Selasa, 12 November 2013

Chemical and Physical Restraint of Wild Animal


Hanya ingin berbagi beberapa cara pembiusan satwa liar dan cara penanganannya selama terbius. Digunakan pada saat kita melakukan rescue (penyelamatan) satwa liar di habitat baik dari daerah konflik, dari perburuan maupun karena penyakit, dan restraint untuk keperluan pemeriksaan medis pasca rescue, pemasangan transponder pada tubuh satwa untuk tujuan research dan penandaan individu serta pelepasliaran kembali ke habitat. Mengingat setiap spesies satwa liar memiliki teknik yang berbeda dalam penanganannya, begitu juga dengan kondisi satwa dan kondisi lingkungan sekitarnya saat dilakukan pembiusan. Peralatan yang minimalis yang bisa dibawa ke lapangan juga berpengaruh karena tidak akan bisa seperti penanganan satwa liar di rumah sakit atau klinik hewan yang cenderung dilengkapi dengan fasilitas medis yang cukup memadai.


Beberapa cara pembiusan satwa liar :
Chemical Restraint

at Malilangwe Wildlife Reserve, Zimbabwe - Africa. Photo : Michael Sibalatani

Cara pembiusan gajah, badak, jerapah liar di Africa, dengan kondisi habitat terbuka atau satwa liar bisa terlihat dengan mudah dengan tembak bius. Helicopter bergerak mengikuti satwa target yang berlari kencang di bawah. Pembiusan dilakukan dari atas helicopter.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan singa liar di Africa, yakni singa dipancing keluar dari perbukitan berbatu dengan menggunakan rekaman suara zebra yang merupakan salah satu satwa mangsanya, dengan menggunakan pengeras suara yang diarahkan ke perbukitan tempat singa berada. Dan disediakan bangkai zebra untuk memancing singa mendekat sesuai dengan yang kita inginkan.  Pembiusan dilakukan dari mobil yang bisa melihat dengan jelas kearah singa tersebut.  Bila pembiusan dilakukan untuk pergantian alat transponder semacam Radio-Frequency Identification yang ditanam di tubuh satwa, maka digunakan juga alat detektor untuk mendeteksi keberadaan singa dan mengidentifikasi singa yang menjadi target pembiusan diantara kelompoknya dan pembiusan dilakukan dengan cara tembak bius dari atas mobil yang diparkir tak jauh dari kelompok singa tersebut.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan keledai (donkey) dalam kandang luas.  Menggunakan tembak bius dari luar kandang.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan impala di habitat.  Impala biasa hidup berkelompok, untuk mempermudah pembiusan dilakukan penggiringan kawanan impala terlebih dahulu  dengan menggunakan air craft (pesawat kecil) dan diarahkan menuju jaring yang panjang terbentang. Impala yang terjebak di jaring ditangkap dan dibius dengan cara suntik langsung.


Photo : Erni Suyanti Musabine
Photo : Erni Suyanti Musabine
Cara pembiusan wildebeest di habitat.  Wildebeest juga hidup berkelompok dalam jumlah besar, bahkan seringkali bercampur dengan zebra dan satwa liar lainnya.  Kawanan wildebeest digiring dengan menggunakan air craft (pesawat kecil) dan diarahkan menuju lokasi yang sudah dibatasi terpal yang disekat-sekat dengan bentuk mengerucut, semakin menyempit.  Begitu wilebeest berlarian memasuki lokasi yang dibatasi terpal tersebut, maka langsung ditutup dengan terpal lainnya, sampai akhirnya wildebeest memasuki kandang yakni areal yang telah disekat dengan papan seng. Tembak bius wildebeest dilakukan dari atas mobil atau dari atas kandang.


Sumpit bius harimau terjerat. Photo : BKSDA Bengkulu

Cara pembiusan harimau terjerat.  Kondisi harimau terjerat pasti sangat stress sehingga perlu berhati-hati dalam pembiusan.  Perlu tindakan rescue yang tidak memicu stress harimau seperti diupayakan kehadiran tim rescue tidak terlihat oleh harimau bila memungkinkan.  Tidak berpakaian mencolok dan tidak menggunakan bau-bauan yang menyengat seperti parfum, merokok dan lain-lain saat berada dilokasi sekitar satwa target.   Batasi petugas yang mendekati satwa target, hanya orang yang berkepentingan saja yang mendekati satwa, seperti dokter hewan, seorang petugas dokumentasi dan seorang petugas yang bersenjata untuk mengamankan tim tersebut. Petugas lainnya lebih baik menunggu di lokasi yang jauh dan tidak terlihat oleh satwa target. Pembiusan dilakukan di tempat tersembunyi dengan cara sumpit bius ataupun tembak bius dengan kecepatan dan kekuatan tembak yang tidak terlalu kencang (pilih peluru warna hijau/ untuk jarak dekat) dan ada peredam suara.  Tetapi sumpit bius akan lebih baik dibandingkan dengan tembak bius.


Sumpit bius harimau dalam kandang
Photo : BKSDA Bengkulu
Pembiusan dengan hand inject
Cara pembiusan harimau di dalam kandang.  Bila kandang sempit bisa menggunakan sumpit bius, dan bila kandang luas bisa menggunakan tembak bius, serta jika mempunyai fasilitas kandang jepit maka pembiusan bisa dilakukan dengan cara suntik dengan tangan langsung.


Penanganan satwa liar selama terbius
Reposisi
Reposisi (memperbaiki posisi) tubuh satwa pasca pembiusan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya efek samping yang buruk selama terbius seperti depresi nafas.  Pembiusan pada badak, posisi tubuh satwa harus sternal recumbency berbeda dengan pembiusan pada gajah, maka posisi yang aman dan tepat adalah lateral recumbency atau bisa juga dengan posisi standing sedation.  Bila posisi satwa tidak seperti itu maka perlu cepat-cepat direposisi untuk menghindari efek samping yang buruk terjadi.


Reposisi tubuh Badak (Whiterhino) dan Gajah liar pasca anesthesia.
Photo : Erni Suyanti Musabine

Physical restraint.
Terkadang tidak cukup dengan pembiusan saja untuk restraint, juga perlu dikombinasikan dengan physical restraint selama pembiusan seperti contohnya menggunakan tali untuk mempertahankan posisi satwa.  Bisa juga dibantu dengan net (jaring) dan peralatan lainnya yang disesuaikan dengan jenis satwa.

Physical Restraint pada Jerapah, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Impala
Photo : Erni Suyanti Musabine

Menutup telinga dan mata

Pembiusan Badak (Whiterhino), Jerapah, Impala, Harimau Sumatera, 
Gajah Sumatera. Photo : Erni Suyanti Musabine

Recording.
Semua tindakan yang dilakukan di setiap tahap pembiusan perlu dicatat dalam immobilization worksheet.


Recording.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Monitoring vital signs
Memeriksa frekuensi detak jantung dan pulsus per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan frekuensi detak jantung pada Harimau Sumatera 
dan Badak Afrika (Whiterhino). Photo : Erni Suyanti Musabine


Memeriksa frekuensi pernafasan per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan frekuensi nafas pada Harimau Sumatera dan Jerapah
Photo : Erni Suyanti Musabine

Memeriksa suhu tubuh per 5-10 menit sekali

Pemeriksaan suhu tubuh pada Gajah Afrika, Badak Afrika, Harimau Sumatera 
dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti  Musabine & Martin Mulama

Pemberian oksigen

Pembiusan Jerapah dan Whiterhino (badak).  Photo : Erni Suyanti Musabine

Pengambilan sampel darah. 
Selain sampel darah juga bisa dilakukan pengambilan sampel lainnya seperti feces, rambut, parasit, untuk berbagai keperluan seperti tes DNA, pemeriksaan parasitologi, dan lain-lain

Koleksi sampel darah Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera
Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine

Pengobatan dan Pencegahan
Pemberian antibiotik long acting, untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada bekas suntik bius.
Pemberian salep mata

Pemberian antibiotik long acting pasca tembak bius/ sumpit bius
pada Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera
Photo : Erni Suyanti Musabine

Fluid Therapy (jika diperlukan).  
Therapy cairan yang direkomendasikan adalah melalui intra vena, pemberian secara sub cutaneus pada rescue satwa liar kurang banyak membantu.


Fluid therapy pada gajah liar dan harimau sumatera saat rescue dari jerat
Photo : BKSDA Bengkulu

Pemberian obat-obatan emergency dan tindakan medis untuk memperbaiki kondisi bila terjadi efek samping yang merugikan selama pembiusan, seperti hypothermia/ hyperthermia; henti nafas; henti jantung; shock; seizure (kejang); bloat dan lain-lain.

Salah satu cara penangan bila terjadi henti nafas 

Penyemprotan dengan air atau diberi peneduh atau pemberian air dingin per rectal.  Fungsinya untuk mencegah dan therapy hypertermia sebagai efek samping dari pembiusan dan kondisi temperatur lingkungan yang panas.

Mencegah hyperthermia pada Badak (Whiterhino), Jerapah, Harimau Sumatera 
dan Rusa Totol. Photo : Erni Suyanti Musabine & BKSDA Bengkulu 

Body measurement.  Pada gajah body measurement bisa digunakan untuk estimasi berat badan.

Photo : BKSDA Bengkulu 

Photo gigi.  Photo gigi harimau dan orangutan dapat digunakan untuk estimasi umur.

Gigi Orangutan Kalimantan, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera
Photo : Centre for Orangutan Protection & Erni Suyanti Musabine
 

Pemberian antidote
Antidote diberikan setelah semua tindakan yang diperlukan selesai dilakukan, untuk golongan alpha-2 Antagonists yakni Reversine (Yohimbin)  diberikan secara intra vena sedangkan Antisedan (Atipamezole) bisa diberikan dengan cara kombinasi antara intra muscular dan intra vena. Sedangkan untuk golongan opioid antagonists seperti M5050 (Diprenorphine) diberikan secara intra vena.

Penyuntikan antidote pada Gajah Afrika dan Keledai.
Photo : Erni Suyanti Musabine

Dalam setiap rescue (penyelamatan) satwa liar di habitatnya ataupun daerah konflik dengan berbagai penyebab perlu adanya pembatasan petugas yang melakukan chemical restraint, yakni pembiusan guna mencegah satwa panik dan stress melihat kehadiran banyak orang karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembiusan (dalam kondisi stress maka obat bius tidak akan bisa bekerja dengan sempurna) dan keselamatan tim terancam bila satwa panik dan berontak atau terlepas dari jerat dan menyerang petugas guna mempertahankan diri. Itu sifat alami satwa liar dalam kondisi terdesak pasti akan berusaha untuk mempertahankan diri.  Tim yang diperlukan saat pertama kali mendekati satwa liar guna pembiusan adalah (untuk rescue harimau) :
  1. Dokter hewan dan atau seorang petugas dibawah supervisi dokter hewan; 
  2. Seorang petugas yang bersenjata (Polisi kehutanan, Polisi, TNI) untuk melindungi dokter hewan saat mendekati satwa target;
  3. Petugas dokumentasi.  
Petugas lainnya menunggu dalam jarak tertentu yang tidak terlihat oleh satwa. Bila satwa tersebut sudah aman didekati atau sudah terbius baru mendekat ke lokasi untuk mulai bekerja.

Minggu, 10 November 2013

Suka Duka dalam Melakukan Pemeriksaan Post Mortem Satwa Liar bagi Dokter Hewan

Necropsy Clouded leopard at BKSDA Bengkulu

Dalam mengungkap penyebab kematian satwa liar dengan pemeriksaan post mortem tidak semudah saat kita melakukan necropsy.  Banyak kendala yang sering dihadapi, dan itu muncul di setiap tahap yang kita lakukan. Diantaranya sebagai berikut :
  • Lokasi kejadian kematian yang berada jauh di tengah hutan, sehingga seringkali satwa liar yang ditemukan telah membusuk dan tinggal tulang-belulang dan mempersulit pemeriksaan, selain perjalanan yang sulit untuk menjangkau lokasi dan musti ditempuh dengan  berjalan kaki dengan medan yang buruk.
  • Lokasi yang jauh di dalam hutan juga mempersulit dalam transportasi dan penyimpanan specimen agar tetap dalam kondisi baik sampai keluar hutan.
  • Bila satwa liar ditemukan mati pada hari libur akan berpengaruh terhadap pengurusan administrasi (surat pengantar specimen) dan pengiriman sampel karena kantor dan jasa pengiriman barang libur, sehingga specimen gagal dikirim dan menjadi tertunda, ini beresiko terhadap rusaknya specimen bila tidak memiliki fasilitas penyimpanan specimen yang baik.
  • Administrasi untuk pengiriman specimen, disaat specimen sudah siap dikirim cepat terkadang terkendala masih harus menunggu agar surat pengantar specimen ditanda-tangani oleh pihak berwenang, bila pihak berwenang sedang tidak ada ditempat atau bertepatan dengan hari libur kerja maka pengiriman specimen jadi tertunda.  
  • Bila specimen sudah siap dikirim cepat dan persyaratan administrasi surat-menyurat telah tersedia terkadang muncul kendala di biro jasa pengiriman barang yang seringkali menolak menerima pengiriman barang berupa bagian-bagian tubuh dari satwa liar dengan tujuan apapun dengan berbagai alasan. 
  • Pengemasan specimen yang kurang tepat dan transportasi yang lama juga akan menyebabkan sampel rusak dan tidak bisa diperiksa, hal ini juga dipengaruhi oleh fasilitas untuk penyimpanan dan transportasi specimen yang kurang memadai.
  • Dalam kasus wildlife crime, setelah hasil pemeriksaan laboratorium keluar bisa dijadikan bukti untuk membantu penyidikan.  Dan tugas dokter hewan tidak akan berhenti sampai disitu, selain membuat Visum et Repertum untuk penyidik kepolisian ataupun PPNS juga terkadang diminta sebagai saksi ahli dalam persidangan dan bisa membuktikan secara ilmiah berdasarkan profesinya kepada hakim bahwa satwa liar yang dimaksud adalah korban kejahatan.  Tentu waktunya akan banyak tersita berurusan dengan penyidik dan pengadilan.

Sabtu, 09 November 2013

Rest in Peace YANTI

Pusat Konservasi Gajah Seblat

Pusat Konservasi Gajah Seblat
Mulanya Pusat Konservasi Gajah Seblat merawat 18 ekor gajah jinak di dalam kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang terdiri dari 4 ekor gajah jantan berusia dewasa dan 16 ekor gajah betina berusia dewasa, yang berlokasi di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten  Bengkulu Utara.  Kemudian mendapat tambahan 1 ekor bayi gajah yatim piatu yang direscue dari perkebunan sawit perusahaan di sekitar kawasan, dan mendapat lagi sepasang gajah berusia dewasa yang direlokasi dari sebuah hotel di Kota Bengkulu setelah gajah jantan tersebut membunuh seorang mahasiswa di kota Bengkulu.  Sehingga kini jumlah total gajah jinak di Pusat Konservasi Gajah Seblat sebanyak 21 ekor.  Pada akhirnya berkurang satu ekor lagi karena ditemukan mati.


Yanti and Yanti 

Gajah Yanti
Seekor gajah betina bernama Yanti telah menghuni PKG Seblat selama 19 tahun 9 bulan.  Gajah tersebut ditangkap dari daerah Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu pada bulan Februari 1994, saat itu gajah tersebut berusia 10 tahun.  Dahulu Departemen Kehutanan melegalkan penangkapan gajah sebagai solusi untuk meredakan Human-Elephant Conflict, pada akhirnya kebijakan tersebut malah mendukung berkurangnya populasi gajah liar di alam, dan bahkan banyak gajah liar hasil tangkapan dari seluruh wilayah di Sumatera hidupnya berujung kematian pasca penangkapan. Sekitar tahun 80an sampai dengan 90an merupakan masa-masa yang kelam bagi gajah sumatera.  Habitatnya yang semakin menyempit memaksanya berkonflik dengan manusia yang pada akhirnya ditangkap.  Sungguh tidak adil dan menyayat hati, gajah sebagai korban keserakahan manusia sehingga kehilangan tempat hidup pada akhirnya harus ditangkap sebagai pihak yang bersalah.  Itu terjadi dari Provinsi Aceh sampai Provinsi Lampung.  Sungguh mengerikan, dan saya tidak mau membicarakan sejarah kelam itu lagi disini.  Kini gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) sudah masuk kategori critically endangered species menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), ini artinya saat ini gajah sumatera hampir punah dan mempunyai resiko sangat tinggi mengalami kepunahan di alam liar.

Kini gajah Yanti telah berusia sekitar 29 tahun, tumbuh sebagai gajah yang sehat dan gemuk serta memiliki nafsu makan yang baik bahkan beberapa saat menjelang kematiannya, makanan tambahan yang diberikan pun habis termakan, serta tidak menunjukkan gejala klinis menderita suatu penyakit. Yanti memiliki tanda khusus di belakang telinga kiri, yakni microchip dengan kode 00064D768F, bila kita melakukan scan di bagian tersebut akan muncul namanya 'Yanti' di monitor scanner. Itu salah satu cara untuk mengenali satu persatu gajah di Pusat Konservasi Gajah Seblat bila secara fisik susah dibedakan.  

Gajah Patroli
Yanti merupakan salah satu gajah andalan untuk patroli kawasan TWA Seblat dan sekitarnya.  Diawal bulan November 2013 gajah Yanti baru saja pulang dari patroli hutan bersama tim Conservation Response Unit, yang terdiri dari Polisi Kehutanan, mahout dan perwakilan masyarakat yang terpilih.  Gajah Yanti juga telah berjasa dalam penanganan kasus illegal logging di dalam maupun sekitar kawasan TWA Seblat dan baru saja terlibat dalam pengamanan dan penyitaan barang bukti illegal logging.

Ditemukan mati dalam kawasan TWA Seblat
Pada tanggal 7 November 2013 sekitar pukul 13.30 WIB, phone cell saya berdering, mahout yang sedang berada di lokasi tempat penggembalaan gajah Yanti menelepon saya dan mengabarkan bahwa ada seekor gajah ditemukan mati dan menjelaskan bahwa banyak keluar darah dari lubang-lubang alami.  Saya pun tidak mengira bahwa gajah yang mati adalah gajah PKG Seblat yang bernama Yanti, pertama kali mendengar saya mengira gajah liar.  Saya meminta mahout untuk langsung menghubungi Balai KSDA Bengkulu dan melaporkannya serta meminta mahout untuk memeriksa tubuh gajah apakah ada luka bekas tembakan, dan memeriksa lokasi sekitar apakah ada bekas muntahan untuk diamankan sebelum terkena hujan, dan apakah ada tanda-tanda bungkus makanan yang dibuang atau jejak kaki orang menuju ke lokasi tersebut. Yang ditemukan hanya bekas muntahan di mulut, disekitarnya tidak ditemukan tanda-tanda apapun, hanya tampak bekas jejak kaki gajah Yanti saja yang jalan-jalan di sekitar lokasi penggembalaan. 

Saat itu gajah Yanti berada di sebuah pulau kecil yang dikelilingi Sungai Seblat.  Lokasi tersebut memang rawan orang lalu lalang, baik orang yang mencari batu sungai untuk diperjualbelikan, maupun orang-orang yang ingin masuk kawasan HPK secara illegal untuk logging, berburu dan berbagai aktivitas illegal lainnya, yakni kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan TWA Seblat.  Dulunya kawasan tersebut adalah kawasan hutan Pusat Konservasi Gajah Seblat karena memang merupakan hutan sebagai tempat hidup tidak hanya gajah sumatera tetapi juga harimau sumatera dan beberapa satwa liar terancam punah lainnya seperti beruang, tapir, rusa sambar, siamang, owa sumatera dan lain-lain hingga kini, tetapi pada tahun 2011 telah terjadi perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan menjadi hutan yang bisa dikonversi sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor SK : 643/Menhut-II/2011, guna mengakomodasi perubahan tata ruang Provinsi Bengkulu yang diusulkan oleh pemerintah daerah. Hutan seluas 700an hektar tersebut menjadi incaran beberapa perusahaan tambang batubara.

Pemeriksaan Post Mortem Gajah Yanti
Kondisi saya sendiri sedang kurang sehat, sedang sakit kepala dan diare sejak malam itu dan berbagai kendala lainnya yang menyebabkan saya baru bisa sampai lokasi kematian gajah pada tanggal 8 November 2013.  Namun sejak tanggal 7 November 2013 sudah mulai bekerja mempersiapkan administrasi untuk perlengkapan pengiriman specimen ke laboratorium yang berada di Bogor, Jawa Barat, karena prosedur pengiriman specimen dari bagian-bagian tubuh satwa liar dilindungi itu tidak sederhana, banyak prosedur yang musti dilengkapi.  Dengan bantuan staff BKSDA Bengkulu yang berada di kantor balai semua persyaratan itu bisa diurus dengan cepat.  Di waktu yang bersamaan mahout yang berada di camp gajah mempersiapkan peralatan necropsy dan media yang akan digunakan untuk koleksi specimen.  Mereka adalah tim yang saya andalkan, yang sudah berpengalaman beberapa kali mengikuti saya melakukan necropsy satwa liar sehingga bisa mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk necropsy dengan baik sebelum saya datang ke lokasi.  Saya tidak memiliki vet nurse atau vet tech tapi saya memiliki mereka yang bisa bekerja sekaligus sebagai vet nurse untuk membantu dokter hewan tidak hanya dalam pemeriksaan post mortem tetapi juga dalam setiap rescue satwa liar dan pengobatan serta physical restraint.

Sungai Seblat, batas alam antara kawasan hutan Pusat
Konservasi Gajah Seblat (TWA Seblat) dengan
perkebunan sawit masyarakat 

di seberang sungai tampak pulau dimana Gajah Yanti berada
Sebuah mobil dinas yang disediakan untuk mengantar saya ke lokasi pun sudah berangkat lebih dulu ke Seblat, dan saya pun akhirnya naik kendaraan umum (travel) setelah kondisi saya sehat kembali pagi itu. Akhirnya kami bertemu di Air Muring, yakni sebuah desa yang terletak di kecamatan terdekat sebelum memasuki kawasan PKG Seblat, sekitar 17 km dari camp Pusat Konservasi Gajah Seblat, yang biasa ditempuh selama 1 jam dengan kendaraan dengan kondisi jalan yang buruk.   Kami berempat menuju lokasi kejadian, di tengah perjalanan dari kejauhan terlihat langit di bagian hulu sungai tampak gelap dan Sungai Seblat telah banjir, ini pertanda buruk menurutku karena kami akan menyeberangi sungai tersebut. Disana sudah menunggu para mahout yang akan membantu necropsy.  Dengan dua buah mobil kami melewati perkebunan sawit masyarakat sekitar kawasan TWA Seblat dan parkir di pinggir Sungai Seblat.  Hujan rintik-rintik mulai turun, dan kami harus menyeberangi Sungai Seblat dengan berjalan kaki melewati arus sungai yang deras.  Siang itu sampai sore hari kami melakukan bedah bangkai diiringi hujan gerimis.  Pekerjaan ini harus cepat selesai untuk itu kami melakukan pembagian tugas guna menemukan organ-organ dalam yang kami perlukan untuk diperiksa, karena takut sungai akan banjir lebih besar lagi dan kami akan terjebak disana.  Akhirnya mendatangkan gajah jinak lainnya, salah satunya gajah Nelson yang merupakan gajah andalan untuk membantu menyeberangi sungai disaat banjir besar.

Necropsy Gajah Yanti
Dengan menggunakan masker, sarung tangan dan baju necropsy kami mulai melakukan tugas masing-masing untuk koleksi specimen.  Sebelumnya dilakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu dan pengambilan dokumentasi. Tidak ada bagian tubuh dari gajah Yanti yang hilang sebagai salah satu tanda adanya indikasi perburuan, seperti caling (Gajah Asia betina tidak memiliki gading tetapi hanya memiliki caling dengan ukuran lebih kecil), gigi dan kuku, semuanya masih utuh. Kemudian dilanjutkan ada yang membuka tengkorak untuk koleksi sampel otak, rongga dada untuk koleksi sampel di bagian rongga dada seperti darah dari jantung dan lain-lain serta membuka rongga perut untuk koleksi specimen seluruh saluran pencernaan beserta isinya, hati, limpa, ginjal, limphoglandula dan lain-lain.  Specimen tersebut akan dikirim ke laboratorium guna pemeriksaan histopatologi dan toxicologi, juga ada pemeriksaan tambahan lainnya yang diperlukan sesuai kebutuhan.  Ada yang bertugas membuka tengkorak, rongga dada dan rongga perut, sedangkan saya sendiri bertugas memeriksa bagian-bagian dari organ gajah tersebut dan mengambil specimen, dan ada juga yang bertugas untuk dokumentasi serta mengemas specimen.  Sore hari pekerjaan kami telah selesai. Dan tanggal 9 November 2013 dini hari kami baru sampai kembali ke kota Bengkulu untuk pengiriman specimen.

Makroskopis
Tampak adanya kerusakan serius di seluruh saluran pencernaan, pada lambung, usus sampai dengan anus.  Kerusakan serius juga tampak pada hati dan limpa.  Adanya pendarahan hampir diseluruh tubuh terutama saluran pencernaan yang berwarna merah gelap.  Dan terdapat warna abu-abu sampai dengan kehitaman pada isi saluran cerna dan mucosa saluran cerna.  Mucosa saluran cerna juga tampak melepuh seperti luka bakar. Akumulasi gas yang berlebihan pada rongga dada, rongga perut dan di seluruh saluran cerna yang membuat mucosa menegang.  Gejala klinis seperti itu sebelumnya kami jumpai pada beberapa gajah liar yang ditemukan mati karena keracunan.  

Sehingga diduga kematian gajah Yanti disebabkan keracunan yang kemungkinan diberikan melalui makanan. Namun perlu adanya penegakan diagnosa secara laboratoris untuk memastikan apakah dugaan penyebab kematian tersebut benar-benar keracunan atau tidak, juga bisa untuk mengidentifikasi jenis racun yang termakan dan konsentrasinya sehingga bisa menyebabkan kematian atau kemungkinan ada penyebab kematian lainnya. Dalam penyidikan kasus wildlife crime perlu ada bukti-bukti akurat yang menunjukkan bahwa satwa tersebut benar-benar mati karena racun dan bukan penyebab lainnya.  Maka pemeriksaan laboratorium diperlukan.  Dokter hewan hanya bisa mencari tahu penyebab kematian satwa liar dengan pemeriksaan post mortem yang dilakukan tetapi tidak bisa mengetahui siapa pelakunya karena itu tugas penyidik baik dari kepolisian ataupun PPNS.

Kenangan bersama Gajah Yanti
Yanti and Roby
Bagi saya, dia adalah gajah yang istimewa, karena diberi nama seperti nama saya 'Yanti'.  Disaat sedang mendekati gajah liar bernama Simon, saya pernah berusaha menaikinya dan dia berulangkali menjatuhkan saya dari punggungnya sebanyak tiga kali.  Ternyata memiliki nama yang sama tidak menjamin dia akan bersikap baik dengan saya....hehe!  Dan saat saya menginformasikan melalui message dari phone cell saya bahwa Yanti ditemukan mati, yang membuat orang di kantor kaget dan malah mengira saya sendiri yang meninggal :)  

Setiap ekor gajah sumatera yang berada di Pusat Konservasi Gajah Seblat sangat berarti buat kami, bahkan untuk dipindahkan dari sana ke lembaga konservasi eksitu seperti kebun binatang yang bersifat komersiil saja kami menolaknya.  Siapapun itu pelakunya yang pasti sungguh biadab.  Kasus ini membuat kami sangat terpukul dan tak bisa berkata apa-apa, hanya satu hal yang kami inginkan, "usut, tangkap, penjarakan !!!", untuk memberi efek jera pada siapa saja yang menyakiti satwa liar agar hal serupa tidak terulang lagi. Meski itupun tidak mudah karena kami menyadari bahwa bekerja untuk konservasi itu banyak musuhnya.    

Jumat, 01 November 2013

Fall



Washington Park Arboretum - Photo : Erni Suyanti Musabine

"Autumn atau orang Amerika Serikat menyebutnya Fall adalah musim gugur yang ditandai dengan daun-daun mulai berubah warna dan berguguran, waktu siang hari menjadi semakin singkat dan matahari terbenam lebih awal serta suhu mulai menurun. Musim gugur adalah satu dari empat musim di daerah beiklim sedang yang merupakan peralihan antara musim panas (summer) dan musim dingin (winter). Dibelahan bumi bagian utara seperti Amerika Serikat yang disebut Northern Hemisphere, musim gugur berlangsung sejak bulan September sampai dengan bulan Desember berdasarkan sudut pandang astronomi, sedangkan berdasarkan sudut pandang meteorologi, musim gugur di bumi belahan utara dimulai sejak bulan September sampai dengan November"


Sepertinya saya berada di Amerika Serikat pada saat yang tepat, yakni diwaktu musim gugur tahun 2013. Pemandangan menjadi sangat indah, dedaunan mulai berubah warna menjadi menarik, mulanya berwarna hijau kemudian berubah menjadi warna kuning, orange sampai dengan merah tua  dan kecoklatan terutama pepohonan maple (Acer palmatum).  

Beberapa hal lainnya yang saya amati di musim gugur ini adalah Departemen store mulai menjual banyak pernak-pernik persiapan menghadapi suhu dingin, yakni sepatu boot, syal leher dan baju hangat (jaket dan sweater). Dan saat melewati country side (daerah pedesaan) saya juga melihat musim panen (harvest time) bagi para petani,  di beberapa lokasi yang saya lewati saat perjalanan ke Deception Pass terlihat ada yang mulai panen pumpkin (labu kuning).  Sedangkan di kota Seattle pemandangan yang terlihat di pinggir jalan dan di depan Grocery store (supermarket) banyak yang berjualan pumpkin. Di bulan Oktober orang Amerika Serikat juga mulai persiapan perayaan Halloween yang jatuh pada tanggal 31 Oktober.  Buah pumpkin diukir berbentuk muka yang isinya sudah dibersihkan dengan lilin diletakkan di dalamnya disebut dengan Jack O'Lantem mulai menghiasi rumah-rumah. Namun saya melihat hiasan seperti ini tidak hanya di rumah-rumah tetapi juga ditemui di enclosure kebun binatang tempat saya bekerja. Tampaknya satwa liar pun ingin merayakan halloween....lol :) Di musim gugur sepertinya juga menjadi musim pertandingan American football. Saat saya dalam perjalanan ke Downtown, sebuah kota tua di dekat University of Washington, saya melihat banyak orang berbondong-bondong sedang menuju stadion memakai t-shirts dengan warna yang seragam sesuai tim favorit mereka. Ternyata mereka akan menonton American football.

Green Lake, Seattle, Washington.  Photo : Erni Suyanti Musabine

Di musim gugur pemandangan menjadi sangat indah dan suasana terkesan romantis saat melihat pepohonan daunnya berubah warna menjadi kuning, orange, merah dan kecoklatan.  Fenomena alam yang disebut foliage tersebut merupakan sebagai tanda bahwa telah memasuki musim gugur. Begitu menarik, dan pemandangan seperti ini tidak saya jumpai di daerah tropis seperti Indonesia. Mengapa dedaunan jenis pohon tertentu bisa berubah warna seperti itu ?  Inilah jawabannya :
Perubahan warna dedaunan pada musim gugur dipengaruhi oleh pigmentasi daun dan intensitas cahaya matahari yang diterima.  Perbedaan lamanya waktu, malam hari yang lebih panjang daripada siang hari serta suhu yang dingin dimulailah proses biokimiawi pada daun.  Kondisi cuaca, curah hujan dan suplai makanan juga berpengaruh namun tidak dominan. 
Penurunan intensitas sinar matahari karena waktu siang yang lebih pendek maka menyebabkan perubahan warna daun menjadi terang karena produksi klorofil menurun dan akhirnya berhenti. Pada musim gugur baru diproduksi antosianin, ini yang menyebabkan perubahan warna daun menjadi terang. Karotenoid dan antosianin inilah yang menyebabkan perubahan warna dedaunan dari hijau menjadi kuning, orange, merah dan coklat.

Beberapa jenis pigmen yang mempengaruhi warna daun : 
  • Klorofil adalah zat hijau daun yang memberi warna hijau pada daun dan merupakan satu molekul yang berperan utama dalam proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari (organisme autotrof).; 
  • Karotenoid menghasilkan warna mulai dari kuning pucat, jingga terang sampai dengan merah tua pada daun dan mempunyai peran penting dalam proses fotosintesis sebagai penyerap energi cahaya untuk fotosintesis dan melindungi klorofil dari kerusakan akibat cahaya.; 
  • Antosianin adalah pigmen larut air yang juga memberi warna merah dan ungu pada tumbuhan hijau dan tidak diproduksi sepanjang musim, hanya mulai aktif diproduksi menjelang akhir musim panas. Warna yang ditimbulkan  oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman pH lingkungan sekitarnya, warna merah (pH 1); warna biru kemerahan (pH 4); warna ungu (pH 6); warna biru (pH 8); warna hijau (pH 12); warna kuning (pH 13). 

Akibat perputaran bumi pada porosnya yang memiliki kemiringan 23.5 derajat maka berpengaruh terhadap perubahan musim terutama belahan bumi bagian utara dan selatan, yakni musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi. Pada saat kutub utara bumi kemiringannya lebih dekat ke matahari maka pada saat itu bumi belahan utara lebih banyak mendapatkan sinar matahari yang menandai awal musim panas sekaligus waktu siang hari menjadi lebih lama dibandingkan malam hari. Dan sebaliknya bila saat kutub utara bumi kemiringannya mulai bergerak menjauhi matahari maka saat itu belahan bumi bagian utara mulai mengalami pergantian musim, dari musim panas ke musim gugur dan selanjutnya musim dingin dan juga menyebabkan lamanya waktu di siang hari menjadi lebih pendek dibandingkan malam hari. Perputaran bumi mengelilingi matahari ini yang menyebabkan waktu siang lebih pendek di musim gugur untuk wilayah Amerikat Serikat dan belahan bumi bagian utara lainnya, sehingga intensitas sinar matahari menurun, akhirnya pembuluh yang bertugas mengalirkan cairan keluar masuk ke daun menutup membuat zat gula dalam daun terperangkap dan mendorong diproduksinya antosianin yang menyebabkan dedaunan berwarna kuning, orange, merah kemudian berubah menjadi coklat sebelum akhirnya rontok. Sedangkan wilayah yang berada di dekat garis equator seperti daerah tropis dengan intensitas sinar matahari yang hampir selalu sama per musimnya atau hampir tidak ada perbedaan lamanya waktu siang dan malam sepanjang musim yakni sama-sama sekitar 12 jam, tidak terjadi fenomena alam seperti ini sehingga dedaunan tetap berwarna hijau kemudian setelah berubah warna menjadi coklat baru mengalami kerontokan. 
Rontoknya dedaunan diakibatkan karena hormon tertentu dalam tumbuhan.  Hormon tumbuhan yang berperan dalam rontoknya dedaunan adalah hormon asam absisat karena diketahui menyebabkan absisi/ rontoknya daun tumbuhan di musim gugur.   

Indahnya pemandangan dengan berubahnya warna dedaunan di musim gugur membuat saya tertarik untuk mendokumentasikannya di setiap kesempatan yang ada. Beberapa hasil memotret pepohonan sekitar saat musim gugur di United States tahun 2013 bisa anda lihat dibawah ini :


Green Lake
Green Lake










Green Lake
Green Lake








Green Lake
Green Lake











Woodland Park Zoo
Woodland Park Zoo








Woodland Park Zoo
Woodland Park Zoo








Woodland Park Zoo
Woodland Park Zoo








Woodland Park Zoo
Woodland Park Zoo











Washington Park Arboretum
Washington Park Arboretum









Washington Park Arboretum
Washington Park Arboretum











Rose Garden
Rose Garden







Rose Garden

Rose Garden









Rose Garden
Marysville







Marysville
Seattle








Downtown
Downtown










Washington, U.S.
Washington, U.S.







Depan Seattle Aquarium
Pepohonan berdaun merah di
sekitar gedung pencakar langit










Hogle Zoo
Hogle Zoo








Seattle WA
Seattle WA