akan berdiam diri dan tidak peduli, tetapi mengambilnya untuk dibawa ke rumah sakit satwa liar atau dengan cara menelpon rumah sakit satwa liar ataupun tim rescue untuk menyelamatkannya.  Hampir setiap hari saya selalu mengamati pemandangan seperti itu.  Dan mereka terkadang tidak begitu saja pulang setelah mengantarkan satwa liar ke rumah sakit, tetapi juga sabar menunggu saat dokter hewan memeriksanya, mengobatinya bahkan melakukan bedah, dan menunggu penjelasan dari dokter hewan tentang kondisi satwa yang mereka bawa apakah bisa disembuhkan ataukah harus dieuthanasia untuk mengurangi penderitaannya karena terlalu parah.  Kesadaran terhadap konservasi satwa liar telah diajarkan oleh para orangtua sejak usia dini, karena tidak sedikit anak-anak kecil yang datang membawa satwa liar ke rumah sakit yang didampingi orangtuanya.  Sambil memperhatikan, saya pun sambil berkhayal seandainya di negaraku masyarakatnya juga punya kesadaran seperti itu terhadap satwa liar disekitarnya.  Namun faktanya hanya sebagian kecil saja mereka yang benar-benar peduli satwa liar dibandingkan yang tidak peduli.


Dr. Stacey bersama Vet Student
Dr. John sedang melakukan
bedah orthopedic pada burung
Selain Dr. Amber, disana juga ada Dr. Stacey, biasanya dia yang menangani pasien aves juga reptil, orangnya sangat ramah dan menyenangkan serta punya selera humor tinggi saat bekerja, yang membuat kami selalu tertawa dibuatnya. Saya beberapa kali mengikutinya dalam menangani pasien.  Selain itu juga ada Dr. John Hanger, merupakan salah satu dokter hewan senior disana.  Saya jarang ngobrol dengannya tetapi sering mengikutinya melakukan bedah orthopedic pada koala dan burung, juga pernah ikut dia melakukan rescue kanguru yang cidera di halaman sebuah hotel berbintang di Queensland bersama dua orang volunteer yakni vet students dari Queensland University.  Bila rescue satwa liar diperlukan upaya pembiusan (anaesthesia) maka yang turun ke lokasi untuk melakukan termbak bius adalah dokter hewan, dan bila rescue satwa liar dilakukan tanpa pembiusan biasanya tim Australia Zoo Rescue Unit yang turun ke lokasi.  Sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia, bahwa pembiusan satwa liar bisa dilakukan oleh siapa saja, bahkan tanpa supervisi dokter hewan, jadi bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga tak mengherankan bila pada kegiatan penangkapan gajah liar, rescue harimau, translokasi satwa liar dengan pembiusan banyak terjadi kematian pasca pembiusan dan penangkapan karena over dosis obat bius, vital signs yang tak termonitor dengan baik, terjadi komplikasi karena efek samping obat bius yang kurang dipahami oleh orang-orang non medis sehingga tidak mendapatkan penanganan cepat, infeksi sekunder yang pada akhirnya juga menyebabkan kematian karena peralatan pembiusan yang tidak steril, serta akibat lainnya yang merugikan.  

Koleksi sampel darah gajah
Selain itu saya juga mengikuti Amber dalam melakukan pengobatan dan koleksi sampel pada gajah asia dan penyu yang ada di enclosure Australia Zoo, jadi punya waktu sedikit untuk berjalan-jalan di zoo dan tidak jenuh karena hanya berada di areal rumah sakit saja yang memang terpisah dari areal zoo, tapi terletak berdampingan. Gajah disana menjalani pemeriksaan hormon secara rutin, seperti halnya kebun binatang lainnya di negara barat, dan ini belum pernah dilakukan secara rutin pada gajah-gajah jinak yang ada di Pusat Latihan Gajah di Sumatera.  Lagi-lagi fasilitas pemeriksaan yang dibutuhkan memang belum tersedia dan tentunya membutuhkan anggaran untuk biaya pemeriksaan yang tidak selalu tersedia di management authority masing-masing. 


Aloe vera untuk obat luka infeksi
Di willdife hospital inipun saya menjumpai herbal medicine untuk mengobati satwa liar.  Saat koala bernama Tony mengalami infeksi pada luka bekas tusukan pen di lengannya yang patah tulang, setelah perawat membersihkan lukanya, Dr. John kemudian mengobati luka itu dengan aloe vera, yakni bagian dalam dari daun tersebut yang telah dihaluskan, sambil dia berkata pada saya, "Ini di negara kamu banyak."  Selama saya disana, yang menangani bedah ortophedic selalu Dr. John, ntah pada burung ataupun koala, dan saya sering ikut bersamanya bila sedang melakukan pembedahan.


Pemandangan menggelikan yang terlihat sehari-hari di rumah sakit, yakni bila ada dokter hewan yang akan melakukan pemeriksaan radiologi, cukup teriak "X-Ray', yang lainnya akan serentak menyingkir keluar ruangan semua meninggalkan kegiatan yang sedang dilakukan atau bersembunyi untuk menghindari terkena radiasi. Dan setiap saat kami pun harus siap-siap diusir bila ada yang akan melakukan X-Ray, karena tidak tersedia ruang khusus yang tertutup untuk pemeriksaan radiologi dan terpisah dari ruangan lainnya di rumah sakit itu.

Bila sedang tidak banyak pasien, kami punya waktu untuk duduk dan istirahat sejenak, saya lebih suka menggunakan waktu itu untuk melihat buku-buku yang tertata rapi di dekat kandang-kandang rawat inap untuk saya baca dan catat bila ada yang penting.  Saat di Perth zoo, saya bisa langsung foto copy sendiri karena di Exotic Office-nya tersedia mesin foto copy yang bebas untuk digunakan, tapi di wildlife hospital  itu tidak tersedia, jadi musti rajin membaca dan mencatat.
Terkadang disaat senggang dan ingin bersantai, saya memilih untuk keluar ruangan karena di dalam rumah sakit suhunya sangat dingin dan membuatku menggigil dan tulang-tulang terasa linu. Dan bila ruangan rumah sakit tidak dibuat dingin, mereka yang ganti tidak bisa bekerja karena kepanasan, kata mereka.
Saya lebih memilih duduk-duduk di teras dengan udara luar yang lebih hangat, biasanya ditemani oleh burung parot yang pandai bicara yang dilepaskan di halaman depan rumah sakit dan suka menirukan kami bicara, juga sering ditemani seorang dokter hewan yang merupakan mahasiswa S2 dari Murdoch University yang sedang research penyakit koala di rumah sakit itu.  Tapi biasanya kami lebih memilih berbicara tentang hal-hal yang sifatnya pribadi, dan bukan tentang medis dan pekerjaan.  Ternyata dia juga pernah berkunjung ke Lampung, Sumatera untuk research parasit pada badak sumatera.


Bedah tulang
Saya membayangkan bila seandainya di Bengkulu memiliki wildlife clinic seperti itu, semua peralatan medis yang dibutuhkan tersedia, alangkah semua menjadi lebih mudah dalam menangani satwa liar.  Pasien yang datang langsung ditangani dengan cepat, ada dokter hewan yang dibantu oleh vet nurse dan volunteer dari vet student. Bila diagnosa dari hasil anamnesa, pemeriksaan umum dan gejala klinis masih kurang jelas dan diperlukan penegakan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium, bisa langsung dilakukan pemeriksaan karena fasilitas untuk itu pun sudah tersedia dan bisa langsung dilihat hasilnya saat itu juga, kemudian baru diputuskan, therapy apa yang akan dilakukan dan bahkan apa perlu tindakan euthanasia untuk mengurangi penderitaannya bagi yang kemungkinannya kecil untuk bisa diselamatkan. Melihat pemamandangan seperti itu setiap hari, muncul rasa cemburu, seandainya kami di Indonesia memiliki peralatan seperti itu, banyak yang bisa dilakukan oleh dokter hewan Indonesia yang bekerja untuk satwa liar di habitatnya. 

Seorang praktisi dokter hewan pasti mempunyai keinginan yang sama, yakni memiliki fasilitas yang menunjang pekerjaannya untuk kepentingan pengobatan.  Mungkin tak banyak orang tahu bahwa terkadang kami sebagai dokter hewan bisa menjadi emosional bila menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi kami bisa berbuat sesuatu untuk mengobati satwa sesegera mungkin tetapi disisi lainnya kami terhambat karena tidak mempunyai peralatan yang memadai di lapangan sehingga satwa tidak bisa diselamatkan.  Biasanya hal-hal seperti itu yang membuat kami merasa sangat bersalah yang mendalam karena tidak bisa berbuat banyak.



"Yes, maybe I'm crazy"



Rescue harimau Putri Buana
dari jerat pemburu di Bengkulu
Membuatku teringat lagi, kenapa saya bisa sampai berada di tempat ini, di Australia Zoo Wildlife Hospital.  Sekitar 6 bulan sebelumnya, saya diminta untuk rescue harimau terjerat di sebuah perkebunan karet dan kakao PT. Mercu Buana yang berlokasi di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara.  Itu adalah pengalaman saya untuk pertama kalinya menangani harimau sumatera, dan sekarang sudah 11 ekor harimau sumatera yang telah saya tangani, belum termasuk macan dahan dan kucing jenis lainnya.  Saat itu saya hanya memiliki obat bius, yakni Xylazine 2% dan  Ketamine 10% saja. Peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk rescue satwa liar saya tidak punya dan institusi tempat saya bekerja pun tidak punya, seperti blowpipe, blow syringe, blow needle, obat-obatan emergency seperti antidote, diazepam, doxapram, epinephrine, antibiotic, meloxicam, dan lain-lain. Dan tidak memungkinkan lagi untuk mencari  kekurangan peralatan dan obat-obatan dalam setiap rescue harimau secara mendadak, karena akan mengakibatkan harimau hilang diambil pemburu sebelum tim rescue sampai ke lokasi.  Dalam perjalanan saya meminta kawan-kawan saya untuk membantu membuat imitasi blowsyringe, needle dan blow pipe dari pipa paralon, dan yang kami dapatkan dari toko pun tidak sesuai dengan ukuran yang kami butuhkan. Masyarakat, polisi, tentara, karyawan perusahaan mendesak saya untuk cepat melakukan pembiusan karena jerat sling tampak seperti hampir putus, tanpa mereka peduli apakah peralatan bius saya sudah siap dipakai apa belum. Mereka melupakan satu hal, bahwa yang kami hadapi di depan mata itu adalah seekor harimau liar yang tidak bisa didekati bahkan dipegang begitu saja dan sangat agresif karena terluka. Mereka terus mendesak saya untuk cepat melakukan pembiusan sebelum jerat putus.  Semua orang yang ada dibelakang saya sudah berada di atas pohon karet untuk menyelamatkan diri, tinggalah saya ditemani oleh seorang tentara dari koramil Ketahun dan polisi kehutanan berada dibawah dan diguyur hujan deras.  Kami menyumpit bergantian, tetapi lagi-lagi tidak berhasil karena pipa paralon yang dipakai diameternya terlalu lebar dan blowsyringe bocor.  Lagi-lagi mereka yang menonton kami dan berada di tempat aman hanya bisa berteriak agar saya cepat melakukan pembiusan.  Lalu, saya meminta tentara tersebut untuk melindungi saya dari belakang, saya mengatakan, "saya akan suntik bius harimau itu pakai tangan saja".  Mereka tampak heran dengan ucapan saya. Beberapa orang saya minta untuk berada di depan harimau untuk mengalihkan perhatian agar fokus kepada mereka, kemudian saya bersama seorang tentara mengendap-endap dari belakang harimau tersebut, dengan gerakan cepat saya berhasil menyuntikan obat bius ke bagian pantatnya, dan langsung menyelamatkan diri sesaat setelah harimau tersebut menoleh ke arahku untuk siap menyerang. Akhirnya harimau yang kami beri nama Putri Buana itupun berhasil diselamatkan dari jerat pemburu.  Tapi dibalik itu, saya mendapat kritikan keras dari banyak orang, "Yanti, you're crazy."  Sebenarnya, bukan masalah saya telah bertindak gila atau tidak, tapi karena kondisi fasilitas medis yang tidak memadai, kondisi sekitar saya yang terus mendesak tanpa peduli apakah peralatan yang saya miliki tersedia apa tidak, menurut saya itu bukan tindakan gila, tapi tindakan nekat karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik untuk dilakukan.  Tindakan ceroboh yang saya lakukan itulah, akhirnya membawa saya mendapatkan beasiswa dan kesempatan untuk belajar rescue dan penanganan satwa liar di Australia Zoo Wildlife Hospital.


Jalan-Jalan ke Australia Zoo

Ruang Karantina


Kedua dokter hewan  sama-sama penyuka big cat yang sedang bermain
dengan pasiennya, harimau sumatera (Saya bersama Dr. Amber Gillett) 

Saya juga mendapat kesempatan untuk masuk kedalam enclosure di Australia Zoo, terutama di enclosure big cat, disana ada Cheetah dan Harimau Sumatera.  Sore itu, sehabis pulang dari rumah sakit saya diberi tahu oleh Amber bahwa Giles meminta kami untuk datang ke karantina harimau malam itu juga.  Tentu saya sangat antusias untuk pergi kesana, sehabis mandi kami langsung ke karantina, Giles ingin menunjukkan harimau yang dirawatnya pada saya.  Begitu memasuki ruangan karantina, kulihat ada tiga ekor anak harimau di dalam areal yang telah disekat oleh pagar pendek. Disitulah tempat anak-anak harimau tersebut bermain-main, karena juga dijumpai adanya mainan harimau di dalam kandang itu. Dia mengijinkan saya untuk masuk kedalam kandang dan bermain dengan harimau-harimau itu, akhirnya kami bertiga pun masuk kedalam kandang, tentu sangat menyenangkan, setiap melihat kaki, tangan dan tubuh kami bergerak, harimau itu akan lari menerkam, mencakar dan menggigit kaki, tangan, punggung dan leher.  Well...sepertinya mereka ingin mengajak kami bermain dengan cara harimau, tapi tak mengapa meski banyak luka cakaran dan gigitan yang terasa perih, tapi bisa bermain dengan harimau-harimau itu jauh lebih menyenangkan :)  Tak lupa saya juga melihat medical record tentang harimau itu yang ada di whiteboard dan diskusi dengan Amber dan Giles tentang perawatannya, siapa tahu suatu saat saya juga mendapati kasus merescue anak harimau dari perburuan atau konflik dengan manusia maupun anak harimau yang sakit.


Big Cat
Big Cat Office
Saya juga mendapat kesempatan untuk berjalan-jalan ke enclosure big cat dan big cat office.  Melihat-lihat sekeliling dan memotret detail fasilitas kandang didampingi oleh Giles, ikut memberi pengobatan harimau yang sakit dan pemberian pakannya serta melihat sekilas suasana tiger show seperti melihat kepiawaian harimau dalam berenang dan menangkap makanannya. Tidak hanya harimau tapi juga diajak ke enclosure cheetah, namun sayangnya cheetah disana sepertinya tidak bersikap ramah pada saya, dia terus berjalan mondar-mandir seperti mencurigai kedatangan saya.  Seorang animal keepernya berkata,"mungkin dia tidak terbiasa melihat orang asia", jadi dia curiga dan tak henti-hentinya mengamati saya dari kejauhan.  Akhirnya saya disarankan untuk tidak mendekat, dan saya lebih memilih meninggalkan tempat itu dan menunggu animal keeper di big cat office, saya mengisi waktu luang untuk memotret pemandangan sekitar yang menarik.  Dilain waktu, saya juga diberi kesempatan untuk ikut berjalan-jalan dengan cheetah  mengelilingi kebun binatang bersama animal keeper, biasanya jalan yang akan dilewati disterilkan dari pengunjung dan hanya kami saja yang lewat bersama cheetah. Kemudian menyaksikan animal keeper memberi penjelasan edukatif kepada pengunjung tentang cheetah yang dia tangani tentang behavior, habitat, dll.  Ada jadwal tertentu pengunjung bisa mendengarkan penjelasan dari animal keeper, dan biasanya saat seperti ini banyak ditunggu-tunggu oleh pengunjung karena mereka tertarik untuk mendapatkan informasi tentang satwa liar tersebut.


Sehari keliling Australia Zoo 

Koala
Wombat
Saya mendapat kesempatan untuk diperkenalkan dengan satwa liar koleksi Australia Zoo. Ada tiga orang guide yang telah dipersiapkan oleh Australia zoo untuk menemani saya jalan-jalan berkeliling kebun binatang. Di kesempatan pertama seorang wanita muda energik yang menemani saya berkeliling dari satu enclosure ke enclosure lainnya sambil memperkenalkan saya kepada animal keeper yang menangani satwa yang dikunjungi. Dan diberi kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan satwa yang kami kunjungi di enclosure. Mulai dari wombat, kangaroo, koala, berbagai macam burung, primata bahkan saya bisa mendapatkan penjelasan langsung dari guide saya tersebut dan keepernya tentang masing-masing satwa yang dirawatnya.  Ada beberapa satwa liar native Australia yang belum pernah saya lihat sebelumnya seperti Wombat, bahkan saya bisa melihat perbedaan jenis Wombat satu dengan lainnya dari ciri-ciri fisik seperti yang ditunjukkan oleh animal keeper.  Satwa itu lebih mirip seperti marmut tapi besar dan gemuk, dan meskipun berkaki pendek tetapi mampu berlari dengan kecepatan 40km/jam.  Satwa ini termasuk satwa dilindungi di Australia. Selesai berkeliling, Giles menemui saya di information centre dan kemudian saya disarankan untuk melihat juga crocosium show setelah itu baru menemuinya lagi di areal big cat, dan akhirnya saya pun masuk dan mencari tempat yang strategis untuk menonton disana, saya tidak asing lagi dengan keeper yang sedang bermain-main dengan buaya di depan saya.  Adegan-adegan yang kulihat saat itu mengingatkanku kembali dengan Steve Irwin 'Crocodile Hunter'. Setelah acara pertunjukkan itu selesai, akhirnya saya kembali ke lokasi harimau untuk menemui Giles.

Gajah Asia
Ada tiga ekor gajah asia disini
Bimbo, Shabu and Siam

Hari itu saya disarankan untuk melihat fasilitas di enclosure gajah, karena mereka tahu saya bekerja dengan gajah sumatera, untuk kali ini saya berjalan tanpa guide.  Sebelumnya saya membaca pengumuman disana yang menginformasikan tentang jadwal aktivitas harian gajah di Australia zoo.  Ada tiga ekor gajah betina koleksi Australia zoo yang berasal dari Cambodia. Sepertinya ada acara 'feeding time' hari itu, pengunjung sudah banyak berkumpul di depan enclosure untuk menyaksikan gajah makan dan bahkan diberi kesempatan untuk memberi makan tetapi tidak gratis, harus membayar lagi. Saya berpikir bahwa ini cocok sebagai salah satu cara fund rising di kebun binatang, lalu saya memotret acara itu untuk saya share pada kawan-kawan yang bekerja di kebun binatang di Indonesia.  Seorang animal keeper yang bersama gajah melihat saya ada disana dan menyapaku, "Hi, Yanti !"  Saya diminta untuk menunggu sampai acara selesai, akhirnya saya baru tahu setelah acara dengan pengunjung selesai, saya diperkenalkan dengan animal keeper gajah lainnya, dan diajak berjalan-jalan di dalam enclosure dan ditunjukkan mereka juga menanam rumput untuk pakan gajah, dan bercerita tentang aktivitas harian gajah disana. Sebelum meninggalkan tempat itu saya juga diperkenalkan satu per satu dengan gajah-gajah mereka yang semuanya betina dengan seorang keeper gajah senior disana bahkan saya diajak photo bersama.

Harimau Sumatera

Dari lokasi gajah saya kembali menuju ke lokasi harimau. Di perjalanan bertemu dengan Pete, teman satu rumah, yang menurut saya gayanya mirip pemeran Harry Potter dengan kacamata bulat di wajahnya :) Di big cat office saya melihat gudang penyimpanan daging untuk makanan kucing besar, di hutan harimau sumatera makan rusa sambar, disini makan daging kanguru.  Dan meilhat pembuatan souvenir 'telapak kaki harimau' dan akhirnya saya pun dapat bonus foot print-nya harimau bernama Kant sebagai kenang-kenangan yang masih saya simpan sampai sekarang. Seorang animal keeper mengajak saya menuju halaman dimana sudah ada dua ekor anakan harimau yang sedang bermain-main, tampak sangat agresif.  Kemudian saya ditawari untuk berfoto dengan salah satu harimau tersebut.  Dia duduk begitu santai saat berfoto dengan saya tanpa animal keeper disampingnya, berbeda saat saya pertama kali melihatnya yang begitu agresif.


Bekerja bersama Australia Zoo Rescue Unit



Mobil  untuk Rescue
Hari itu saya berangkat ke wildlife hospital bersama Julie, karena Amber sedang libur.  Pagi itu saya dijemput oleh kawan baru saya, Kate Winter tapi dia biasa dipanggil Kado, yakni staff Australia Zoo Rescue Unit.  Kemudian kami meninggalkan hospital menuju base-nya rescue unit.  Ada beberapa anggota rescue unit lainnya, saya pun diperkenalkan satu per satu, dan lainnya sedang berada di lapangan.  Kami makan siang terlebih dulu dengan bekal masing-masing, baru beraksi.  Saya pernah menonton aksi mereka di televisi di Indonesia, dan sekarang saya punya kesempatan bergabung dengan mereka untuk penyelamatan satwa liar.  Setiap hari mereka bekerja dari pagi kadang hingga malam untuk rescue satwa liar.  Masyarakat akan menghubungi mereka bila melihat ada satwa liar yang perlu diselamatkan atau bila ada satwa liar berbahaya yang masuk halaman atau rumah mereka.  Penerima telepon tidak hanya tim rescue unit secara langsung  tetapi juga wildlife hospital yang kemudian menyampaikannya kepada tim rescue.  Dalam mobil rescue unit juga tertulis besar-besar telepon yang bisa dihubungi bila ingin melaporkan adanya satwa liar yang perlu pertolongan agar masyarakat luas bisa membacanya.  Ooh...seandainya di Sumatera ada tim rescue seperti ini yang bisa leluasa bergerak kemana-mana seperti ini tanpa dibatasi wilayah dan otoritas.


Ular berbisa yang terdapat di dalam tumpukan kayu perapian
Saya sedang bersama Kado hari itu, tiba-tiba telepon berdering dan menyampaikan ada ular berbisa yang berada di dalam kayu perapian di teras rumah warga.  Setelah alamat penelpon dicatat, kami segera menuju lokasi secepatnya. Kado yang menyetir mobil dan saya yang membaca peta untuk menemukan alamat penelpon. Rumah tersebut jauh dari keramaian dan jauh dari jalan raya, disekitarnya hutan.  Di ujung jalan tanah kami menemukan sebuah rumah.  Pemilik rumah seorang wanita tua menyambut kami berdua dan menunjukkan lokasi ular tersebut, dia menunjuk tumpukan kayu perapian yang ada di teras rumah. Kado menghubungi anggota tim rescue lainnya untuk menuju ke lokasi, tak lama kemudian beberapa orang datang dan salah satu anggota tim rescue mengambil ular tersebut dengan mudahnya.  Tak lupa saya mengambil photo dan video saat mereka beraksi.  Karena kondisi ular tersebut sehat maka kami merelokasinya dan segera melepasliarkannya kembali ke dalam hutan.  



Tak lama kemudian kami mendapat telepon lagi dari masyarakat bahwa ada ular yang masuk kedalam rumah warga di tempat yang berbeda.  Jarak satu lokasi ke lokasi lainnya berjauhan, kami segera meluncur kesana. Seorang wanita pemilik rumah menyambut kami dan menunjukkan lokasi ular tersebut berada. Tim rescue langsung masuk ke dalam rumah dan mengambilnya dan memasukkan ke dalam kantong untuk dilepasliarkan kembali.  Cepat sekali mereka bekerja.  Tak lupa pula saya mendokumentasikan aksi mereka.  

Kemudian kami masih harus melakukan rescue ular yang berada dibawah kolong mobil di tempat yang berbeda.  Pemilik mobil itu ketakutan. Sesampainya di lokasi kami memeriksa kolong mobil dan areal disekitarnya, tapi tak menemukan ular yang dicari.  Kemungkinan ular itu telah pergi.




Queensland

Kami menuju ke pantai, untuk mencari satwa liar yang harus diselamatkan sesuai dengan laporan warga.  Dalam perjalanan ada sms masuk ke hand phone saya dari kawan-kawan kerja di Pusat Konservasi Gajah Seblat untuk mengucapakan selamat hari raya Idul Fitri.  Diakhir bulan ramadhan itu saya memang sedang tidak berpuasa, saya pun tak teringat lagi bahwa hari itu adalah hari raya idul fitri bagi umat islam yang ada di seluruh dunia.  Saya menceritakan itu kepada kawan-kawan saya, tim rescue, kemudian mereka langsung mengucapkan, "Happy Id, Yanti".  Selama tinggal di Beerwah, saya tidak pernah melihat masjid juga orang muslim, tidak seperti saat masih tinggal di Perth masih bisa sering bertemu dengan orang Indonesia dan Malaysia dan orang-orang berjilbab, sehingga suasana ramadhan dan lebaran pun pastinya masih bisa terasa disana.  Sesampainya di pantai, kami memeriksa sekitar batu coral dipinggir pantai tetapi tidak menemukan apapun.  Akhirnya kami pun bersantai sejenak di pantai untuk mengambil photo.  Kawan-kawan menunjukkan pada saya tampak dari kejauhan ikan paus sedang menyemburkan air ke atas, namun saya tidak bisa melihatnya dengan jelas.  Indah sekali tempat itu, lumayan kami bisa menikmati pemandangan indah itu sejenak.



Volunteer sedang merawat bayi kangaroo
Ada satu ular lagi yang harus direscue, masuk kedalam rumah warga.  Kami langsung menuju ke lokasi, rumah itu berada di dalam kota.  Tampak anjingnya ingin menyerang ular itu.  Kemudian kami segera menyelamatkannya dan membawanya ke widlife hospital untuk mendapatkan perawatan sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Saya sudah membayangkan hari itu akan melakukan rescue koala ternyata seharian itu kami malah merescue ular dari pagi hingga sore hari.  Capek namun menyenangkan.  

Saat sampai di depan wildlife hospital saya menjumpai sepasang suami istri yang mungkin usianya sekitar 70-80 tahun, sudah tampak sangat tua namun masih tetap energik dan terlihat bersemangat, mereka berseragam T-Shirt bertuliskan 'Wildlife Warrior' turun dari mobil sambil menggendong koala yang diselamatkannya. Saya bertanya pada kawan tim rescue, "Siapa mereka ?"  Ternyata mereka adalah volunteer Australia Zoo yang menjadi relawan tim rescue, pekerjaannya sehari-hari melakukan rescue satwa liar kemudian membawanya ke widllife hospital untuk mendapatkan perawatan.  Sungguh mulia hati mereka, di usianya yang telah lanjut pun mereka tidak memilih istirahat di rumah tetapi malah aktif membantu tim rescue untuk menyelamatkan satwa liar.  Selain mereka juga masih ada orang-orang lanjut usia yang menjadi relawan di rumah sakit, pekerjaan yang mereka lakukan sangat beragam, ada yang sehari-hari mensterilisasi peralatan bedah dan handuk untuk alas meja periksa dan alas kandang rawat inap satwa liar, merawat bayi, merawat satwa liar yang ada di ruang rawat inap, membersihkan kandang dan memberi makan, membersihkan ruangan rumah sakit serta pekerjaan lainnya.  Mereka semua relawan.  Indah sekali melihat pemandangan sehari-hari seperti itu, hubungan yang harmonis antara manusia dan satwa liar.  Selain itu Australia zoo wildlife hospital juga merupakan tempat magang bagi mahasiswa kedokteran hewan dari banyak negara, tidak hanya dari Australia saja tetapi juga negara-negara diluar Australia.  Saat saya berada disana, saya menjumpai vet students yang magang berasal dari Queensland dan United State.




Di hari lainnya saya masih bergabung dengan Australia Zoo Rescue Unit, hari itu kami akan diberi training bagaimana cara mengoperasionalkan perahu mesin. Ada satu boat yang diletakkan di samping ruangan rescue tim, oleh salah satu dari mereka kami diberi penjelasan mengenai  fungsi dari bagian-bagian perahu tersebut dan bagaimana cara penggunaannya, setelah selesai simulasi kering tersebut kami langsung keluar menuju sebuah bangunan yang menurut saya adalah bengkel perahu, disana kami mengambil sebuah perahu kemudian ditarik dengan mobil rescue unit dan dibawa ke pantai.  Saatnya praktek mengendarai perahu. Kami mendapat training bagaimana cara menurunkan perahu dari darat untuk dibawa ke dermaga, kemudian cara mengendarainya dan mengembalikan ke darat dan disambungkan dengan mobil rescue.  Kami berempat menaiki perahu mesin tersebut, disela-sela pelatihan saya sempatkan mengambil video dan photo untuk dokumentasi, sekaligus memotret burung pelikan yang bergerombol di pulau yang tidak jauh dari lokasi kami training.   Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan anggota tim rescue bila harus bertugas menyelamatkan satwa liar di laut sehingga punya skill juga untuk bisa mengoperasionalkan perahu mesin. Tiba-tiba ada sebuah perahu yang mesinnya mogok di laut tak jauh dari pantai, teman saya menawarkan ke pria itu untuk menolongnya, menarik perahunya dengan perahu kami untuk dibawa ke pantai.  Dia menyetujui tawaran kawan kami, akhirnya dalam pelatihan tersebut Tim rescue satwa liar Australia Zoo pun langsung praktek untuk menyelamatkan orang di laut yang perahu mesinnya mogok.  Untuk praktek pertama, rescue manusia dan bukan satwa liar :)

Waktuku menjadi volunteer dokter hewan di Australia Zoo Wildlife hospital akan segera berakhir dan saya pun harus kembali ke Indonesia.  Dihari-hari terakhir saya sudah mulai packing barang-barang saya yang hanya berupa 1 buah travel bag dan 1 buah daypack kecil. Kawan-kawan yang bekerja di wildlife hospital mengajak saya makan malam bersama di sebuah restoran, dan akhirnya sampai juga setelah mencari-cari alamat restoran yang telah disepakati untuk bertemu, memasuki restoran saya berubah cemas karena baru menyadari bila dompet saya ketinggalan di rumah.  Bila ada undangan untuk dinner bersama biasanya harus bayar makanannya sendiri-sendiri. Amber mengajakku untuk memesan makanan dan kawan lainnya memintaku untuk memesan minumanku sendiri dan akhirnya membuatku untuk berterus terang pada mereka bahwa saya tidak membawa uang :)  Kesalahan fatal yang saya lakukan di malam terakhir itu, ketinggalan dompet karena terburu-buru.



Pengobatan Penyu
Hari itu adalah hari terakhir saya berada di willdife hospital, seperti biasa pagi itu saya masih bekerja dan berangkat bersama Amber dengan membawa barang-barang saya sekaligus, karena saya berencana berangkat ke airport dari wildlife hospital.  Pagi itu saya masih mengikuti Amber dan seorang perawat menuju enclosure gajah untuk koleksi sampel darah guna pemeriksaan hormonal. Sekembalinya dari lokasi gajah, kami melanjutkan pengobatan penyu di enclosure Australia Zoo.  Begitu kembali ke wildlife hospital , manajer rumah sakit menyodorkan beberapa lembar kertas, saya diminta mengisinya sebelum meninggalkan wildlife hospital.  Sisa waktu saya pakai berkeliling untuk berpamitan dengan banyak orang yang saya kenal.  Bahkan saya masih punya waktu membeli souvenir untuk dibawa pulang. Saya menghubungi Giles dengan handphone untuk mengabarkan bahwa saya akan pulang pukul 10.00 waktu setempat, saya khawatir tidak bisa berpamitan dengannya secara langsung karena lokasi bekerja yang berjauhan. Giles akhirnya menyempatkan diri untuk menemuiku di wildlife hospital, dialah orang yang banyak membantu saya dan yang mendukung saya agar bisa menjadi volunteer di Australia Zoo Willdife Hospital atas biaya transportasi dan akomodasi dari Australia Zoo atas rekomendasi dari seorang teman yang bekerja di Fauna and Flora International untuk proyek Tiger Protection and Conservation Unit di Kerinci Seblat National Park. Kemudian Dr. John yang tidak banyak bicara dengan saya sebelumnya pun menemuiku untuk mengucapkan terimakasih dan kata-kata perpisahan membuat saya sangat terharu.  Sebelum itu acara pamitan dengan kawan-kawan berjalan lancar tanpa melibatkan emosi, lama-lama saat saya memeluk mereka satu persatu untuk mengucapkan selamat tinggal tak terasa air mata pun jatuh, apalagi saat saya berpelukan dengan Amber yang sejak pertama kali datang sampai selesai banyak membantu saya, dan saya pun benar-benar menangis sedih sekaligus juga bahagia karena telah dipertemukan dengan orang-orang sebaik mereka. Seorang staff Australia Zoo mengantarkan saya dari Beerwah menuju airport di Brisbane.  Perjalanan yang lumayan jauh menjadi tak terasa karena kami keasyikan ngobrol sepanjang perjalanan siang itu.  Dengan Singapore Airlines saya berangkat dari Brisbane menuju Jakarta dengan transit satu malam di Singapore.