Rabu, 27 Februari 2013

Persiapan Penelitian Harimau Sumatera dengan Menggunakan GPS Collar

Bulan Februari 2013, saya mendapat undangan dari Zoological Society of London untuk mengikuti Training dan Diskusi tentang rencana penangkapan harimau sumatera untuk tujuan penelitian dengan pemasangan GPS  Collar yang diadakan di BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Sumatera Selatan di Palembang.  Acara tersebut selain diikuti oleh tim dari ZSL, BKSDA Sumatera Selatan juga diikuti oleh beberapa orang yang diundang dari BKSDA Bengkulu, BKSDA Jambi, Taman Nasional Way Kambas, Kebun Binatang Jambi serta Taman Safari I Cisarua Bogor.  Acara dilaksanakan mulai tanggal 25 Februari s/d 27 Februari 2013. 

Persiapan Kegiatan Penangkapan dan Penanganan Harimau Sumatera 
untuk Penelitian dengan GPS Collar di BKSDA Sumatera Selatan

Saya baru bisa mengikuti acara tersebut tanggal 26 Februari 2013 karena masih harus memberikan pengobatan pada seekor harimau sumatera yang direscue oleh tim BKSDA Bengkulu dari Kabupaten Seluma.  Sebelum berangkat malam itu tanggal 25 Februari 2013, siang harinya saya telah mempersiapkan obat-obatan yang harus diberikan oleh perawat satwa kepada harimau setiap harinya selama saya tidak ada di Bengkulu.  Berangkat malam itu pukul 19.00 WIB dengan menggunakan travel menuju kota Palembang.  Esok harinya sekitar pukul  09.00 WIB akhirnya sampai juga di Hotel Feodora tempat saya akan menginap nantinya.  Setelah hampir 9 tahun lamanya akhirnya saya menginjakkan kaki kembali ke Kota Palembang, sebuah kota yang memberikan kenangan tersendiri bagi saya di waktu lalu.


Selasa, Tanggal 26 Februari 2013
Setelah meletakkan daypack saya di kamar hotel dan membersihkan diri dengan air hangat, berharap peredaran darah di tubuhku lancar kembali sehingga tidak mengantuk selama mengikuti acara, mengingat semalaman di dalam mobil saya tidak bisa tidur.  Akhirnya mendapat telepon dari seorang teman dari ZSL bahwa dia telah menunggu di lobby hotel untuk kemudian bersama-sama pergi ke kantor BKSDA Sumatera Selatan.  Di dalam ruangan ada beberapa orang yang telah kukenal sebelumnya karena sering bertemu dalam workshop, training dan acara-acara yang berhubungan dengan konservasi satwa liar sebelumnya, dan  akhirnya menyapa satu persatu, dan ada beberapa orang yang belum kukenal terutama dari BKSDA Sumatera Selatan.

Materi yang disampaikan hari itu tentang prosedur penanganan harimau sumatera pasca penangkapan sampai  dengan pelepasliaran kembali, yang disampaikan oleh kolega dokter hewan dari Taman Safari Indonesia I Bogor dan diakhiri dengan diskusi. Materi yang didiskusikan adalah contoh kasus tentang Penanganan harimau yang tertangkap (terjerat maupun masuk kandang perangkap) dan harus didiskusikan oleh masing-masing kelompok dan dipresentasikan.  Kebetulan saya mendapat tugas untuk mewakili kelompok saya mempresentasikan hasil diskusi kami.  Ada dua kasus yang harus didiskusikan yakni :
  1. Cara penanganan/ penyelamatan harimau terjerat.
  2. Cara penanganan harimau yang masuk kandang perangkap dan akan dilepasliarkan kembali dan wartawan akan meliputnya.
Untuk kasus no.1 sudah seringkali saya lakukan dalam pekerjaan saya selama ini, melepaskan harimau dari jerat.  Dan kebetulan kelompok saya  dapat kasus no. 2 untuk didiskusikan dan dipresentasikan.

Sungai Musi dan Jembatan Ampera
Benteng Kuto Besak
Setelah selesai acara sore itu, saya menghabiskan waktu di sore itu berjalan-jalan dengan para kolega dokter hewan dari BKSDA Sumatera Selatan, Kebun Binatang Jambi dan Taman Nasional Way Kambas Lampung.  Mencari souvenir kain batik khas Palembang, kemudian wisata kuliner dengan makan bersama di Vico Restaurant yang menyediakan makanan khas Palembang. Ada satu makanan yang saya sukai, yakni es kacang yang terbuat dari kacang merah, rupanya minuman itu juga menjadi menu favorit di restoran tersebut. Jalan-jalan sore itu diakhiri dengan mengunjungi Jembatan Ampera yang merupakan icon Kota Palembang dan Benteng Kuto Besak.  Sembilan (9) tahun yang lalu saya pernah mengunjungi tempat ini bahkan menyewa perahu untuk menelusuri Sungai Musi disekitar Jembatan Ampera dengan seorang teman.  Saat dalam perjalanan saya dihubungi oleh seorang teman lama yang bekerja di Zoological Society of London yang mengatakan bahwa dia telah sampai di Palembang, akhirnya kami berencana untuk bertemu dan ngobrol setelah saya pulang jalan-jalan bersama teman-teman dokter hewan dan kembali ke hotel.

Malam itu kami kembali ke hotel dan menuju kamar masing-masing.  Karena terlalu capek akhirnya sayapun ketiduran.  Tak lama kemudian seorang teman menghubungi saya mengajak makan malam bersama di restoran hotel.  Saat kami menuju restoran ternyata semua makanan telah habis, karena kami telat makan malam, waktu itu menunjukkan pukul 21.00 WIB.  Akhirnya kami memutuskan mencari makan malam diluar yang tak jauh dari hotel.  Tak lama kemudian saya dihubungi oleh seorang teman dari ZSL yang dari tadi mengajak saya bertemu dan ngobrol.  Masuk halaman hotel terlihat mobilnya telah parkir di halaman, dan terlihat beberapa teman dari ZSL sedang berada disana. Sore tadi waktuku dihabiskan jalan-jalan dan ngobrol bersama teman-teman wanita, dan malam ini ganti menghabiskan waktu untuk ngobrol dengan teman-teman pria. Akhirnya kami bergabung untuk ngobrol di halaman parkir tersebut sampai malam, setelah merasa mengantuk kami baru memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing.

Rabu, Tanggal 27 Februari 2013 
Pagi itu saya terlihat lebih fresh karena malamnya punya cukup waktu untuk beristirahat.  Saya bangun sekitar pukul 05.00 WIB.  Membuka internet dan cek email masuk.  Pukul 08.00 WIB baru berangkat ke BKSDA Sumatera Selatan.  Hari itu kami refresh materi kembali, kebetulan ZSL meminta saya untuk mengisi materi pagi itu, yakni tentang penanganan medis harimau yang telah tertangkap, dan memberikan contoh/ gambaran secara langsung mengenai tugas masing-masing anggota tim dalam membantu dokter hewan dalam penangangan medis harimau, termasuk tentang cara mengenali kondisi-kondisi darurat selama pembiusan dan cara penanganannya, monitoring vital signs, body measurement, recording dan lain-lain.

Hari itu juga dilakukan diskusi dan persiapan untuk penelitian dan pemasangan GPS Collar pada harimau yang dilakukan bulan Maret 2013 di Suaka Margasatwa Dangku, Sumatera Selatan.  Pembagian tugas masing-masing orang dan menentukan orang-orang yang tergabung dalam tim tersebut, yakni anggota tim terdiri dari dokter hewan, dalam hal ini akan melibatkan beberapa dokter hewan dari luar negeri maupun dari Indonesia.  Kebetulan saya masuk ke dalam anggota Tim I bersama Dr. John Lewis dan Dr. Tania yang pernah bertemu sebelumnya di Bogor.  Selain itu ada yang bertugas sebagai recorder, field rangers, runner, photographer, dan lain-lain yang akan ditugaskan kepada teman-teman dari ZSL dan BKSDA Sumatera Selatan.

Selesai pembagian tugas dan membuat rincian kebutuhan peralatan, obat-obatan dan budget, serta gambaran lokasi kegiatan, kemudian diakhir acara kami diperlihatkan oleh ZSL tentang foto dan video beberapa ekor harimau sumatera yang tertangkap camera trap yang akan menjadi target untuk penelitian nantinya.  Melihat harimau-harimau itu membuatku rasanya tak sabar ingin cepat-cepat ke lokasi tersebut dan menjadi bagian dari tim peneliti tersebut dan ini akan menjadi pengalaman baru yang luar biasa untukku. Make me very excited.... 

Wisata Kuliner
Wisata Kuliner
Setelah acara selesai dan ditutup oleh BKSDA Sumatera Selatan, sore itu kami melanjutkan wisata kuliner bersama kolega dokter hewan dari BKSDA Sumatera Selatan dan Taman Nasional Way Kambas Lampung, yang kebetulan juga sama-sama alumni dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga  Surabaya, walaupun angkatan masuk kami tidak sama.  Ini seperti reuni saja.  Sore itu kami ingin mencoba makan pindang patin ataupun pindang tulang, salah satu makanan khas Palembang yang cukup terkenal.  Namun sayangnya makanan yang kami cari tidak ada.  Sore itu kami cepat kembali ke hotel karena sekitar pukul 19.00 WIB kami akan dijemput travel untuk kembali ke daerah masing-masing.  Travel yang menjemputku terlambat datang, sehingga malam itu saya masih punya banyak waktu untuk berdiskusi dengan teman-teman ZSL sebelum kembali ke Bengkulu.  

Selasa, 19 Februari 2013

Off Road with Tiger Team

Off Road di Perkebunan Sawit di Desa SP2 - Putri Hijau

Pukul 11. 55 WIB hari Senin, tanggal 18 Februari 2013 mendapat telepon dari polisi kehutanan resort KSDA Seblat bahwa ada seekor harimau terjerat di bagian leher, tergantung di atas sungai.  Pohon pengikat jerat tercabut dan dibawa oleh harimau. Posisi harimau bebas, sudah berjalan pindah tempat sekitar 20 m dari lokasi terjerat.  Selesai packing (berkemas) kemudian saya naik travel dan turun ke kecamatan terdekat dari lokasi yakni di Air Muring. Dari Air Muring menuju lokasi harimau terjerat menggunakan mobil Perlindungan Harimau Sumatera, dan jalan yang kami lalui tak selancar yang kami perkirakan, jalan buruk, berlumpur dan licin, seperti ini :

Roda Hardtop bocor
Truk terjebak lumpur
dan menutup jalan
Halangan pertama saat berangkat adalah ada dua buah truk pengangkut buah sawit yang terjebak dalam lumpur dan menutup sebagian jalan sehingga menghalangi mobil lewat. 


Sedangkan halangan saat kembali pulang roda depan Hardtop kempes dan harus diganti dan menemukan lagi sebuah truk pengangkut buah sawit terjebak dalam lumpur sehingga menutup jalan.


Lokasi harimau terjerat di sekitar Sungai Tembulun.  Di seberang sini adalah perkebunan sawit masyarakat yang sudah tidak meninggalkan sisa hutan lagi.  Sedangkan di seberang sana yang tampak masih berhutan adalah HPT Lebong Kandis.  Antara perkebunan sawit dan hutan itu hanya dibatasi oleh Sungai Tembulun yang tidak jauh dari tempat kami.  Lokasi harimau juga dekat dengan pembalak liar mulai menurunkan hasil tebangannya melewati Sungai Tembulun dan kemudian Sungai Seblat.

Daerah berhutan adalah HPT Lebong Kandis terlihat dari seberang Sungai Tembulun

Minggu, 17 Februari 2013

For seven days stayed in the jungle with elephants and CRU Team

Tujuh hari berada di hutan bersama Tim CRU dan gajah PLG Seblat untuk melakukan patroli, Investigasi, Inventarisasi dan Identifikasi Satwa Liar serta sambil refreshing dengan camping, experimental cooking, fishing dan tak lupa menyalurkan hobby photography tentunya. 

CRU Team at Encroachmnet area - HPT Lebong Kandis

The First Day, Tuesday on February 5th. 2013
All my bags I pack I'm ready to go.....  Selain mengemas peralatan pribadi seperti baju lapangan, sleeping bag, headlamp, dan lainnya dalam ranselku, tak lupa kami membawa GPS lengkap dengan peta kawasan yang telah disetting dalam GPS, worksheet, kamera, dan lain-lain serta peralatan kebutuhan tim patroli, seperti tenda, matras, peralatan memasak, logistik untuk tujuh hari dan masih banyak lagi lainnya.  Setiap perjalanan ke alam bebas, saya sering membawa dua ransel, satu ransel besar untuk dibawa dipunggung dan satu ransel kecil dibawa didepan untuk tempat kamera, mobile phone, botol minum, headlamp dan peralatan penting lainnya yang digunakan sepanjang perjalanan.

Keberangkatan Patroli CRU kali ini dari Camp PLG Seblat memang terlambat dari biasanya, yakni pukul 13.40 WIB.  Karena adanya keterbatasan waktu kesempatan belanja logistik untuk dibawa ke hutan baru bisa dilakukan pagi harinya, tak seperti biasanya bila berangkat pagi hari. Selain itu juga banyak personil  CRU yang jatuh sakit sepulang mitigasi konflik harimau di lokasi lainnya membuat keberangkatan patroli tertunda.   Langit tampak mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, tapi itu tidak menyurutkan niat kami untuk berangkat patroli. Patroli rutin ini biasanya dilakukan selama 7 (tujuh) hari dan sebulan dua kali dengan cara flying camp menuju lokasi-lokasi yang telah menjadi target untuk dicari datanya. Target ditentukan berdasarkan informasi yang  diperoleh dari intelejen kami. Dalam patroli juga menyertakan gajah jinak, pada kesempatan ini kami membawa gajah Fatma, Tria, Darmi, Roby dan Ninda. Dana patroli diperoleh dari pihak ketiga (mitra), sebagai penyandang dana tunggal adalah International Elephant Foundation (IEF) yang telah membantu patroli CRU di PLG Seblat sejak tahun 2004. Tim CRU anggotanya terdiri dari Polisi Kehutanan, Mahout (Pawang Gajah) dan masyarakat yang tinggal di desa sekitar kawasan yang terseleksi.

Elephant Patrol - CRU Team - Seblat ECC

Pada kesempatan ini saya mengikuti Tim Patroli CRU karena ada beberapa target penting dalam patroli yang akan kami investigasi.  Berangkat bersama Polisi Kehutanan, dan lima orang mahout (pawang gajah) serta seorang petugas dari Resort KSDA Enggano yang sedang melakukan studi banding tentang patroli hutan di TWA Seblat. Saya perempuan sendiri dalam Tim ini, tapi itu bukanlah masalah karena selama ini juga sudah terbiasa bekerja dengan laki-laki dan menjadi perempuan sendiri dalam tim di banyak tempat. Sebenarnya masih ada beberapa orang yang ingin kami sertakan dalam patroli ini tetapi karena waktunya bersamaan dengan adanya kepentingan lain dan Human-Tiger Conflict di kecamatan lain, sehingga kami berbagi tugas, ada yang patroli kawasan dan ada yang bertugas untuk mitigasi konflik harimau, karena semua sama-sama penting untuk dilakukan.

Untuk camp pertama tujuan kami adalah Air Cawang.  Dalam perjalanan yang sudah tidak asing lagi bagiku karena sudah terbiasa melewati jalur trekking tersebut untuk mengobati gajah liar maupun gajah jinak, kami harus menyeberangi Sungai Seblat yang sedang banjir, untung ada gajah yang bisa dengan mudah membantu untuk menyeberangi sungai besar itu. Sebelum berangkat tas dan perlengkapan kami sudah dilapisi oleh plastik (karena kami memang tidak memiliki dry bag), sehingga tak perlu khawatir baju dan peralatan basah karena melewati sungai yang dalam. Dalam perjalanan kami juga menemukan bekas pondok pemburu burung dan sampah baterei yang ditinggal begitu saja dalam hutan.  Tidak membuang sampah di sembarang tempat memang belum menjadi budaya masyarakat, dimana-mana sering dijumpai orang membuang sampah sesukanya, kenyataan seperti itu sungguh mengecewakan. 

Elephant Roby and Ranger
Selama perjalanan kami diguyur hujan, yang membuat baju basah kuyup.  Tetapi itu tidak membuat gajah-gajah mempercepat jalannya, masih sering berhenti untuk mencari makan sepanjang jalan yang dilalui.  Hutan kearah camp Air Cawang memang terdapat makanan gajah yang melimpah.  Bisa dimaklumi jika gajah sering berhenti untuk makan, selain juga karena pencernaannya yang kurang sempurna, hanya 50% makanan yang dimakan diserap tubuh dan sisanya terbuang lagi bersama feces.  Dan tubuhnya yang besar juga membutuhkan banyak makanan, yakni sekitar 7-10% berat badannya, dan rata-rata berat badannya sekitar 2 ton.  Untuk itu sekitar 18 jam sehari waktu yang dibutuhkannya untuk mencari makanan untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi tersebut juga merupakan daerah jelajah bagi gajah liar, mungkin karena variasi pakan alami gajah yang melimpah disana.  Seringkali kami jumpai kelompok gajah liar baik secara langsung maupun melalui jejaknya di lokasi tersebut.



Sampai di camp Air Cawang sudah sore, kami langsung bergotong-royong mendirikan tenda yang terbuat dari terpal, mencari kayu bakar untuk membuat perapian / api unggun dan mulai memasak. Semua anggota Tim CRU sudah cekatan untuk urusan ini, karena mereka telah terlatih dan terbiasa selama lebih dari 8 tahun melakukan patroli seperti ini.  Hari itu kami memasak sambal goreng tempe dan telur serta nasi liwet.  Makanan apapun akan terasa nikmat bila dimakan di dalam hutan dengan suasana alami dan penuh kebersamaan.

Setelah makan malam kami berdiskusi (ngobrol) bersama di dalam tenda karena belum ada keinginan untuk beristirahat dan tidur cepat.  Membahas banyak hal, yang berhubungan dengan konservasi tentunya, topik yang menarik untuk dibicarakan seperti ancaman terhadap kawasan hutan habitat gajah, ancaman terhadap gajah itu sendiri serta segala kebijakan pemerintah yang mengatur tentang konservasi dan issue-issue yang berkembang saat ini sehubungan dengan konservasi.  Dan topik yang tentunya menarik adalah yang  berhubungan dengan kawasan hutan di PLG Seblat beserta isinya.  Saya beruntung masih memiliki kawan kerja yang berwawasan luas/ tidak berpandangan sempit serta bersikap kritis dalam menyikapi segala permasalahan yang terjadi, dan yang lebih membahagiakan lagi mereka masih punya kesadaran konservasi yang tinggi, ini yang patut saya acungi jempol.  Bahagia rasanya masih punya kawan kerja di lapangan yang sepemikiran dan pro konservasi disaat saya saat ini kesulitan mencari orang yang bisa dipercaya dalam berpikir, bersikap dan bertindak sebagai seorang yang benar-benar peduli dengan konservasi secara nyata.  Selama ini yang saya temui yang hanya pintar berbicara tetapi tidak ada tindakannya yang nyata (talk only no action)

Air Cawang - Padang Alang Alang
Malam makin larut, akhirnya mengantuk juga. Saya mengambil posisi tidur ditengah.  Biasanya tempat favorit saya mengampil lokasi dipinggir tenda,  tetapi bagian tersebut sudah diincar kawan-kawan, ternyata saya malah beruntung karena kawan yang tidur di bagian pinggir basah kuyup.  Tak terdengar lagi suara binatang malam, yang terdengar suara hujan deras yang tak kunjung reda. Air Cawang adalah salah satu lokasi camping favorit saya selain Senaba Alang Alang.  Disini, tempat camp kami dikelilingi oleh sungai yang jernih dan dangkal, dasarnya bebatuan.  Bisa untuk memancing dan kadang pada malam hari cocok untuk mencari udang sungai, biasanya terlihat diatas batu di dasar sungai. Selain hutan dengan pohon-pohon besar, juga terdapat padang alang-alang meskipun tak seluas yang ada di Senaba Alang Alang.  Alang-Alang tersebut tumbuh di lokasi bekas explorasi bataubara PT. Inmas Abadi beberapa tahun yang lalu, yang telah ditutup.  Pemandangannya lumayan indah.  Juga merupakan feeding site bagi gajah liar, banyak makanan gajah disini, mungkin malam ini gajah kami Fatma, Tria, Darmi, Roby dan Ninda sedang menikmati makan malamnya yang melimpah sambil berhujan-hujanan, hal yang paling disukai oleh gajah. Lokasi ini juga merupakan home range harimau sumatera.  Tak jauh dari camp, merupakan tempat yang ideal untuk bird watching khususnya burung hornbill, ada 6 (enam) jenis burung horbill yang telah teridentifikasi di hutan TWA Seblat dan sekitarnya.  Disini juga merupakan habitat bunga Rafflesia sp, yang merupakan icon Bengkulu. Namun sayangnya, kawasan hutan yang masih bagus ini dan merupakan habitat dari flora fauna langka di Bengkulu telah dialihfungsikan oleh Kementerian Kehutanan menjadi HPK atau Hutan Produksi yang bisa dikonversi dan telah diincar oleh beberapa perusahaan tambang batubara untuk dieksplorasi.  Tempat ini juga sering dipakai dan menjadi tempat favorit  wisatawan asing untuk menginap dengan mengambil paket 2-3 hari wisata trekking gajah dan camping, selain Senaba Alang Alang tentunya yang lebih sering dipakai untuk ecotourism.  Di tempat ini juga masih terjangkau signal telkomsel, jadi kami masih bisa berkomunikasi melalui mobile phone dan masih bisa menggunakan internet.  Entah sudah berapa kali saya camping disini, tidak hanya saat berpatroli bersama CRU dari tahun 2004 tetapi juga membawa teman-teman saya dari negara lain untuk camping disini menikmati keindahan hutan hujan tropis sumatera dan wild animal watching di PLG Seblat.


The Second Day, Wednesday on February 6th. 2013
Memasak air secara
tradisional di hutan
Illegal Logging di kawasan HPK
Pukul 05.00 WIB seorang teman sudah bangun dan membuat api unggun untuk memasak air.  Pagi-pagi kebiasaan kawan laki-laki adalah minum kopi dan teh.  Hari ini kami akan berpatroli dari Air Cawang menuju Air Tenang (PAL 18), melalui jalan setapak baru yang belum pernah kulewati sebelumnya, menelusuri kawasan HPK, sepanjang jalan kami menemukan bekas aktivitas illegal logging yang telah ditebang maupun yang telah dipersiapkan untuk ditebang.  Kami juga menemukan bekas pondok para pelaku illegal logging (pembalak liar).  Pada saat akan memotret bekas-bekas illegal logging, dua orang kawan kami disengat lebah (tawon), mereka menunggu kami melintas tempat sarang tersebut dan ingin menyaksikan kami jadi korban berikutnya.  Untunglah seorang teman memberikan informasi bahwa ada sarang lebah di kayu melintang yang akan kami lewati, akhirnya kamipun luput dari serangan lebah dan jebakan kawan-kawan yang usil dan memilih jalan memutar agar terhindar dari sengatan lebah.

Sungai Air Tenang
Batas kawasan TWA Seblat dan HPK
Baru pertama kali saya camping di Air Tenang PAL 18, ternyata tempatnya lumayan menarik.  Lokasi tenda dikelilingi oleh sungai jernih dengan dasar bebatuan yang besar-besar dan dikelilingi oleh hutan lebat, sungai disini lebih menarik dibanding sungai di Air Cawang. Merupakan lokasi yang ideal untuk mancing dan camping.  Sungai Air Tenang ini membelah kawasan hutan TWA Seblat dan HPK yakni dulunya adalah kawasan PLG Seblat yang telah dialihfungsikan.  Suatu saat saya ingin membawa turis dan kawan-kawan saya untuk camping disini. Kami segera mendirikan tenda dan membuat api unggun untuk memasak, dan beberapa kawan memancing di sungai untuk makan malam kami.  Saya menyebut mereka Tim Berang-Berang yang punya keahlian dalam mencari ikan di sungai :)  Malam itu langit cerah, tidak ada hujan. Disekitar camp kami banyak tanaman hias yang menarik, dan disana saya juga telah menanam bunga itu di depan lokasi camping, sebagai tanda bahwa saya pernah menginap disana untuk pertama kalinya. Di tempat ini saya juga menemukan cacing yang bentuknya unik dan belum pernah kulihat sebelumnya, mirip seperti kawat, pergerakannya kaku seperti kawat.  Entah cacing apa namanya.  


Cacing yang unik di Air Tenang PAL 18


The Third Day, Thursday on February 7th. 2013
Perambahan Air Kuro
yang terorganisir
di HPT Lebong Kandis
Dari camp Air Tenang kami berpatroli kearah perbatasan kawasan TWA Seblat dan Perkebunan Sawit PT. Alno Agro Utama group dan areal perambahan di HPT Lebong Kandis. Dalam perjalanan menemukan jejak harimau sumatera dewasa yang sepertinya baru saja lewat, mungkin saat gajah Roby berteriak pagi tadi, harimau tersebut lewat, tak jauh dari tenda kami. Camp di Air Kuro, terdapat sungai kecil disana, airnya cukup jernih dan banyak bebatuan.  Pemandangan disana tidak menarik, karena depan tenda kami bekas hutan yang telah dibabat habis dan dirambah meski masih ada beberapa pohon besar  saja yang siap tebang, bagian belakang kami ada sisa sedikit hutan dan tak jauh dari situ ada perkebunan sawit skala besar milik perusahaan modal asing (PMA).  Disamping lokasi kami tampak areal perambahan dan pondok-pondok perambah Air Kuro yang berlokasi di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis.  Ada sekitar lebih dari 400 perambah disana yang sudah mulai membabat hutan sejak akhir tahun 2004.  Perambahan ini terorganisir dan dibiarkan tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang serta difasilitasi oleh salah satu kepala desa di sekitar kawasan PLG Seblat, bahkan beberapa oknum saat ini menyarankan mereka (perambah) untuk membuka hutan lebih luas lagi, per orang seluas dua hektar, itu yang mereka ceritakan pada kami. Ya beginilah kehidupan, selalu ada hitam ada putih, disaat kami bertahun-tahun dengan segala keterbatasan berusaha menyelamatkan hutan ini beserta isinya, dipihak lain para oknum berseragam melakukan tindakan yang mendukung pengerusakan hutan ini.

Pada tahun 2004 saya pernah berpatroli disini bersama CRU dan kondisinya masih berhutan, dan tidak ada perambahan.  Hutan tersebut merupakan jalur jelajah dan hutan koridor bagi satwa liar dari kawasan PLG Seblat menuju Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan sebaliknya.  Sekarang yang tampak sejauh mata memandang, tidak ada lagi hutan, yang ada hanyalah pondok-pondok perambah dan kebunnya.  Maka tidak heran lagi bila daerah ini rawan konflik dengan satwa liar, yakni kelompok gajah liar sering merusak kebun dan pondok mereka serta perkebunan sawit perusahaan, karena memang dulunya hutan tersebut jalur jelajah gajah liar untuk mencari makan.  Dan gajah selalu kembali melewati jalur jelajahnya semula meskipun sudah berubah fungsi, tetapi manusia yang  katanya makhluk paling mulia dan berakal seringkali mengabaikan perilaku alami satwa liar tersebut dalam membuat tata ruang untuk pengembangan pembangunan dibidang ekonomi dengan AMDAL yang tidak jelas.  Dalam kasus human-elephant conflict tidak hanya manusia yang dirugikan tetapi kadangkala gajah dibunuh dengan diracun di daerah konflik.  Pada bulan Februari s/d Maret 2011 kami telah menemukan 7 ekor bangkai gajah liar yang diduga mati karena keracunan di sepanjang jalur jelajahnya tersebut, dan saya menduga lebih dari itu.  Dan pada akhirnya tanggal 7 April 2011 kami menemukan seekor bayi gajah bernama Bona yang telah kehilangan induk dan kelompoknya, sendirian di perkebunan sawit sebuah perusahaan dalam usianya yang masih bayi, dia sudah harus bertahan hidup sendirian.  Dan ini bukan untuk pertama kalinya Tim CRU me-rescue (menyelamatkan) bayi gajah di Bengkulu.  Alangkah kejamnya kehidupan ini.  Jadi muncul pertanyaan saat itu, apakah anggota keluarganya yang telah mati tersebut ?  

Menurut informasi warga yang tinggal di lokasi perambahan tersebut bahwa gajah liar sering masuk dan mendatangi pondok mereka hampir tiap 2 minggu sekali.  Begitu juga yang dikatakan oleh petugas perkebunan yang mengawasi gajah liar di perbatasan kawasan, hampir setiap 2 minggu sekali kelompok gajah liar melewati daerah disekitar sana.  Memang, disekitar tenda kami juga menemukan bekas gajah liar melintas.  Sekarang saya mulai memahami jalur jelajah yang selalu dilewati oleh gajah liar di sekitar sana, yakni TWA Seblat - HPK - Perambahan Air Kuro - Perkebunan Sawit PT. Alno group - Jalan Poros dalam kawasan TWA Seblat yang dipakai oleh PT. Alno dan perambah Air Kuro - dan terus menuju ke kawasan hutan di Kabupaten Muko Muko dan masuk kembali ke TWA Seblat dan begitu seterusnya, karena jalur jelajah gajah selalu tetap.  Dan daerah-daerah yang dilintasi tersebut bila ada aktivitas manusia maka akan terus-menerus terjadi konflik dengan gajah.  Kelompok gajah melakukan perjalanan seperti itu dengan modal navigasi dan daya ingat yang cukup baik dan dalam setiap kelompok dipimpin oleh seekor gajah betina yang dianggap kelompoknya mempunyai kemampuan lebih dibanding lainnya.  Mereka melakukan menjelajah tidak hanya untuk mencari makanan di tempat-tempat yang telah mereka petakan dalam memory-nya, tetapi juga untuk mencari sumber air dan mineral terutama garam-garaman.  Kebetulan tim patroli CRU juga telah menemukan sumber air yang diduga banyak mengandung mineral disekitar sana, karena berbagai jenis satwa liar tidak hanya mammalia besar, primata bahkan burung-burung sering mendatangi tempat tersebut.  Tempat itu kami rahasiakan :)

Perbatasan Hutan TWA Seblat dengan HPT Lebong Kandis
Dalam perjalanan kami juga menemukan jaring yang dibentang melintang di jalan setapak untuk berburu burung yang dipasang oleh pemburu.  Akhirnya kami bongkar dan membakarnya agar tidak digunakan lagi.  Tampak ada seekor burung yang telah lama terperangkap dalam jaring tersebut dan tidak bisa melepaskan diri hingga akhirnya mati.  Pukul 16.00 WIB terdengar suara chainsaw, setelah melihat posisi koordinat tenda kami dan melihat di peta yang ada dalam GPS, lokasi suara tersebut berada dalam kawasan.  Daerah perbatasan dengan perkebunan dan perambahan itu memang rawan sebagai jalan masuknya para pelaku illegal dalam kawasan, tidak hanya logging tetapi juga perburuan dan survey batubara illegal karena ada akses jalan besar menuju kesini.  Kawasan hutan ini memang telah diminati oleh banyak perusahaan batubara, itu berdasarkan pengakuan salah seorang pengusaha batubara dari India,  mereka tersus berusaha untuk mendapatkan perijinan agar bisa explorasi batubara dalam hutan tersebut.  Beberapa tahun yang lalu kami, Tim CRU juga pernah melakukan pengintaian dan penangkapan pelaku survey batubara illegal yang melakukan pengeboran di dalam kawasan PLG Seblat, saya beserta 5 (lima) orang polisi kehutanan menggerebek dan menangkap mereka yang sedang melakukan aktivitas di dalam kawasan tanpa ijin.  Semua peralatan kami sita dan pelaku kami serahkan pada pihak berwajib untuk ditindaklanjuti.  Sangat menyenangkan punya pengalaman beragam, tidak hanya dibidang medis saja tetapi juga penegakan hukum, meskipun sangat melelahkan harus berjalan jauh tetapi cukup menyenangkan, seperti serasa di film-film action saat menangkap pelaku di dalam hutan, pelaku cukup banyak dan kami hanya 7 orang, tetapi semuanya bersenjata, dan semua berjalan baik seperti rencana. 

Sore itu sampai pagi hujan kembali.  Suara chainsaw tiba-tiba berhenti saat hujan makin lebat dan tak terdengar lagi.  Suara sungai kecil disamping tenda kami juga terasa deras airnya, mungkin banjir. Saya memilih untuk tetap berada di dalam tenda saat hujan deras.  Kondisi saya hari itu kurang sehat, siang harinya saat patroli sangat panas karena melewati daerah perambahan yang tak berhutan lagi, tiba-tiba kepala saya pusing dan seperti mau vomit (muntah) dan tidak ada selera untuk makan, saya hanya minum susu coklat hangat saja hari itu.  Makin malam semakin terasa sakit, setelah membantu memasak sebentar akhirnya saya minum obat dan langsung tidur.  Saat terbangun sudah sehat kembali.  Malam itu terbangun saat ada perubahan posisi tidur karena tenda kami tidak cukup untuk 8 orang sehingga mengatur posisi kembali agar kita semua mendapat tempat untuk tidur.  Terbangun kembali karena salah satu kawan tempat tidurnya (matras) basah karena berada di genangan air.  Jadi ingat yang terjadi sebelumnya, sepertinya pamali bagi orang yang memilih lokasi untuk tidur lebih dulu, karena akan sial.  Sebelumnya kawan kami yang memilih tempat tidur lebih dulu juga akhirnya pindah tidur karena basah kuyup, juga diserang agas dan malam ini seorang kawan lainnya juga basah matrasnya karena memilih tempat tidur lebih dulu.  Dan kami yang tidak memilih tempat bisa tidur lebih nyaman :)


The Fourth Day, Friday on February 8th. 2013
Leeches on my foot
Saya beserta 6 orang lainnya berencana patroli dengan berjalan kaki hari itu menyusuri jalan yang biasa digunakan oleh para pelaku aktivitas illegal di dalam kawasan, baik untuk survey tambang batubara tanpa ijin, illegal logging dan perburuan liar, sedangkan yang dua orang stand by di tenda. Kami menuju pondok perambah di HPT Lebong Kandis untuk berbicara dengan mereka, kemudian melanjutkan perjalanan ke arah kawasan PLG Seblat dan HPK dengan memeriksa sekitar jalan tersebut, mulai pukul 09.21 WIB sampai dengan sekitar pukul 15.00 WIB, kami beristirahat di Air Tenang. Sepanjang perjalanan banyak pacet menggigit kakiku, ada sekitar 30 ekor pacet yang kubiarkan menggigit kedua kakiku hingga berdarah di beberapa tempat. Dulunya saya sangat jijik dengan pacet bahkan saat digigit tidak berani membuangnya sendiri dan minta bantuan kawan untuk mengambilnya, tetapi karena pernah melakukan perjalanan di hutan di Provinsi Jambi di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) saat mengobati orangutan dan mencari orangutan, ternyata pacet yang menggigitku sangat banyak dari kaki hingga kepala dan malu untuk minta tolong orang untuk membuangnya, akhirnya saya ambil dan buang sendiri, lama-lama akhirnya tidak jijik lagi. Terapi  psikologi yang cukup manjur :)

Sunbear's footprint
Selama trekking banyak menemukan jejak, feces, bekas tempat tidur dan tempat melintas gajah liar, selain itu juga menemukan jejak beruang madu dan bekas cakaran di pohon serta jejak landak dan feces musang.  Dan sepanjang perjalanan juga diiringi life music suara siamang yang bersaut-sautan, suara burung kuaw dan suara burung rangkong.  Saya sangat menyukai suara burung rangkong meskipun kesannya menyeramkan, mirip suara orang tertawa terbahak-bahak 'hwahahaha...' di dalam hutan yang sunyi. Mendekati lokasi target banyak resam, dan saya paling benci berjalan melewati resam (tanaman pakis) karena batangnya yang menjalar seringkali membuat kaki tersangkut dan pandangan mata tidak bebas memeriksa sekeliling, karena tinggi resam sekitar 2 meteran. 

Malam itu kami tetap menginap di tempat yang sama ditemani hujan.  Sorenya kami kedatangan tamu, yakni petugas perkebunan yang menjaga gangguan gajah liar.  Saat saya bertanya tentang konflik gajah dan harimau, dia mengatakan bahwa terakhir gajah melewati lokasi ini dua hari yang lalu sebanyak 6 ekor dan memakan tanaman karet perambah.  Untuk harimau belum pernah ada konflik disekitar sana, tetapi saya berpikiran lain atau mungkin harimau yang beberapa tahun yang lalu sering melintas disana telah terbunuh oleh pemburu  liar sehingga tidak tampak harimau lagi disekitar sana.  Sebelum hutan dibuka oleh perambah, kami juga masih menemukan jejak-jejak harimau selain gajah dan beruang madu disana.


The Fifth Day, Saturday on February 9th. 2013
Pagi itu sebelum melanjutkan perjalanan patroli di depan tenda kami ada pemandangan yang menarik, keluarga siamang, seekor induk jantan dan betina beserta dua anaknya sedang makan di pohon depan kami. Tertarik saya untuk mendekati dan memotretnya. Primata itu salah satu daya tarik yang membuat saya hijrah ke Sumatera selain gajah, orangutan dan harimau dan meninggalkan satwa liar di Jawa.

Memasak Sayuran Pakis
dengan cara tradisional
selama di hutan
Berangkat dari camp Air Kuro pukul 09.00 WIB menuju camp Air Tenang.  Sepanjang perjalanan terdengar  lagi suara siamang, burung Kuaw dan burung Rangkong, menunjukan bahwa saya benar-benar sedang berada dalam hutan belantara.  Di lokasi camping yang ini kami bisa memanfaatkan apa saja yang ada di hutan untuk survival.  Tersedia sayuran di alam, ada pakis dan genjer yang bisa dimasak.  Juga banyak lokasi untuk memancing di sungai.  Camp Air Tenang yang ini terletak dipinggir sungai besar tetapi kurang menarik karena tidak semua dasar sungai berbatu tetapi lumpur dan pasir,sehingga air sungai tampak tidak jernih.  

Sore harinya, sekitar pukul 16.33 saya sudah bisa bersantai dan melanjutkan menulis diary 'catatan perjalanan'.  Malam itu kembali kami tidur ditemani oleh hujan.


The Sixth Day, Sunday on February 10th. 2013
Bees - Lebah Hitam
Pagi harinya kami mulai tak nyaman dengan adanya pasukan lebah yang mulai menuju lokasi tenda kami.  Dari kejauhan memang tampak sarang-sarang lebah di pohon yang tinggi, jauh dari camp kami.  Semakin lama lebah tersebut semakin banyak disekitar kami.  Di pohon besar dekat tenda kami juga tampak ada sarang lebah hitam yang sebelumnya tidak kami ketahui.  Lebah hitam sengatannya lebih menyakitkan dibanding lebah madu, meski ukuran tubuhnya jauh lebih kecil.  Lebah tidak hanya hinggap dimakanan saja tetapi juga didalam tenda dan hinggap di badan kami. Untuk mengamankan badanku dari sengatan lebah saya memakai sarung hingga muka saja yang terlihat.  Saya sangat menghindari sengatan lebah, karena saya sangat alergi dengan lebah, apapun jenisnya.  Bila disengat lebah, tidak hanya bengkak dan gatal saja, tetapi berefek lebih serius dibanding yang dialami orang lain.  Sebelumnya saya sudah punya pengalaman disengat lebah madu di depan camp PLG Seblat saat sarangnya dirusak oleh burung elang, dan akhirnya lebah menyengat saya saat melewati lokasi sarang tersebut dan kawan-kawan lainnya berhasil kabur kearah sungai untuk menyelamatkan diri.  Padahal tidak banyak sengatan, hanya sekitar 17 saja.  Tapi apa yang terjadi, saya langsung terjatuh dan tak bertenaga lagi, kesulitan bernafas dan jantung berdetak kencang seperti minum obat overdosis dan keracunan obat saja. Diobati dengan obat-obatan kimiawi tidak membuat kondisi saya lebih baik, baru diberi ramuan tanaman yang berasal dari hutan baru saya bisa menggerakan jari-jari tangan, kaki dan bisa duduk.  Dan setelah itu saya juga pernah disengat seekor lebah tanah di dalam hutan yang membuat saya demam tinggi dan terkapar.  Itu sebabnya kenapa saya sangat takut dengan sengatan lebah.  

Sebelumnya kami telah mencoba mengatasi Human-Bees Conflict (serangan lebah) di tenda kami dengan pengasapan, berharap lebah-lebah tersebut akan pergi, ternyata upaya mitigasi konflik tersebut juga kurang berhasil. Akhirnya kami mengalah dan memutuskan untuk pindah lokasi camping siang itu.

Sunset - Air Seblat / Seblat River


Makanan selama di hutan
yang berasal dari hutan
Dari Air Tenang pindah lokasi menuju pinggir Sungai Seblat yang  juga merupakan jalan keluar masuknya aktifitas illegal  logging di dalam kawasan dan agar kami bisa patroli untuk mengawasi pengeluaran kayu melalui Sungai Seblat. Saya belum pernah camping di lokasi ini sebelumnya.  Pemandangannya cukup indah, tenda kami langsung menghadap Sungai Seblat dan menghadap kearah matahari terbenam (sunset).  Sore hari, langit sungguh indah, warna air sungai dan langit berubah menjadi merah-orange pengaruh sinar matahari yang terbenam.  Sore itu kami bersantai dipinggir sungai sambil minum kopi dan teh, kawan lainnya memancing di dekat kami, sekedar untuk menghilangkan penat dan rasa capek setelah patroli hari itu. Makan malam kami sangat istimewa, semua berasal dari alam, ikan hasil memancing dan sayuran genjer hasil panen dari kebun di hutan. Semua terasa nikmat, makan seadanya di tempat yang indah dengan penuh rasa kebersamaan.


The Seventh Day, Monday on February 11th. 2013
Esok harinya kami berpatroli menyusuri Sungai Seblat menuju camp PLG Seblat.  Tak ada pengeluaran kayu hasil illegal logging yang kami temui.  Tetapi setelah patroli selesai baru nampak pelaku illegal logging menghanyutkan kayunya di Sungai Seblat.  Mereka menunggu waktu yang tepat dan aman dari petugas.

Dan selesai patroli hutan, saya secara pribadi langsung membuat meeting dengan PT. Agricinal dan Elephant Care Community untuk mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk bersama-sama membuat kegiatan yang bermanfaat bagi konservasi yang dilakukan di luar kawasan konservasi, karena bila didalam kawasan konservasi urusan birokrasinya sangat ribet meskipun kegiatan yang dilakukan sangat mendukung kegiatan konservasi.  Dalam bekerja untuk konservasi memang dibutuhkan ide-ide kreatif jika ingin berkembang.  Dan saya sangat bersyukur punya banyak kawan yang seide, sepemikiran dan selalu antusias  untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak dan lingkungan secara nyata dan bukan sebatas wacana dan konsep-konsep belaka tanpa ada realitanya atau direalisasikan tetapi tidak tepat sasaran dan tanpa target yang jelas.

Sungai Seblat
Saat kembali ke camp PLG Seblat hari sudah gelap, malam itu Sungai Seblat sedang banjir, bahkan koral dipinggir sungaipun tak nampak lagi.  Kawan saya bilang, bahwa masih memungkinkan untuk menyebrang dengan perahu dayung.  Saat kawan saya sedang mencari dayung, saya memegangi perahu di pinggir sungai agar tidak hanyut, terasa sekali bahwa arus sungai sangat deras karena saya harus memegangi ujung perahu dengan kuat. Agak merasa cemas saat lampu senter saya menangkap gelondongan kayu  ukuran besar hanyut di sungai. Beberapa pertanyaan muncul dibenakku, apakah nanti saya aman menyeberang? Apakah bila kami hanyut dan tenggelam ada orang yang menolong? Sungai sedang banjir tinggi, hujan gerimis dan tak satupun orang ada didekat sungai itu. Bila perahu kami tertabrak kayu sebesar itu pasti terbalik.  Kemudian kawan saya muncul kembali dengan membawa dua dayung.  Saya cek sungai dengan senter dengan keterbatasan jangkauan jarak pandang, sepertinya tidak tampak ada gelondongan kayu lewat, akhirnya kami menyeberang, memang hanyut terbawa arus juga tetapi tidak jauh.  Kami mendarat tepat di depan gajah Natasya yang saat itu ada di dekat sungai.  Melalui pinggir sungai kami berusaha mendayung perahu maju kedepan lagi ke tempat biasa kami parkir perahu, ternyata arus sungai sangat deras, kami tidak menyadari bahwa sungai sedang banjir tinggi, perahu kami tidak bergerak maju, bahkan hampir berbalik arah hanyut mengikuti arus, kami telah mencoba berulang kali tetapi tetap tidak berhasil, sampai terasa kehabisan tenaga.  Akhirnya diputuskan perahu kami ikat di lokasi tersebut dan kami agak jauh berjalan menuju camp PLG Seblat.  

Hidup di dalam hutan memang musti banyak ketrampilan dan mandiri untuk menyiasati kondisi lingkungan dimana kita tinggal.  Serta bekerja keras dan tidak mudah menyerah dengan kerasnya tantangan di alam. Sejak pertama kali datang ke tempat ini saya sudah jatuh cinta dengan tempat ini, karena semua hobby saya bisa tersalurkan, mendayung perahu untuk menyeberangi sungai, trekking di hutan, dan bisa dekat dengan satwa liar di habitatnya memang merupakan cita-cita saya sejak dulu, serta bisa mendokumentasikan tempat-tempat yang indah. Kehidupan seperti itu sayang sekali kalau dilewatkan dan sayang bila tidak dinikmati.  Because.....Life is an adventure.

Selasa, 22 Januari 2013

Suka Duka Mitigasi Human-Tiger Conflict di Desa Tanjung Muaro

Seekor Harimau Berkeliaran di Desa Tanjung Muaro
Photo : BKSDA Bengkulu
Awal tahun 2013 disambut dengan terjadinya beberapa konflik harimau dengan manusia di beberapa desa di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara.  Setelah adanya harimau berkeliaran di Desa SP1 kemudian ada laporan bahwa harimau juga berkeliaran di Desa Suka Medan, Kecamatan Putri Hijau. Dan akhirnya pada tanggal 12 Januari 2013 mendapat short message dari Tim Mitigasi Konflik Harimau yang sedang bertugas di Desa Tanjung Muaro, dari pesan tersebut mengharapkan saya harus berangkat ke lokasi untuk bergabung dengan Tim yang sudah ada disana untuk rescue harimau. Dilaporkan harimau telah mendekati warga yang ke ladang, dan telah terekam video yang diambil oleh Tiger Protection and Conservation Unit (TPCU), dikatakan bahwa harimau kurus, rambut kusam dan warna tak cerah. Saya berkesimpulan bahwa harimau tersebut kemungkinan besar sakit, jadi saya harus bersiap-siap menyusul kesana.

Persiapan Rescue Harimau
Mempersiapkan obat-obatan yang ada di Pusat Konservasi Gajah Seblat yang bisa dibawa, melakukan koordinasi dengan banyak pihak untuk membantu mempersiapkan obat-obatan dan peralatan rescue yang ada di Kota Bengkulu karena saya sendiri saat itu sedang berada di PKG Seblat untuk pemeriksaan kesehatan gajah rutin dan pengobatan gajah Dino.  Setelah selesai mempersiapkan peralatan untuk rescue harimau dan setelah selesai mengkoordinir Tim patroli Conservation Response Unit (CRU) yang akan melakukan patroli di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, akhirnya saya berangkat bersama tiga orang kawan kerja dari BKSDA dan dua orang dari TPCU menuju lokasi. 

Sampai di Kecamatan Ketahun, dilakukan pembagian tugas untuk mengambil kandang perangkap yang digunakan untuk rescue buaya muara dan akan dibawa ke lokasi konflik harimau. Saya bersama seorang polisi kehutanan (polhut) dan rekan dari tim TPCU menunggu di Kecamatan Ketahun, sedangkan lainnya menjemput kandang perangkap di Kecamatan Batik Nau.

Akhirnya sampai juga di Desa Tanjung Muaro
Jalan berlumpur yang susah dilalui
Malam itu kami berjumlah 8 orang menuju lokasi, yakni Desa Tanjung Muaro, Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara dengan menggunakan 2 kendaraan.  Jalan yang dilewati lumayan bagus, beraspal tetapi sekitar 6 km terakhir jalan sangat buruk, tanah berlumpur. Saya tertidur selama perjalanan, dan tiba-tiba terbangun saat mobil berhenti, ternyata ada beberapa mobil di depan yang terjebak jalan buruk dan tidak bisa berjalan.  Setelah melewati jalan buruk dan diguyur hujan, akhirnya kami sampai juga di rumah Kepala Desa Tanjung Muaro malam itu. Selesai meletakkan daypack, kami duduk di teras rumah sambil berbicara dengan Pak Kades dan beberapa warga desa yang datang kesana.  Topik pembicaraan masih seputar harimau yang telah berkeliaran di desa tersebut.

Human-Tiger Conflict
Pondok yang dipakai 50 warga  desa
untuk bersembunyi saat harimau
mendatangi mereka
Pondok di ladang padi tempat
harimau sering berkeliaran
Mendengarkan cerita dari Sekretaris Desa (Sekdes) dan warga tentang konflik harimau yang terjadi disana. Menurutnya bahwa sebelumnya tidak pernah terjadi konflik antara harimau dan manusia di desanya, baru kali ini terjadi.  Tiba-tiba harimau sering muncul di ladang padi dan kebun karet di sekitar desa itu serta berkeliaran di desa memakan ternak kambing. Di desa itu juga banyak anjing dan babi hutan, bahkan hampir tiap rumah memiliki anjing, tetapi sepertinya harimau lebih menyukai mengambil kambing di kandang  daripada berburu anjing dan babi hutan.  Sekitar 3 minggu yang lalu 4 orang warga di Dusun Talang Darmis  juga melihat harimau, begitu juga di Desa Tanjung Muaro beberapa hari sebelumnya seekor harimau muncul di ladang mereka, yang membuat warga yang ada di ladang ketakutan. Kemudian mereka menyelamatkan diri di sebuah pondok kecil (gubuk) dan harimau menunggu di luar pondok, ada sekitar 50 orang berdesak-desakan dalam pondok itu. Mereka terjebak disana cukup lama dari jam 8 malam sampai dengan jam 1 dini hari tidak bisa kembali ke desa. Akhirnya tim polsek datang untuk mengevakuasi mereka kembali ke desa.

Seorang ibu yang sedang mengambil sayuran di ladangnya juga didatangi oleh harimau dan sempat dibuka topinya yang membuat ibu tersebut shock dan sulit bicara karena ketakutan.  Sudah dua kali dia didatangi oleh harimau tersebut, di pondoknya di ladang padi dan kemudian saat dia pergi lagi ke ladang, harimau kembali muncul mendekatinya.  Heran juga mengapa harimau terus menemuinya ?!

Dikejar Harimau (Panthera tigris sumatrae)
Harimau yang kami lihat dari dekat
Photo : BKSDA Bengkulu

Tanggal 13 Januari 2013 paginya kami bersama warga desa memasang kandang perangkap/jebak untuk harimau dengan umpan seekor kambing.  Kandang perangkap tersebut dipasang di ladang sayuran dimana harimau sering terlihat melintas dan ditemukan banyak jejak harimau disana, tak lupa pula kami mengambil titik koordinat dimana harimau sering berkeliaran.  Sebelumnya Tim penanggulangan konflik juga sempat mengambil video harimau tersebut saat muncul dan melintas disekitar lokasi.  Sebelum meninggalkan lokasi diatas pintu kandang saya pasang plastik warna biru sebagai tanda untuk mengetahui bila kandang perangkap sudah menutup atau belum.  Pintu tertutup berarti plastik biru turun kebawah, ini artinya kemungkinan harimau sudah masuk ke dalam kandang perangkap, bila plastik biru masih tetap berada di atas berarti tidak ada hewan yang masuk perangkap.  Setelah pemasangan udah selesai kami semua kembali ke desa, tak lama kemudian rombongan dari Polsek dan koramil datang.  Kami gunakan waktu untuk diskusi bersama tentang permasalahan konflik satwa liar ini.

Sore harinya kami memutuskan untuk memeriksa kandang perangkap, tidak hanya tim kami yang pergi tetapi juga diikuti oleh dua orang polisi dari Polsek Ketahun dan Koramil serta beberapa warga dengan membawa seekor anjing.  Tak jauh dari rumah penduduk ada kebun karet disebelah kiri kami saat berjalan di jalan setapak menuju ladang.  Terdengar suara monyet dari kebun karet tersebut, seseorang bertanya pada saya, "bu, itu suara apa ?" Saya bilang, "itu suara simpai.  Bila monyet bersuara ribut seperti itu biasanya ada yang ditakuti di sekitarnya".  Kami terus berjalan menuju kearah pondok di ladang.  Belum sampai di pondok, dari tempat tinggi kami sudah bisa melihat kandang perangkap dari kejauhan dan memeriksanya. Kami semua berhenti disana sambil melihat kearah kandang perangkap.  Karena saya berdiri paling belakang, saya tidak bisa melihat kandang perangkap karena tertutup orang-orang di depan saya, akhirnya saya putuskan bergesar tempat agar bisa melihat jelas. Ternyata palstik warna biru masih diatas, ini artinya bahwa harimau masih berkeliaran dan belum masuk perangkap.  Kawan-kawan masih tegak berdiri di lokasi itu dan masih terus mengawasi kandang perangkap dan sekitarnya dari kejauhan, dan aku lebih tertarik mengikuti seorang polisi dan kawan-kawan (kami berempat) memeriksa sepanjang jalan setapak ke arah ladang padi dimana harimau sering datang kesana. Di sekitar jalan setapak tersebut kami menemukan jejak harimau yang masih baru melintas.  Saya menduga, pasti harimau itu bersembunyi di semak-semak dekat kami itu karena jejak baru mengarah kesitu.  Kami terus saja melangkah menelusuri jalan setapak tersebut, dan tiba-tiba berhenti panik setelah beberapa kawan yang diatas memberi kode bahwa ada harimau dan kami diminta untuk cepat menghindar. Karena isyarat dari kejauhan yang diberikan kawan-kawan dengan melambaikan tangan kurang jelas, sehingga kami bingung sebenarnya harimau tersebut datang dari arah mana, kami benar-benar tidak bisa melihat karena rumput alang-alang dan semak belukar yang tinggi dan rimbun.  Saat itu saya mengira bahwa harimau datang dari arah kiri kami, yakni dari ladang padi, sehingga bingung mau menghindarinya ke arah mana, harus jalan balik atau jalan ke depan.  Ternyata kawan-kawan yang berada di jalan setapak diatas melarang kami jalan balik ke belakang ternyata harimau ada di semak-semak belakang kami.

Tempat pemasangan kandang
perangkap harimau
Saat kawan-kawan sedang sibuk mengamati kandang perangkap dari jalan setapak, seorang warga sibuk mengamati anjingnya.  Dilihatnya anjingnya ketakutan, ekor lengket terus dipantatnya pertanda bahwa anjing tersebut memang sedang takut, dan tidak menggonggong lagi tapi pandangnya terus menuju ke arah semak-semak di belakang orang-orang yang sedang berdiri. Tampak ada lorong/ lubang kecil, seorang warga ingin tahu apa sebenarnya yang diperhatikan oleh anjing itu, alangkah kagetnya saat dilihat bahwa yang ada di dalam semak-semak itu seekor harimau yang sedang duduk santai dan sedang memperhatikan orang-orang yang sedang berdiri didepannya. Setelah mereka mengetahui bahwa ada harimau di belakang mereka dengan jarak sekitar 2 meter dari mereka berdiri, akhirnya merekapun menghindar  pelan-pelan menuju pondok di ladang, dan mereka memberi isyarat pada kami untuk menghindarinya dan menuju ke pondok yang sama.  Karena itu satu-satunya lokasi untuk mengamankan diri. Ada satu orang tim kami anggota TPCU yang tertinggal di belakang, karena jaraknya terlampau dekat dengan harimau tersebut akhirnya dia memanjat pohon karet dan bahkan diatas pohon pun masih sempat mendokumentasikan lagi harimau tersebut.

Harimau muncul dari semak-semak
dan menghadang kami di jalan setapak


Waktu itu sekitar pukul 5.30 sore, saat kami semua sudah sampai di depan pondok, tiba-tiba harimau tersebut keluar dari semak-semak dan berdiri tepat di jalan setapak tempat kami mengamati kandang perangkap tadi dan matanya terus mengawasi kami. Kemudian dia duduk santai di jalan setapak tersebut. Jalan setapak itu adalah jalan kami untuk kembali ke desa, bila harimau sudah menghadang di depan kami tentunya kami harus mencari jalan alternatif untuk bisa kembali ke desa.  Pada saat itu ada seorang kawan polisi yang diminta untuk menjemput Kapolsek, tetapi dia keberatan karena harus melewati lokasi harimau itu, akhirnya di telepon dia bilang, lebih baik kena push up daripada harus menjemput komandannya dengan melewati harimau itu......hahaha ! Pilihan yang bijaksana :)

Makin lama harimau tersebut makin mendekat, dengan cara keluar masuk semak-semak di depan kami dan muncul dengan jarak makin dekat kearah pondok dimana kami berdiri mengawasinya. Saya bersama seorang teman sengaja berdiri dengan ambil posisi paling depan agar dapat memotretnya dan mengambil videonya dengan leluasa selama beberapa menit. Tidak ada rasa panik waktu itu. Harimau dan kami saling mengawasi satu sama lain.  Karena langkanya kesempatan seperti ini membuat kami keasyikan memperhatikannya terus dari dekat, akhirnya seorang kawan mengingatkan, "mumpung masih belum gelap, ini saatnya kita mencari jalan kembali ke desa, kalau sudah malam penglihatan harimau jauh lebih tajam dibanding kita".  Kami akhirnya  mundur untuk menghindarinya, dan ternyata harimau tersebut mengikuti kami, susah memantaunya lagi dimana dia bergerak karena masih banyak semak-semak dan rumput tinggi di sekitar kami. Sehingga hanya anjing itulah sebagai patokan karena anjing punya penciuman tajam.  Mencari jalan alternatif ternyata juga tidak mudah dilewati, seorang polisi yang ada di depanku beberapa kali harus terpeleset ke bawah lagi saat harus menaiki tebing sehingga perlu bantuan orang lain untuk mendorongnya agar bisa naik, karena banyak orang yang antri untuk lewat jalan itu dan anjing pun semakin kencang larinya, disaat harimau semakin mendekati kami.  Tidak ada pegangan untuk naik, saya pun akhirnya berjalan merangkak agar bisa sampai diatas, karena kemiringan tanah yang dinaiki hampir 90 derajat.  Antara panik, rasa cemas dan penasaran kenapa harimau itu mengikuti kami terus dan perasaan lain yang campur aduk terhadap kemungkinan buruk yang terjadi. Sampai diatas, di kebun karet merasakan lelah yang luar biasa, kaki lemas setelah berlari di jalan menanjak. Orang pada minta istirahat sebentar untuk mengambil nafas sebelum melanjutkan perjalanan, seorang polisi menyodorkan botol minuman kepada saya, kami belum merasa aman saat itu karena harimau masih dekat dengan kami.  Polisi terus berteriak agar kami tidak saling berpencar, tetap jadi satu. Seorang tentara dari Koramil, sangat tenang dan berada paling belakang mengamankan tim, seperti menghadapi musuh dalam perang, berjalan mundur pelan-pelan sambil terus mengawasi harimau, tenang dan terus waspada, yang lain sudah berlari dan berada diatas, di kebun karet. Saat itu harimau berada di depan kandang perangkap dan berhenti, dan akhirnya duduk santai disana.  Kami mengikuti jalan setapak yang ada di kebun karet untuk menuju ke desa.  Akhirnya sampai juga kami kembali ke rumah Kades dengan selamat.

Harimau mengikuti kami sampai desa dan melalui jalan yang telah kami lewati 
Jalan setapak yang sering
kami lewati ditemukan
banyak jejak harimau
Malam itu tidak bisa tidur nyenyak. Tiba-tiba banyak rengit (nyamuk kecil dari hutan) di dalam rumah dan saya sering terbangun karena digigit rengit.  Ternyata teman lainnya pun juga digigit rengit.  Anjing tetangga menggonggong terus, mungkin ada yang membuat anjing-anjing itu terusik. Adanya rengit yang gigitannya sangat sakit itu juga sebagai tanda bahwa harimau tidak jauh dari tempat kami. Karena malamnya tidak bisa tidur akhirnya paginya saya bangun kesiangan.  Seorang polhut mengetuk pintu tempat saya tidur, saya tidur  sendiri terpisah dengan kawan-kawan lainnya.  Bahwa pagi itu kami akan memeriksa kandang perangkap lagi, sebelumnya kami berpikir bahwa harimau tersebut kemungkinan besar masuk perangkap karena kemarin sudah berada persis di depan pintu kandang perangkap.  

Jejak harimau di depan rumah Kades
Desa Tanjung Muaro

Photo : Erni Suyanti Musabine
Pagi itu di depan rumah Kades terdapat jejak baru harimau yang sepertinya baru saja lewat.  Sepertinya harimau itu tidak mau masuk perangkap.  Akhirnya kami memeriksa jalan dan ternyata jejak itu muncul di sekitar rumah sebelah Kades, yakni rumah seorang ibu yang sering didatangi harimau di ladangnya.  Kami pun sambil berangkat menuju lokasi kandang perangkap, memeriksa jejak yang ada di jalan desa, di kebun sawit dan di kebun karet.  Sepertinya baru pagi itu.  Seorang ibu yang rumahnya dekat kebun sawit mengatakan pada saya bahwa jam 4 pagi harimau mendekati rumahnya dan anjingnya setelah menggonggong hilang. Bahkan di temukan bekas harimau istirahat di teras rumah tetangga Kades. Dan yang mengejutkan lagi, bahwa harimau sepertinya mengikuti kami melalui jalan setapak yang persis kami lewati sebelumnya sampai ke desa. Cek perangkap pagi itu dengan memanjat pohon karet, dikhawatirkan harimau akan muncul kembali, dari kejauhan tampak kandang perangkap belum menutup.

Koleksi sampel rambut
yang diduga rambut harimau
di sekitar jerat babi hutan
di ladang padi
Jerat babi hutan yang dipasang
berantai di sekitar ladang padi
Setelah tim dari polsek Ketahun, Koramil Ketahun dan Camat Ketahun datang, siang itu kami melakukan pemeriksaan kandang perangkap lagi dan lokasi di sekitarnya.  Tiba-tiba kami mendengar suara motor dari arah ladang, ternyata dua orang warga yang  mengambil hasil karetnya. Saya bersama Kapolsek, Danramil serta Camat dan beberapa kawan beristirahat di pondok, yang lainnya memeriksa jalan setapak dan ladang padi serta pondok di ladang padi tersebut, karena harimu sebelumnya sering berkeliaran disana.  Tiba-tiba seorang polisi menelpon Kapolsek dan ingin berbicara dengan saya, mereka menemukan dua buah jirigen berisi cairan berbau amis seperti bangkai, dan juga menemukan seperti organ dalam yang membusuk, akhirnya saya menyusul ke lokasi ingin memastikan barang apa yang mereka temukan di ladang itu.  Seorang polisi menunjukkan kepada saya lokasi jirigen itu, saya buka tutupnya tercium bau bangkai, terlihat dalam cairan itu ada sisa-sisa lemak.  Setelah  selesai memotretnya, seorang TNI memanggil saya dan menunjukkan temuannya di rumput sekitar ladang padi, sepertinya itu adalah saluran cerna binatang yang telah membusuk , berwarna gelap, dan berulat, ususnya tidak terlalu besar kemungkinan hewannya juga tidak terlalu besar. Saya tak lupa untuk mendokumentasikannya.  Kemudian saya ikut memeriksa jerat babi di sekeliling ladang padi, ada satu lokasi yang kami curigai.  Melihat kondisinya sepertinya pernah ada hewan yang terjerat disana, kami juga menemukan banyak rambut hewan di sana, kami mencurigai bahwa rambut itu adalah rambut harimau yang terjerat.  Akhirnya saya koleksi rambut tersebut untuk sampel guna mencari tahu apakah benar itu rambut harimau atau bukan.  Saya cari tahu ke kawan-kawan yang berpengalaman dengan jerat model itu untuk menjelaskan bagaimana cara kerjanya jerat tersebut, karena saya ingin tahu apakah jerat itu hanya bisa untuk menjerat babi saja atau kemungkinan bisa menjerat hewan jenis lainnya termasuk harimau.  Ternyata bisa dan itu pernah terjadi di provinsi lain tetapi harimaunya ditemukan telah mati tergulung oleh jerat dengan model seperti itu.  Setelah mengambil beberapa sampel akhirnya kami kembali lagi ke desa.

Ritual Pawang Harimau


Saat perjalanan kembali ke desa, kami bertemu dengan rombongan warga desa dengan seorang pawang harimau yang akan mengadakan ritual pemanggilan harimau di lokasi sekitar pondok. Danramil memerintahkan anak buahnya untuk mengawal warga begitu juga dengan Kapolsek.  Saya pun minta ijin pada tentara tersebut untuk ikut bergabung karena saya ingin melihat ritual itu.  Bahkan warga mengijinkan saya dan kawan-kawan melihat dari dekat, dengan menyiapkan camera untuk mendokumentasikan kejadian langka tersebut, kami berpikir bahwa harimau akan datang saat dipanggil pawang tersebut dan berkomunikasi dengannya, ternyata yang kami pikirkan salah.  Dengan menggunakan bahasa Bengkulu Selatan pawang tersebut berkomunikasi dengan harimau (entah harimaunya ada dimana saat itu yang jelas tidak tampak), pawang itu meminta harimau tersebut datang untuk diajak bicara apa maunya. Dan pawang tersebut juga mengancam harimau agar tidak mengganggu warga desa lagi, dan pawang itu memberi peringatkan dalam waktu 24 jam diminta menjauhi desa itu dan jangan mengganggu lagi, kalau tidak menuruti maka jangan disalahkan bila peluru bersarang di kepala harimau.  Saya bisa mengerti maksud pembicaraan pawang harimau tersebut meskipun memakai bahasa Bengkulu Selatan karena sudah terbiasa mendengar orang bicara di lingkungan sekitar tempat tinggal saya banyak juga yang berbahasa Selatan.

Sore itu rombongan Polsek, Koramil dan Camat kembali ke Kecamatan Ketahun. Dan malam itu kami tidak langsung tidur tetapi masih bicara di teras rumah Kades.  Tidak ada warga desa yang berkunjung seperti biasanya.  Sekitar pukul 8 malam, istri Kades mendapat telepon dari seseorang yang menginformasikan bahwa seekor harimau telah mencakar seorang pengendara sepeda motor, lokasinya sekitar 1 km dari tempat kami.  Kami diminta kesana.  Tak lama kemudian ada jeritan seorang ibu minta tolong, dari arah yang berlawanan ada informasi bahwa seekor harimau telah menerkam induk kambing dan membawanya pergi, jaraknya tidak jauh dari tempat kami, sekitar 200 - 300 meter.  Seorang polisi menelepon saya untuk memastikan kejadian malam itu karena mereka juga dihubungi oleh warga. Malam itu juga rombongan polsek, koramil dan camat Ketahun kembali lagi menuju Desa Tanjung Muaro bersama Tim tambahan dari BKSDA Bengkulu dengan membawa senjata bius yang saya pesan sebelumnya.

Anggota Tim satu per satu sakit dan saya pun akhirnya jatuh sakit
Tanggal 15 Januari 2012, seperti biasa aktivitas rutin kami setiap pagi, siang dan sore memeriksa kandang perangkap dan lokasi disekitarnya.  Harimau itu berkeliaran di tempat itu-itu saja, makanya lokasi yang kami periksa setiap hari tidak jauh berbeda.  Hari itu kami membawa makanan, memang berniat seharian akan berada di pondok itu sambil mengawasi lokasi sekitar.  Masyarakat belum berani ke ladang karena merasa masih belum aman.  Saya sudah mulai merasa kurang sehat, akhirnya saya masuk ke pondok dan tidur-tiduran di dalam pondok, baru terbangun saat kawan membangunkan saya untuk menawari makan siang.  Siang itu kami masak di pondok dengan bahan seadanya, yang dimasak oleh kawan-kawan anggota Polsek dan Koramil Ketahun.  Padahal hanya masak mie rebus saja, ditambah sayuran dari ladang tetapi terasa enak karena dimakan ramai-ramai dan di tempat terbuka sekitar ladang dengan pemandangan sekitar cukup menarik.
Desa Tanjung Muaro
Setelah makan siang, saya pun kembali tidur-tiduran di rumput dekat semak-semak.  Sebelumnya kami dikagetkan dengan adanya ranting yang bergerak-gerak di bawah sana, sepertinya ada binatang disana, kami semua sudah berpikir bahwa itu adalah harimau, mungkin sedang menyantap kambing buruannya dari desa tadi malam.  Akhirnya kami pun memberi isyarat pada kawan yang sedang perbaiki kandang perangkap untuk menghindari lokasi itu, mereka jalan memutar lewat kebun karet dan bergabung dengan kami di pondok.  Setelah lama mengamatinya, kemudian Kapolsek menembakan pistolnya ke atas dua kali, ternyata babi hutan lari dari lokasi yang kami amati.  Ada babi hutan di sekitar kami, menandakan bahwa harimau tidak ada disekitar sini. Kami duduk di sekitar kandang kambing di ladang tersebut sambil mendengarkan lelucon dari Kapolsek seputar aktivitas polisi, cukup menghibur dan membuat kami semua tak berhenti tertawa. Kemudian, saya pindah tidur di atas tumpukan kayu kering disamping pondok sampai waktunya kembali ke rumah kades.  
Sore itu, saya langsung tidur karena badan saya mulai demam dan menggigil kedinginan. Setiap saat temperature tubuh saya cek sendiri dengan thermometer yang biasa dipakai untuk rescue harimau, suhunya masih sekitar 39,5C, kemudian minum analgesik antipiretik dan kompres sendiri dengan alkohol 70% agar panas turun.  Selama dua hari saya hanya tidur saja di rumah Kades dan tidak ikut tim periksa lokasi sekitar ladang.

Besok siangnya, saya mendapat informasi bahwa ada warga yang bertemu harimau di kebun karet yang biasa kami lewati.  Saya langsung menghubungi tim untuk melihat ke lokasi kejadian.  Menurut tim kami memang ada suara monyet ribut di sekitar lokasi dan ditemukan jejak harimau disana, tetapi warga tidak bertemu dengan harimau.  Berarti harimau masih berkeliaran di sekitar Desa Tanjung Muaro. 

Satu per satu anggota Tim Mitigasi Konflik Harimau jatuh sakit, dan saya adalah orang ke-5 yang akhirnya sakit juga.  Akhirnya saya putuskan untuk keluar dan berobat ke dokter. Jalan yang berlumpur membuat kami susah keluar.  Sebanyak tiga kali mobil kami terjebak lumpur dalam dan tidak bisa bergerak maju, akhirnya bisa keluar karena didorong banyak warga, dan yang terakhir memerlukan bantuan mobil lain untuk menariknya agar keluar dari jebakan lumpur.  Kondisi Desa Tanjung Muaro mulai aman dan warga pun sudah mulai ke ladang kembali, dan tidak ditemukan lagi jejak harimau di sekitar sana selama beberapa hari ini.  Berharap harimau tersebut sudah kembali ke tempat yang aman.