Rabu, 01 Juni 2016

Profesi Dokter Hewan Tak Kenal Waktu


Mahasiswa Kedokteran Hewan UGM di PLG Seblat, Bengkulu Utara
Saat ini saya sedang mendampingi mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada yang sedang Praktek Kerja Lapangan yang merupakan bagian dari rangkaian Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) di Taman Wisata Alam Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara tepatnya di Pusat Latihan Gajah Seblat. Mereka setelah lulus dari Sarjana Kedokteran Hewan maka sebagai calon dokter hewan perlu menjalani Pendidikan Profesi Dokter  Hewan terlebih dulu, sebagai tujuan pendidikan minat khusus di bidang medik konservasi, Pusat Latihan Gajah Seblat, Bengkulu salah satu tempat yang selama ini digunakan oleh calon-calon dokter hewan untuk belajar dan praktek penanganan kesehatan satwa liar.

Banyak hal yang bisa dipelajari di Bengkulu, tidak hanya gajah dan harimau namun kami juga mempunyai fasilitas pearwatan satwa liar yang berada di berbagai kabupaten dan kawasan konservasi, seperti konservasi penyu di Kabupaten Mukomuko, penangkaran rusa serta upaya rehabilitasi siamang di kawasan konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu, penampungan sementara satwa yakni beruang madu, siamang, burung elang hasil operasi penyitaan di Resort Kota dan kantor Balai KSDA Bengkulu yang menunggu dilakukan pemeriksaan kesehatan. Namun karena keterbatasan waktu dan fasilitas transportasi maka tidak semua tempat bisa dikunjungi untuk belajar karena lokasinya berjauhan, sehingga saat ini dikonsentrasikan untuk belajar perawatan kesehatan gajah dan harimau di kawasan konservasi TWA Seblat.

Gajah Ucok di PLG Seblat, Bengkulu
Sebagai calon dokter hewan tidak cukup mereka hanya mengetahui cara pemeriksaan gajah/ harimau, cara koleksi dan pemeriksaan sampel, mendiagnosa dan cara pengobatan, tentang pembiusan dan handling, tentang penggunaan peralatan medis dan lain-lain, namun yang tidak kalah penting mereka juga harus memahami mengenai Safety Procedures bekerja dengan satwa liar yang berbahaya seperti harimau dan gajah. Selain itu mereka juga harus menyadari bahwa sebagai praktisi dokter hewan yang bekerja untuk satwa liar itu kerjanya tidak mengenal waktu karena kasus yang ditangani juga terjadi sewaktu-waktu tanpa diduga, seperti yang terjadi saat ini. Sore itu kami sudah selesai bekerja karena jam kerja selesai pukul 4 sore, setelah semua orang melakukan finger print untuk absensi sore mereka berpamitan pulang, hanya tertinggal beberapa orang penghuni camp gajah termasuk saya dan para mahasiswa. Saya duduk di ruang makan bersama seorang mahout sambil berbincang-bincang, sambil membawa sebuah buku untuk dibaca dan itu merupakan kebiasaan saya untuk mengisi waktu luang selain menulis, membuat segelas minuman hangat dan bersantai menikmati hari menjelang malam. Sore itu sehabis maghrib seorang mahout bercerita bahwa dia melihat gajah Ucok tidur rebah dan makanan malamnya berupa pelepah sawit dan tebu masih utuh tidak dimakan. Gajah tampak sering merejan. "Apa dia kembung ?" tanyaku. Mahout tidak tahu kembung apa tidak, tapi dia menceritakan kondisinya seperti itu sudah terlihat sejak dua hari sebelumnya. "Kenapa mahout yang merawat gajah tersebut tak pernah bercerita gajahnya bermasalah padahal sering bertemu ?" saya bertanya dalam hati. Mahasiswa saya pun mengatakan bahwa mereka pernah melihat gajah Ucok merejan saat akan buang kotoran beberapa hari sebelumnya. Saya juga telah mengajari mahasiswa tersebut cara mengenali gajah itu sehat atau sakit, dan salah satu perilaku yang harus diamati adalah apakah dia tampak merejan atau kesulitan saat buang kotoran atau kencing, dan itu merupakan ciri-ciri gajah yang kurang sehat, ternyata mereka langsung dapat melihat sendiri contoh gajah yang kurang sehat.

Pengobatan Gajah Ucok
Saya dan mahout tersebut langsung menuju lokasi gajah Ucok untuk memeriksanya dan mencari tahu apa yang sedang terjadi. Hari sudah mulai gelap, dalam kondisi normal Ucok akan terlihat agresif bila didatangi orang lain selain mahoutnya apalagi disaat malam hari. Tapi saat itu Ucok tampak lemah, dipanggil saja malas untuk bergerak, perutnya terlihat membesar, dan dugaan saya adalah kembung. Makanan belum disentuhnya sama sekali, nafsu makannya hilang. Saya meminta mahout tersebut untuk membawa Ucok mendekati camp agar bisa diobati dan dimonitoring, karena kembung sangat berbahaya dan bila tidak diatasi secepatnya sering menyebabkan kematian. Kami berdua menyadari bahwa Ucok adalah gajah jantan di PLG Seblat yang tergolong agresif, untuk itu saya memanggil mahout lainnya untuk bisa membantu membawa Ucok mendekati camp, karena bila hanya satu orang dan itupun bukan mahout yang sehari-hari merawatnya tentu berbahaya. Akhirnya kami berhasil membawanya dan memindahkannya ke tempat yang datar dan lebih mudah diamati. Dan saya meminta mahasiswa untuk memindahkan makanannya ke tempat yang baru.

Pengobatan Gajah Ucok
Sambil menunggu mahout Ucok datang kembali ke camp gajah, saya mengajak mahasiswa untuk menyiapkan obat-obatan yang diperlukan dan terlibat langsung dalam pengobatan mulai dari penghitungan dosis sampai dengan aplikasinya, karena belajar yang efektif adalah learning by doing. Malam itu kami melakukan pengobatan gajah Ucok hingga jam setengah 9 malam. Akhirnya gajah mau makan kembali dan tampak lebih aktif, tapi bagi saya kondisinya masih mengkhawatirkan. Mahout tetap berjaga dan rutin mengontrolnya hingga pagi. Saat terbangun di pagi hari saya langsung melihatnya, kondisinya masih lemah tidak seaktif biasanya, tidak ada bekas buang kotoran, tapi sudah bisa buang angin/ kentut dan sudah mau berjalan-jalan. 

Bagi saya pengobatan gajah seperti itu juga merupakan pelajaran bagi para calon dokter hewan yang ingin bekerja untuk konservasi satwa liar, bahwa profesi dokter hewan bekerja tidak terbatas waktu, meski jam kerja berakhir pukul 4 sore namun setelah itu terkadang kami masih harus bekerja kembali hingga malam bahkan sampai pagi lagi, disaat jam kerja belum dimulai. Praktisi dokter hewan untuk satwa liar juga tidak mengenal hari libur atau tanggal merah karena satwa sakit dan yang butuh pertolongan juga tidak menyesuaikan kalender kapan hari kerja dan kapan hari libur. Untuk itu belajar medik konservasi itu tidak cukup hanya memahami teori dan bisa mempraktekannya dengan baik ilmu kedokteran hewan, namun juga belajar ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan serta bisa menerima konsekuensi lainnya yang berhubungan dengan profesi dibidang medik konservasi. Semua itu akan bisa diterima bila kita mencintai profesi yang kita miliki dan bekerja dengan hati. Bagi saya pribadi sebagai dokter hewan yang bekerja untuk konservasi satwa liar, tidak hanya cukup sekedar berbagi pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki pada calon-calon dokter hewan baru, tapi yang terberat adalah bisa menginspirasi mereka agar kelak sudi bekerja dibidang yang sama dimana pun berada sesuai dengan minat masing-masing karena Indonesia memiliki keanekaragaman spesies satwa liar yang tinggi tidak sebanding dengan jumlah dokter hewan yang langka untuk bidang medik konservasi, karena bagi saya generasi penerus itu penting untuk melanjutkan pekerjaan kita. 
Gajah Ucok setelah Pengobatan

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal, Mbak Yanti. Saya Azura Mahasiswa Pendidikan Biologi12 Unsyiah. Ya, sekalipun dari latar belakang keguruan kebetulan penelitian saya mengenai gajah juga. Saya takjub membaca pengalaman mbak, di blog ini. Ada banyak hal yang ingin saya diskusikan dengan mbak mengenai kondisi gajah yang ada di Aceh. Jika mbak berkenan, bolehkah saya meminta alamat email Mbak Yanti? Terimakasih

      Hapus